MK : Keperawatan Gerontik
Oleh
FAKULTAS KEPERAWATAN
2021
1. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AGING PROCESS
Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang
frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian. Pada lanjut usia, individu mengalami
banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam
berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Penurunan tersebut mengenai
berbagai sistem dalam tubuh seperti penurunan daya ingat, kelemahan otot, pendengaran,
penglihatan, perasaan dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai disfungsi biologis
lainnya.3,13 Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi menjadi
beberapa tahapan, antara lain:
a. Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun):
Usia ini dianggap usia muda dan produktif, tetapi secara biologis mulai
terjadi penurunan kadar hormon di dalam tubuh, seperti growth hormone,
testosteron dan estrogen. Namun belum terjadi tanda-tanda penurunan
fungsi-fungsi fisiologis tubuh.
b. Tahap Transisi (Usia 35 – 45 tahun):
Tahap ini mulai terjadi gejala penuaan seperti tampilan fisik yang tidak
muda lagi, seperti penumpukan lemak di daerah sentral, rambut putih
mulai tumbuh, penyembuhan lebih lama, kulit mulai berkeriput, penurunan
kemampuan fisik dan dorongan seksual hingga berkurangnya gairah hidup.
Radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat bermanisfestasi
pada berbagai penyakit. Terjadi penurunan lebih jauh kadar hormon-
hormon tubuh yang mencapai 25% dari kadar optimal.
c. Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas):
Gejala dan tanda penuaan menjadi lebih nyata yang meliputi
penurunan semua fungsi sistem tubuh, antara lain sistem imun,
metabolisme, endokrin, seksual dan reproduksi, kardiovaskuler,
gastrointestinal, otot dan saraf. Penyakit degeneratif mulai terdiagnosis,
aktivitas dan kualitas hidup berkurang akibat ketidakmampuan baik fisik
maupun psikis yang sangat terganggu.
Studi yang dilakukan Nies untuk mengidentifikasi pola makan dan pola hidup yang
mempengaruhi kehidupan yang sehat di usia tua, melibatkan 1091 laki-laki dan 1109
perempuan usia 70-75 tahun. Hasilnya menunjukkan, pola hidup tidak sehat seperti
kebiasaan merokok, diet tidak sehat, aktivitas fisik rendah meningkatkan risiko
kematian.modifikasi gaya hidup seperti tidak merokok, meningkatkan aktivitas fisik, dan pola
hidup sehat merupakan salah satu strategi untuk memiliki kualitas hidup yang tetap baik
meski usia telah lanjut.
Terdapat empat teori utama yang menjelaskan terjadinya proses penuaan
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini menyangkut peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.Pada
usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi
organ tubuh. Karena itu pada masa muda fungsi berbagai organ tubuh
sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin,
kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. Hormon bersifat vital
untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Ketika manusia menjadi tua,
tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit sehingga kadarnya
menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh terganggu. Growth hormone
yangmembantu pembentukan massa otot, Human Growth Hormon (HGH),
testosteron, dan hormon tiroid, akan menurun tajam ketika menjadi tua.
penuaan kemudian meninggal dunia, waktu dalam jam biologi sangat bervariasi
tergantung pada peristiwa yang terjadi dalam kehidupan individu tersebut dan pola
hidupnya.
4. Pengalaman Hidup
a. Paparan sinar matahari: kulit yang tidak terlindung sinar matari
akan mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menjadi kusam.
b. Kurang olahraga: Kegiatan olahraga fisik dapat membantu
pembentukan otot dan menyebabkan lancarnya sirkulasi darah.
c. Mengonsumsi alkohol: alkohol dapat memperbesar pembuluh
darah kecil pada kulit dan menyebabkan peningkatan aliran
darah dekat permukaan kulit.
5. Lingkungan
Proses menua secara biologis berlangsung secara alami dan tidak dapat
dihindari, namun dengan lingkungan yang mendukung secara positif, status
sehat tetap dapat dipertahankan dalam usia lanjut.
6. Stress
Tekanan hidup sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan,
maupun masyarakat yang tercemin dalam bentuk gaya hidup akan
berpengaruh dalam proses penuaan.
D. Faktor internal
E. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara lain gaya hidup,
faktor lingkungan dan pekerjaan. Gaya hidup yang mempercepat proses penuaan adalah
jarang beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur. Hal tersebut
dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang diterapkan secara individual pada usia lanjut
yaitu dengan menghentikan merokok. Serta faktor lingkungan, dimana lansia manjalani
kehidupannya merupakan faktor yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses
menua karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas
seperti asap kendaraan, asap rokok meningkatkan resiko penuaan dini, sinar ultraviolet
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua.
Proses penuaan kulit adalah proses dinamik. Proses penuaan kulit menyebabkan perubahan
histologis pada lapisan kulit (Sadick, 2009). Faktor-faktor yang mengakibatkan penuaan kulit
adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang menyebabkan terjadinya
penuaan dini adalah peningkatan radikal bebas dan kerusakan DNA. Untuk faktor ekstrinsik
yang memengaruhi terjadinya penuaan dini adalah sinar UV dan merokok(Kemmeyer
A&Luiten RM, 2015; Stojiljkovic et al, 2013, Hekimi et al, 2011).
Mekanisme penuaan kulit yang diakibatkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik berbeda.
Adanya gangguan pada faktor intrinsik mengakibatkan peningkatan radikal bebas dan
pemendekan telomere yang nantinya akan menyebabkan penurunan produksi kolagen.
Faktor ekstrinsik (sinar UV dan merokok) menyebabkan pertumbuhan abnormal elastin
(Sadick SN et al, 2009).
Faktor intrinsik yang menyebabkan peningkatan radikal bebas adalah obesitas. Obesitas
adalah kondisi kelebihan atau akumulasi abnormal jaringan lemak. Obesitas mengakibatkan
reaksi inflamasi yang akan meningkatkan stress oksidatif dan pemendekan
telomere(Tzanetakou IP et al, 2012).
Faktor ekstrinsik, yaitu sinar UV dan merokok, menyebabkan gangguan pada pembentukan
elastin. Abnormalitas elastin mengakibatkan tipisnya jaringan dermis dan epidermis.
Manifestasi penuaan kulit ditandai dengan kerut, dimana kerut terjadi akibat kehancuran
DNA akibat reaksi inflamasi yang akan menghasilkan protease dan spesies oksigen reaktif
yang akan menghancurkan serat elastin. Bintik hitam diakibatkan oleh jumlah melanosit
per unit. Lingkaran hitam, mekanisme penipisan jaringan kulit pada pembuluh darah
Terlihat pada permukaan kulit sehingga tampak kehitaman(Tzanetakou IP et al, 2012).
Pola proses penuaan kulit berbeda pada wanita asia dan kaukasia. Pada wanita Asia
manifestasi penuaan kulit yang mucul adalah bintik hitam atau lentigenes, sedangkan pada
wanita kaukasia manifestasi penuaan kulit adalah kerut(Sugita T&Nishikawa A, 2011).
2. PEMBATASAN FISIK PADA LANSIA
Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam berbagai klasifikasi dan batasan.
1. Menurut WHO
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang dikatakan lanjut usia
tersebut di bagi kedalam tiga kategori
yaitu:
Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, kriteria aktivitas fisik yang memenuhi
kebutuhan para lansia di antaranya sebagai berikut.
1. Durasi minimal 150 menit untuk latihan fisik sedang atau 17 menit untuk latihan fisik berat
dalam waktu seminggu
2. Setiap praktik, Anda harus memastikan durasinya berlangsung paling sebentar sepuluh
menit. Jika partisipan sudah terbiasa dengan durasi anjuran tadi, maka biasakan olahraga
untuk lansia dalam intensitas sedang selama 300 menit atau intensitas berat selama 150
menit sepekan
3. Sebagian besar lansia mempunyai kendala dalam koordinasi tubuh, sehingga membutuhkan
sesi latihan keseimbangan minimal tiga kali seminggu, sedangkan untuk latihan otot minimal
dua kali seminggu.
Ada banyak pilihan jenis olahraga atau aktivitas fisik untuk lansia yang dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Untuk intensitas sedang, misalnya, jalan kaki jarak dekat, membersihkan rumah,
bersepeda santai, naik tangga, hingga berkebun. Sementara itu, aktivitas berat meliputi
berenang, tai chi, yoga, joging, jalan cepat, menggendong anak, sampai bulu tangkis.
Seperti yang telah disinggung, pemilihan kegiatan harus didiskusikan dengan dokter tepercaya.
Jangan paksakan diri kalau olahraga yang ingin dilakukan malah membebani tubuh. Mulai secara
perlahan dari hal-hal paling dasar, lalu tingkatkan kalau dirasa mampu menguasainya.
Cari juga teman sesama manula untuk meningkatkan motivasi, sehingga tujuan olahraga untuk
lansia dapat tercapai tanpa mengalami hambatan
memperhatikan kebiasaan dan aktivitas sehari-hari demi menjaga kualitas hidup. Berikut 10 hal
yang sebaiknya dihindari oleh lansia, seperti dikutip dari laman Eat This, Rabu (19/5).
Konsultan nutrisi Monica Auslander Moreno dari RSP Nutrition menganjurkan lansia
melakukan senam, yoga, pilates, atau latihan beban ke dalam rutinitas mingguan. Frekuensi
minimalnya setidaknya tiga hari sepekan selama masing-masing 30 menit.
4. Kurang tidur
Penurunan kualitas dan kuantitas tidur dapat menyertai penuaan, bisa karena gelisah pada
malam hari atau karena harus sering ke kamar mandi. Untuk membantu mengatasinya,
jauhkan semua perangkat digital menjelang tidur dan kenakan masker mata.
Menua bukan alasan untuk berhenti merawat diri. Pendiri Chuback Education, John
Chuback, justru menyarankan lansia tetap melakukan segala daya untuk menjaga tubuh tetap
ramping, bugar, dan sekuat mungkin, baik lelaki maupun perempuan.
Penulis buku Make Your Own Damn Cheese itu berharap periode usia tersebut akan
membantu beberapa orang membuka babak baru dalam hidup. Pengaturan nutrisi dan
aktivitas fisik jadi faktor penting untuk mencapai target yang diinginkan.
7. Makan berlebihan
Sehubungan dengan nutrisi, lansia disarankan makan dengan kalori terbatas dan mengatur
pola makan seimbang, alih-alih menyantap apa pun yang menggugah selera. Kini, semua
lebih mudah karena ada banyak situs dan sumber daring untuk membantu pengaturan itu.
8. Makanan penyebab peradangan
Makanan penyebab peradangan perlu dihindari oleh kelompok usia 60 tahun ke atas. Bukan
sekadar satu jenis diet antiinflamasi, melainkan lebih tentang menyadari konsep umumnya
supaya tidak berurusan dengan kondisi peradangan, seperti osteoartritis.
Lebih baik menyantap makanan utuh yang tidak diolah tanpa tambahan gula dan tidak
memuat kandungan garam tinggi. Misalnya, makan buah-buahan, sayur-mayur, biji-bijian,
polong-polongan, ikan, kacang-kacangan, dan minyak zaitun.
9. Risiko jatuh
Hanya karena tekanan pada masa muda sudah berlalu, tidak berarti lansia kebal terhadap
depresi dan kecemasan. Sebanyak 20 persen orang yang berusia 55 tahun atau lebih justru
diprediksi mengalami beberapa jenis masalah kesehatan mental.
Beberapa di antaranya termasuk kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan suasana hati.
Pria lansia bahkan memiliki tingkat bunuh diri tertinggi dari semua kelompok umur.
Karenanya, tetap penting bagi lansia untuk menjaga kesehatan mental.
Penggunaan obat secara rasional di masyarakat merupakan salah satu hal penting untuk
membangun pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pengobatan yang tidak rasional selama ini
telah memberikan dampak negatif berupa pemborosan dana, efek samping dari penggunaan
obat yang kurang tepat akan menyebabkan terjadinya resistensi, interaksi obat yang
berbahaya, dapat menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan kesehatan. Untuk
meningkatkan kerasionalan obat pada masyarakat hingga mutu pelayanan kesehatan yang
optimal maka perlu dilakukan pengelolaan obat secara rasional dan sistematis (Yuliastuti
dkk., 2013).
Menurut Permenkes RI (2011), Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah
kesehatan di masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Penyakit infeksi
merupakan salah satu penyebab pembunuh terbesar di dunia anak-anak dan dewasa muda
dimana kasus infeksi mencapai lebih dari 13 juta kematian per tahun di negara berkembang
(Badan POM, 2011). Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit
terbanyak. Menurut Riskesdas tahun 2007 terdapat 28,1% penyakit infeksi di Indonesia
(Kemenkes RI, 2012).
sehingga manfaatnya akan berkurang. Terlebih lagi jika terjadinya multi drug resistance akan
menyebabkan masalah yang sulit diobati oleh pasien. Hal ini muncul sebagai akibat
pemakaian antibiotik yang kurang tepat, baik untuk dosis, macam dan lama pemberian
sehingga kuman akan menjadi resistensi (Negara, 2014).
Menurut Kemenkes RI (2011), khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotik
sangat tinggi bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi Indonesia. Beberapa fakta di negara
berkembang menunjukkan 40% dari anak-anak yang terkena diare akut, selain mendapatkan
oralit juga antibiotik yang tidak semestinya diberikan. Dalam studinya tersebut dikatakan
juga bahwa pada penyakit pneumonia terdapat sekitar 50-70% telah memilih terapi
antibiotik secara tepat dan pada penderita ISPA terdapat sekitar 60%, masih mengkonsumsi
antibiotik secara tidak tepat.
Studi penelitian Hadi tahun 2008 juga melaporkan bahwa tingkat penggunaan antibiotik
untuk pasien rawat inap ialah sekitar 80% dan hanya 21% yang dinilai tepat, 42% tidak
diperlukan dan 15% tidak tepat dalam hal pemilihan jenis antibiotik, dosis, dan lama
pemberian (Hadi et al., 2008)
Salah satu cara untuk mengontrol resistensi antibiotik dengan mengurangi penggunaan
antibiotik yang tidak tepat (Nurrakhim, 2014). Ketiga data di atas menunjukkan bahwa
tingkat penggunaan antibiotik masih tinggi, akan tetapi penggunaan yang dinilai tepat dan
rasional masih tergolong cukup rendah.
Menurut studi penelitian Hadi (2009), ditemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan
secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan
berbagai antibiotik. Pada penelitian kualitatif penggunaan antibiotik di berbagai bagian
rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi.
Keadaan ini dinilai sangat membahayakan, karena dikhawatirkan para tenaga kesehatan
belum banyak mengetahui tentang pentingnya antibiotik yang digunakan untuk mengurangi
penyakit-penyakit infeksi yang baru muncul (emerging), maupun muncul kembali
(reemerging) (Depkes RI, 2006). Penggunaan antibiotik secara bijak meliputi penggunaan
antibiotik berspektrum sempit, indikasi yang tepat, dosis yang adekuat, serta tidak lebih
lama dari yang dibutuhkan.
Antibiotik merupakan golongan obat keras yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter
dan diperoleh di apotek. Jika dalam penggunaan antibiotik tidak pernah memperhatikan
dosis, pemakaian dan peringatan maka dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh
(Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Center for Disease ControlandPrevention
in USA menyebutkan bahwa terdapat sekitar 50 juta peresepan antibiotik yang tidak
diperlukan dari 150 juta peresepan 4 setiap bulannya (Utami, 2011). Penggunaan antibiotik
akan menguntungkan dan memberikan efek bila diresepkan dan dikonsumsi sesuai dengan
aturan. Namun, sekarang ini antibiotik telah digunakan secara bebas dan luas oleh
masyarakat tanpa mengetahui dampak dari pemakaian tanpa aturan. Penggunaan tanpa
aturan mengakibatkan keefektifan dari antibiotik akan berkurang (Bellissimo-Rodrigues,
2008).
Suatu pengobatan dikatakan rasional apabila memenuhi beberapa kriteria antara lain tepat
diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara pemberian,
tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian, waspada terhadap efek samping,
tepat penilaian kondisi pasien. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu
terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tepat
tindak lanjut, tepat penyerahan obat, pasien patuh dalam pengobatan (Kemenkes RI, 2011).
Penggunaan antibiotik yang rasional perlu dilandasi dengan adanya pengetahuan tentang
antibiotik, pengetahuan ini penting karena berpengaruh terhadap keberhasilan terapi
antibiotik dan mencegah menyebarnya resistensi bakteri (Grigoryan et al., 2007).
Informasi yang diberikan oleh dokter maupun apoteker sangat diperlukan diberikan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien karena infomasi yang tidak sesuai memeberikan
pengetahuan yang kurang kepada pasien sehingga dapat menimbulkan ketidak patuhan
dalam terapi pengobatan (Akici et al., 2004).
Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat
berperan dalam menginterprestasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau
apa yang telah kita pelajari akan menyebabkan interprestasi (Notoatmodjo, 2005). Oleh
karena itu dengan adanya pengatuhan tentang penggunaan antibiotik yang baik akan
memberikan dampak positif bagi masyarakat sehingga tercapainya kepatuan masyarakat
dalam penggunaan obat secara rasional.
Hasil penelitian Wuwur, menyatakan bahwa sebanyak 133 responden di Apotek wilayah
Kecamatan Rungkut Surabaya Timur pernah menggunakan antibiotik tanpa resesebelumnya,
dan tingkat kesadaran responden masih rendah terhadap penggunaan antibiotik. Dari hasil
penelitian tersebut ditemukan bahwa penggunaan antibiotik yang paling sering digunakan
adalah amoxicillin, jenis penyakit yang paling banyak diobati responden dengan antibiotik
adalah radang tengorokan. Alasan utama pasien menggunakan antibiotik tanpa resep karena
sudah pernah menggunakan antibiotik sebelumnya (81,9%), sedangkan ditinjau dari
pertimbangan biaya 50,4 % responden menjawab uang bukan masalah dan 30,1% menjawab
karena masalah keuangan (Wuwur, 2012).
Hasil penelitian Rahmawati, menyatakan bahwa 30 responden di Apotek Wilayah Surabaya
Timur menunjukkan peningkatan pengetahuan terhadap antibiotik setelah dilakukan home
visit diberikan edukasi dengan modul (Rahmawati, 2016). Menurut penelitian Wowiling
(2013), pemberian penyuluhan penggunaan antibiotik terhadap tingkat pengetahuan
masyarakat di kota Manado memberikan peningkatan setelah diberikan edukasi dari 9,3%
meningkat menjadi 40%. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, perlu
dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian edukasi pada masyarakat pengguna
antibiotik disekitar apotek “X” wilayah Surabaya Pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Untuk faktor ekstrinsik yang memengaruhi terjadinya penuaan dini adalah sinar UV dan
merokok(Kemmeyer A&Luiten RM, 2015; Stojiljkovic et al, 2013, Hekimi et al, 2011).
Faktor ekstrinsik (sinar UV dan merokok) menyebabkan pertumbuhan abnormal elastin (Sadick SN
et al, 2009). Obesitas mengakibatkan reaksi inflamasi yang akan meningkatkan stress oksidatif dan
pemendekan telomere(Tzanetakou IP et al, 2012).
https://www.republika.co.id/berita/qtccsa463/10-hal-yang-harus-dihindari-lansia-part: Berdasarkan
Badan Kesehatan Dunia atau WHO, kriteria aktivitas fisik yang memenuhi kebutuhan para lansia
http://eprints.umpo.ac.id/5370/3/BAB%202.pdf