Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENILAIAN SISTEMATIS SEBELUM, SAAT DAN SETELAH BENCANA PADA


KORBAN, SURVIVOR, POPULASI RENTAN DAN BERBASIS KOMUNITAS DAN
PERSIAPAN MITIGASI BENCANA

MK : KEPERAWATAN BENCANA
DOSEN : Ns. Olvin Manengkey, S.Kep.,M.Kes

DI SUSUN OLEH
Wahyuni Tidore (1714201196)
A2/VII

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan aktivitas
manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat,
sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan
sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk
mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan : “Bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu
dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak
akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya
gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam”
juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa
keterlibatan manusia.
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai
dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan
meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia. Namum demikian
pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (Hazard) serta memiliki kerentanan
atau kerawanan yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat atau luas
jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (distater
desilience).
Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat
adalah untuk memberdayakan masyarakat yang terancam bahaya untuk bertindak
dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya harta benda dan
lingkungan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penilain Sistematis Sebelum Saat, Dan Setelah Bencana Pada Korban Survivor,
Populasi Rentan Dan Berbasis Komunitas Pengertian Penilaian Sistematis
Menurut Eko Putro Widyoko, 2012:3, Penilaian ialah sebagai kegiatan
menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria dan aturan-aturan tertentu.
Penilaian memberikan informasi lebih komprehensif dan lengkap dari pada
pengukuran, karena tidak hanya menggunakan instrument tes saja, melainkan
menggunakan tehnik non tes lainnya. Penilaian merupakan kegiatan mengambil
keputusan dan menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik dan buruk serta bersifat
kualitatif.
Sitemastis adalah bentuk usaha menguraikan serta merumuskan sesuatu hal dalam
konteks hubungan yang logis serta teratur sehingga membentuk sistem secara
menyeluruh, utuh dan terpadu yang mampu menjelaskan bebagai rangkaian sebab
akibat yang terkait suatu objek tertentu. (Abdulkadir Muhammad : 2004).
Jadi penilaian sistematis adalah kegiatan dan proses pengumpulan data-data dan
informasi yang bersifat yang disusun secara berurutan, utuh dan terpadu untuk
menjelaskan berbagai rangkaian sebab akibat terkait suatu objek tertentu.
Penilaian sistematis pada bencana ialah kegiatan mengumpulkan data dan
informasi yang berkaitan dengan bencana yang termasuk didalamnya bentuk bencan,
lokasi, dampak, korban, dan usaha dalam menghadapi bencana sebelum, saat dan
setelah terjadinya bencana. Penilaian sistematis ini disusun utk memberikan gambaran
mengenai resiko dan dampak yang akan dialami jika terjadi bencana.
1. Penilaian sebelum bencana pada korban, survivor, populasi rentan Dan Berbasis
masyarakat
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita banyak melakukan kegiatan pasca
bencana (post event) berupa emergency response dan recorvery daripada kegiatan
sebelum bencana berupa distater reduction/mitigation dan distater preparedness.
Padahal, apabila kita memiki sedikt perhatian terhadap kegiatan-kegitan sebelum
bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/kerugian (damages) yang mungkin
timbul ketika bencana.
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana Erta kaitannya dengan istilah
mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang
ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan
pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu
bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan
tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan infrastruktur yang berpotensi terkena bencan, seperti
membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan kontruksi untuk Manahan serta
memperkokoh struktur ataupun mambangu struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat
dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui
melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan
masyarakat dan pemerintah daerah.
a.) Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan
1. Penilaian bahaya (Hazard), Dilihat dari potensi bencana yang ada,
Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya yang sangat tinggi
dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun
kedaruratan kompleks. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan
pemukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan
konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama yaitu potensi bahaya utama
(main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collecteral hazard).
Penilaian resiko bencana/bahaya dibedakan berdasarkan karekteristik
utama yaitu :
 Penyebab : alam atau ulah manausi
 Frekuensi : beberapa sering terjadinya
 Durasi : beberaoa durasinya terbatas seperti pada ledakan
sedang lainnya mungkin lebih lama seperti banjir dan epidemic
 Kecepatan omset : bisa muncul mendadak hingg sedikit atau
tidak ada pemberitahuan yang bisa diberikan atau berthap
seperti pada banir (kecuali banjir bandang) memungkinkan
cukup waktu untuk pemberitahuan dsn mungkin tindakan
pencegahan atau peringatan. Ini mungkin berulang dalam
periode waktu tertentu seperti gempa bumi.
 Luasnya dampak : bisa terbatas dan mengenai hanya area
tertentu atau kelompok masyarakat tertentu atau menyeluruh
mengenai masyarakat luas mengakibatkan kerusakan merata
pelayanan dan fasilitasi
 Potensi merusak : kemampuan penyebab bencana menimbulkan
tingkat kerusakan (berat, sedang atau ringan) serta jenis (cedera
manusia atau kerusakan harta benda) dari kerusakan.
2. Peringatan (warning), Setelah mendapatkan pemetaan daerah rawan
bencana selanjutnya dibutuhkan sistem peringatan dini (Early Warning
System) melaui BMKG. Sistem peringatan dini merupakan
serangkaian sistem untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian
alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya.
Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan
memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh
masyarakat. Dalam keadaan kritis, secara umum peringatan dini yang
merupakan penyampaian informasi tersebut diwujudkan dalam bentu
sirine, kentongan dan lain sebagainya.
Semakin dini informasi disampaikan, semakin longgar waktu bagi
penduduk untuk meresponnya. Peringatan (warning), diperlukan untuk
memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan
mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa
bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi dsb). Sistem peringatan
didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan
kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat.
3. Persiapan (preparedness), Persiapan rencana untuk bertindak ketika
terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri
dari perkiraan terhadap kebutuha-kebutuhan dalam keadaan darurat
dan identifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman.
Penilaian dalam kegiatan persiapan ini meliputi :
 Tersedianya jalur evakuasi yang jelas dan bisa dijangkau oleh
masyarakat
 Fasilitasi pelayanan publik terutama fasilitas kesehatan yang
akan menjadi rujukan bila terjadi bencana
 Kesiapan dan pengetahuan masyarakat di daerah rawan
bencana alam menghadapi dan menyelamatkan diri saat terjadi
bencana. Kegiatannya berisi simulasi dan pelatihan bencana.
b.) Pemahaman tentang kerentanan masyarakat kerentanan (vulnerabikity), adalah
keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Penilaian kerentanan
dapat berupa :
1. Kerentanan fisik, secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki
masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya :
kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada didaerah
rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir abgi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi suatu individu atau
masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman
bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau
kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai
kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan sosial, kondisi sosila masyarakat juga mempengaruhi
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan,
kekurangan pengetahuan tentang resiko bahaya dan bencana akan
mempertinggi kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat
yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan lingkungan, lingkungan hidup suatu masyarakat sangat
mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal didaerah yang
kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk
yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman
bencana tanah longsor dan sebagainya.
2. Penilaian saat bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun
tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu diperlukan langkah-
langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan
cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.
Tanggal darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk mengangkangi dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh tim
penanggulangan bencana yang dibentuk di masing-masing daerah atau organisasi.
3. Penilaian korban
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas
yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem pelayanan
tanggapan darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma
yang bisa terjadi dalam benrapa menit hingga beberapa jam sejak cedera
(kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis,
intensif, ditujuakn untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma
yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa Minggu setelah trauma).
Penilaian awal mencakup protokol, persiapan, Triase, survei primer, resusitasi-
stabilitasi, survei sekunder, dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai.
Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang
diketahui pada awal proses.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis
segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas
transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih
berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan
prioritas ABCDE yang merupakan proses yang Sinabung sepanjang pengelolan
gawat darurat medik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk Triase. Metode Triase yang
dianjurkan bisa secara METTAG (triage tagging System) atau sistem Triase
penuntun lapangan START (simple triage and rapid transportation).
a.) Tag Triase, Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh
petugas Triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan
medik terhadap korban.

Triase dan pengelompokan berdasar tagging.


 Prioritas nol (hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi
 Prioritas pertama (merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan
penilaian cepat serta tindakan medik fdan transport segera untuk tetap
hidup (misal: gagal napas, cedea torako-abdominal, cedera kepala atau
maksilo-fasial berat, syok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
 Prioritas kedua (kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan
cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami
ancaman jiwa daalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera
dalam jenis cakupan luas (misal: cedera abdomen tanpa syok, cedera
dada tanpa gangguan respirasi, faktur mayor tanpa syok, cedera kepala
atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
 Prioritas ketiga (hijau) : Pasien dengan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama
sederhana namun memerlukan penilaian berulang berkala (cedera
jaringan lunak, fraktur dan dislokasi ekstremitas, serta gawat darurat
psikologis).
b.) Triase sistem penuntun lapangan START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan
status mental (RPM : R = status respirasi ; P = status perfusi ; M= status
mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging)
yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin
diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasi korban dengan resiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera.
c.) Triase sistem kombinasi METTAG dan START
Sistem METTAG atau sistem tagging dengan kode warna yang sejenis
bisa digunakan sebagai bagian dari penuntun lapangan START. Resusitasi di
ambulans atau di area tindakan utama sesuai keadaan.
Penilaian di tempat dan prioritas TRIASE ditentukan oleh jumlah korban
dan parahnya cedera. Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi
kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan
cedera sistem berganda ditindak lebih dahulu.

4. Penilaian Lingkungan
Bencana menyebabkan kerusakan yang serius termasuk didalamnya akibat
fenomena alam luar biasa dan/disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan
timbulnya korban jiwa, kerugian material dan keruskan lingkungan yang
dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dan
membutuhkan bantuan dari luar. Adapun penilaian lingkungan pada saat terjadi
bencana :
 Daerah rawan yang kemungkinan akan terjadi bencana susulan. Seperti
tsunami setelah gempa, tanah longsor setelah banjir atau hujan deras,
aliran lava dan abu vulkanik saat terjadi letusan gunung berapi dan
rubuhnya bangunan setelah guncangan gempa.
 Tempat pengungsian yang aman untuk pertolongan pertama pada korban
bencana.
5. Penilaian Setelah Bencana
Penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya dilakukan pada
Minggu terakhir masa tanggap darurat atau setelah masa tanggap darurat
dinyatakan berakhir. Penilaian dilakukan melalui persiapan, pengumpulan data,
analisis data dan pelaporan. Hasil assessment tersebut menjadi data da informasi
penting untuk melakukan perbaikan sumber daya. Ketahanan masyarakat yang
hidup didaerah rawan bencana menjadi tanggung jawab pemerintah dan
pemerintah daerah.
Demage and loss assessment (DaLA), biasanya dibuat setelah terjadi bencana.
Secara sederhana DaLA merupakan metodelogi untuk mengukur dampak dan
kerugian yang diakibatkan oleh bencana, berdasarkan perhitungan ekonomi suatu
negara dan kebutuhan penghidupan individu untuk menentukan kebutuhan
pemulihan dan rekontruksi.

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
Penilaian sistematis adalah kegiatan dan proses pengumpulan data-data dan
informasi yang bersifat kualitatif yang disusun secara berurutan, utuh dan terpadu
untuk menjelaskan berbagai rangkaian sebab akibat terkait suatu objek tertentu.
Tanggap darurat bencana adalah sesngkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsian, penyelamatan, serta
pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh tim penanggulangan
bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2014. Data dan Informasi Bencana Indonesia.


http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/simple_data.jsp. diakses: 13 Mei 2014

Rinaldi. 2009. Kesiapan Menghadapi Bencana Pada Masyarakat Indonesia. Universitas


Negeri Padang. Jurnal Penelitian Psikologi 14(1)

Suhardjo, D. 2011. Arti Penting Pendidikan Mitigasi Bencana Dalam Mengurangi Resiko
Bencana. Cakrawala Pendidikan, Juni, Th. XXX, 2

Anda mungkin juga menyukai