Nim : P1337424615022
7. Penutup (1 butir)
a. Setiap bidan dalam melakukan ataupun melaksanakan tugasnya sehari-hari
senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
Metaetika
Awalan meta yaitu berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti “melebihi”,
“melampaui”. Istilah ini diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah
moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibilang moralitas. Metaetika
bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf bahasa etis atau
bahasa yang kita pergunakan dibidang moral. Metaetika merupakan suatu bentuk analitik
yang berkaitan dengan semua peraturan dan tingkah laku baik dan buruk.
Metaetik yaitu sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu
tindakan atau peristiwa. Dalam metaetika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari
berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuat. Salah satu masalah yang ramai
dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question. Yang dipersoalkan disini adalah
ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual. Kalau sesuatu ada atau kalau sesuatu
merupakan kenyataan (is:faktual), apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus
atau boleh dilakukan (ought:normatif). Dengan menggunakan peristilahan logika dapat
ditanyakan juga apakah dari dua premis deskriptif bisa ditarik suatu kesimpulan preskriptif.
Kalau satu preskriptif dan premis lain deskriptif, kesimpulannya pasti preskriptif. Itu tidak
menjadi sebuah masalah. Contohnya:
Tetapi soalnya yaitu apakah dua premis deskriptif pernah dapat membuahkan kesimpulan
preskriptif. Kini para filsuf yang mendalami masalah ini umumnya sepakat untuk hal itu tidak
mungkin. Kesimpulan preskriptif hanya dapat ditarik dari premis-premis yang sekurang-
kurangnya untuk sebagian bersifat preskriptif juga. Jika kita berbicara tentang prilaku moral,
dengan sendirinya kita berefleksi tentang istilah-istilah dan bahasa yang kita pakai. Jika kita
berusaha mendefinisikan pengertian-pengertian etis seperti “norma”, “nilai”, “hak”,
“keadilan”, dan sebagainya, usaha itu bisa saja digolongkan dalam metaetika, tapi dalam
etika normatif tentu tidak dapat dihindarkan merumuskan definisi-definisi semacam itu.
Dalam pendekatan normatif si peneliti mengambil suatu posisi atau standpoint moral: hal itu
terjadi dalam etika normatif (bisa etika umum dan bisa juga etika khusus). Dalam pendekatan
non-normatif si peneliti tinggal netral terhadap setiap posisi moral: hal itu terjadi dalam etika
deskriptif dan metaetika.