Teknik Dasar Nekropsi Hewan Dosen : Dr. drh. Erni Sulistiawati, SP1, APVet
Prosedur selanjutnya yaitu pengamatan situs viscerum organ dan lalu dilakukan
pemeriksaan kelainan pada setiap organ, untuk menentukan diagnosa penyebab kematian
pada anjing tersebut dengan mengambil beberapa sampel organ yang menunjukkan
adanya perubahan, kemudian sampel organ tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang
sudah mengandung Neutral Bufer Formalin 10% (NBF 10%). Seluruh sampel organ
tersebut dipotong menjadi bagian kecil lalu didehidrasi kedalam larutan alkohol berbagai
konsentrasi mulai dari konsentrasi 70%, 85%, 96% dan alkohol absolut. Selanjutnya
sampel organ dijernihkan kedalam larutan xylol lalu diinfiltrasi menggunakan parafin
cair dan dilakukan embedding dalam blok parafin. Setelak blok parafin padat kemudian
dilakukan pemotongan dengan mikrotom dengan ketebalan 5 mikron. Hingga
selanjutnya diwarnai menggunakan zat warna hematoksilin dan eosin (HE) (Kiernan
2015) dan kemudian diamati dibawah mikroskop.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Gambar 2. Nekrosis pada septa alveoli Gambar 3. Bentukan halus spiral pada tubulus
disertai infiltrasi netrofil dan makrofag nekrosis dan ditemukan adanya edema interbuler.
Anjing jantan dengan jumlah 5 ekor yang merupakan NBD (non-descriptive breed)
memiliki rambut berwarna coklat dengan umur kurang dari 1 tahun. Anjing tersebut
memiliki gejala klinis seperti anoreksia, demam, vomitus, poliuri, dyspnoea, dan icterus
pada daerah sclera (hanya pada satu dari lima ekor anjing). Terlihat adanya perubahan
patologi anatomi pada anjing tersebut, mulai dari perubahan anemik hingga perdarahan
pada pulmo. Liver terlihat kekuningan disertai dengan distensi pada kantung empedunya.
Limpa anjing juga terlihat adanya pembengkakan dengan tepi tumpul berwarna
kehitaman. Ginjal anjing yang terlihat bengkak dan anemik serta perdarahan pada ileum.
Saat dilakukan pemeriksaan histopatologi, terlihat adanya nekrosis pada septa alveoli
disertai dengan infiltrasi makrofag dan netrofil. Hati dan tubulus ginjal nekrosis
ditemukan bentukan halus seperti spiral. Selain itu, juga ditemukan edematous
intertubuler dan perdarahan yang disertai dengan infiltrasi netrofil pada limpa.
3.2. Pembahasan
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri motil dari
genus Leptospira yang dapat menyerarang hewan dan manusia (Medeiros et al. 2010).
Serovarian yang paling umum diketahui pada Leptopsirosis anjing adalah canicola,
icterohaemorrhagiae, grippothyposa, pomona dan bratislava. Leptospira pada anjing
basanya ditemukan dalam sirkulasi darah pada minggu pertama terinfeksi namun
jumlahnya akan menurun bersamaan dengan peningkatan titer antibodi. Anjing yang
menderita Leptospirosis memiliki gejala klinis yang sangat variatif dan dipengaruhi oleh
umur anjing.
Hasil nekropsi pada organ hati dan ginjal daerah yang nekrosis ditemukan adanya
infiltrasi sel radang nuclear dan polimorfonuklear melalui pemeriksaan histopatologi
pada penderita Leptospirosis (Levett 2001). Protein outer membrane Leptospira yang
mampu berikatan dengan reseptor Toll-like seperti LipL32 pada epitel tubulus proksimal
berbuhungan dengan adanya kegagalan fungsi ginjal. Ikatan tersebut dapat mengaktifkan
nuclear factor NF-kβ yang akan merangkan produksi monocyte chemotactic protein
(MCP), MCP juga menigkatkan kadar inducible nictric oxide synthase (iNOS) dan
Tumor Necrotic Factor (TNF α). Timbulnya peradangan pada tubulus ginjal disebabkan
oleh pelepasan protein proinflamsi tersebut. Selain menyebabkan peradangan, dapat juga
menyebabkan edema dan nekrosis yang akan ditemukan saat nekropsi (Cerquiera et al.
2008).
Pada beberapa organ yang terkait dengan penyakit Leptospirosis terjadi perdarahan
yang berhubungan dengan kerukasan endotel dari pembuluh darah. Pemeriksaan plasma
darah dilakukan untuk membuktikan, kemudian ditemukannya hasil kadang throm-
bodulin yang meningkat, yaitu merupakan marker terjadinya kerukasan endotel
pembuluh darah (Yang et al. 2006). Endotel akan kehilangan integritasnya sebagai
antikoagulan akibat terpapar oleh suatu pathogen (Keller et al. 2003). Pada Gambar 1
terlihat tingkat keparahan dari infeksi bakteri Leptospira spp pada jaringan hati dan
ginjal. Bentukan halus seperti spiral ditemukan pada hepatosit nekrosis, sesuai dengan
laporan oleh Jamshidi et al. (2008), pada penelitian jaringan hati diwarnai dengan
pewarna Levaditis’s.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat adanya nekrosis septa alveoli disertai dengan
infiltrasi makrofag dan netrofil. Hati dan tubulus ginjal nekrosis juga ditemukan bentukan
halus seperti spiral. Selain itu, ditemukan adanya edematous intertubuler dan perdarahan
yang disertai dengan infiltrasi netrofil pada limpa. Berdasarkan perubahan histopatologi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa anjing terinfeksi leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
Bello A, Umaru MA, Baraya YS, Adamu YA, Jibir M, Garba S, Hena SA, Raji AA, Saidu B,
Mahmuda A, Abubakar AA, Umar A, Musa D. 2012. Postmortem procedure and
diagnostic avian pathology. Scientific Journal of Zoology. 1(3): 37- 41.
Cerqueira TB, Athanazio DA, Sphichler AS, Seguro AC. 2008. Renal Involvement in
Leptospirosis- New Insight into Pathophisiology and Treatment. Braz J Infect Dis 12 :
248 – 52.
Jamshidi SH, Vandeuseffi GM, Desfoulian O, Ghaffari SH. 2008. Isolation of Leptospira
canicola From a Dog in Iran: First Report. Iranian Journal of Veterinary Research.
9(3): 291-294.
Keller TT, Mairuhu AT, DeKruiff MD. 2003. Infectious and Endotheial Cells.
Cardiovascular Research. 60: 40-48.
Kiernan JA. 2015. Histological and Histochemical Method: Theory and Practice 3 rd Ed.
Oxford: Pergamon Press.
Yang HL, Jiang XL, Zhang XY. 2006. Thrombocytopenia in the experimental leptospirosis
of guinea pig is not related to disseminated intravascular coagulation. BMC Infectious
Disease. 6:9.