Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menyelamatkan jiwa ibu dan bayi sebagai tujuan utama dari proses
persalinan, salah satunya dapat ditempuh melalui prosedur bedah kebidanan yaitu
melalui operasi sectio caesarea. Namun pada era ini sebagian tindakan sectio
caesarea dilakukan tanpa adanya indikasi kebutuhan medis maupun resiko tinggi.
Insidensi persalinan dengan sectio caesarea mengalami peningkatan secara
dramatis dalam beberapa dekade terakhir ini, dengan estimasi global kejadian
sekitar 22,9 juta persalinan Sectio Caesarea pada tahun 2019 (Zuarez. 2017).
Prosedur pembedahan pada persalinan sectio caesarea dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, yang salah satunya adalah infeksi luka operasi /ILO (Rivai.
2018).
Salah satu indikator keselamatan pasien yang berhubungan dengan tindakan
medis infeksi luka operasi merupakan komplikasi utama yang dialami oleh pasien
rawat inap. Tingkat kejadian infeksi luka operasi berkisar antara 3% – 15 %
didunia. World Health Organization (WHO) melalui World Alliance for Patient
Safety melaporkan bahwa dari 27 juta pasien pembedahan terjadi ILO 2-5 %
setiap tahunnya dan 25 % jumlah infeksi terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan
(Easton 2017).
Persalinan melalui bedah sectio caesarea mengalami peningkatan di
beberapa negara termasuk Indonesia sebesar 6 %. Di Indonesia kasus operasi
sectio caesarea menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah kasus 480.622
(Kemenkes RI, 2017). Peningkatan tersebut berbanding lurus dengan kejadian
infeksi luka pasca operasi (Henman. 2021). ILO merupakan infeksi yang terjadi
dalam 30 hari sesudah dilakukan tindakan operasi. ILO merupakan salah satu
bentuk dari 13 jenis infeksi nosokomial (Wardoyo. 2020).
Infeksi luka operasi merupakan bagian dari masalah utama dalam praktik
kebidanan. Infeksi yang terjadi akan menghambat penyembuhan luka yang dapat
meningkatkan baik angka morbiditas maupun mortalitas. Infeksi luka operasi
merupakan penyebab utama kematian ibu yang berhubungan langsung dengan

1
kehamilan dan tiga persen kematian ibu dikaitkan dengan infeksi luka operasi
(Zuarez. 2017).
Menurut data World Health Organization (WHO) diperkirakan setiap hari
terdapat 830 wanita meninggal akibat komplikasi terkait kehamilan atau
persalinan di seluruh dunia. Angka KematianIbu (AKI) 81% akibat komplikasi
selama hamil dan bersalin dan 25% selama masa postpartum disebabkan oleh in
feksi nifas (10%). Hal initerjadi karena kurangnya perawatan pada luka,
perdarahan (42%), terjadi akibat robekan jalan lahir, sisa plasenta dan atonia
uteri, ekslampsi (13%), dan komplikasi masa nifas (11%) Infeksi pada masa nifas
juga dapat disebabkan karena adany amasalah perawatan payudara selama masa
laktasi, masalah laktasi yang dapat terjadi yaitu bendungan ASI, dimana 99%
diantaranya terjadi di negara berkembang. Diperkirakan pada tahun 2018, sekitar
303.000 wanita meninggal selama kehamilan dan persalinan. Rasio kematian ibu
di negara berkembang di tahun 2018 berkisar 239 per 100.000 kelahiran hidup,
sementara di Negara maju angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Negara
berkembang, yaitu berkisar 12 per 100.000 kelahiran hidup. (WHO, 2018).
Menurut Ketua Komite Ilmiah International Conference on Indonesia
Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita Budhiharsana,
hingga tahun 2019 AKI Indonesia masih tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000
kelahiran hidup. Padahal, target 13 Vol. XI, No.24/II/Puslit/Desember/2019 AKI
Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Kepala
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto
Wardoyo, dalam acara Nairobi Summit dalam rangka ICPD 25 (International
Conference on Population and Development ke25) yang diselenggarakan pada
tanggal 12-14 November 2019 menyatakan bahwa tingginya AKI merupakan
salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia sehingga menjadi salah satu
komitmen prioritas nasional, yaitu mengakhiri kematian ibu saat hamil dan
melahirkan (Susiana, 2019).
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kematian ibu di
Provinsi NTB selama tahun 2020 adalah 122 kasus, meningkat jika dibandingkan
pada tahun 2019 dengan jumlah kematian ibu 97 kasus (Profil Kesehatan NTB,
2020).

2
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Kebidanan Nifas Patologi Pada Ny “A” P2 A0 H2
Umur 31 Tahun Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) +
Anemia di RSUD Dompu Nusa Tenggara Barat Tahun 2023?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dan mampu melaksanakan asuhan
kebidanan ibu nifas Post Debridement dengan Infeksi Luka Operasi dengan
manajemen 7 Langkah Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu:
1) Melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada ibu nifas
patologi Ny “A” P2 A0 H2 Umur 31 Tahun Post Debridement H2
dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia di RSUD Dompu
Nusa Tenggara Barat Tahun 2023.
2) Menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa, masalah dan
kebutuhan pada ibu nifas patologi Ny “A” P2 A0 H2 Umur 31
Tahun Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) +
Anemia di RSUD Dompu Nusa Tenggara Barat Tahun 2023.
3) Menemukan diagnosa potensial yang dapat terjadi pada ibu nifas
patologi Ny “A” P2 A0 H2 Umur 31 Tahun Post Debridement H2
dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia di RSUD Dompu
Nusa Tenggara Barat Tahun 2023.
4) Melakukan tindakan segera pada ibu nifas patologi Ny “A” P2 A0
H2 Umur 31 Tahun Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka
Operasi (ILO) + Anemia di RSUD Dompu Nusa Tenggara Barat
Tahun 2023.
5) Merencanakan tindakan menyeluruh sesuai dengan kondisi pada
ibu nifas patologi Ny “A” P2 A0 H2 Umur 31 Tahun Post
Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia di
RSUD Dompu Nusa Tenggara Barat Tahun 2023.
6) Melaksanakan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada ibu
nifas patologi Ny “A” P2 A0 H2 Umur 31 Tahun Post

3
Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia di
RSUD Dompu Nusa Tenggara Barat Tahun 2023.
7) Melakukan evaluasi terhadap tindakan kebidanan pada ibu nifas
patologi Ny “A” P2 A0 H2 Umur 31 Tahun Post Debridement H2
dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia di RSUD Dompu
Nusa Tenggara Barat Tahun 2023.
b. Penulis mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata
di lapangan termasuk faktor pendukung dan penghambat.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan Infeksi Luka Operasi.
2. Bagi Profesi
Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya
dalam menangani kasus pada ibu nifas Post Debridement dengan Infeksi
Luka Operasi sesuai dengan standar asuhan kebidanan.
3. Bagi Pasien
Bisa memberikan Pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien
khususnya pada ibu nifas dengan Infeksi Luka Operasi, agar terhindar
darikemungkinan terburuk akibat Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Untuk meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas Post Debridement dengan
Infeksi Luka Operasi.
b. Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa
mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas Post Debridement dengan
Infeksi Luka Operasi

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Masa Nifas


1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir  periode intrapartum) hingga kembalinya traktus
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode pemulihan pasca partum
berlangsung sekitar 6 minggu (Varney, 2017).
Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum
hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa
pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik
yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidak nyamanan pada awal
postpartum, yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila
tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Yuliana. 2020).
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Wulandari (2020) Ada beberapa tahapan yang di alami oleh
wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :
a. Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu di perbolehkan untuk
berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa
komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk
mobilisasi segera.
b. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-
angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung
selama kurang lebih enam minggu atau 42 hari.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi. Rentang waktu remote puerperium berbeda
untuk setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang
dialami selama hamil atau persalinan.

5
3. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas
Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post
partum Menurut Sutanto (2019) :
a. Fase Talking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua)
1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya.
2) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.
3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
4) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan.
5) Memerlukan ketenangan untuk mengembalikan kedaan tubuh ke
kondisi normal
6) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan utrisi.
7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal.
8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu
b. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10)
1) Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi,
muncul perasaan sedih (baby blues).
2) Ibu memperhatikan kemampuan men jadi orang tua dan
meningkatkan teng gung jawab akan bayinya.
3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK,
BAB dan daya tahan tubuh.
4) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggen dong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok.
5) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi.
6) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa
tidak mampu membesarkan bayinya.
7) Kemungkinan ibu mengalami depresi post partum karena merasa
tidak mampu membesarkan bayinya.
8) Wanita pada masa ini sensitif akan ketidakmampuannya, cepat
tersinggung, dan cenderung menganggap pemberi tahuan bidan
sebagai teguran. Dianjur kan untuk berhati-hati dalam
berkomunikasi dengan wanita ini dan perlu memberi support.

6
c. Fase Letting Go (Hari ke-10 sampai akhir masa nifas)
1) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu
pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian
keluarga.
2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhan bayi.
4. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas
menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) yaitu:
a. Uterus
Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi
kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil: Bayi
lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr, Akhir kala
III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berat
uterus 750 gr, Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba
pertengahan pusat dengan simpisis, berat uterus 500 gr, Dua minggu
postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat
uterus 350 gr, Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil
dengan berat uterus 50 gr.
b. Serviks
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati
oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat
dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat
dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.
c. Vagina
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta
pereganganan yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi.
Beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, vagina tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur
akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir
dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh
bagian luar vagina juga berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya

7
sekret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut
lochea.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Lochea rubra/ kruenta
Timbul pada hari 1-2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur
sisa- sisa selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks
kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2) Lochea sanguinolenta
Timbul pada hari ke3 sampai dengan hari ke7 post partum,
karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.
3) Lochea serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu
postpartum.
4) Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan
putih (Walyani, 2017)
d. Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan
serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi.
Beberapa hari pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada
keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol.
e. Payudara (Mamae)
Setelah pelahiran plasenta konsentrasi estrogen dan progesteron
menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah
ke payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular
sementara. Air susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk
pengadaan dan keberlangsungan laktasi.

8
f. Tanda-Tanda Vital
Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2018) dan
Walyani (2017) antara lain:
1) Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰ celcius
dari keadaan normal namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12
jam persalinan suhu tubuh akan kembali seperti keadaan semula.
2) Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat
sedikit lebih lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan
kembali normal.
3) Tekanan darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah
dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada
proses persalinan.
4) Pernafasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena
kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/
mengejan dan memepertahankan agar persediaan oksigen ke janin
tetap terpenuhi. Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali
normal
B. Infeksi Luka Operasai (ILO) Post Sectio Caesarea (SC)
1. Pengertian
Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit. Risiko infeksi merupakan keadaan dimana
seorang individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan oportunistik
(virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber
eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen (Potter & Perry, 2017 dalam
Oktami, 2018).
Luka post sectio caesarea (SC) adalah gangguan dalam kontinuitas sel-
sel akibat dari pembedahan yang dilakukan untuk mengeluarkan janin dan
plasenta dengan membuka dinding perut dengan indikasi tertentu (Latifah,
2019).

9
Infeksi luka post sectio caesarea adalah masuknya mikroorganisme
yang menyebabkan trauma atau kerusakan jaringan atau sel pada dinding
perut yang terbuka akibat dari proses pembedahan untuk mengeluarkan janin
dan plasenta.
2. Etiologi
Hasil pemeriksaan mikrobiologi dari hasil penelitian (Wardoyo, 2017)
penyebab infeksi luka operasi post sectio caesarea paling sering ditemukan
yaitu disebabkan oleh bakteri E.coli. Menurut Potter & Perry, dalam
Desmiari (2019) infeksi luka operasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor
pencetus seperti agent merupakan penyebab infeksi seperti mikroorganisme
yang masuk, serta host merupakan seseorang yang terinfeksi, dan
Environment merupakan lingkungan di sekitar agent dan host seperti suhu,
kelembaban, oksigen, sinar matahari, dan lainnya. Selisih waktu antara
operasi dengan terjadinya ILO (infeksi luka operasi) rata-rata terjadi 3-11
hari.
3. Faktor-Faktor Predisposisi
a. Umur
Makin bertambahnya umur seseorang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka yang disebabkan karena berkurangnya kelenturan
jaringan tubuh. Ibu nifas post SC dengan umur tua merupakan salah satu
penyebab terhambatnya penyembuhan luka. Menurut Sulastri (2018)
b. Riwayat persalinan Riwayat Persalinan sectio caesarea dan jarak
paritasnya terlalu dekat
pada ibu dengan sectio caesarea sebelumnya dengan jarak
persalinan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 2 tahun merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya infeksi pada luka SC. Ibu dengan
riwayat sectio caesarea dapat memicu terjadinya infeksi pada luka
selanjutnya karena luka sectio caesarea sebelumnya terbuka lagi
(Marlina, 2016).
c. Keadaan Gizi (Kadar Hemoglobin)
Sujiyatini (2020), berpendapat bahwa asupan gizi pada ibu dengan
riwayat persalinan SC sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Pada ibu dengan luka post SC memerlukan protein lebih banyak karena

10
protein tinggi berfungsi untuk pembentukan sel-sel jaringan yang baru
sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Kadar hemoglobin juga merupakan salah satu hal yang berkaitan
dengan status gizi. Hemoglobin merupakan molekul protein di dalam sel
darah merah yang bergabung dengan oksigen dan karbondioksida untuk
diangkut melalui sistem peredaran darah ke sel-sel dalam tubuh.
Hemoglobin merupakan komponen utama dari sel darah merah yang
menstranspot oksigen. Oksigen sangat berperan penting dalam proses
penyembuhan luka, karna tidak ada jaringan baru yang dibentuk tanpa
suplai oksigen dan nutrient (Dharma dkk., 2019).
d. Penyakit yang Menyertai
Penyebab infeksi adalah adanya penyakit yang menyertai ibu seperti
obesitas dan DM. Penelitian terdahulu menemukan ibu dengan obesitas
berisiko dua kali terjadi infeksi dibandingkan dengan ibu dengan berat
badan normal (Rivai dkk 2020). Diabetes melitus menyebabkan glukosa
darah meningkat sehingga terjadi penipisan protein dan kalori dalam
darah. Diabetes melitus mengakibatkan hemoglobin memiliki afinitas
yang lebih besar untuk oksigen, sehingga hemoglobin gagal melepaskan
oksigen ke jaringan. Hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit
untuk melakukan fagositosis dan juga mendorong pertumbuhan infeksi
jamur yang berlebihan.
e. Faktor kekebalan tubuh
Pasien dengan faktor imun yang rendah akan lebih rentan terhadap
masuknya bakteri atau virus. Mekanisme kekebalan tubuh mengalami
kerusakan yang menyebabkan mudah terjadinya infeksi pada luka.
Diagnosa dari infeksi yaitu dengan pemeriksaan leukosit/ WBC, bila
leukosit > 11.000/ mm3 merupakan adanya infeksi.
4. Patofisiologi Infeksi Luka Post Sectio Caesarea
Infeksi sayatan bedah atau infeksi luka dapat terjadi karena adanya
kontaminasi langsung dari area sayatan dengan organisme pada rongga
uterus pada saat pembedahan. Tumbuhnya jaringan baru sebagai proses
penyembuhan luka dipengaruhi oleh kebersihan dan nutrisi pada ibu dengan
riwayat persalinan Sectio Caesarea. Luka yang tidak dirawat dengan baik

11
yaitu dengan perawatan kebersihan luka dan asupan gizi yang kurang, dapat
memperlambat proses penyembuhan.
Lamanya proses penyembuhan dapat memicu terjadinya infeksi
dengan gejala awal luka terasa panas, kemerahan dan terdapat nanah. Infeksi
akan semakin meluas jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat yaitu
pengeluaran cairan dan nanah yang berwarna dan berbau yang menandakan
infeksi akut.
Menurut Vianti (2017), infeksi luka operasi diklasifikasikan sebagai
luka insisi atau organ yang penyembuhannya harus dalam 30 hari setelah
operasi. Luka infeksi pembedahan daerah permukaan kulit/luka insisi terjadi
dalam 30 (tiga puluh) hari setelah pembedahan dan jaringan subkutaneus
yang diinsisi disertai salah satu kriteria yaitu adanya aliran cairan purulen
atau basah pada luka, ditemukan organisme dari hasil kultur cairan luka,
adanya salah satu gejala atau tanda infeksi seperti perlunakan atau nyeri,
pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan atau panas pada bagian
permukaan insisi yang sengaja dibuka oleh dokter bedah, dimana hasil kultur
negatif, diagnosis infeksi yang dibuat oleh dokter bedah atau dokter yang
merawat.
5. Tanda dan Gejala Infeksi Luka
Tanda gejala infeksi luka operasi menurut Muttaqien (2019) yaitu:
a) Terdapat nyeri dan pus disekitar luka sectio caesarea.
b) Terdapat kemerahan dan bengkak di sekeliling luka sectio caesarea.
c) Terdapatnya peningkatan suhu tubuh.
d) Terjadinya peningkatan sel darah putih.

Tanda dan gejala yang terjadi pada infeksi luka menurut Smeltzer
(2002) dalam Desmiari (2019), yaitu:

a) Rubor
Rubor atau kemerahan yaitu hal pertama yang terlihat ketika mengalami
peradangan, saat reaksi peradangan timbul terjadi pelebaran arteriola
yang mensuplai darah ke tempat peradangan. Sehingga darah lebih
banyak mengalir ke mikrosirkulasi lokal serta kapiler meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah.

12
b) Kalor
Kalor ini terjadinya bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan akut, kalor disebabkan oleh sirkulasi darah yang meningkat.
Sebab darah yang memiliki suhu 37 derajat celcius akan disalurkan ke
permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak dari pada ke
daerah yang normal.
c) Dolor
Pengeluaran zat seperti histamin atau bioaktif dapat merangsang suatu
saraf. Rasa sakit pula disebabkan oleh suatu tekanan meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang
d) Tumor
Pembengkakan disebabkan oleh hiperemi dan juga sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan serta sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringa interstitial.
e) Function laesa
Function laesa merupakan reaksi dari suatu peradangan, tetapi secara
mendalam belum diketahui mekanisme terganggunya fungsi jaringan
yang meradang.
6. Penatalaksanaan Infeksi
Menurut Desmiari (2019) penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
menangani infeksi pada luka post Sectio Caesarea adalah:
a) Melakukan kultur specimen pada pus, urin, sputum, darah, feses yang
menegakkan diagnose dari infeksi
b) Pemberian antibiotic dilakukan untuk mengatasi terjadinya infeksi yang
lebih luas. Pemberian antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur dan
organisme. Jenis antibiotik yang dapat diberikan pada pasien infeksi luka
post Sectio Caesarea yaitu aminoglikosida, sefalosporin, dan
metronidazole.
c) Melakukan drainase secara bedah atau radiologist yakni mengeluarkan
cairan dari luka dengan selang, ini terapi yang paling penting untuk suatu
abses atau kumpulan cairan yang terinfeksi.

13
d) Terapi Penyembuhan Luka Yaitu membersihkan luka dengan
menghilangkan jaringan mati atau jaringan yang terinfeksi (Melakukan
operasi Debridement)
7. Proses Penyembuhan Luka Sectio Caesarea
Penyembuhan luka pasca operasi sectio caesarea selama 1 minggu,
sedangkan pemulihan rahim kira-kira 3 bulan. Rasa nyeri mungkin masih
terasa sampai 6 bulan dengan intensitas ringan yang disebabkan oleh simpul
benang pada fascia (sarung otot) sedangkan lama penyembuhan sectio
caesarea berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat
(Damayanti, 2016 dalam Zuiatna, 2019).
Menurut Ramadhani (2018), proses fisiologis normal penyembuhan
luka melalui beberapa fase yaitu:
1) Fase Hemostasis
Fase ini dimulai segera setelah terjadinya luka, dengan adanya
vasokonstriksi dan formasi pembekuan oleh fibrin. Jaringan disekitar
tempat terjadinya luka akan melepaskan sitokin proinflammatory dan
growth factors seperti transforming growth factor (TGF)-beta, platelet-
derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF) dan
epidermal growth factor (EGF). Ketika perdarahan sudah bisa
terkontrol, sel-sel inflamasi akan bermigrasi menuju ke tempat luka
(kemotaksis) dan akan menginisiasi fase selanjutnya, yaitu fase
inflamasi.
2) Fase Inflamasi
Merupakan fase yang ditandai dengan adanya infiltrasi sequential
oleh netrofil, makrofag dan limfosit.Fungsi penting netrofil adalah untuk
membersihkan adanya mikroba dan debris seluler di area luka. Prioritas
fungsional dari fase inflamasi, yaitu menggalakkan hemostasis,
menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri patogen
terutama bacteria
3) Fase Proliferatif
Merupakan fase yang ditandai dengan adanya proliferasi epitel dan
re-epitelisasi. Fase ini biasanya mengikuti dan mendahului fase
inflammatory. Pada dermis yang sedang dalam proses perbaikan,
fibroblast dan sel endotel merupakan jenis sel yang paling penting dan

14
mendukung adanya pertumbuhan kapiler, formasi kolagen dan formasi
jaringan granulasi pada area luka. Fibroblast menghasilkan kolagen yang
juga dihasilkan oleh glikosaminoglikan (GAG) dan proteoglikan yang
merupakan komponen terbesar pada extracellular matrix (ECM).
Adanya proliferasi tersebut dan sintesis extracellular matrix (ECM),
maka penyembuhan luka memasuki fase akhir, yaitu fase remodeling.
4) Fase Remodeling
Fase ini merupakan fase akhir penyembuhan luka yang berlangsung
bertahuntahun.Pada fase ini, terjadi regresi dari banyak kapiler yang baru
terbentuk, sehingga menyebabkan densitas vascular pada jaringan luka
kembali normal. Bekas luka akan tertutup oleh kontraksi fisik melalui
proses penyembuhan luka ini yang dimediasi oleh contractile fibroblasts
(myofibroblast) yang muncul pada luka.
8. Hemoglobin Dengan Infeksi Luka Operasi (ILO)
Hemoglobin mempunyai peranan penting untuk mengikat oksigen dari
proses difusi gas di alveolus kemudian diangkut ke seluruh tubuh untuk
perfusi jaringan. Oksigen mempunyai peranan penting di dalam
pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru, dan perbaikan epitel, serta
pengendalian infeksi. Jumlah oksigen yang dikirimkan untuk sebuah
lukatergantung pada tekanan parsial oksigen didalam darah, tingkat perfusi
jaringan, dan volume darah total. Perfusi jaringan yang normal mempunyai
oksigenasi yang cukup. Jika terdapat oksigenasi yang tidak adekuat, maka
jaringan akan kekurangan nutrisi dan menjadikan sistem lebih mudah
terinfeksi. Penurunan suplai oksigen merupakan pengaruh lokal yang
merugikan karena buruknya suplai darah dan hipoksia di tempat luka,
sehingga proses penyembuhan luka membutuhkan suplai oksigen yang
memadai (Pujiastuti 2020).
Adapun penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara anemia dengan proses penyembuhan luka yaitu p value =
0,009 (< 0,05). Hal ini berarti semakin rendah kadar hemoglobin maka
semakin lama proses penyembuhan luka terjadi. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan
nutrisi untuk penyembuhan luka. Wanita yang kadar hemoglobinnya kurang

15
dari normal (anemia) menurunkan ketahanan terhadap infeksi sehingga luka
setelah pembedahan kemungkinan gagal untuk sembuh cepat (Nurani 2020).
C. Kadar Hemoglobin
1. Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu komponen spesial yang hanya ada pada
eritrosit. Hemoglobin memiliki dua bagian yaitu globin dan heme. Globin
merupakan protein yang terbentuk dari lipatan rantai polipeptida dan heme
merupakan besi yang mana membuat darah berwarna merah dan hal tersebut
terbentuk secara alami (Prawiro, 2019).
Hemoglobin merupakan bahan pembawa oksigen dan karbondioksida
yang sangat penting bagi fungsi sel tubuh secara keseluruhan terutama dalam
kehamilan. Hemoglobin terdapat dalam sel darah merah, sehingga kadar
hemoglobin juga berhubungan dengan jumlah dan kadar sel darah merah. Sel
darah merah bertugas untuk membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh
jaringan tubuh. Jika jaringan atau sel tidak memiliki suplai oksigen yang
cukup, maka energi yangdibentuk oleh sel akan berkurang sehingga sel
mudah lelah dan akhirnya mati. Pada kondisi anemia, sel darah merah tidak
mampu membawa oksigen dalam jumlah cukup karena hemoglobin yang
dimilikinya rendah, sehingga tubuh akan mudah lelah.
2. Klasifikasi Anemia
Adapun klasifikasi anemia WHO yaitu:
a. Kadar Hb > 11 gr/dl : Normal
b. Kadar Hb 10 g/dl – 10,9 g/dl : Ringan
c. Kadar Hb 7 g/dl – 9.9 g/dl : Sedang

Berdasarkan etiologinya anemia dapat digolongkan menjadi:

a. Anemia defiensi besi (kekurangan zat besi)


b. Anemia megaloblastik (kekurangan asam folat dan vitamin B12)
c. Anemia hemolitik (pemecahan sel-sel darah lebih cepat dari
pembentukan)
d. Anemia hipoplastik (gangguan pembentukan sel-sel darah)
3. Penatalaksanaan Penurunan Hemoglobin Pada Post Partum
Bidan dapat melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk
pemberian terapi preparat Fe: Fero sulfat, Fero gluconat atau Na-fero bisitrat

16
secara oral untuk mengembalikan simpanan zat besi ibu. Pemberian preparat
Fe 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr% perbulan (Ahadia &
Husnaini, 2018). Jika ada indikasi perdarahan pasca persalinan dengan syok,
kehilangan darah saat operasi dan kadar Hb ibu nifas kurang dari 9,0 gr%,
maka transfusi darah dengan pack cell dapat diberikan (Prawirohardjo, 2019)
D. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
a. Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada
klien yang mempunyai kebutuhan/ masalah dibidang kesehatan ibu pada
masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga
berencana (Muslihatun, Mufdillah, dan Setiyawati, 2019).
b. Manajemen Kebidanan
Mananjemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah
dalam melaksanakan asuhan, yang digunakan oleh bidan sebagai satu
metode pengaturan atau pengorganisasian antara pikiran dan tindakan
dalam urutan yang logis dalam memberi asuhan (Mandriwati,2017).
2. Proses Manajemen Kebidanan
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara
lengkap, yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya,
meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi
(Muslihatun, Mufdillah, dan Setiyawati, 2019)
Data mengenai hal tersebut dapat diperoleh dengan cara
anamnesis, yang mencakup biodata atau identitas, riwayat menstruasi,
kesehatan, kehamilan, persalinan dan nifas, biopsikospiritual, dll;
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan;
pemeriksaan khusus, seperti palpasi, auskultasi, perkusi, dan
pemeriksaan penunjang (Mamik, 2020).
b. Langkah II : Interpretasi Data

17
DasarPada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar
yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah
atau diagnosa yang spesifik. Diagnosa tersebut berupa pendalaman
masalah yang dialami oleh klien, dalam hal ini dilakukan diagnosa
tentang apa itu Infeksi Luka Operasi (ILO) dan apa penyebab terjadinya
ILO. Selanjutnya dapat di simpulkan bahwa klien tersebut benar
mengalami Infeksi Luka Operasi.
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial
Pada langkah ini dilakukan pengidentifikasian masalah atau
diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial
benar-benar terjadi. Dari hasil diagnosa klien, maka sebelumnya klien
diberi informasi dan penjelasan tentang kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi apabila Infeksi Luka Operasi (ILO) tersebut tidak
segera ditindak lanjuti.
d. Langkah IV: Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien yaitu Infeksi Luka
Operasi (ILO). Langkah keempat mencerminkan keseimbangan dari
asuhan proses manajemen kebidanan. Bukan hanya selama asuhan
primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi selama wanita
bersama bidan terus-menerus, misalnya pada waktu klien tersebut dalam
masa nifas.
e. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak

18
hanya meliputi apa yang sudah diidentifikasi dari kondisi klien atau dari
setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap klien tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya.
Dengan perkataan lain asuhan terhadap klien tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan, setiap
rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan
dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien
merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu
pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan
terhadap klien sesuai dengan pembahasan rencana bersama klien,
kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakan
tindakan pada kasus Infeksi Luka Operasi (ILO).
f. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah
kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bekerjasama dengan tim
kesehatanlain. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memilki
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, memastikan agar
langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana. Adapun pelaksanaan
tindakan yang dilakukan pada klien dengan masalah Infeksi Luka
Operasi (ILO) intervensi yang telah dibuat pada langkah sebelumnya.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan keburuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
di identifikasi didalam masalah dan diagnosis. Evaluasi mencakup
jangka pendek, yaitu sesaat setelah intervensi dilaksanakan, dan jangka
panjang yaitu menunggu proses sampai kunjungan berikutnya/kunjungan
ulang. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif pelaksaannya (Muslihatun, Mufdillah, dan Setiyawati, 2019)

19
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGI


PADA Ny.”A” P2 A0 H2 UMUR 31 POST DEBRIDEMENT H2
DENGAN INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) + ANEMIA
DI RSUD DOMPU TAHUN 2023

Tempat Praktek : RSUD Dompu


Tanggal Masuk/Jam : 10-03-2023/10:30 Wita
NO.Register : 761048
Ruangan : Nifas
Tanggal/Jam Pengkajian: 13-03-2023/17:00 Wita

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Nama Ibu : Ny “A” Nama Suami : Tn “J”
Umur : 31 Tahun Umur : 34 Tahun
Suku /Bangsa : WNI Suku/bangsa : WNI
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Alamat : Madapangga 09/06 Alamat : Madapangga09/06

2. Alasan datang:
Ibu mengatakan datang ke ke RSUD Dompu karena luka operasi terasa nyeri
dan keluar nanah sejak 5 hari yang lalu

20
3. Keluhan utama:
Ibu mengatakan nyeri pada luka operasi Sectio Caesarea dan keluar nanah

4. Riwayat Menstruasi:
Menarche : 13 Tahun
Siklus : ± 28 Hari
Lama : ± 7 Hari
Sifat darah : Encer
Flour albus/keputihan : Ada tetapi tidak gatal dan berbau
Dismenorhe : Ada

5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu:


Ham Persalinan Komplikasi Nifas
il ke Tanggal Umur Jenis Penolon BB Ibu Bayi Laktas Komplikasi
kehamilan persalinan g Lahir i
1 2018 Aterem SC Dokter 2.700 gr KPD - Ya -
9 Bulan SPOG

6. Riwayat persalinan ini:


Tanggal/jam persalinan: 26-02-2023
Tempat persalinan: RSUD Dompu
Penolong persalinan: Dr. SPOG
Jenis persalinan: SC
Komplikasi persalinan: R. LMR
Keadaan plasenta: -
Tali pusat: -
Lama persalinan: Kala I: - Kala II: - Kala III: - Kala IV: -
Jumlah perdarahan : Kala I: - cc Kala II: - cc Kala III: - cc
Kala IV: cc
Selama operasi :
Bayi
BB: 2.800 gr PB: 48 cm LK: 31 cm LD: 30 cm LILA: 10 cm

21
Cacat bawaan: Tidak ada
Masa gestasi : ± 39 mgg Aterem

7. Riwayat penyakit yang pernah di derita sekarang/yang lalu


Ibu mengatakan tidak pernah mendeita penyakit menular (TBC, HIV,
Hepatitis), penyakit menahun (jantung, paru-paru, ginjal), dan penyakit
menurun (DM, Asma, Hipertensi)
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak pernah mendeita penyakit menular
(TBC, HIV, Hepatitis), penyakit menahun (jantung, paru-paru, ginjal), dan
penyakit menurun (DM, Asma, Hipertensi)
9. Riwayat KB:
Anak Mulai Memakai Berhenti/ganti cara
ke
Jenis Tangga Ole Temp Keluha Tangg Oleh Tempat Keluhan Alasan
Kontrasep l h at n al/
si /tahun tahun
1 Suntik 3 2018 Bid PKM Tidak 2022 Bida PKM Tidak Ingin
Bulan an ada n ada Hamil

10. Riwayat Sosial Ekonomi dan Psikologi


Status Perkawinan: Syah kawin 1 kali
Lama nikah ± 6 tahun, menikah pertama pada umur 24 Tahun
Respon ibu dan keluarga terhadap kelahiran : Ibu mengatakan dirinya dan
keluarga bahagia atas kelahirannya
Perasaan ibu dan keluarga terhadap kehamilan: Ibu mengatakan dirinya
dan keluarga merasa enang dengan kehamilannya.
Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah: Suami
Kepercayaan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas:
Ibu percaya bahwa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan proses
alamiah bagi setiap wanita.
Adaptasi psikososial selama masa nifas : Baik

22
11. Activity Daily Living
a. Pola Nutrisi:
Makan ( sebelum nifas ) Makan ( saat nifas )
Frekuensi : ± 3 x/hari Frekuensi : ± 3 x/ hari
Jenis : Nasi, sayur, ikan Jenis : Nasi, sayur, ikan
Porsi : 1 Piring Porsi : 1 Piring
Keluhan/pantangan : Tidak ada Keluhan/ pantangan : Tidak ada
Minum ( sebelum nifas ) Minum ( saat nifas )
Frekuensi : ± 7-8 x/hari Frekuensi : ± 6-7 x/hari
Jenis : Air putih Jenis : Air putih
Porsi : 1 Gelas Porsi: 1 Gelas
Keluhan/pantangan : Tidak ada Keluhan/ pantangan : Tidak ada
b. Pola eliminasi ( sebelum nifas )
BAB ± 1 x/hari, konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan, lendir
BAK ± 6 x/hari, konsistensi encer, warna kekuningan
Pola eliminasi ( saat nifas )
BAB ± 1 x/hari, konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan, lendir
BAK ± 6 x/hari, konsistensi encer, warna kekuningan
c. Pola Aktivitas ( sebelum nifas )
Pekerjaan sehari-hari : ibu mengatakan melakukan pekerjaan rumah tangga
seperti menyapu, memasak, dan mencuci dan dibantu oleh suami
Keluhan : Tidak ada
Hubungan Sexual : ± 2 x/mgg
Pola aktivitas ( saat nifas )
Pekerjaan sehari- hari: ibu mengatakan melakukan pekerjaan rumah tangga
seperti menyapu, memasak dan dibantu oleh suami
Keluhan: Tidak ada
Hubungan sexual : - x/ mgg
d. Menyusui
Keluhan : Tidak ada
e. Pola Istirahat ( sebelum nifas ) ( saat nifas )
Tidur siang: ± 1 jam Tidur siang : ± 1/2 jam
Tidur malam: ± 7 jam Tidur malam : ± 6 jam

23
Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada
f. Mobilisasi( sebelum nifas )
Ibu mengatakan melakukan mobilisasi seperti berdiri, berjalan, duduk
Mobilisasi ( saat nifas )
Ibu mengatakan melakukan mobilisasi seperti berdiri, berjalan, duduk
g. Kebiasaan Hidup ( Sebelum nifas ) ( sesudah nifas )
Merokok : tidak pernah Merokok : tidak pernah
Minum-minuman keras : tidak pernah Minum-minuman keras : tidak pernah
Obat telarang : tidak pernah Obat telarang : tidak pernah
Minum jamu : tidak pernah Minum jamu : tidak pernah

h. Pola Personal Hygien ( Sebelum nifas ) ( saat nifas )


Mandi : 2 x/hari Mandi : 2x/hari
Keramas : 2x/hari Keramas : 1 x/hari
Gosok gigi : 2 x/hari Gosok gigi : 2 x/hari
Ganti pakaian dalam : 3 x/hari Ganti pakaian dalam : 2 x/hari
Ganti pakain : 2x/hari Ganti pakaian : 2 x/hari

b. Data Obyektif
1. KU : Baik Tingkat Kesadaran: Composmentis

2. TTV
TD : 110/ 80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 37 0C
RR : 20 x/menit
3. Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan
TB : 159 cm
BB : 70 kg

4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kepala
 Rambut : hitam, bersih, tidak berketombe
24
 Muka : tidak pucat Cloasma: tidak ada Udema: tidak ada
 Mata : simetris Conjungtiva: tidak anemis Sclera: tidak ikterik
 Hidung: bersih Polip : tidak ada
 Gigi dan Mulut : bersih tidak karies dan tidak berbau

Leher
 Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada
 Pembesaran vena jugularis : Tidak ada

Payudara
 Bentuk Simestri : ya
 Puting susu : Menonjol
 Areola Mammae : Hiperpigmentasi
 Colostrum : Tidak ada (sudah keluar pada hari pertama post
partum)

Abdomen
 Bekas luka/operasi : Ada
Genetalia
 Tanda chadwich: Tidak ada
 Varices: Tidak ada
 Odema :Tidak ada
 Pembesaran Kelenjar Bartholini
 Pengeluaran Pervaginam: Tidak ada Lochea: Alba
 Bau : Tidak berbau
 Bekas Luka/jahitan perinium: Tidak ada
 Anus : Tidak hemoroid

Ekstermitas
 Atas

25
 Odema : tidak ada
 Varises: tidak ada
 Pergerakan: aktif
 Bawah
 Odema: tidak ada
 Varices: tidak ada
 Pergerakan: aktif
 Kemerahan: tidak ada

b. Palpasi
Payudara
 Ada nyeri tekan: tidak ada
 Benjolan: tidak ada
 Colostrum: tidak ada (sudah keluar di hari pertama post
partum)

Abdomen
 TFU : tidak teraba
 Kontraksi uterus: Tidak ada
 VU : -

c. Perkusi
Reflek patella :+/+
CVAT : -
5. Pemeriksaan penunjang
Tgl : 10-03-2023 Jam: 11: 00 wita, Jenis Pemeriksaan : Darah Lengkap
(DL)
Hasil : HB: 9,9 gr/dl WBC: 11,6 PLT: 275 HCT: 31,5 Albumin: 2,8
Golda: B Pos (+) HbsAg: Negatif (-)

26
II. INTERPRESTASI DATA
a. Diagnosa Kebidanan:
P2 A0 H2, umur 31 tahun, Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi
(ILO) + Anemia

Data Dasar:
DS :
- Ibu mengatakan luka operasinya terasa nyeri
- Ibu mengatakan telah melahirkan anak keduanya secara operasi Sectio
Caesarea pada tanggal 26-02-2023
DO:
- KU: Baik Tingkat Kesadaran: Composmentis
- TTV: TD: 110/80 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 37ºC
RR: 20 x/mnt
- Abdomen: - TFU: Tidak teraba
-Tampak luka operasi masih basah dan sudah tidak
bernanah
- Genetalia : Tidak ada pengeluaran pervaginam

b. Masalah
Nyeri pada luka operasi

c. Kebutuhan
Beri dukungan moril, motivasi untuk mobilisasi, ajarkan teknik relaksasi,
personal hygiene, makanan bergizi untuk membantu penyembuhan luka
operasi.

III. DIAGNOSA POTENSIAL/ MASALAH POTENSIAL


Resiko Infeksi, Sepsis

27
IV. KEBUTUHAN SEGERA
a. Mandiri
-Perawatan luka
-Pelaksanaan Terapi
b. Kolaborasi
Memberikan terapi sesuai instruksi dari Dokter SPOG
c. Merujuk
Tidak ada

V. INTERVENSI (Tgl : 13-03-2023 Pukul : 17:15 )


1. Jelaskan pada ibu tentang keadaan yang dialaminya
2. Observasi keadaan umum ibu dan tanda vital
3. Anjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein
4. Anjukan ibu untuk menjaga personal hygiene
5. Jelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri luka operasi yang dialami ibu.
6. Jelaskan pada ibu tanda bahaya masa nifas
7. Lakukan perawatan luka
8. Kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG

VI. IMPLEMENTASI (Tgl: 13-03-2023 Pukul: 17:20)


1. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan yang dialaminya yaitu ibu mengalami
infeksi pada luka operasi dan sudah dilakukan debridement.
2. Mengobservasi keadaan umum ibu dan tanda vital:
Keadaan umum: Baik
Tingkat kesadara: Composmentis
TTV: TD: 110/80 mmHg, S: 37 ℃, N: 80 x/menit , R: 20x/menit
3. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein seperti putih
telur, ikan gabus dan kacang-kacangan untuk mempercepat pemulihan luka
operasi.
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene dengan mengganti
pakaian, pembalut sesering mungkin, dan membersihkan badan dengan

28
mandi 2x sehari namun tetap menjaga daerah luka agar tetap kering,
membersihkan daerah kemaluan.
5. Menjelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri luka operasi yang dialami ibu
yaitu dengan melakukan tekhnik relaksasi dengan cara menarik napas mulai
dari hidung kemudian keluarkan melalui mulut, kemudian lakukan mobilisasi
secara adekuat, gunakan pakaian yang longgar dan nyaman dan pastikan
sekitar perut bekas operasi agar tetap bersih.
6. Menjelaskan pada ibu tentang tanda bahaya masa nifas seperti demam lebih
dari 2 hari, menggigil, perdarahan, kemerahan pada daerah luka hingga luka
berbau dll.
7. Melakukan perawatan luka 2x sehari diruangan perawatan luka untuk
mempercepat pemulihan luka.
8. Melakukan kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG dan memberikan
terapi sesuai dengan instruksi Dokter SPOG:
- Cairan infus RL/Asering 20 TPM dan NaCl
- Cefriaxone 500 mg 2x1
- Metronidazole Flash 500 mg 3x1
- Levoflaxacin flash 1x750 mg
- Farmadol tab 500 mg 4x15
- Vip Albumin 500 mg 3x1
- Tranfusi darah 1 kolf untuk mempercepat penyembuhan luka

VII. EVALUASI (Tgl : 13-03-2023 Pukul:17:25)


1. Ibu mengerti tentang tentang keadaannya saat ini
2. Sudah dilakukan obsevasi keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital
3. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan sudah
mengkonsumsinya
4. Ibu bersedia melakukan personal hygiene
5. Ibu mengerti tentang tanda bahaya masa nifas
6. Sudah dilakukan perawatan luka
7. Sudah dilakukan kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG dalam pemberian
terapi obat.

29
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal :14-03-2023
Jam : 09:00 wita

S: Subyektif
- Ibu mengatakan nyeri luka operasi masih dirasakan
- Ibu mengatakan sudah mobilisasi seperti sering berjalan,berdiri.

O: Objektif
1. Keadaan umum: baik
2. Kesadaran: composmentis
3. TTV: TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit, S: 37 ℃, R: 20 x/menit.
4. Luka bekas operasi: Sedikit mengering, tidak ada tanda infeksi seperti luka
basah, kemerahan.

A: Asessmen
P2A0H2 umur 31 tahun, Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO)
+Anemia.

P: Planning
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan yaitu dan TD 110/80 mmhg, N:
80x/menit, S: 37℃, R 20 x/menit.
Evaluasi: Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik
dan tanda tanda vital normal.
2. Menjelaskan pada ibu tentang cara mengatasi nyeri luka operasi yaitu dengan
melakukan tekhnik relaksasi dengan cara menarik napas mulai dari hidung
kemudian keluarkan melalui mulut, lakukan berulang kali, kemudian
mobilisasi secara adekuat, gunakan pakaian yang longgar dan nyaman, serta
pastikan sekitar perut yang bekas operasi agar tetap bersih dan kering.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang cara mengatasi nyeri luka operasi.

30
3. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein seperti putih
telur, ikan gabus dan kacang-kacangan untuk mempercepat pemulihan luka
operasi.
Evaluasi: Ibu berdia untuk tetap makan makanan yang tinggi pretein
4. Mengajurkan ibu untuk tetap melakukan mobilisasi seacar adekuat seperti
berdiri dan sering berjalan agar membantu proses penyembuhan.
Evaluasi: Ibu bersdia untuk tetap melakukan mobilisasi seacar adekuat.
5. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene dengan mengganti
pakaian, pembalut sesering mungkin, dan membersihkan badan dengan mandi
2x sehari namun tetap menjaga daerah luka agar tetap kering, membersihkan
daerah kemaluan.
Evaluasi: Ibu bersedia melakukan personal hygiene
6. Melakukan perawatan luka 2x sehari diruangan perawatan luka untuk
mempercepat pemulihan luka.
Evaluasi: Sudah dilakukan perawatan luka
7. Melakukan kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG dan memberikan
terapi sesuai dengan instruksi Dokter SPOG:
-Cairan infus RL/Asering 20 TPM dan NaCl
-Cefriaxone 500 mg 2x1
-Metronidazole Flash 500 mg 3x1
-Levoflaxacin flash 1x750 mg
-Farmadol tab 500 mg 4x15
-Vip Albumin 500 mg 3x1
-Tranfusi darah 1 kolf untuk mempercepat penyembuhan luka
Evaluasi: Sudah dilakukan kolaborasi pemberian terapi obat

31
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Data Subyektif
Pada pembahasan ini akan di jelaskan tentang kesesuaian teori dan kenyataan
yang terjadi pada kasus yang telah di ambil oleh kami pada Ny “A” umur 31
tahun, alamat Madapangga, agama islam, suku dan bangsa WNI, nama suami Tn
“J”. Ibu mengeluh nyeri pada luka operasi dan keluar nanah. Penulis melakukan
pengumpulan data dengan wawancara langsung pada Ny “A” dan penulis tidak
menemukan hambatan pada saat pengkajian karna ibunya kooperatif. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktik di
lapangan.
2. Data Objektif
Untuk mengetahui keadaan setiap bagian tubuh dan pengaruhnya terhadap
masa nifas untuk diupayakan pencegahan dan penanggulangannya. Pada kasus Ny
“A” didapatkan data objektif sebagai berikut: KU : Baik, Tingkat Kesadaran:
Composmetis, TD : 110/80 mmHg, N :80 x/menit, S:37 °C, RR :20 x/menit,
TB:159 cm BB Sebelum hamil : 68 Kg, BB Sekarang: 70 kg, LILA: 27 cm.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan ibu normal, tidak ada kesenjangan
antara teori dengan praktik di lapangan.
B. Merumuskan Masalah (Diagnosa)
Pada langkah ini, bidan menganalisa data dasar yang diperoleh pada langkah
pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan logis, sehingga dapat merumuskan
diagnosa atau masalah kebidanan pada ibu nifas patologi Ny “A” P2 A0 H2, umur 31
tahun, Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO)+Anemia. Dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktik di lapangan.

32
C. Mengantisipasi Masalah (Identifikasi)
Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan asuhan
kebidanan, bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan yang ada atau yang
akan timbul dari kondisi yang sudah ada/sudah terjadi. Pada kasus Ny “A” ditemukan
adanya masalah potensial yaitu resiko infeksi dan sepsis. Sehingga dapat disimpulkan
tidak ada kesenjangan antara teori dengan praktik dilapangan
D. Menetapkan Kebutuhan (Tindakan Segera)
Pada tahap ini bidan mengidentifiksi perlunya tindakan segera, baik tindakan
intervensi, tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter atau rujukan berdasarkan
kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
penatalaksanaan kebidanan dalam kondisi emergensi, berdasarkan hasil analisa data
bahwa klien membutuhkan tindakan segera untuk menyelamatkan ibu dan bayinya.
Pada kasus Ny “A” antisipasi yang dilakukan yaitu kolaborasi dengan dr. SpOG untuk
memberikan terapi Cairan infus RL/Asering 20 TPM dan NaCl, Cefriaxone 500 mg
2x1, Metronidazole Flash 500 mg 3x1, Levoflaxacin flash 1x750 mg, Farmadol tab
500 mg 4x15, Vip Albumin 500 mg 3x1, Tranfusi darah 1 kolf untuk mempercepat
penyembuhan luka. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori
dengan praktik dilapangan
E. Intervensi
Tujuan di dalam rencana kegiatan ini adalah untuk menunjukkan perbaikan-
perbaikan yang diharapkan. Langkah-langkah tindakan yang dilakukan berdasarkan,
masalah yang dihadapi oleh pasien. Langkah-langkah tindakan merupakan upaya
intervensi untuk mengatasi masalah pada ibu.
Sedangkan pada kasus Ny “A” rencana asuhan yang diberikan adalah sebagai
berikut: Jelaskan pada ibu tentang keadaan yang dialaminya, Observasi keadaan
umum ibu dan tanda vital, Anjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein,
Anjukan ibu untuk menjaga personal hygiene, Jelaskan pada ibu cara mengurangi
nyeri luka operasi yang dialami ibu, Jelaskan pada ibu tanda bahaya masa nifas,
Lakukan perawatan luka, Kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG.
F. Implementasi
Tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Tindakan yang dilakukan berdasarkan prosedur yang telah lazim diikuti dan
dilakukan. Di dalam tahap ini, bidan melakukan observasi sesuai dengan kriteria yang

33
telah direncanakan. Bila bidan perlu memberikan infus atau pemberian obat, maka
tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.
Sedangkan pada kasus Ny “A” implemetasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan yang dialaminya yaitu ibu mengalami
infeksi pada luka operasi dan sudah dilakukan debridement.
2. Mengobservasi keadaan umum ibu dan tanda vital: Keadaan umum: Baik,
Tingkat kesadara: Composmentis, TTV: TD: 110/80 mmHg, S: 37 ℃, N: 80
x/menit , R: 20x/menit
3. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi protein seperti putih telur,
ikan gabus dan kacang-kacangan untuk mempercepat pemulihan luka operasi.
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene dengan mengganti pakaian,
pembalut sesering mungkin, dan membersihkan badan dengan mandi 2x sehari
namun tetap menjaga daerah luka agar tetap kering, membersihkan daerah
kemaluan.
5. Menjelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri luka operasi yang dialami ibu yaitu
dengan melakukan tekhnik relaksasi dengan cara menarik napas mulai dari
hidung kemudian keluarkan melalui mulut, kemudian lakukan mobilisasi secara
adekuat, gunakan pakaian yang longgar dan nyaman dan pastikan sekitar perut
bekas operasi agar tetap bersih.
6. Menjelaskan pada ibu tentang tanda bahaya masa nifas seperti demam lebih dari 2
hari, menggigil, perdarahan, kemerahan pada daerah luka hingga luka berbau dll.
7. Melakukan perawatan luka 2x sehari diruangan perawatan luka untuk
mempercepat pemulihan luka.
8. Melakukan kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG dan memberikan terapi
sesuai dengan instruksi Dokter SPOG: Cairan infus RL/Asering 20 TPM dan
NaCl, Cefriaxone 500 mg 2x1, Metronidazole Flash 500 mg 3x1, Levoflaxacin
flash 1x750 mg, Farmadol tab 500 mg 4x15, Vip Albumin 500 mg 3x1, Tranfusi
darah 1 kolf untuk mempercepat penyembuhan luka
G. Evaluasi
Tahap ini menentukan tingkat keberhasilan dari tindakan. Bila tindakan yang
dilakukan mencapai tujuan, perlu dipertimbangkan kemungkinan masalah baru yang
timbul akibat keberhasilan. Dan sebaliknya bila tindakan tidak mencapai tujuan, maka
langkah-langkah sebelumnya perlu diteliti kembali.

34
Sedangkan pada kasus Ny “A” evaluasi didapat sebagai berikut:
1. Ibu mengerti tentang tentang keadaannya saat ini
2. Sudah dilakukan obsevasi keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital
3. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan sudah
mengkonsumsinya
4. Ibu bersedia melakukan personal hygiene
5. Ibu mengerti tentang tanda bahaya masa nifas
6. Sudah dilakukan perawatan luka
7. Sudah dilakukan kolaborasi/konsultasi dengan Dokter SPOG dalam pemberian
terapi obat.

35
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Telah melakukan Pengkajian pada Ny “A” umur 31 tahun. untuk
mendapatkan informasi dan data yang akurat sesuai dengan kebutuhan dalam
memberikan asuhan dan penyusunan laporan.
2. Berdasarkan data dari interpretasi data, telah dapat di interpretasikan dan
ditegakkan diagnosa/masalah kebidanan pada Ny “A” P2 A0 H2, umur 31
tahun, Post Debridement H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia..
3. Dalam kasus Ny “A” kami mengidentifikasi adanya masalah potensial yang
mungkin timbul pada Ny “A” P2 A0 H2, umur 31 tahun, Post Debridement
H2 dengan Infeksi Luka Operasi (ILO) + Anemia. yaitu Resiko Infeksi dan
Sepsis.
4. Pada kasus Ny “A” diberikan tindakan/ kebutuhan segera yaitu merawat
luka dan kolaborasi dengan dr. SpOG untuk memberikan terapi Cairan infus
RL/Asering 20 TPM dan NaCl, Cefriaxone 500 mg 2x1, Metronidazole Flash
500 mg 3x1, Levoflaxacin flash 1x750 mg, Farmadol tab 500 mg 4x15, Vip
Albumin 500 mg 3x1, Tranfusi darah 1 kolf untuk mempercepat
penyembuhan luka..
5. Pada kasus Ny “A” mulai dari planning yang dibutuhkan telah diberikan
sesuai dengan kasus nifas dengan Infeksi Luka Operasi (ILO).
6. Pada kasus Ny “A” umur 31 tahun kami melakukan implementasi sesuai
dengan kebutuhan ibu seperti melakukan perawatan luka post debridement.
7. Evaluasi dini pada Ny “A” umur 31 tahun sangat diperlukan untuk
memberikan pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk
keadaan pasien.
B. Saran
1. Bagi Pasien
Diharapkan bagi semua ibu nifas dengan post sectio caesarea dengan
infeksi luka operasi tidak perlu takut untuk sedini mungkin memulai

36
mobilisasi agar ibu dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan
bayinya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan pada tenaga kesehatan untuk perawatan infeksi daerah
operasi lebih ditingkatkan khususnya pada sterilisasi agar tidak terjadi infeksi
daerah operasi, mengajarkan ibu untuk mobilisasi sedini mungkin,
memberikan diet tinggi kalori dan tinggi protein untuk mempercepat
penyembuhan luka dan pemulihan pasien.
3. Bagi Instansi Layanan Kesehatan
Bagi instansi rumah sakit dapat meningkatkan layanan lebih bermutu
dan berkualitas sehingga dalam memberikan asuhan kebidanan terutama pada
ibu nifas dengan infeksi daerah operasi yang sesuai dengan standar
operasional pelayanan kebidanan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2017. Buku Ajar Fondamental Keperawatan: Konsep, Proses Dan
Praktik, Vol. 2, Edisi Keempat, ECG, Jakarta.
Susiana. 2019. Angka Kematian Ibu Faktor Penyebab dan Upaya Penangannya.
Bidang kesejahteraan Sosial, 11(24), 13-18.
Sutanto, A, V. 2019. Asuhan Kebidanannifas Dan Menyusui. PT. Pustaka Baru.
Varney. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Hal: 36-39. Jakarta: EGC
WHO. 2018. Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta: Media Aesclopius Press.
Wulandari, S, R. Handayani, S. 2020. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta:
Gosyen publising.
Wulandari, N, F. 2020. Happy Exclusif Breastfeeding.
Yuliana, W., & Hakim, B, N. 2020. Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

38

Anda mungkin juga menyukai