Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio Caesarea adalah
melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan selaput ketuban)
secara transabdominal melalui insisi uterus. Jika janin belum mampu hidup, tindakan
yang sama disebut histerotomi abdominal.1

Di negara maju frekuensi Sectio Caesarea berkisar antara 1,5% sampai


dengan 7% dari semua persalinan. Indonesia mempunyai kriteria angka standar
Sectio Caesarea sebesar 15-20% untuk Rumah Sakit rujukan. Meskipun pada masa
lalu Sectio Caesarea masih menjadi hal yang menakutkan namun dengan
berkembangnya kecanggihan bidang ilmu kedokteran kebidanan pandangan tersebut
mulai bergeser. Kini persalinan melalui operasi sesar kerap menjadi alternatif pilihan
persalinan. World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata
persalinan operasi sesar di sebuah negara adalah sekitar 5-15 persen per 1000
kelahiran di dunia. Menurut WHO, peningkatan persalinan dengan operasi sesar di
seluruh negara terjadi semenjak tahun 2007- 2008 yaitu 110.000 per kelahiran
diseluruh Asia. Menurut hasil survei global WHO yang dilakukan di 9 (Sembilan)
negara Asia pada tahun 2007 dan 2008, di Kamboja, China, Nepal, Filipina,
Srilangka, Thailand, dan Vietnam diketahui bahwa persentase persalinan SC sekitar
27,3%. Survei ini meneliti hampir 108.000 persalinan di 122 rumah sakit. Di
Indonesia sendiri, angka kejadian operasi sesar juga terus meningkat baik di rumah
sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta. Menurut Data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan
operasi sesar di Indonesia dari tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen.

1
Persalinan sesar di kota jauh lebih tinggi dibandingkan di desa yaitu 11 persen
dibandingkan 3,9 persen. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan
metode operasi sesar sebesar 9,8 persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun
2010 sampai dengan 2013, dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan
terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%). Secara umum pola persalinan melalui operasi
sesar menurut karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada kuintil indeks
kepemilikan teratas (18,9%), tinggal di perkotaan (13,8%), pekerjaan sebagai
pegawai (20,9%) dan pendidikan tinggi/lulus PT (25,1%).2

Sectio Caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk


membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat masalah
kesehatan ibu atau kondisi janin. Namun demikian, proses persalinan Sectio
Caesarea kadang dilakukan karena adanya kepercayaan yang berkembang di
masyarakat yang mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak dengan
harapan apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam tertentu akan memperoleh
rezeki dan kehidupan yang lebih baik. Sectio Caesarea dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal, sehingga Sectio Caesarea seharusnya dilakukan
hanya karena adanya indikasi medis. Sectio Caesarea dibenarkan jika persalinan
pervaginam mengandung risiko yang lebih besar bagi ibu ataui janin dibanding Sectio
Caesarea.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sectio Caesarea

2.1.1 Definisi
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut.4

2.1.2 Indikasi
Beberapa indikasi Sectio caesarea yaitu :

Indikasi Absolut

 Maternal
1. Kegagalan induksi
2. Persalinan tidak maju
3. CPD
4. Utero-plasenta
5. Riwayat operasi uterus (classical caesarean)
6. Ruptur uteri mengancam
7. Obstruksi jalan lahir
8. Plasenta previa
 Fetal
1. Fetal distress
2. Prolaps tali pusat
3. Fetal malpresentasi

3
Indikasi Relatif

 Maternal
1. SC yang berulang
2. Penyakit pada ibu (preeclampsia berat, diabetes, kanker serviks dan penyakit
jantung)
3. Uteroplasenta
4. Full-thickness myomectomy
5. Lilitan tali pusat
 Fetal
1. Malpresentasi janin
2. Makrosomia
3. Anomali (hidrosefalus)4

2.1.3 Jenis-jenis operasi sectio caesarea


1. Section caesarea abdominalis
 Section caesarea transperitonealis:
- Sectio caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri.
- Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim.
- Sectio caesarea ekstra peritonelais, yaitu section caesarea tanpa
membuka peritoneum parietale; dengan demikian tidak membuka
vakum abdominis.

4
2. Low Servikal

Menurut arah sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut:

 Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig


 Sayatan melintang (transversal)
 Sayatan huruf T (T-incision)
3. Sectio caesarea klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira


sepanjang 10 cm

Kelebihan:

 Pengeluaran janin lebih cepat


 Tidak mengakibatkan komplikasi tertariknya kandung kemih
 Sayatan dapat diperpanjang keproksimal atau distal

Kekurangan:

 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada


reperitonealisasi yang baik.
 Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi ruptur uteri spontan
4. Sectio caesarea ismika (Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah


rahim (low cervical transversal) kira-kira sepanjang 10cm

5
Kelebihan:

 Penjahitan luka lebih mudah


 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih peritoneal flap sangat baik untuk menahan penyebaran
isi uterus kerongga peritoneum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan rupture uteri spontan
lebih kecil

Kekurangan

 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat


menyebabkan putusnyaa. uterina yang mengakibatkan perdarahan dalam
jumlah banyak
 Tingginya keluhan pada kandung kemih setelah pembedahan4,6

2.1.4 Komplikasi
1. Infeksi puerperal (nifas)
 Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
 Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Infeksi berat sering
kita jumpai pada partus terlantar; sebelum timbul infeksi nifas, telah
terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotic yang


ade kuat dan tepat.

6
2. Perdarahan.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bilareperitonialis terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.6.7

2.1.5 Prognosis
Nasib janin yang ditolong secara section caesarea sangat bergantung pada
keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari Negara- Negara dengan
pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka
kematian perinatal sekitar 4-7%.6

2.2 Panggul Sempit


2.2.1 Anatomi Panggul
Panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul
ini dengan ciri-ciri pentingnya ialah:
1 Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero-
posterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup
luas.

2 Panggul antropoid, dengan diameter antero-posterior yang lebih panjang dari


pada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3 Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti segitiga,
berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica menonjol
kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.

4 Panggul platipelloid, dengan diameter antero-posterior yang jelas lebih


pendek dari pada diameter transversa pada pintu atas panggul, dan dengan
arcus pubis yang luas. 8,9

7
Gambar 2.1 : Anatami Panggul

Berhubungan dengan faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan


ukuran-ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan
demikian standar untuk panggul normal pada seorang wanita Eropa berlainan dengan
standar seorang wanita Asia Tenggara.8

Pada panggul dengan ukuran normal apapun jenis pokoknya kelahiran


pervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran.
Akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar normal sehingga bisa terjadi
kesulitan dalam persalinan pervaginam. Terutama kelainan pada panggul android
dapat menimbulkan distosia yang sukar diatasi. Disamping panggul-panggul sempit
karena ukuran-ukuran pada 4 jenis pokok tersebut diatas kurang dari normal, terdapat
pula panggul-panggul sempit yang lain yang umumnya juga disertai perubahan dalam
bentuknya.Menurut klasifikasi yang dianjurkan oleh Munro Kerr yang diubah sedikit,
panggul-panggul yang terakhir ini dapat di golongkan sebagai berikut 8 :

8
1. Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterin :

a. Panngul Niegel

b. Panggul Robert

c. Split Pelvis

d. Panggul Asimilasi

2. Perubahan Bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan / atau sendi
panggul

a. Rakitis

b. Osteomalasia

c. Neoplasma

d. Fraktur

e. Atrofi,Karies,Nekrosis

f. Penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea

3. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang

a. Kifosis

b. Skoliosis

c. Spondilolistesis

9
4. Perubahan bentuk karena penyakit kaki

a. Koksitis

b. Luksasiokoksa

c. Atrofi atau pelumpuhan satu kaki.

2.2.2 Defenisi Panggul Sempit

Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas panggul), mid pelvis (ruang tengah
panggul), outlet ( dasar panggul atau pintu bawah panggul), kombinasi dari inlet,mid
pelvis atau outlet.10

2.2.3 Pembagian Panggul Sempit

1. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)

a. Pembagian tingkatan panggul sempit

1. Tingkat I : C.V = 9-10 cm = borderline

2. Tingkat II : C.V = 8-9 cm = relative

3. Tingkat III : C.V = 6-8 cm = Ekstrim

4. Tingkat IV : C.V = 6 cm =Mutlak (absolut)

b. Pembagian menurut tindakan

1. C.V = 11 cm……...………Partus Biasa

2. C.V = 8-10 cm……………Partus percobaan

3. C.V = 6-8 cm …………….SC primer

10
4. C.V = 6 cm ………………..SC mutlak (absolut)

Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter transversa
kurang dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah conjugata Diagonalis (C.D)
maka inlet dianggap sempit bila C.D kurang dari 11,5 cm.

2. Kesempitan Midpelvis
Terjadi bila:
a. Diameter interspinarum 9 cm, atau

b. Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior


kurang dari 13,5 cm.

Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan rontgen pelvimetri.


Dengan pelvimetri klinik, hanya dapat dipikirkan kemungkinan kesempitan
midpelvis kalau:

 spina menonjol, partus akan tertahan disebut midpevic arrest

 side walls konvergen

 ada kesempitan outlet

Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan sewaktu partus sesudah


kepala melewati pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya
merupakan kontraindikasi untuk forsep karena daun forsep akan menambah
sempitnya ruangan.

3. Kesempitan outlet
Adalah bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior <15 cm.
Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat

11
menyebabkan perineal rupture yang hebat, karena arkus pubis sempit sehingga kepala
janin terpaksa melalui ruangan belakang.

Gambar 2.2 : Pembagian Panggul Sempit

2.2.4 Diagnosa Panggul Sempit{10)


Kita selalu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang
primigravida pada akhir kepala kehamilan anak belum masuk p.a.p dan ada kesalahan
letak janin. Diagnosis dapat kita tegakkan dengan:

a. Anamnesis
Kepala tidak masuk P.A.P dan ada riwayat kesalahan letak (LLi, letak bokong),
partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan ditolong dengan alat-
alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan operasi.

b. Inspeksi
Ibu kelihatan pendek ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis, kifosis, dll.
Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala belum masuk P.A.P kelihatan
kontur seperti kepala menonjol diatas simfisis.

12
c. Palpasi
Kepala tidak masuk p.a.p atau masih goyang dan terdapat tanda dari OSBORN,
yaitu kepala didorong kearah p.a.p dengan satu tangan diatas simpisis pubis
sedang tangan lain mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol.

(+) = 3 jari

(-) = masuk p.a.p

(±) = antara kesalahan-kesalahan letak

d. Pelvimetri Klinis

1. Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal

2. Pemeriksaan dalam (V.T): apakah promontorium teraba, lalu diukur C.D dan
C.V: linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica dll

a b

13
Gambar 2.3 : Pelvimetri Klinis; (a) Pemeriksaan panggul luar; (b) Pemeriksaan dalam

e. Rontgen Pelvimetri
Dari foto dapat kita tentukan ukuran-ukuran C.V;C.O = apakah kurang dari
normal; C.T; serta imbang kepala panggul.

Diagnosis panggul sempit dan disproporsi sefalopelvik


Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran ke arah
kemungkinan kesempitan panggul. Sebagaimana adanya tuberkulosis pada kolumna
vertebra atau pada panggul, luksasio koksa kongenitalis dan poliomielitis dalam
anamnesis memberi petunjuk penting , demikian pula ditemukannya kifosis, ankilosis
pada artikulosio koksa di sebelah kanan atau kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik
memberikan isyarat-isyarat tertentu. Pada wanita yang lebih pendek daripada ukuran
normal bagi bangsanya , kemungkinan panggul kecil perlu diperhatiakn pula.
Akan tetapi apa yang dikemukakan di atas tidak dapat diartikan bahwa
seorang wanita dengan bentuk badan normal tidak dapat memiliki panggul dengan
ukuran-ukuran yang kurang dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa segi bidang
panggul. Dalam hubungan ini beberapa hal perlu mendapat perhatian.
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk
tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan
dilahirkannya janin dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan bahwa
wanita yang bersangkutan menderita kesempitan panggul yang berarti.9
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting
untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Cara pelaksanaan
pelvimetri sudah dibahas dengan lengkap pada fisiologi kehamilan, disini hanya
dikemukakan beberapa hal pokok saja. Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali
untuk pengukuran pintu bawah panggul dan dalam beberapa hal yang khusus seperti
panggul miring.

14
Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk menilai
secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah , dan untuk memberi
gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri rontgenologi
diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemuakn angka-angka
mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini
pada masa kehamilan mengandung bahaya, khusunya bagi janin . Oleh sebab itu tidak
dapat dipertanggung jawabkan untuk menjalankan pelvimetri rontgenologik secara
rutin pada masa kehamilan melainkan harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik
dalam masa antenatal, maupun dalam persalinan.
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan,
tetapI yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul
ibu. Besarnya kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu
menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak. Masih ada faktor-faktor
lain yang ikut menentukan apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan
baik, akan tetapi faktor-faktor ini baru dapat diketahui pada saat persalinan , seperti
kekuatan his dan terjadinya moulage kepala janin. Besarnya kepala janin, khususnya
diameter biparietalisnya dapat diukur dengan menggunakan sinar rontgen ekan tetapi
sefalometri rontgenologi lebih sukar pelaksaannya dan mengandung bahaya seperti
pemeriksaan-pemeriksaan rontgenologik lainnya.9
Pengukuran diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang sudah mulai
banyak dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak
berbahaya dibandingkan dengan pemeriksaan rontgenologik. Pada hamil tua dengan
janin dalam presentasi kepala, dapat dinilai agak kasar adanya disproporsi
sefalopelvik dan kemungkinan mengatasinya.

Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari
atas kearah rongga panggul sedangkan tangan lain yang diletakkan pada kepala
menentukan apakah bagian ini menonjol diatas simpisis atau tidak (metode osborn).

15
Pemeriksaan yang lebih sempurna ialah metoda Muller Munro Kerr, tangan
yang satu memegang kepala janin dan menekannya kearah rongga panggul,
sedangkan 2 jari tangan yang lain dimasukkan kedalam rongga vagina untuk
menentukan sampai berapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu
jari atngan yang masuk dalam vagina memeriksa hubungan antara kepala dan
simpisis.9

2.2.5 Penyulit Proses Persalinan


Bila panggul sempit dalam ukuran muka belakang dan C.V < 9 cm, maka
diameter ini tidak dapat dilalui oleh dimeter biparietalis dari janin yang cukup bulan.
Maka dari itu kalau kepala turun biasanya terjadi defleksi sehingga yang melewati
diameter anteroposterior adalah diameter bitemporalis. Jadi pada panggul sempit
sering dijumpai letak defleksi. Karena panggul sempit maka persalinan berlangsung
lama, karena ada obstruksi pada:

KALA I : Kepala tidak masuk p.a.p, maka pembukaan berlangsung lama dan
kemungkinan ketuban pecah sebelum waktunya. Setelah ketuban pecah
maka kepala tidak dapat menekan servik, kecuali his kuat sekali
sehingga terjadi moulage yang hebat pada kepala
KALA II : Menjadi lama karena diperlukan waktu untuk turunnya kepala dan untuk
moulage.10

Di atas sudah diterangkan bahwa kesempitan panggul bukan faktor satu-


satunya yang menentukan apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan
aman atau tidak untuk ibu. Walaupun demikian pengetahuan tentang ukuran dan
bentuk panggul sangat membantu dalam penilaian jalannya persalinan pada wanita
bersangkutan. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih.
Kesempitan pada panggul tengah umumnya juga disertai kesempitan pintu bawah
panggul.

16
Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm,
atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera
(panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua
ukuran (panggul sempit selurunya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan
lebih besar bahwa kepal tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks
uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri
serta lambannya pendataran dan pembukaan serviks.
Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan
sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada
bahaya pula terjadinnya prolapsus funikuli. Pada panggul picak, turunnya kepala bisa
tertahan dengan akibat terjaninya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit
seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran, kepala memasuki rongga
panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin dapat dipengaruhi oleh
jenis asinklitismus, dalam hal ini asinklitismus anterior lebih menguntungkan
daripada asinklitismus posterior. Oleh karena pada mekanisme yang terakhir gerakan
os parietal posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simfisis, sedang pada
asinklitismus anterior os parietal anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.

Kesempitan panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna , dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi , foramen ischiadicum mayor cukup luas, dan spina ischiadica tidak
menonjol kedalam , dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan
secara pasti dengan pelvimetri rontgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm perlu kita waspadai terhadap kemungkinan kesukaran
pada persalinan , apalagi bila diameter sagitalis posterior pendek pula. Pada panggul
tengah yang sempit lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau
presentasi kepal dalam posisi lintang tetap (transverse arrest).

17
Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas
segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil dari biasa, maka sudut
arcus pubis mengecil pula (<800). Agar dalam hal ini kepal janin dapat lahir ,
diperlukan ruanggan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul.
Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang, persalian pervaginam dapat
dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. Dengan distansia
tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior <15cm, timbul kemacetan pada
kelahiran janin ukuran biasa.9

2.2.6 Komplikasi

A.Komplikasi Pada Kehamilan

1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang


keluar dari true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute

2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian
terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak,
sulit bernafas, terasa penuh diulu hati dan perut besar

3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+)

4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)

5. Dijumapa kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi

6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan
dimulai

7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung

B. Komplikasi Pada Saat Persalinan

18
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat
kesempitan panggul.
1. Persalinan akan berlangsung lama

2. Sering dijumpai ketuban pecah dini


3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering terjadi tali
pusat menumbung
4. Moulage kepala berlangsung lama
5. Sering terjadi inertia uteri sekunder
6. Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inertia uteri primer
7. Partus yang lama akan menyebabkan pereganga SBR dan bila berlarut-larut
dapat menyebabkan ruptur uteri
8. Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal
9. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak
menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi
nekrotik dan terjadilah fistula.

C. Komplikasi Pada Anak


1. Infeksi intrapartal
2. Kematian janin intrapartal (KJIP)
3. Prolaps funikuli
4. Perdarahan intracranial
5. Kaput suksedaneum sefalo-hematoma yang besar
6. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena moulage yang
hebat dan lama

2.2.7 Prognosis

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung


sendiri tanpa – bilamana perlu – pengambilan tindakan yang tepat,timbul bahaya bagi

19
ibu dan janin.

Bahaya pada ibu :


a Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.

b Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat
timbul peregangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi
patologik (Bundl). Keadaan ini terkenal dengan ruptur uteri mengancam, apalagi
bila tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi reganggan akan timbul
ruptur uteri .
c Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir pada
suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang
panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya
iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.
Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesikoservikalis , atau fistula
vesicovaginalis, atau fistula rectovaginalis.

Bahaya pada janin :


a Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah
dengan infeksi intrapartum.

b Prolapsus funikuli apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi
janin dan memerlukan kelahiran segera, apabila ia masih hidup.

c Dengan adanya disproporsi sefalopelvik, kepal janin dapat melewati rintangan


pada panggu dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala
janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila
batas –batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium serebeli dan
perdarah intrakranial.

d Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simpisis pada

20
panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin,
malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis.

2.2.8 Penanganan

Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvik yang


dahulu banyak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan mengguanakan axis-
traction forceps dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin yang dengan ukuran
besarnya belum melewati atas panggul kedalam rongga panggul dan terus keluar.
Tindakan ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh section sesaria
yang jauh lebih aman. Saat ini ada 2 cara yang merupakan tindakan utama untuk
menangani persalinan pada disproporsi sefalopelvik, yakni sectio sesaria dan partus
percobaan.

a. Sectio Sesaria
Sectio sesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder yakni setelah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.. section sesaria elektif direncanakan
lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul
yang cukup berat, atau karena terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata.9,10

b. Persalinan Percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil
tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran- ukuran panggul dalam semua
bidang dan hubunga antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan
bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat,
dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan.9,10

21
22
BAB III
LAPORAN KASUS

Status IbuHamil

AnamnesaPribadi

Nama : Milda Boru Gultom

Umur : 38 tahun

Tanggal masuk : 09 September 2019

Alamat : Desa Medan Sinendan Perum, Kec; Tanjung Merawa.

Pekerjaan : PNS

No RM : 01.09.28.21

Diagnosa : Prev SC 1x + SG + KDR (38-40) Mgg + PK + AH

Status Pernikahan : Menikah

Jam Masuk : (23 : 20 : 39)

AnamnesaPenyakit

Ibu M, 38 tahun G2P1A0, Batak, Kristen Protestan, S1, PNS, menikah dengan
Tn. H, 39 th, Batak, Kristen Protestan, S1, wirausaha. Pasien merupakan pasien
rujukan dari salah satu dokter Sp. OG di RSUD Pirngadi Medan untuk tindakan
Sectio Caesarea.

Keluhan Utama : Rencana operasi

Telaah : Riwayat mules-mules mau melahirkan (-), riwayat keluar air-


air dari kemaluan (-), riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-), BAB dan BAK
dalam batas normal. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Pasien
merupakan pasien rujukan dari salah satu dokter Sp. OG di RSUD Pirngadi Medan
untuk tindakan Sectio Caesarea elektif.

Riwayat penyakit sebelumnya :(-)

Riwayat Pengobatan :(-)

Sejarah Pembedahan : C-section 1x (Tahun 2009)

Riwayat Menstruasi

Menarche : 13 Tahun

Lama : 6 hari

Siklus : 28 hari

Volume : ± 2 doek/hari

Nyeri : Tidak ada

HPHT : 02 - 12 - 2018

TTP : 09 - 09 - 2019

ANC : Bidan 1x, Dokter spesialis Obgyn 5x

Riwayat menikah

1 kali

Riwayat Persalinan

1. Perempuan , Aterm, 3700 gr, C-section a/i Panggul sempit, SpOG, Rumah
Sakit, 10 Tahun, Sehat (2009)

2. Hamil ini

24
Pemeriksaanfisik

Vital Sign

Sens : Compos Mentis Anemis :-

TD : 120/80 mmhg Ikterik :-

Nadi : 84 x/i Sianosis :-

Pernafasan : 20 x/i Dyspnoe :-

Suhu : 36.9oc Oedema :-

Berat Badan : 65 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Status Generalisata

Kepala : Dalam batas normal

Mata : Pemeriksaan

 Konjungtiva anemis (-/-)


 Skleraikterik (-/-)
 Refleks pupil (+/+)
 Isokor, ka=ki

Leher : Pembesaran KGB (-/-)

Thorax :

 Inspeksi : Simetris fusiformis


 Palpasi : SF kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Jantung : S1 (N), S2 (N), S3 (-), S4 (-) reguler, Murmur (-)

25
Paru : Suarapernafasan : Vesikuler

Suara tambahan : Tidak Ada

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Clubbing finger (-),

Oedem pretibia (+ / +), Refleks KPR : (+/+), Refleks APR (+/+)

Status Obstetri

Abdomen : Membesar Asimetris, peristaltik (+) Bekas luka operasi (+)

Tinggi Fundus Uteri : 3 jari di bawah procesus xyphoideus (35 cm)

Teregang : Kanan

Terbawah : Kepala

Gerakan : (+)

HIS : (-)

Denyut Jantung Janin : (+), 148 x/i, reguler

Pemeriksaan Dalam

VT : Serviks tertutup

ST : lendir darah (-), air ketuban (-)

Tanggal 09 September 2019

Test Result Unit References

Hemoglobin 13.4 g/dl 12-16

Eritrosit 4,73 106/µL 4.0-5.40

Leukosit 9.94 103/µL 4.0-11.0

Hematokrit 40.9 % 36.0-48.0

Platelet 184.000 103/µL 150-400

26
Ureum 13 mg/dl 10.0-50.0

SGOT 16,00 U/L 0.00-40.00

SGPT 16.00 U/L 0.00-40.00

Creatinin 0.49 mg/dl 0.6-1.2

Uric Acid 6.20 mg/dl 3.5-7.0

Glukosa ad random 156 mg/dl <140

Natrium 143 mmol/L 136-155

Kalium 4,10 mmol/L 3.50-5.50

Clorida 115 mmol/L 95.00- 103.00

APTT 28.9 Detik 20,8-28,2

INR 0.85 Detik 1-1.3

PT 13.6 Detik 13,9

HbsAg : Non Reactive Nonreactive Nonreactive

HIV : Non Reactive Non reactive Non reactive

Proteinuria: - -

Diagnosa Kerja

Prev SC 1x + SG + KDR (38-40) Mgg + PK + AH

Rencana Tatalaksana

 Terapi Medikamentosa
 IVFD Ringer Laktat 20 gtt/ menit

27
 Inj. Ceftriaxone 1 gr  Profilaksis

Rencana

 Sectio Caesarea pada tanggal 10 September 2019


 Konsultasikan ke Anestesiologi
 Konsultasikan ke Perinatologi

LAPORAN SECTIO CAESARIA

Urutan operasi
Waktu (WIB) Tindakan
10.45 Pasien dibaringkan di meja operasi, dengan posisi
supine, infus dan kateter urin terpasang dengan baik

10.45 -11.10 Di lakukan tindakan anastesi spinal, kemudian


ditunggu dan pasien diminta untuk menggerakkan
kaki, pasien mengatakan kakinya kebas dan sulit
untuk diangkat, operator memberikan rangsangan
nyeri pada bagian perut pasien dan pasien tidak
merasakan nyeri.
11.00 – 11.22
Operator memakai alat pelindung diri seperti cap,
masker, apron dan sepatu boots. Operator Mencuci
tangan Sesuai standar prosedur lalu memakai baju
steril dan handscoon steril, prosedur antiseptik dan
aseptik dilakukan dengan menggunakan povidone
iodine dan larutan alkohol (70%) pada perut, dan
kemudian dibungkus dengan membiarkan bidang

28
11.25 bedah terbuka

11.26 – 11.29 Time Out dan Berdoa

Pada insisi sebelumnya dilakukan insisi Pfanensteil


dengan membuang jaringan sikatrik. Insisi di mulai
dari cutis, subcutis hingga tampak fascia  10 cm
dengan menyisipkan pinset anatomis di bawahnya.
Fascia digunting kearah kanan dan kiri lalu otot
disisihkan secara tumpul, peritoneum dijepit dan
diangkat dengan dua klem, digunting kearah cranial
dan kaudal, tidak tampak perlengketan, tampak
uterus gravidarum sesuai usia kehamilan dan tidak
ada perlengketan bekas operasi, kemudain
11.29 – 11.36 dilakukan pemasangan hack blast

Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim,


endometrium ditembus secara tumpul, tampak
selaput ketuban menonjol, keluar air ketuban
berwarna jernih, kemudian disuction lalu sayatan
uterus dilebarkan secara tumpul sesuai arah sayatan
tampak janin dengan presentasi kepala. Lahir bayi
perempuan dengan berat badan 3400 gram, panjang
11.36 – 11.40 badan 49 cm, APGAR SCORE 8/9, anus (+), tali
pusat di klem dikedua sisi dengan jarak  5 cm dari
pusat bayi dan digunting diantaranya.

29
Dilakukan penjepitan pada kedua pinggir luka
uterus, lalu dilakukan menejemen aktif kala III
dengan dilakukan injeksi oxytocin 10 IU secara
intervena, kemudian darah pada tali pusat dibuang
sampai tidak mengalir lagi. Dilakukan peregangan
11.40 – 11.48 tali pusat terkendali. Kesan : Plasenta lahir lengkap.
Cavum uteri dibersihkan dengan kasa steril dari
bekuan darah, plasenta, dan selaput ketuban.

Uterus dijahit dua lapis, lapisan pertama


subendometrium secara continous interlocking,
11.48 – 11.51 lapisan kedua uterus secara continous hingga plika
uterina dengan vicryl 2.0 kemudain ujung jahitan
diklem dan dilakukan evaluasi tuba, ovarium kanan
dan kiri. Kesan : Normal

11.51 – 12.06 Cavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah


dengan menggunakan kasa steril yang dijepit oleh
klem. Kesan : Bersih, perdarahan terkontrol,
evaluasi tuba ovarium kiri dan kanan dalam batas
normal.

Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis :


 Peritoneum dijahit secara continous suture dengan
benang chromic catgut 2.0
 Otot – otot di aproksimasikan secara simple suture
dengan benang plain catgut 2.0
 Fascia dijahit secara continous suture dengan

30
12.06 benang vicryl 1.0
 Subcutis dijahit secara simple interupted
menggunakan benang catgut 2.0
 Cutis dijahit secara subcuticular dengan benang
12.11 vicryl 3.0

Penjahitan selesai. Kesan : Perdarahan terkontrol,


kemudian luka operasi ditutup dengan supratule,
kasa steril, dan hypafic.

Operasi selesai. Vagina pasien dibersihkan dari sisa


darah dan membersihkan sel stoll dengan kapas
untuk membersihkan darah. Pasien dipindahkan ke
recovery room.
Perkiraan kehilangan darah : 500 cc.

Pemantauan Kala IV

Waktu 1 1 1 1 1 1
2 2 2 3: 3 4
: : : 0 . .
1 3 4 0 3 0
5 0 5 0 0
Tekanan 1 1 1 1 1 1
darah 2 2 2 2 2 2
(mmHg) 0 0 0 0/ 0 0
/ / / 8 / /
8 8 8 0 8 8
0 0 0 0 0
Nadi (menit) 7 6 7 7 7 7
0 8 0 0 2 0
x x x x/ x
/ / / i x /
i i i / i

31
i
Pernapasan 2 2 2 2 2 2
(menit) 0 0 0 0 0 0
x x x/
/ x / i x x
i / i / /
i i i
Suhu 3 3 3 3 3 3
(Celsius) 6 6 6 6. 6 6
, , , 1o , ,
4 0 2 c 4 3
o o o o o

c c c c c
Perdarahan + + + + + +
Kontraksi + + + + + +
uterus

RENCANA TATALAKSANA POST SC


 IVFD RL 500cc + oxitocyn 10 Iu20 gttt/i
 Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV
 Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam/IV
 Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/IV
RENCANA TINDAKAN
 Cek Darah 2 jam Post OP
 Awasi kontraksi, vital sign, perdarahan, UOP (kala IV)
HASIL LABORATORIUM 2 JAM POST SC
 Hemoglobin : 9.0 g/dL
 Hematokrit : 29 %
 Leukosit : 12.430 /um3
 Trombosit : 254.000/um3

32
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

Follow Up Pasien

T 10 11 12 13
a September September September September
n 2019 2019 2019 2019
g
g
a
l
S Nyeri luka Nyeri luka Nyeri luka Nyeri luka
operasi operasi operasi operasi
O Status Status Status Status Presnt
Presnt Presnt Presnt Sen :
Sen : Sen : Sen : Compos
Compos Compos Compos Mentis
Mentis Mentis Mentis TD :120/80
TD : TD : TD : mmHg
120/80 110/80 120/70 Nadi : 82
mmHg mmHg mmHg x/menit
Nadi : 86 Nadi : 88 Nadi : 88 Pernafasan :

33
x/menit x/menit x/menit 20 x/menit
RR : 20 RR : 20 RR : 20 Suhu :
o
x/menit x/menit x/menit 36,2 C
Suhu : Suhu : Suhu : Status
36,7oC 36,4oC 36,5oC Lokalisata :
Status Status Status - Abd
Lokalisata : Lokalisata : Lokalisata : :Soepel,
- Abd : - Abd : - Abd peristaltik
Soepel, Soepel, :Soepel, (+)Normal
peristaltik peristaltik peristaltik - TFU : 2 jari
(+) Normal (+)Normal (+)Normal di bawah
- TFU : 2 - TFU : 2 - TFU : 2 pusat,
jari di jari di jari di kontraksi
bawahpusat bawah bawah baik
, kontraksi pusat, pusat, - L/O :
baik kontraksi kontraksi Tertutup
- L/O : baik baik verban.
Tertutup - L/O : - L/O : Kesan :
verban. Tertutup Tertutup kering
Kesan : verban. verban. - P/V : (-),
kering Kesan : Lochia
- P/V : (-), Kesan : kering (+)Rubra
Lochia kering - P/V : (-), - BAK : (+)
(+)Rubra - P/V : (-), Lochia Spontan &
- BAK : (+) Lochia (+)Rubra Lancar
via kateter, (+)Rubra - BAK : (+) - BAB :
UOP - BAK : (+) Spontan (-),Flatus (+)
=100 via kateter, - BAB :
cc/jam UOP (-),Flatus
- BAB : =50 cc/jam (+)
(-),Flatus (-) - BAB :
(-),Flatus (-)

A Post SC a/I Post SC a/I Post SC a/I Post SC a/I


Prev. SC 1x Prev. SC 1x Prev. SC 1x Prev. SC 1x
+ NH0 + NH1 + NH2 + NH3
P - IVFD RL - IVFD RL - IVFD RL - Cefadroxil
20 gtt/i 20 gtt/i 20 gtt/i 2x 1 Tab
-Inj -Inj -Inj - As.
ceftriaxone ceftriaxone ceftriaxone Mefenamat
1 1 1 3x1 Tab
gr/12jam/iv gr/12jam/iv gr/12jam/iv - Vit. B.

34
-Inj -Inj -Inj Comp 2x1
ketorolac ketorolac ketorolac Tab
30mg/12ja 30mg/12ja 30mg/12ja
m/iv m/iv m/iv R /: PBJ
-Inj -Inj -Inj
Ranitidine Ranitidine Ranitidine
50 mg/ 12 50 mg/ 12 50 mg/ 12
jam /iv jam /iv jam /iv

R/ : R/: R/:
Monitoring Aff kateter Aff infuse
kontraksi,pe Mobilisasi Terapi oral
rdarahan
pervaginam
, tanda vital
Cek DR
post operasi

35
BAB V
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

Beberapa indikasi dilakukan Sectio Pada kasus ini dijumpai pasien


Caesarea antara lain : wanita 38 tahun G2P1A0 dengan
usia kehamilan 38-40 minggu
Indikasi Absolut
dan riwayat persalinan :
Maternal
1. Perempuan , Aterm, 3700 gr, C-
Kegagalan induksi section a / i Panggul sempit,
SpOG, Rumah Sakit, 10 Tahun,
Persalinan tidak maju
Sehat (2009)
CPD
2. Hamil ini
Utero-plasenta
Pada kasus ini didapat :
Riwayat operasi uterus (classical
Previous SC 1X
caesarean)
Riwayat insisi uterus pada SC
Ruptur uteri mengancam
sebelumnya tidak jelas
Obstruksi jalan lahir dokumentasinya

Plasenta previa

Fetal

Fetal distress

Prolaps tali pusat


Fetal malpresentasi

Indikasi Relatif

Maternal

SC yang berulang

Penyakit pada ibu (preeclampsia


berat, diabetes, kanker serviks
dan penyakit jantung)

Uteroplasenta

Full-thickness myomectomy

Lilitan tali pusat

Fetal

Malpresentasi janin

Makrosomia

Anomali (hidrosefalus)

2) Beberapa komplikasi umum yang Pada pasien ini tidak dijumpai


mungkin terjadi pada ibu hamil komplikasi umum sesuai dengan
dengan riwayat Sectio Caesarea teori yang telah dijelaskan pada
berulang adalah : tinjauan pustaka

Infeksi uterus

Plasenta previa

37
Plasenta akreta

histerektomi

BAB VI
CLINICAL SUMMARY

38
Ny. M, 38 tahun, G2P1A0, Batak, Kristen Protestan, S1, PNS, menikah dengan
Tn. H, 35 th, Batak, Kristen Protestan, S1, wirausaha. Pasien dirawat dr. Rumah Sakit
Umum Pirngadi pada 09 September 2019, pukul 10.20 Pagi Pasien merupakan
pasien rujukan dari salah satu dokter Sp.OG di RSUD Pirngadi yang direncanakan
untuk tindakan Sectio Caesarea.

Keluhan mules-mules (-), keluar lendir dan darah (-) nyeri epigastrium (-). Riwayat

SC 1X. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat tekanan darah tinggi pada
kehamilan sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat darah tinggi pada kehamilan ini tidak
dijumpai. Riwayat HPHT 2 Desember 2018, TTP 09 September 2019, siklus haid
teratur. ANC (+) 1x Bidan, 5X dengan SpOG. Riwayat persalinan (1) Perempuan ,
Aterm, 3700 gr, C-section a / i panggul sempit, SpOG, Rumah Sakit, 10 Tahun, Sehat
(2009).(2) hamil ini.

Pada pasien ini memenuhi indikasi SC antara lain adanya riwayat Sectio
Caesarea sebanyak 1X. Sectio Caesarea ulangan adalah persalinan dengan Sectio
Caesarea yang dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami Sectio
Caesarea pada persalinan sebelumnya, elektif maupun emergensi. Hal ini perlu
dilakukan jika ditemui hal-hal seperti, indikasi yang menetap pada persalinan
sebelumnya seperti kasus panggul sempit, adanya kekhawatiran ruptur uteri pada
bekas operasi sebelumnya.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: EGC;
2013.

2. Sihombing N, Saptarini I, Sisca D, Putri K. Determinan Persalinan Sectio


Caesarea Di Indonesia ( Analisis Lanjut Data Riskesdas 2013 ). 2017;8(1):63-
75. doi:10.22435/kespro.v8i1.6641.63-75.

3. Ayuningtyas D, Oktarina R, Nyoman N, Sutrisnawati D. Etika Kesehatan


pada Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis. 2018;14(1):9-
16.

4. Mochtar R. Toksemia Gravidarum, Sinopsis Obstetri. Jilid 2 Edisi 3, Jakarta:


ECG, 2002: 85-6

5. Norwitz ER, Schorge JO. Obstetrics and Gynecology. Fourth Edi.; 2013.

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Kehamilan multijanin. Dalam: Hartono A, Suyono YJ, Pendit BU (alih
bahasa). Obstetri Williams. Volume 1 edisi 21. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC, 2014. h. 852-897 33

7. Liewellyn-Jones D. Kelainan presentasi janin. Dalam: Hadyanto, editor edisi


bahasa Indonesia. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Hipokrates,
Jakarta. 2012: 160-162

8. Cunningham,G. Distosia (persalinan abnormal dan disproporsi


fetofelvic),Profitasari at all . Obstetri Williams. Edisi 21 . volume 1. Jakarta .
EGC. 2004. Bab 18. Hal: 467-468.

40
9. Wiknjosastro,H. distosia karena kelainan panggul, Saifuddin,BA.
Rachimhadi,T. ilmu kebidanan. Edisi 3. Yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo. Jakarta. 2006. Bab 7. Hal; 637-647.

10. Mochtar,R. panggul sempit (pelvic contraction), Lutan,D. Synopsis obstetri:


edisi 2. Jakarta. EGC. 1998. Bab 9. Hal: 332-328.

41

Anda mungkin juga menyukai