BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi,
setiap hari diseluruh dunia sekitar 800 perempuan meninggal, salah satunya akibat
komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka Kematian Ibu di Negara-negara Asia
Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filiphina 170 per 100.000
kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO 2014).
Setiap hari pada tahun 2015, sekitar 830 perempuan meninggal karena komplikasi
kehamilan, persalinan, dan nifas. Hampir semua kematian ini terjadi dipengaturan sumber
daya rendah, dan sebagian besar dapat dicegah. Penyebab utama kematian adalah perdarahan,
hipertensi, infeksi, dan penyebab tidak langsung, sebagian besar karena interaksi antara
kondisi medis yang sudah ada sebelumnya dan kehamilan. Dari 830 kematian ibu setiap hari,
550 terjadi di sub-Sahara Afrika dan 180 di Asia Selatan, dibandingkan dengan 5 di negara-
negara maju. Resiko orang wanita di negara berkembang meninggal karena penyebab ibu
terkait selama hidupnya adalah sekitar 33 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
tinggal di negara maju. Kematian ibu merupakan indikator kesehatan yang menunjukan
kesenjangan yang sangat lebar antara daerah kaya dan miskin, perkotaan dan pedesaan, baik
antara negara dan dalam diri mereka
AKI di Indonesia berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2012, sedangkan kelahiran hidup pada tahun 2013 menjadi 359
per 100.000, yang merupakan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015 yaitu AKI sebesar 120 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI di Indonesia
menempati urutan teratas di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) (Kemenkes,
2014).
AKI di Jawa Barat termasuk Angka Kematian Ibu paling tinggi, pada tahun 2013 angka
kematian ibu sebesar 747 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2014 angka kematian
ibu bertambah 781 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jabar, 2014).
Ibu post partum perlu membutuhkan perawatan masa nifas karena merupakan masa kritis
baik ibu dan bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Sarwono, 2009).
Untuk mencegah timbulnya infeksi atau komplikasi pada masa nifas utamanya dengan
putting susu tenggelam dan ASI tidak keluar dilakukan dengan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan antara lain perawatan payudara (Anggraini, 2010).
Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi
darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga mempelancar pengeluaran ASI.
Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin yaitu 1-2 hari setelah
bayi dilahirkan dan dilakukan dua kali sehari. Perawatan payudara yang dilakukan meliputi
pengurutan payudara, pengosongan payudara, pengompresan payudara dan perawatan putting
susu (Yayuk Norazizah dan Luluk Hidayah, 2013).
Masa nifas (puerperium) adalah dimulai plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu atau 40 hari, kandungan pada keadaan yang normal. Jika sudah selesai masa 40 hari
akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka perhatikanlah bila keluarnya
disaat adah (kebiasaan) haid, maka itu darah haid atau menstruasi (Ambrawati dan
Wulandari, 2009).
Menurut Jurnal Faizatul Ummah (2014) tentang pijat oksitosin untuk mempercepat
pengeluaran ASI pada ibu pasca salin normal, hasil penelitian ini dilakukan pada ibu pasca
salin normal pada bulan September 2013 sampai Maret 2014 di Dusun Sono Desa Ketanen
Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik, dengan besar sampel 28 ibu pasca salin normal, yang
dibagi menjadi dua kelompok secara random yaitu 14 ibu pasca salin normal yang berikan
pijat oksitosin (kelompok intervensi) dan 14 ibu pasca salin normal yang tidak diberikan pijat
oksitosin. Pijat oksitosin diberikan pada 2 jam pasca salin dan 6 jam pasca salin dengan
durasi 3 menit.
Menyusui bayi adalah salah satu ekspresi cinta seseorang ibu, tetapi banyak kesulitan
yang dialami seorang ibu dalam pelaksanaannya. Kesulitan yang terjadi antara lain putting
datar atau tenggelam, putting lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, mastitis dan
abses pada payudara (Yayuk Norazizah dan Luluk Hidayah, 2013).
Putting susu tenggelam adalah putting susu yang tidak dapat menonjol dan cenderung
masuk kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar dengan lancar, yang disebabkan saluran
susu lebih pendek kedalam, kurangnya perawatan, kurangnya pengetahuan ibu tentang
perawatan payudara (Ambarwati, 2008).
Masalah payudara yang sering terjadi pada masa nifas sebenarnya dapat dicegah
dilakukannya perawatan payudara sebelum dan sesudah melahirkan (Anggraini, 2010).
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa
nifas (masa menyusui) untuk melancarkan pengeluaran ASI (Reni Yuli Astutik, 2014).
Menurut jurnal Yayuk Norazizah dan Luluk Hidayah (2013) tentang hubungan tingkat
pengetahuan ibu nifas tentang perawatan payudara dengan kejadian putting susu tenggelam,
hasil penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas ibu pengetahuan cukup sebanyak 16
responden (43,2%). Ini dikarenakan sebagian besar responden kurang mendapatkan informasi
mereka hanya mengetahui dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari budaya
setempat. Meskipun demikian masih terdapat responden yang berpengetahuan kurang yaitu
12 responden (32,4%). Untuk itu perlu diupayakan petugas kesehatan khususnya bidan dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan payudara yang benar agar masalah-
masalah dalam menyusui seperti puting susu tenggelam sehingga bisa menyusui dengan
efektif.
Maka dari itu kenapa pentingnya ASI bagi bayi itu, karena Menurut penelitian yang
dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi selama 12 bulan mengatakan bahwa ASI eksklusif dapat
menurunkan resiko kematian akibat infeksi saluran nafas akut dan diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Masa Nifas
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu atau 40 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa
nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata
“puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar
dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan (Eka dan Kurnia, 2014).
Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40 hari, dimulai sejak
melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda kelahiran). Jika sudah selesai
masa 40 hari akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka perhatikanlah bila
keluarnya disaat adah (kebiasaan) haid. Maka itu darah haid atau menstruasi. Akan tetapi,
jika darah keluar terus dan tidak pada masa-masa haidnya dan darah itu terus tidak berhenti
mengalir, maka ibu harus segera memeriksakan diri ke bidan atau dokter (Eka dan Kurnia,
2014).
Beberapa konsep mengenai pengertian masa nifas berdasarkan para ahli antara lain :
a. Menurut Varney (2007) menyebutkan puerperium atau periode pasca persalinan (post
partum) ialah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai
berakhirnya periode intrapartum sampai menuju kembalinya sistem reproduksi wanita
tersebut kekondisi tidak hamil.
b. Menurut Prawirohardjo (2008), masa nifas adalah dimulai setelah partus dan berakhir kira-
kira setelah 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali sebelum waktu 3
bulan.
c. Menurut Saleha (2009), masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40
hari menurut hitungan awam. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir
setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat
dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan.
d. Menurut Anggraini (2010), puerperium didefinisikan sebagai masa persalinan selama dan
segera setelah melahirkan, meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu alat-alat
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil atau kembali normal.
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas Menurut (Eka dan Kurnia, 2014)
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah untuk :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan
manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
e. Mendapatkan kesehatan emosi.
b. Plasenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke vakum uteri dengan diameter 7,5
cm, minggu ke-3 menjadi 3,5 cm, minggu ke-6 menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih.
c. Luka-luka pada jalan lahir apabila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
d. Pengeluaran lochea terdiri dari :
Lochea adalah cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Ada
beberapa macam lochea :
1. Lochea Rubra adalah warna merah kehitaman dengan ciri-ciri terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa darah, waktunya 1-3 hari.
2. Lochea Sanguilenta adalah warna putih bercampur merah ciri-cirinya sisa darah bercampur
lendir waktunya 3-7 hari.
3. Lochea Serosa warna kekuningan/kecoklatan, ciri-cirinya lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta, waktunya 7-14 hari.
4. Lochea Alba warnanya putih, ciri-cirinya mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati, waktunya lebih dari 14 hari.
5. Lochea purulenta adalah terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
6. Lochiostasis adalah lochea tidak lancar keluarnya.
e. Setelah persalinan bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna merah
kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan kecil.
f. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir
secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali, sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor.
7. Penanganan Masa Nifas Menurut (Dian Sandawati dan Damayanti, 2011)
a) Mobilisasi : setelah persalinan ibu harus beristirahat, tidur terlentang, kemudian boleh
miring-miring ke kanan ke kiri mecegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke
dua diperbolehkan duduk, hari ke tiga jalan-jalan, dan hari ke empat dan hari ke lima sudah
diperbolehkan pulang.
b) Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
c) Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami
sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi
musculus sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih
yang terjadi selama persalinan.
d) Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemes, tidak keras,
dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
e) Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada
kelenjar mamae yaitu :
1) Proliferasi kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
2) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum berwarna kuning-puting
susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi
sehingga tampak jelas.
4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh
hormon laktogenik (LH) atau proklatin yang akan merangsang air susu air susu. Di samping
itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio- epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu
keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
5) Program dan kebijakan teknis paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk
menilai status ibu dan BBL juga untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi dalam masa nifas.
Didalam masa nifas juga perlu dilakukannya perawatan payudara yang bertujuan untuk
menjaga kebersihan payudara, untuk menghindari penyulit saat menyusui seperti putting susu
tenggelam, untuk menonjolkan payudara puting susu, menjaga bentuk buah dada tetap bagus,
dan untuk memperbanyak produksi ASI.
DAPTAR PUSTAKA
Ambarwati. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendika.
Ambarwati dan Wulandari. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Astutik, Reni Yuli. (2014). Payudara dan Laktasi. Jakarta selatan : Salemba Medika.
Damaiyanti., Sandawati, Dian. (2011). Asuhan Kebidanan Masa Nifas Belajar Menjadi Bidan
Profesional. Bandung : PT Refika Aditama.
Dinkes Jabar. (2014). Profil Kesehatan Profinsi Jawa Barat [internet]. Tersedia dalam
http://www.dinkes.jabar.go.id. [diakses tanggal 20 April 2016]
Estiwidani, dkk.(2008). Langkah-Langkah Teori Manajemen. Jakarta : TIM.
Kemenkes. (2014). Profil Kesehatan Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Maritalia, Dewi. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Putaka Pelajar.
Norazizah, Yayuk & Luluk Hidayah. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Perawatan Payudara Dengan Kejadian Puting Susu Tenggelam Di BPM. Ny Sri Handayani
Desa Welahan Jepara. 04 (2) September, pp. 11-14.
Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saleha, Siti. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
Posting Komentar
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
Arsip Blog
▼ 2017 (1)
o ▼ Januari (1)
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Puting Susu...