Kelompok/K : 4/K1
Dosen : Dr. Drh. Gunanti, MS.
Asisten : Drh. Fitria Senja
Murtiningrum, M.Si.
.
Disusun oleh :
Kelompok 4
I LATAR BELAKANG
Toxocariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing nematoda dari
genus toxocara. Terdapat tiga spesies Toxocara yang sangat penting yaitu Toxocara
canis menyerang anak anjing dan anjing dewasa, Toxocara cati menyerang anak kucing
dan kucing dewasa, dan Toxocara vitulorum menyerang anak sapi dan anak kerbau serta
induknya. Anak anjing, kucing, sapi dan kerbau maupun induknya, masing-masing
merupakan induk semang bagi ketiga spesies tersebut (Estuningsih 2005). Toxocariasis
tidak hanya menginfeksi hewan, tapi juga dapat menginfeksi manusia (zoonosis).
Kejadian toxocariasis pada manusia adalah salah satu infeksi parasit yang paling umum
ditemukan di dunia (Manurung dan Lambok 2013).
Infeksi cacing Toxocara canis sangat merugikan bagi kesehatan hewan maupun
kesehatan manusia. Anjing yang terinfeksi Toxocara canis akan memperlihatkan gejala-
gejala seperti: penurunan nafsu makan, terjadi gangguan pencernaan akibat adanya
cacing dewasa di dalam lambung dan usus, diare, konstipasi, muntah, batuk-batuk dan
keluar lendir dari hidung (Overgaauw 1997). Menurut Estuningsih (2005), manusia
yang terinfeksi Toxocara canis, larvanya bisa menyebabkan visceral larva migrans yang
mengakibatkan timbulnya gejala muntah-muntah dan ocular larva migrans yang
menyebabkan kerusakan mata permanen pada manusia. Selain dari segi kesehatan,
kerugian yang ditinjau dari sudut ekonomi juga sangat besar, termasuk biaya yang harus
dikeluarkan dalam rangka usaha pengendaliannya.
II DESKRIPSI KASUS
II.1 Anamnesa
Hewan kasus dibawa ke klinik dengan
keluhan anoreksia, vomit, diare, dan lethargy sejak 7 hari yang lalu.
II.2 Signalement
Hewan kasus merupakan anjing german shepherd yang berumur 6 bulan dengan
bobot badan 17 kg.
V PEMBAHASAN
V.1 Definisi Kasus
Anjing German Shepherd didiagnosa
menderita toxocariasis kronis, hal ini didasarkan pada gejala klinis yang muncul serta
melalui pemeriksaan klinis. Toxocariasis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan
oleh infeksi cacing Toxocara sp. Kejadian toxocariasis pada anjing disebabkan oleh
cacing spesies Toxocara canis. Selain menginfeksi hewan, kejadian toxocariasis juga
dapat menular kepada manusia sehingga perlu diperhatikan kejadiannya terutama pada
hewan peliharaan yang memiliki hubungan langsung dengan manusia (Manurung dan
Siahaan 2013). Menurut Fatmawati (2014), potensi terjadinya toxocariasis pada
manusia sangat dimungkinkan mengingat anjing adalah hewan peliharaan yang umum
pada sebagian orang. Hal ini didukung oleh Taniawati dan Margono (2008) yang
menyatakan bahwa di Indonesia, khususnya Jakarta kejadian toxocariasis pada anjing
adalah sebesar 38,3% dan pada kucing sebesar 26%.
Kasus toxocariasis pada anjing ini menimbulkan kondisi lain yang lebih parah
yakni berupa kejadian intususepsi pada usus anjing. Hasil pemeriksaan menunjukkan
adanya rasa sakit dan masa berbentuk seperti sosis pada saat dilakukan palpasi area
abdomen. Selain itu, diagnosa ditunjang oleh hasil USG juga menunjukkan adanya
segmen dan bentuk cincin hyperechoic dengan citra hypoechoic ditengahnya.
Intususepsi merupakan suatu kelainan dimana terjadi pelipatan atau invaginasi pada dua
segmen usus yang bersebelahan. Kondisi ini mengacu pada segmen usus proksimal
yang berinvaginasi ke dalam segmen usus distal. Kasus ini lebih sering terjadi pada usus
halus dan jarang terjadi hanya melibatkan usus besar (Marsicovetere et al. 2017).
gejala klinis berupa batuk, dispnoea dan adanya radang paru ringan. Selain menuju
paru, migrasi larva ini juga dapat terjadi pada organ lain seperti hati, jantung, bahkan
mata (Savitri et al. 2020). Migrasi Toxocara canis menuju daerah jantung dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi baik untuk infestasi yang terjadi di dalam jantung
maupun yang berada di pembuluh darah sekitar jantung. Larva yang menetap di daerah
sekitar jantung akan menjadi dewasa dan memenuhi ruang sehingga darah yang
seharusnya mengalir dengan lancar menjadi terhalang. Akibatnya suplai darah menuju
organ menjadi kurang yang menyebabkan terjadinya mekanisme kerja jantung
dipercepat untuk meningkatkan suplai darah menuju organ. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya takikardia dan peningkatan pulsus pada anjing.
V.3 Kausa
Kasus toxocariasis pada anjing disebabkan oleh cacing jenis ascaridida, yaitu
Toxocara canis (Gambar 1). Adapun taksonomi dari Toxocara canis seperti pada Tabel
1.
Tabel 1. Taksonomi Toxocara canis berdasarkan Fatmawati (2014)
Taksonomi Cacing
Kingdom Animalis
Filum Nematoda
Kelas Secernentea
Ordo Ascaridida
Superfamily Ascaridoidea
Familu Toxocaridae
Genus Toxocara
Spesies Toxocara canis
Toxocara canis memiliki tubuh berwarna putih dengan cervical alae berukuran
panjang dan sempit. Cacing ini memiliki bentuk khas yang membedakannya dengan
spesies Toxocara lainnya, dimana cacing jantan memiliki spikulum tidak sama besar,
membengkok, dan bersayap (alae) seperti pada Gambar 1. Cacing jantan dan betina
dibedakan berdasarkan bentuk ekornya. Cacing jantan memiliki ekor berbentuk seperti
tangan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan cacing betina
memiliki ekor dengan bentuk bulat meruncing (Fatmawati 2014).
Gambar 1. Cacing Toxocara canis dewasa Jantan (kiri) dan betina (kanan) secara
makroskopis (Hadi 2019).
5
V.4 Patogenesis
Cacing Toxocara merupakan cacing yang banyak menyerang hewan dari family
canidae dan felidae. Cacing ini memiliki potensi besar untuk ditularkan kepada manusia
serta menimbulkan masalah yang cukup serius terhadap kesehatan (Radwan et al.
2009). T. canis diduga merupakan penyakit kosmopolitan yang menyebabkan visceral
larva migrans dan ocular larva migrans (Utama 2017).
Toxocariasis terjadi ketika cacing yang hidup di dalam tubuh host mulai
bertindak sebagai parasit. Dalam usus halus, cacing dewasa mengambil nutrien dari
inang definitifnya dengan menimbulkan lesio pada dinding usus atau secara langsung
mengambil dari sistem sirkulasi. Sebagian besar penyakit yang ditimbulkan oleh cacing
ini berasal dari lesi bekas migrasi tahap larva pada organ dan jaringan tubuh inang.
Larva infeksi T. canis yang melalui jaringan paru-paru dan hati dapat menimbulkan
edema. Edema pada paru akan menghasilkan gejala berupa batuk, dispnoea, selesma,
dengan eksudat berbusa atau terkadang berdarah (Fatmawati 2014).
Menurut Supraptini (2013) infeksi T. canis secara kronis dapat menyebabkan
gangguan usus yang ditandai dengan kondisi colic, obstruksi usus secara parsial maupun
total, hingga terjadinya perforasi usus serta gejala peritonitis. Infestasi cacing yang terus
berlanjut akan menyebabkan terjadinya penurunan nutrien yang diserap oleh tubuh
inang. Hal ini dapat memicu terjadinya penurunan penyerapan bahan makanan yang
diserap, hingga terjadi hipoalbuminemia yang berlanjut menjadi ascites (Fatmawati
2014).
lemah pada bagian usus selama anastomosis. Gangguan pada usus dihilangkan dengan
insisi antara clamps penghancur dan pembuluh darah acradial. Mukosa dapat menahan
bagian terakhir dari usus. Hal ini juga dapat dilakukan dengan pengguntingan. Mukosa
collar disekeliling terakhir usus besar dipotong. Hal ini juga dapat dilakukan dengan
pengguntingan. Pengoreksian dilakukan pada lumen yang berbeda dengan menggunting
dari sudut yang akut Insisi longitudinal pada tepi antimesenterika yang kecil terakhir
atau di atas yang besar Jahitan 3-0 dan 4-0 digunakan dengan needle taper point yang
ditempatkan pada jahitan. Semua simpul extraluminal. Jahitan pertama dibuat secara
hati-hati pada bagian atas mesenterica. Jahitan kedua dibuat tepat diatas
antimesenterica. Buatlah jahitan kira-kira 2-3 mm berdekatan dengan bagian
anastomosis. Termasuk semua penebalan usus besar. Tarik jahitan kebawah dengan
hati-hati jadi tepat di tepi usus besar. Letakkan bagian lemak yang tepat atau berdekatan
dengan dinding belakang. Berikan larutan saline steril panas diatas bagian anastomosis
dan berdekatan dengan usus besar yang panjang. Potonglah sekeliling bagian omentum
pada garis anastomosis dan lekatkan dengan lembut diatas usus besar dan dibawah
anastomosis. Keluarkan gangguan pada mesentery dengan jahitan continue. Gunakan
sarung tangan yang baru dan perlengkapan yang steril untuk menutup dinding abdomen.
Jika pemberian nutrisi pelan-pelan, letakkan pipa jejunostomy sebelum penutupan
abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Taniawati S dan S Margono. 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta (ID): Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Utama KJ, IBM Oka, dan NS Dharmawan. 2017. Prevalensi infeksi cacing Toxocara
canis pada anjing di kawasan wisata di Bali. Indonesia Medicus Veterinus. 6(4):
288-295.
Widiastuti WA, IG Soma, dan IPGY Arjentinia. 2018. Studi kasus: pneumonia karena
migrasi larva Toxocara sp. pada anjing basset hound. Indonesia Medicus
Veterinus. 7(6): 675-688.