Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Proses persalinan merupakan suatu proses kompleks untuk

menyelamatkan ibu maupun bayinya dengan menggunakan berbagai

macam metode seperti persalinan pervaginam, persalinan dengan

menggunakan alat dan persalinan operatif yaitu melalui proses Sectio

Caesarea (SC) . Metode-metode tersebut dikakukan dengan indikasi-

indikasi khusus dengan satu tujuan yaitu menyelamatkan ibu maupun

bayinya.

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu tindakan persalinan dengan sayatan

pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin >

1000 gr atau umur kehamilan >28 minggu .(Manuaba,2012).

Indikasi SC bisa indikasi absolut atau relative. Setiap keadaan yang

membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan

indikasi absolut untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah panggul

sempit yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada

indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan

adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran dengan SC akan lebih aman

bagi ibu, anak ataupun keduanya (Oxorn,2010).

Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 menyatakan

bahwa persalinan dengan SC adalah sekitar 10-15 % dari semua proses

persalinan di Negara-negara berkembang .

1
Pada beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan

dan kematian ibu pada tingkat Sectio Caesarea lebih tinggi dibandingkan

persalinan pervaginam. Sectio Caesarea berkontribusi terhadap angka

kematian sekitar 5,8 per 100.000 persalinan juga angka kesakitan Sectio

Caesarea lebih tinggi, yakni sekitar 27,3 per 1.000 persalinan,

dibandingkan persalinan normal yang hanya 9 per 1.000 persalinan.

(Abolfotouh, M.A, 2014).

Di Indonesia terjadi peningkatan Sectio Caesarea dalam 20 tahun

terakhir terutama di kota besar Indonesia. Laporan tahunan bagian

obstetric dan ginekologi , disebutkan bahwa angka kejadian persalinan

Sectio Caesarea di rumah sakit pendidikan tahun 2006 adalah 790- 3.541

persalinan. (Chalik, T,M,A, 2010).

Akibat dari tindakan pembedahan pasien akan mengalami gangguan

rasa nyaman nyeri. Penanganan nyeri dengan melakukan teknik relaksasi

merupakan tindakan kebidanan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri.

Resiko untuk wanita yang mengalami SC berulang adalah

peningkatan angka morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan SC

sebagai operasi abdomen mayor. Penyebab morbiditas dan mortalitas

mencakup resiko anesthesia, cedera pada kandung kemih dan usus yang

terjadi karena tidak hati-hati, perdarahan, infeksi luka dan peningkatan

masalah pernafasan pada bayi baru lahir (Varney,2007).

Peran bidan pada pasien post operasi Sectio Caesarea diarahkan untuk

mengembalikan fungsi fisiologi pada seluruh system secara normal,dapat

beristirahat dan memperoleh rasa nyaman, meningkatkan konsep diri, serta

2
tidak terjadi infeksi pada luka post operasi. Salah satu upaya untuk

mencegah timbulnya komplikasi dan mengembalikan fungsi fisiologis

tubuh dapat dilakukan dengan mobilisasi dini.

Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena

merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi. Diperkirakan 60%

kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 %

kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo,2005).

Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan

pengkajian khusus melalui laporan kasus ini yang berjudul Laporan Kasus

Post Operasi Sectio Caesarea di Ruang KIA Rumah Sakit Umum Daerah

Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Dapat melakukan pemeriksaan fisik pada ibu dengan post

operasi Sectio Caesarea di Ruang KIA Rumah Sakit Umum

Daerah Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang

2. Tujuan Khusus

Di harapakan setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu

nifas dengan post operasi Sectio Caesarea, penulis mampu:

a. Untuk melakukan pengkajian dengan lengkap data subjektif

pada Ny. “S’ dengan post operasi Sektio Caesarea di ruang KIA

Rumah Sakit Umum Daerah Nene Mallomo Kabupaten

Sidenreng Rappang.

3
b. Untuk melakukan pengkajian dengan lengkap data Objektif

pada Ny. “S’ dengan post operasi Sektio Caesarea di ruang KIA

Rumah Sakit Umum Daerah Nene Mallomo Kabupaten

Sidenreng Rappang.

c. Untuk menganalisa kasus pada Ny. “S’ dengan post operasi

Sektio Caesarea di ruang KIA Rumah Sakit Umum Daerah

Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.

d. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Ny. “S’ dengan post

operasi Sektio Caesarea di ruang KIA Rumah Sakit Umum

Daerah Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.

e. Untuk mengetahui rencana tindak lanjut pada Ny. “S’ dengan

post operasi Sektio Caesarea di ruang KIA Rumah Sakit Umum

Daerah Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan masa Nifas

1. Defenisi masa Nifas

Masa nifas (pueperium) adalah masa yang dimulai setelah

plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali

seperti semula (sebelum hamil).Masa nifas berlangsung selama

kira-kira 6 minggu (Manuaba,2012).

2. Tahapan Masa Nifas

a. Puerperuim dini,yaitu masa pemulihan dimana ibu tekah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

b. Puerperium inermedial yaitu pemulihan seluruh alat-alat

genitalia utama lamanya 6-8 minggu.

c. Remote pueperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau bersalin

mempunyai komplikasi.waktu untuk sehat sempurna bias

berminggu-minggu,bulanan atau tahunan.

B. Tinjauan tentang Sektio Caesarea

1. Pengertian Sektio Caesarea

5
a. Persalinan Sektio Caesarea (SC) adalah persalinan melalui

sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh

dengan berat janin >1.000 gr atau umur kehamilan > 28 minggu

(Manuaba,2012)

b. Sektio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan

perut, Sektio Caesarea juga dapat didefenisikan sebagai suatu

histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim

(Mochtar,2013)

2. Indikasi Sektio Caesarea

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis

Plasenta previa adalah kondisi plasenta menutupi jalan

lahir.Pada kondisi normal ,plasenta atau ari-ari terletak dibagian

atas rahim.Akan tetapi adakalanya plasenta berada disegmen

bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan

lahir.

b. Panggul Sempit

Panggul sempit adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak

sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat

menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami

c. Disproporsi sevalopelvik

Yaitu ketidak seimbangan antara ukuran kepala dengan

ukuran panggul

6
d. Ruptur Uteri

Ruptur uteri adalah robekan dinding rahim akibat

dilampauinya daya regang myometrium.

e. Partus Lama

Partus lama adalah persalinan yang berlangsng lebih dari 24

jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida.

f. Partus tak maju

Partus tak maju adalah persalinan dengan his yang adekuat

yang tidak menunjukkan kemauan pada pembukaan

serviks,turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir.

g. Distosia servik

Distosia serviks adalah terhalangnya kemajuan persalinan

karena pada serviks uteri.

h. Pre eklamsia

Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai

dengan proteinuria,edema atau kedua-duanya yang terjadi

akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang

timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang

luas pada vili dan korialis.

i. Hipertensi

Hipertensi suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh

angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada

7
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan

darah yang baik yang berupa air raksa ataupun alat digital

lainnya.

j. Malpresentase janin

Malpresentase merupakan bagian terendah janin yang berada

di bagian segmen bawah rahim,bukan bagian belakang kepala

sedangkan malposisi merupakan penunjuk (presenting part)

tidak berada di anterior.

Terdapat empat malpresentase yaitu :

1) Letak lintang

2) Letak bokong

3) Presentase dahi dan muka

3. Komplikasi sektio caesarea

Menurut Winkjosastro (2007). Kemungkinan yang timbul

setelah dilakukan operasi ini antara lain:

Pada ibu:

a. Infeksi puerperal (nifas):

1) Ringan : dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

2) Sedang : suhu meningkatlebih tinggi disertai dengan

dehidrasi. Dan perut sedikit kembung.

3) Berat : peritealis, sepsis dan usus peralitik.

b. Perdarahan

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Perdarahan pada plasenta bed

8
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung

kemih bila perotonealisasi terlalu tinggi.

4) Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan

berikutnya karena jika pernah mengalami pembedahan pada

dinding rahim insis yang dibuat menciptakan garis

kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada

persalinan berikutnya.

Pada bayi: hipoksia, depresi pernafasan, sindrom gawat

pernafasan dan trauma persalianan.

Penatalaksanaan

a. Kesadaran penderita

1) Pada anastesi lumbal :

Kesadaran penderita baik. Oleh karenaya ibu dapat

mengetahui hampir semua proses persalinan.

2) Pada anastesi umum ;

Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur,dengan

memberi kan O2 menjelang akhir operasi (cara ini jarang

digunakan).

b. Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital.

1) Pengukuran:

a) Tensi, ,nadi, temperature, pernapasan dan skala nyeri

b) Keseimbangan cairan melalui produksi urine

c) Pemberian cairan pengganti sekitar 2.000 – 2.500cc

dengan perhitungan 20 tetes/menit (= 1cc/menit)

9
d) Infus setelah operasi sekitar 2x24 jam.

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menurut Nanny (2011) dilakukan

secara menyeluruh dan terutama berfokus pada masa

nifas, yaitu sebagai berikut:

(1) Inspeksi Wajah : oedema/tidak, pucat/tidak. Mata :

konjungtiva merah muda/pucat,sklera putih/kuning.

Leher : pembesaran kelenjar tiroid. Dada :

Pembesaran, puting susu (menonjol/mendatar, adakah

nyeri dan lecet pada puting), ASI sudah keluar atau

belum pada payudara kanan dan kiri. Abdomen : ada

bekas luka operasi/tidak, ada pembesaran abnormal.

Genetalia : pengeluaran lokia (jenis, warna, jumlah,

bau), peradangan, keadaan jahitan, nanah, tanda-tanda

infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum.

Ekstremitas : Oedema, varises.

(2) Palpasi Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid

dan bendungan vena jugularis. Payudara : adakah

pembengkakan, radang, atau benjolan abnormal,

keluar kolostrum/tidak.

Abdomen : kontraksi baik/tidak, tinggi fundus uteri,

adakah diastasis rectus abdominalis, kontraksi

baik/tidak, kandung kemih kosong/penuh.

Genetalia : Oedema, Hemoroid pada anus

10
Ekstremitas: gumpalan darah pada otot kaki yang

menyebabkan nyeri, oedema, homan’s sign.

(3)Auskultasi Untuk mengetahui ada / tidaknya ronchi,

wheezing pada paru.

(4)Perkusi Apakah refleks patella positif atau negatif.

c. Pemberian antibiotika

d. Penatalaksanaan nyeri dengan teknik relaksasi dan

pemberian analgesic yang adekuat.

e. Mobilisasi penderita

1) Mobilisasi fisik: setelah sadar pasien boleh miring,

berikutnya duduk bahkan jalan dengan infus. Infus dan

kateter dibuka pada hari kedua dan ketiga.

2) Mobilisasi usus : setelah hari pertama dan keadaan

baik,penderita boleh minum dan makan.(Manuaba,2012)

f. Obat-obatan pelancar ASI dapat diberikan setelah operasi

g. Obat-obatan pencegah perut kembung untuk mencegah perut

kembung dan untuk memperlancar saluran cerna.

h. Vitamin C,B kompleks dapat diberikan untuk mempercepat

penyembuhan pasien

i. Obat-obatan lainnya.

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum

pasien,dapat diberikan roborantia ,obat anti inflamasi atau

transfusi darah pada pasien yang anemis (Muchtar,2012).

C. Manajemen Nyeri

11
1. Defenisi

Nyeri bersifat sangat subjektif karena intensitas dan responya pada

setiap orang berbeda-beda.Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli

tentang pengertian nyeri (Saputra L,2013).

1) Long (1996): nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang

sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang

dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.

2) Priharjo (1992): secara umum, nyeri merupakan perasaan

tidak nyaman, baik ringan maupun berat.

3) Me Coffery (1979): nyeri merupakan suatu keadaan yang

memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui

hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.

4) Arthur C. Curton (1983): nyeri merupakan suatu mekanisme

produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak,

dan menyebabkan individu tersebut berusaha untuk

menghilangkan rangsangan nyeri.

5) International Association For Study Of Pain (IASP): nyeri

adalah sensor subjektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang dapat terkait dengan kerusakan

jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan

kondisi terjadinya kerusakan.

2. Fisiologi nyeri

Cara nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu

masih belum sepenuhnya dimengerti.Namun, bisa tidaknya


12
nyeri dirasakan dan derajat nyeri tersebut mengganggu

dipengaruhi oleh system algesia tubuh dan transmisi system

saraf serta interpretasi stimulus (Saputra L,2013).

a. Nosisepsi

Sistem saraf perifer mengandung saraf sensorik

primer yang berfungsi mendeteksi kerusakan jaringan dan

membangkitkan beberapa sensasi, salah satunya adalah

nyeri.Nyeri dihantarkan oleh reseptor yang disebut

nosiseptor.Nosiseptor merupakan ujung saraf perifer yang

bebas dan tidak bermielin atau hanya memiliki sedikit

myelin.Reseptor ini tersebar di kulit dan mukosa, khususnya

pada

visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung

empedu.Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh

stimulus mekanis, termal, listrik, atau kimiawi (misalnya

histamine, bradikinin, dan prostaglandin).

Proses fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepsi.

Proses ini terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.

b. Transduksi

Rangsangan (stimulus) yang membahayakan memicu

pelepasan mediator biokimia (misalnya histamine,

bradikinin, prostaglandin, dan substansi P).mediator ini

kemudian mensensitisasi nosiseptor.

13
c. Transmisi

Tahap trasnsmisi terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai


berikut.

a. Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan

berupa impuls nyeri dari serabut saraf perifer ke

medulla spinalis. Jenis nosiseptor yang terlibat dalam

transmisi ini ada dua jenis, yaitu serabut C dan serabut

A-delta. Serabut C mentransmisikan nyeri tumpul dan

menyakitkan, sedangkan serabut A-delta

mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi.

b.Nyeri ditransmisikan dari medula spinalis ke batang

otak dan thalamus melalui jalur spinotalamikus

(spinothalamic tract atau STT) yang membawa

informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke thalamus

c. Sinyal diteruskan ke korteks sensorik (tempat

nyeri dipersepsikan). Impuls yang ditransmisikan

melalui STT mengaktifkan respon otonomik dan

limbic.

d. Persepsi

Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya

persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks

sehingga memungkinkan timbulnya berbagai strategi

perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik

dan afektif nyeri.

14
Modulasi atau sistem desenden

Neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal

kembali ke tanduk dorsal medula spinalis yang terkonduksi

dengan nosiseptor impils supresif. Serabut desenden tersebut

melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan

norepinefrin yang akan menghambat.

3.Klasifikasi nyeri

Jenis Nyeri

Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibedakan

menjadi (Saputra L, 2013):

1. Nyeri perifer

Nyeri perifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu sebagai berikut.

a. Nyeri superficial: rasa nyeri muncul akibat

rangsangan pada kulit dan mukosa.

b. Nyeri viseral: rasa nyeri timbul akibat

rangsangan pada reseptor nyeri di rongga

abdomen, cranium, dan toraks.

c. Nyeri alih: rasa nyeri dirasakan di daerah lain

yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.

2. Nyeri sentral

Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat

rangsangan pada medulla spinalis, batang otak, dan

15
thalamus.

3. Nyeri psikogenik

Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya

tidak diketahui.Umumnya nyeri ini disebabkan oleh

factor psikologis.

Selain jenis-jenis nyeri yang telah disebutkan

sebelumnya, terdapat juga beberapa jenis nyeri yang

lain. Contohnya:

a. Nyeri somatik: nyeri yang berasal dari tendon,

tulang, saraf dan pembuluh darah

b. Nyeri menjalar: nyeri yangterasa di bagian

tubuh yang lain, umumnya disebabkan oleh

kerusakan atau cedera organ viseral.

c. Nyeri neurologis: bentuk nyeri tajam yang

disebabkan oleh spasme di sepanjang atau di

beberapa jalur saraf.

d. Nyeri phantom: nyeri yang dirasakan pada

bagian tubuh yang hilang, misalnya pada bagian

kaki yang sebenarnya sudah diamputasi.

Bentuk Nyeri

Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi

nyeri akut dan nyeri kronis.

4. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara

16
mendadak dan cepat menghilang.Umumnya nyeri ini

berlangsung tidak lebih dari enam bulan.Penyebab dan

lokasi nyeri biasanya sudak diketahui.Nyeri akut

ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan

kecemasan.

5. Nyeri kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung

berkepanjangan, berulang atau menetap selama lebih

dari enam bulan.Sumber nyeri dapat diketahui atau

tidak.Umumnya nyeri ini tidak dapat disembuhkan.

Nyeri kronis dapat dibagi menjadi beberapa kategori,

antara lain nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan

nyeri psikosomatis.

4. Pengukuran Nyeri

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang

paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh

terhadap nyeri itu sendiri, antara lain dengan menggunakan

skala nyeri menurut Hayward, skala nyeri menurut McGill

(McGill scale), dan skala wajah atau Wong- Baker FACES

Rating Scale (Saputra L,2013).

i. Skala Nyeri Menurut Hayward

Skala nyeri Hayward dilakukan dengan meminta penderita

untuk memilih salah satu bilangan dari (0-10) yang

menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang

17
ia rasakan. Skala nyeri menurut Hayward dapat dituliskan

sebagai berikut.

0 =

tidak nyeri

1-3 =

nyeri

ringan

4-6 = nyeri sedang

7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat

dikendalikan dengan aktivitas

yang bisa dilakukan

10 = sangat nyeri dan tidak bisa


dikendalikan

ii. Skala Nyeri Menurut McGill

Skala nyeri McGill dilakukan dengan meminta penderita

untuk memilih salah satu bilangan dari (0-5) yang

menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang

ia rasakan. Skala nyeri menurut McGill dapat dituliskan

sebagai berikut.

0 = tidak nyeri

1 = nyeri ringan

2 = nyeri sedang

3 = nyeri berat atau parah

4 = nyeri sangat berat

18
5 = nyeri hebat

iii. Skala Wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale

Skala wajah dilakukan dengan cara memerhatikan mimik

wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini

diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan

nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-anak dan

lansia.Skala wajah dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.

Skala

wajah

(Saputra

L, 2013)

b. Penanganan Nyeri

i. Terapi Farmakologi

Obat analgetik untuk nyeri dikelompokkan menjadi

tiga yaitu non-narkotik dan obat anti inflamasi non-steroid

(NSAID), analgetik narkotik atau opoid dan obat tambahan

atau ko analgetik (Meliala & Suryamiharja, 2007). Obat

NSAID umumnya digunakan untuk mengurangi nyeri

19
ringan dan sedang, analgetik narkotik umumnya untuk nyeri

sedang dan berat (Potter & Perry, 2006; Satmoko, 2015).

ii. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi atau disebut terapi

komplementer telah terbukti dapat menurunkan nyeri. Ada

dua jenis terapi komplementer yang dapat digunakan untuk

mengurangi nyeri yaitu: Behavioral treatment seperti latihan

relaksasi, distraksi, hipnoterapi, latihan biofeedback dan

terapi fisik seperti akupuntur, Transcutaneous Electric

Nerve Stmulation (TENS) (Machfoed & Suharjanti, 2010;

Satmoko, 2015).

Aromaterapi adalah salah satu metode non

farmakologi yang dapat menyebabkan relaksasi dan

kenyamanan untuk mendorong pelepasan neurotransmitter,

seperti encephaline dan endorphins.Lavender adalah

dianggap memiliki efek analgesic, antiseptic, antidepresan,

diuretic dan hipotensi yang mana semua efek

dari lavender berkontribusi pada efek relaksasi (Apryanti

YP et al, 2017).

5. Slow Deep Breathing

Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi

bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang

panjang. Slow deep breathing adalah gabungan dari metode napas

20
dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga dalam

pelaksanaan latihan pasien melakukan napas dalam dengan

frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit (Satmoko,

2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satmoko (2015),

menunjukan bahwa pasien nyeri akut pada cidera kepala ringan

yang diberikan tindakan relaksasi slow deep breathing dengan

durasi 15 menit memperlihatkan perbedaan yang bermakna pada

rata-rata skala nyeri kepala sebelum dan setelah tindakan slow deep

breathing.

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.”S” NYERI LUKA OPERASI SC

21
DI RUANG KIA RSUD NENE MALLOMO
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
TANGGAL 13 DESEMBER

No.Register : 10 XX XX

Tanggal Operasi : 13-02- 2022 Pukul 15.00 wita

Tanggal Pengkajian : 13- 02- 2022 Pukul 18.45

Pengkaji : Titin Tajuddin

Identitas Istri /suami

Nama : Ny.”S” / Tn.”A”

Umur : 27 tahun / 29 tahun

Nikah /lamanya : I kali /1 tahun

Suku : Bugis / Bugis

Agama : Islam / Islam

Pendidikan : S1 / S1

Alamat : Baranti

Subjektif

22
1. Ibu melahirkan dengan cara operasi tanggal 11 desember 2022 pukul

15.00 wita

2. Ibu merasa nyeri luka operasi sekitar abdomen

3. Ibu sudah belajar menyusui bayinya

A. Objektif

1. Keadaan umum sedang

2. Kesadaran komposmentis

3. Pemeriksaan TTV:

TD : 120/80 mmhg

N : 90x/menit

S : 36,2 oC

P : 20x /menit

Skala nyeri 4-5

4. Wajah tidak anemis

5. Konjungtiva merah muda

6. Putting susu kanan kiri menonjol

7. ASI (+) colostrum

8. Nampak luka operasi tertutup kasa steril, ukuran sekitar 20 cm

9. Tampak striae alba dan linea nigra

10. Nyeri tekan pada luka operasi.

11. Kontraks uterus baik, teraba keras dan bulat

12. Tinggi fundus uteri 1 jbpst

13. Nampak pengeluaran lokia

23
14. Tidak ada oedem dan varises pada vagina

15. Tidak ada benjolan dan nyeri tekan pada vagina

16. Tidak ada hemoroid pada anus

17. Terpasang kateter tetap sambung urine bag

18. Terpasang infus dua line ringer laktat pada tangan kanan, futrolit pada

tangan kiri

19. Pemeriksaan penunjang

Hb : 10,9 gr %

B. Analisa

Berdasarkan hasil anmnese dan pemeriksaan fisik pada ibu maka Ny “S”

di diagnosa sebagai Post operasi Sektio Caesarea dengan masalah nyeri

luka operasi

C. Planning

1. Mengobservasi KU ibu

2. Mengobservasi Tanda-Tanda Vital

3. Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan ibu dengan menggunakan

penilaian Wong Baker Faces

4. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa keadaan

ibu saat ini baik.

5. Mengajarkan ibu tekhik relaksasi nafas dalam denagncara menarik

nafas dalam mealui hidung kemudian tahan sekitar 5 detik, dan

hembuskan melaui mulut secara perlahan.

6. Mengajarkan ibu cara menyusui yang baik dan benar

24
7. Memberikan HE pada ibu tentang bahaya masa nifas seperti

perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir,

bengkak pada wajah, tangan dan kaki atau sakit kepala dan demam

lebih dari 2 hari.

8. Memberikan HE pada ibu tentang personal hygiene dengan cara

mengganti pambalut secara rutin 2-3 kali sehari atau bila penuh.

9. Menganjurkan ibu untuk makan makanan dengan gizi seimbang

terutama perbanyak buah sayur.

10. Kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi ketorolac 1 Amp /IV/8

jam, terakhir diberikan pukul 16.30

11. Melakukan pendokumentasian

D. Rencana Tindak Lanjut

1. Obseravasi TTV dan Skala nyeri

2. Identifikasi kemampuan mobilisasi

3. Mengingatkan ibu tentang tanda bahaya masa nifas

4. Anjurkan keluarga membantu jika tidak membantu jika klien tidak

mampu melakukan aktivitas

5. Menganjurkan ibu tetap makan makanan yang bergizi, protein tinggi,

berserat tinggi dan perbanyak cairan

6. Anjurkan ibu menyusui secara on demand

7. Anjurkan ibu istirahat cukup atau tidur.

8. Lanjutkan kolaborasi pemberian analgetik, Injeksi ketorolac 1 Amp

pada pukul 24.30

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai kesesuaian antara tinjauan

teori dengan penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus post operasi sektio

caesarea berdasarkan pengkajian pada Ny.”S “ yang dilaksanakan di Ruang KIA

26
Rumah Sakit Umum Kabupaten Sidenreng Rappang pada tanggal 13 Desember

2022 dalam studi kasus ini dilakukan dalam bentuk SOAP.

A. Subjektif

Kejadian nyeri post operasi terjadi karena adanya insisi akibat

terputusnya kontiunitas jaringan akibat laparatomi pada dinding abdomen

dan dinding uterus ,maka aliran darah pada jaringan terputus atau

terhambat dan menyebabkan nyeri.

Dalam kasus ini diketahui Ny.” S “ setelah dilakukan operasi dan

memasuki ruang perawatan, pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi

sektio caesarea. Pada pengkajian anamneses di temukan masalah utama

yaitu pasien mengeluh nyeri pada luka operasi. Hal ini menunjukkan

adanya kesesuaian antara tinjauan teori dengan kasus yang dialami oleh

Ny.’S “ bahwa penyebab dari nyeri luka operasi karena adanya tindakan

bedah akibat terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung

pada reseptor.

B. Objektif

Berdasarkan teori tentang perubahan pada masa nifas secara umum

memiliki kesamaan dengan konsep teori sehingga perubahan-perubahan

tersebut masih di kategorikan fisiologis.

Dari data subjektif pada kasus Ny “S” terdapat hasil pemeriksaan

tanda-tanda vital di mana tekanan darah 110/70 mmhg, 90x/menit, suhu

36,2 oC, pernafasan 20x/menit, skala nyeri sedang . Pemeriksaan fisik pada

27
abdomen terdapat luka jahitan post operasi,genitalia terpasang

kateter,kontraksi uterus baik teraba bulat dan keras,serta pengeluaran

lokia.

Berdasarkan perbandingan data objektif antara teori dengan temuan

pada kasus menunjukkan adanya keterkaitan data sehingga dapat

disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus.

C. Analisa

Pada kasus Ny”S” diagnose post operasi Sektio Caesarea .Diagnosa ini

sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Krebs (2008) bahwa beberapa

maslah yang muncul pada pasien post operasi Sektio Caesarea antara lain,

resiko infeksi ,menyusui tidak efektif, nyeri akut, dan mobilitas inadekuat.

Jadi pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan

kasus.

D. Penatalaksanaan

Menurut Manuaba (2012) penatalaksanaan pada ibu nifas post operasi

Sektio Caesarea antara lain:

1. Pengukuran tensi, nadi, temperatur, pernapasan dan skala nyeri

2. Pengukuran keseimbangan cairan melalui produksi urine

3. Pemberian antibiotika

4. Penatalaksanaan nyeri dengan pemberian analgetik

5. Mobilisasi fisik dan mobilisasi usus

Pada kasus Ny”S dengan post operasi Sektio Caesarea

penatalaksanaan yang dilakukan adalah:

28
1. Mengobservasi KU ,TTV,Kontraksi uterus, pengeluaran lokia dan

perdarahan

2. Mengkaji tingkat nyeri

3. Mobilisasi bertahap

4. Edukasi tentang tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri

5. Menganjurkan ibu menyusui bayinya

6. Memberikan terapi sesuai dengan instruksi dokter : injeksi

Dexketoprofen 1 ampul, injeksi ranitidin 1 ampul dan injeksi

Cefotaxime 1 gr

Berdasarakan penatalaksanaan pada Ny.”S” dengan post

operasi Sektio Caesarea menunjukkan bahwa pelaksanaan asuhan

kebidanan mengacu pada penatalaksanaan yang direkomendasikan

dalam teori sehingga dapat disimpulkan pada langkah ini tidak

terdapat kesenjangan.

E. Rencana Tindak Lanjut

Dari hasil yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar dari asuhan yang diberikan tercapai namun masih dalam

pengawasan. Berdasarkan studi kasus Ny. D Post Sectio caesarea (SC)

tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang dari rencana tindak lanjut

dengan tinjauan pustaka. Oleh karena itu bila dibandingkan dengan

29
tinjauan pustaka dan studi kasus Ny. S secara garis besar tidak ditemukan

adanya kesenjangan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah penulis mempelajari tinjauan teori dan pengalaman langsung

dilahan praktik studi kasus mengenai post operasi Sektio Caesarea ,maka

penulis dapat menyimpulkan :

30
1. Penulis melakukan pengakajian pada Ny.”S “melalui anamnese,

pemeriksaan fisik, persalinan dilakukan dengan cara Sektio Caesarea.

2. Berdasarkan data subjektif dan objektif pada kasus ini dapat

ditegakkan diagnose kebidanan pada Ny.”S” adalah post operasi Sektio

Caesarea.

3. Pelaksanaan tindakan untuk kasus Ny.”S” dengan post operasi Sektio

Caesarea dilakukan tindakan secara komprehensif untuk mengatasi

masalah actual dengan tetap mengacu pada teori.

B. Saran
1. Bagi Pasien

Berdasarkan kesimpulan penelitian maka dapat disarankan hal-

hal yang terkait untuk mencegah terjadinya adalah dengan

memberikan penyuluhan kepada ibu hamil bahwa ibu yang bersalin

tanpa indikasi medis yang jelas sudah seharusnya menjalani

persalinan normal karena tindakan operasi SC mempunyai dampak

bagi janin yaitu gangguan pernafasan, rendahnya system kekebalan

tubuh sedangkan pada ibu dapat menyebabkan resiko jangka

panjang dan resiko jangka pendek .jangka pendek seperti infeksi

pada bekas jahitan, infeksi rahim dan perdarahan. Jangka panjang

seperti perlengketan uterus.

2. Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahsiswa lebih menguasai teori masa nifas dan lebih

meningkatkan keterampilan asuhan masa nifas khusunsnya

keterampilan penatalaksanaan nifas post operasi sektio caesarea

dengan nyeri luka operasi. Dan sebagai bahan pembelajaran

31
mahasiswa sehingga dapat menerapkannya tidak hanya di lahan

praktek melainkan jugs mampu menerapkannya di masyarakat

umum.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi,Vivian Nanny Lia.2013.Asuhan Neonatus Bayi dan balita.Jakarta :

Salemba Medika.Edisi kelima.

Marmi dan Kukuh Rahardjo.2016.Asuhan Neonatus,Bayi Balita dan Anak Pra

Sekolah,Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Manggiasih,Vidi Atika dan Pongki jaya.2016.Asuhan Kebidanan Pada

Neonatus,Bayi Balita dan Anak Pra Sekolah,Jakarta Timur : Cv Trans Info

Media.Cetakan Pertama.
32
Prawirohardjo,Sarwono.2014.Ilmu Kebidanan.Jakarta :Pt Bina Pustaka .Edisi

Keempat .

Rowaily, M.A, Al, Alsalem F.A and Abolfotouh, M.A.Cesarean section in a high-

parity community in Saudi Arabia : clinical indications and obstetric

outcomes. BMC Pregnancy and Childbirth, 14(1), pp.1–10. Arab Saudi :

BMC Pragnancy and Childbirth, 2014

Winkjosastro , 2007, Ilmu Kebidanan ; YBSP

33

Anda mungkin juga menyukai