Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konseb Dasar TB Paru

2.1.1 Pengertian TB Paru

TB Paru (TB) adalah penyakit yang menular yang diakibatkan oleh bakteri

Mycrobakterium Tuberkolosis Paru yang menyerang saluran pernafasan paru yang

dapat menyerang berbagai organ, (Kemenkes 2016).

TB Paru diawali dengan pembentukan granuloma dan timbulnya nekrosis

jaringan, sifanya menahun dan dapat menular terhadap orang lain, (Santa, 2009).

Tuberkulosis ialah sebuah penyakit infeksi yang terjadi pada saluran

pernafasan manusia yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab penyakit

TBC ini merupakan jenis bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan

waktu yang cukup lama untuk mengobati penyakit TBC ini.Secara umum, bakteri

ini lebih sering menginfeksi organ pernapasan paru-paru (90%) dibandingkan

dengan bagian lain pada tubuh manusia.Penyakit TBC (Tuberkulosis) merupakan

jenis penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi perhatian seluruh

dunia (Mario, 2018).

2.1.2 Patofisiologi TB Paru

Droplets yang berisi Mycobacterium Tuberculosis ini, apabila terinhalasi

orang lain akan masuk sampai berada diantara terminal alveoli paru. Organisme

kemudian akan tumbuh dan berkembang biak dalam waktu 2-12 minggu sampai

jumlahnya mencapai 1000-10.000, cukup untuk mengeluarkan respon imun seluler

6
7

yang mampu dideteksi melalui reaksi terhadap tes tuberkulin kemampuan

basil tahan asam ini untuk survive dan berproliferasi dalam sel-sel makrofag paru,

menjadikan organisme ini mampu untuk menginvasi parenkim, nodus-nodus

limfatikus lokal, trakea, bronkus (intrapulmonary TB), dan menyebar ke luar

jaringan paru (extrapulmonary TB), seperti sum-sum tulang belakang, hepar,

limpa, ginjal, tulang dan otak. Penyebaran ini biasanya melalui rute hematogenus

(Jahja, 2017).

Penularan TBC terjadi karena kuman Mycobacterium Tuberculosis.

Dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel

infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung

pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.

Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai

berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel

pada jalan nafas atau paru-paru, Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila

ukuran partikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh

neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan

oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan

sekretnya, Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan

berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke

organ tubuh lainnya, kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk

sarang Tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer

atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan

paru, bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura.

Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe,

orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar
8

keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri

pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.

Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional).

Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer

(range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3-8 minggu,

2.1.3 Tanda Dan Gejala

a. Gejala utama : batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau

lebih.

b. Gejala tambahan yang sering dijumpai :

- Dahak bercampur darah

- Batuk darah

- Sesak nafas dan rasa nyeri dada

- Badan lemah dan nafsu makan menurun

- Malaise atau rasa urang enak badan

- Berat badan menurun

- Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

- Demam meriang lebih dari satu bulan

Gejala-gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberkulosis.Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan

Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut, harus dianggap sebagai seorang

suspek tuberkulosis paru atau tersangka penderita tuberkulosis paru, dan perlu

dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. (Ni Putu Ari

Widiastuti,2009)
9

2.1.4 Patoginesis

a. Tuberkulosis Primer

Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan menjadi droplet nuclei

dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap di udara bebas

selama 1 sampai 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi

yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana gelap dan lembab kuman bias

bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap

oleh orang sehat dia akan menempel pada saluran pernapasan atau jaringan

paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mm. kuman akan

dihadapi pertama kali oleh netorfil, kemudian oleh makrofag. Kebanyakan

partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. (Zulkifli, ,2009)

Bila kuman menetap di jaringan paru berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang

berserang di jaringan paruakan berbentuk sarang Tuberculosis Pneumonia dan

disebut sarang primer atau efek primer atau sarang Ghon. Sarang primer ini

dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru bila menjalar ke pleura maka

terjadilah efusi pleura.Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal

jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian

bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,

ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjalar ke

seluruh bagian paru yang menjadi TB millier. (Zulkifli Amin dan Asril

Bahar,2009)
10

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju

hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran kelnjar getah bening hilus

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local + limfadenitis regional =

complex primer (ranke).

b. Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dominan pada TB primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi Tuberkulosis dewasa. TB sekunder

terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna,

diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB sekunder dimulai dengan sarang dini yang

berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau

inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus

hiller paru-paru. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

Sarang ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel

histiosit dan sel datia langhans dikelilingi oleh sel limfosit dan berbagi jaringan

ikat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi oksogen dari usia umur muda

menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas

pasien.

sarang yang mula-mula meluas tetapi segera sembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menjadi

perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju di


11

batukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis,

lama-lama dinidngnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah

besar sehingga menjadi kavitas kronik. Terjadinya perkejuan dan kavitas

adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang

diproduksi makrofag dan poses berlebihan sitokin dengan TNFnya. Bentuk

perkejuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada

imunodefisiensi dan usia lanjut. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

Di sini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat :

 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas

ini masuk dalam peredaran darah arteri maka akan terjadi TB millier.

Dapat juga masuk ke patu sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan

selanjutnya ke usus jadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial atau

TB endotrakeal atau empiema bila rupture terjadi sampi pleura

Memadat dan membungkus diri sehingga terjadi tuberkuloma.Tuberkuloma

ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif lagi menjadi cair dan jadi

kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti

aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma disebut open healed cavity. Dapat

juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang

berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan membentuk seperti

bintang disebut stellate shaped. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar, 2009)

2.1.5 pengendalian Tuberkolosis Paru

Sejak dilapokkannya kasus TB di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan

pemerintah melalui Kementrian Keshatan. Upaya tersebut telah dilakukan dari


12

proses penjaringan subjek, deteksi dan pencarian kasus, pengobatan pasien,

dan tatalaksana Multi Drug resistence (MDR).

Diduga TB yang terjaring oleh pelayanan kesehatan menjalani

pemeriksaan laboratorium. Pada tahab ini ditetapkan indicator proporsi pasien

baru TB Paru terkontaminasi bakterioligis diantara terduga TB Paru. Indicator

ini merupakan presentase pasien baru TB Paru terkontaminasi bakterioligis

(BTA positif dan MTB positif) yang ditemikan pada seluruh terduga yang di

periksa dahaknya. Angka ini menunjukan mutu dari proses menunjukan proses

penemuan sampai diagnose pasien, serta kepekaan menetapkan criteria

terduga. (Datin, 2015)

Proposi pasien TB Paru konfirmasi mengalami peningkatan signifikan dari

tahun 1999 sampai pada tahun 2003 dari 7% menjadi 13%. Indikator ini

cenderung menurun dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2014. Pada tahun

2015 indikator ini kembali meningkat menjadi 14%.

Gambaran penemuan kasus dapat diukur dengan mengetahui banyaknya

semua kasus TB yang ditemukan dan tercatat melalui indikator Case

Notification Rate (CNR). CNR merupakan jumblah kasus TB baru ditemukan

dan di catat di antara 100.000 penduduk diwilayah dan priode waktu tertantu.

Indicator ini dapat digunakan untuk menggambarkan penemuan semua khasus

TB maupun BTA positif.

Angka notifikasi BTA positif semua khasus menunjukan pola yang tidak

jauh berbeda. CNR TB untuk kedua tipe cenderung menurun dalam 4 tahu

terakhir. Penurunan yang signifikan terjadi pada CNR TB semua kasus, dari
13

138 dari 100.000 pada tahun 2012 menjadi 125 per 100.000 penduduk pada

tahun 2015. (Datin, 2015)

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkolosis Paru

2.2.1 Definisi

Dalam konsep sehat sakit dikenal dalam dua jenis faktor resiko. Yakni

faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi adalah faktor

pendukung dan menunjang terjadinnya suatu keadaan sakit sedangkan faktor

peripitasi adalah faktor pencetus yang akhirnya membuat seseorang sakit (Hilma

dan Ghazali, 2014).

2.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tuberkolosis paru

Adapun Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi

tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh yang rendah (imunospresi), penyakit

penyerta HIV, diabetes mellitus, kontak langsung dengan penderita TB paru, gizi

yang buruk (malnutrisi), bahan kimia (alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang)

dan kemiskinan serta keadaan lingkungan perumahan. Penyakit TB paru mudah

menular pada mereka yang tinggal dengan di perumahan yang padat, kurang sinar

matahari dan sirkulasi udaranya buruk/ pengap, namun jika ada cukup banyak

udara dan sirkulasi, maka kuman TB hanya bisa bertahan selama 1-2 jam.

1. Merokok

Biyaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat komsumsi tembakau

terus meningkat dan beban peningkatan ini ditanggung oleh masyarakat miskin.

Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai US $ 200 juta dolar,

sedangkan angka kematian akibat penyakit yang diakibatkan rokok terus

meningkat. Menurut WHO, Indonesia merupakan Negara ketiga dengan jumblah


14

rokok terbesar didunia setelah cina dan india. Peningkatan komsumsi rokok

berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambanya

angka kematian akibat rokok. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian perokok

didunia akan mencapai 10 juta jiwa, dan 70% di antaranya berasal dari Negara

berkembang. Bila kecendrungan ini berlanjut, sekitar 650 juta orang akan terbunuh

oleh rokok, yang setengahnya usia produktif dan akan kehilangan umur hidup (lost

life) sebesar 20 sampai 25 tahun, (datin, 2013)

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa salah satu penyebab TB paru

adalah gaya hidup (lifestyle), pada penelitian Sarwani dan Nurleila (2012)

merokok dan TB paru menunjukan ada hubungan yang signifikan antara merokok

dan TB paru, dan di temukan bahwa separuh dari kematian karena TB paru pada

laki-laki di sebabkan merokok dan 3,2 dari perokok berkembang menjadi penderita

TB paru. Kematian pada penderita merokok (Gajalakshmi, 2003 dalam Sarwani

dan Nurleila, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Liauw dan Chen (1998),

tentang TB paru adalah 4 dari pada kelompok merokok dibanding yang tidak

mortalitas akibat merokok hasil penelitian menunjukan 2.552 responden yang

meninggal dalam kurun waktu penelitian berlangsung di kalangan laki-laki

kebiasaan merokok secara bermakna berhubungan dengan peningkatan risiko

kematian secara umum dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Pada

perempuan kebiasaan merokok secara bermakna berhubungan dengan

peningkatan angka kematian secara umum, bila dibandingkan dengan dengan

yang tidak merokok (Alfah, 2015)

2. Lingkungan

Meskipun penyebaran kuman Tuberkolosis Paru terjadi dengan cepat,

namun kekebalan tubuh dan faktor lingkungan menjadi salah satu faktor penentu
15

yang sangat pasti. Berikut ini adalah faktor-faktor pendukung lingkungan yang

mempengaruhi kejadian Tuberkolosis paru.

a. Keadaan Rumah

Keadaan rumah bakal jadi salah satu aspek dampak penularan penyakit

TBC Paru.Atap, dindingdan lantai mampu menjadi ruang perkembang biakan

kuman. Lantai dan dinding yang susah dibersikan bakal menyebabkan

penumpukan debu, maka bakal dijadikan jaga sebagai fasilitas yang baik bagi

berkembang biaknya kuma Mycrobacterium Tuberculosis.

b. Kepadatan Hunian Kamar

Luas lantai banggunan rumah sehat musti pass buat penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan

bersama jumblah panghuni biar takmenyebabkan overload. Aspek ini tidak

sehat, dikarenakan disamping menyebabkan kurangnya mengkomsumsi

oksigen serta apabila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi,

bakal gampang menular pada anggota keluarga lainnya.

Persyaratan kepadatan hunian untuk semua rumah rata-rata dinyatakan

dalam m2/orang.Luas minimum per orang amat sangat relatiftergantung dari

mutu bangunan dan sarana yang tersedia.Buat rumah sederhana luasnya

minimum 3 m2/orang. Jarak antara pinggir ruang tidur yang satu dengan yang

lain minimum 90cm. kamar tidur sebaiknya tak ditempati lebih dari dua orang,

kecuali buat suami istri dan anak dibawah dua tahun. Buat menjamin volume

hawa yang lumayan, disyaratkan serta langit-langit minimum tingginya 2,75

meter.

c. Ventilasi

Salah satu kondisi rumah yang kurang memenuhi syarat kesehatan

kurangnya ventilasi. Menurur heryanisawm 2013, ventilasi memiliki hubungan


16

yang signifikan dengan kejadian Tuberkolosis Paru, orang yang tinggal dirumah

dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki resiko 6,43 kalih lebih

besar terkena Tuberkolosis Paru debandingkan dengan orang yang tinggal

dirumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat.

Salah satu fungsi fentilasi menyediakan sirkulasi udarah yang baik

sehingga memungkinkan terjadinnya penurunan konsentrasi CO2, zat-zat tosik

serta kuman-kuman termasuk droplet bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang

terkandung dalam udarah di dalam rumah dimana sinar matahari yang

merupakan sinar ultraviolet telah terbukti dapat menurunkan konsentrasi bakteri

Mycobacterium Tuberculosis, (Sinaga, 2016)

3. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk menumbukan dan

mengembangkan potensi-potensi bawaan baik jesmani maupun rohani sesuai

dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Tingkat

pendidikan adalah status yang dimiliki oleh penderita berdasarkan riwayat

pendidikan yang telah ditempuh sebelumnya berdasarkan riwayat pendidikan

dibedakan menjadi kelompok tidak sekolah, tamat sekolah dasar, tamat sekolah

lanjutan tingkat pertama, tamat sekolah lanjutan tingkat atas dan tamat pendidikan

akademik dan pendidikan tinggi, (June,2016)


17

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan gejala TB Penderita


paru, sebagian besar
Tuborkolosis
pada penderita TB tidak
merasakan adanya gejala paru
TB sebesar 85,9%

Gaya hidup Factor sosio- pengetahuan lingkungan


ekonomi
sikab
Merokok pekerjaan Pendidikan
alkohol
perilaku
Parameter parameter parameter
1. Sikab 1. Pendidikan rendah- 1. Keadaan
2. Menghabiskan menengah (tidak tamat sd, rumah
sebatang rokok smp/Mts)
2. Kepadatan
perhari 2. Pendidikan tinggi SMA
sederajat, D3/S1/S2/S3 dan
hunian kamar
3. Perokok aktif
jenjang pendidikan lainnya 3. Ventilasi
4. perokok pasif
yang sedrajat)

Keterangan :

Variable yang diteliti variable yang tidak diteliti

2.3.1 : Gambar krangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi tuberkolosis paru di wilayah
kerja Puskesmas Girian Weru

2.4. Hipotesis Peneliti


18

Ho : Faktor merokok tidak berpengaruh terhadap terjadinya tuberkolosis paru di

wilayah kerja puskesmas Girian Weru, kecamatan Girian

Ha : Faktor merokok berpengaruh terhadap terjadinya tuberkolosis paru di wilayah

kerja puskesmas Girian Weru, kecamatan Girian

Ho : Faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap terjadinya tuberkolosis paru di

wilayah kerja puskesmas Girian Weru, kecamatan Girian

Ha : Faktor lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya tuberkolosis paru di

wilayah kerja puskesmas Girian Weru, kecamatan Girian

Ho : Faktor pendidikan tidak berpengaruh terhadap terjadinya tuberkolosis paru di

wilayah kerja puskesmas Girian Weru, kecamatan Girian

Ha : Faktor pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya tuberkolosis paru di

wilayah kerja puskesmas Girian Weru, kecamatan Girian

Anda mungkin juga menyukai