Anda di halaman 1dari 9

Makalah Pertemuan Ke-13 Hari : Kamis, 3 Juni 2021

Teknik Dasar Nekropsi Hewan Dosen : Dr. drh. Erni Sulistiawati, SP1, APVet

NEKROPSI PADA ANJING YANG TERDUGA LEPTOSPIROSIS


Disusun oleh:
Ivan Pernando Putra J3P119030
Muhammad Ilyas D. J3P119037
Athifah J3P219076
Berliana Savira Putri J3P219078
Ellysca Octaviani J3P219081
Juang Mukti J3P219088
Noval Ekarian R. J3P219091
Sabila Intandya M. J3P219098
Satria Dirvano Putra J3P219099

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nekropsi adalah pemeriksaan kadaver secara sistematis dengan maksud untuk
menemukan penyebab kematian, mengkonfirmasikan diagnosis, dan menyelidiki terapi
yang gagal, jika sebelumnya sudah pernah diobati (Bello et al. 2012). Pada nekropsi
yang dilakukan adalah mengamati beberapa organ dalam yang mengalami perubahan
atau kelainan sehingga dapat dijadikan sumber dugaan bahwa hewan tersebut terserang
suatu penyakit dengan melakukan pembedahan.
Leptospirosis adalah penyakit yang dapat menginfeksi hewan dan manusia yang
disebabkan oleh bakteri motil dari genus Leptospira (Medeiros et al. 2010). Leptospira
merupakan bakteri obligat aerob, dapat diwarnai dengan gram negatif maupun positif.
Berdasarkan antigenesitasnya lebih dari 250 serovarian masuk dalam kelompok
Leptospira patogen. Terdapat enam sampai dengan delapan serovarian atau strain yang
secara signifikan penting pada anjing. Serovarian yang paling umum diketahui pada
Leptopsirosis anjing adalah canicola, icterohaemorrhagiae, grippothyposa, pomona dan
bratislava.
Gejala klinis pada anjing penderita Leptospirosis sangat variatif dan dipengaruhi
oleh umur anjing, virulensi dari serovarian maupun rute dan tingkat paparan. Pada gejala
praakut sampai subakut, anjing mati tanpa menunjukkan gejala klinis. Anjing penderita
umumnya menunjukan tanda klinis seperti penurunan nafsu makan, demam (38,5–40 oC),
mialgia berat, kekakuan pada ekstremitas dan depresi. Bila muntah dapat disertai dengan
diarhea. Perdarahan ptekie sampai ekimosa dapat ditemukan pada membran mukosa.
Ikterus tidak umum dijumpai, kalaupun ada lebih sering pada anjing yang terinfeksi akut
oleh Leptospira ichterohaemorrhagiae (Evangelista dan Coburn 2010).
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah anjing tersebut menderita leptospirosis setelah melalui pemeriksaan
histopatologi?
1.2.2 Bagaimana gambaran histopatologis pada anjing yang dicurigai menderita
leptospirosis?
1.3. Tujuan
Mengetahui gambaran histopatologis pada anjing yang diduga menderita leptospirosis.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada saat nekropsi anjing yaitu alat pelindung diri (APD),
spuit, needle holder, scapel, blade, gunting bedah (tumpul-tumpul dan tajam-tajam),
pinset, tissue cassete, pot, tube, swab bacteriologis, apron plastik, tali, gloves, masker,
labeling stiker, pen, penggaris, mikroskop dan kamera. Bahan yang digunakan dalam
melakukan nekropsi dan pemeriksaan histopatologi yaitu kadaver anjing, MgSO4 (garam
jenuh), NBF 10%, larutan alkohol 70%, 85%, 96%, dan alkohol absolut, larutan xylol,
zat warna Hematoksilin dan Eosin (HE).

2.2. Cara Kerja


Berdasarkan jurnal penelitian yang diambil terdapat 5 ekor anjing yang tidak
diketahui rasnya atau NDB (non-descriptive breed) berwarna dominan coklat disertai
warna putih dibagian abdomen dan berjenis kelamin jantan. 4 ekor anjing diantaranya
dalam keadaan mati dan sisanya masih hidup. Sampel anjing yang masih hidup
dieutanasia menggunakan MgSO4 (garam jenuh) yang disuntikkan secara intrakardial
(IC) sebanyak 10 mL. Sebelum dilakukan nekropsi, terlebih dahulu menentukan waktu
dan tempat pelaksanaan nekropsi, lalu mempersiapkan alat dan bahan untuk nekropsi
serta pengumpulan data atau anamnesa dari penyakit atau kematian hewan anjing
tersebut.

Prosedur selanjutnya yaitu dilakukan pembedahan yang diawali dengan anjing


diposisikan dorsal recumbency. Kemudian bagian axilla hingga scapula dan coxo-
femoral dipotong dan difiksasi agar hewan dapat terlentang dengan sempurna. Keempat
kaki dari anjing diikat menggunakan tali agar posisi hewan tetap terjaga. Selanjutnya,
kulit disayat dan dikuakkan agar memudahkan dalam proses pembedahan. Penyayatan
diawali dengan menyayat perut anjing hingga situs viscerum anjing terlihat. Kemudian,
cartilago os costae dipotong dengan gunting tulang, hingga organ dalam rongga dada
terlihat. Setelah itu, proses selanjutnya yaitu pengamatan situs viscerum dari hewan
anjing yang diduga leptospirosis.

Prosedur selanjutnya yaitu pengamatan situs viscerum organ dan lalu dilakukan
pemeriksaan kelainan pada setiap organ, untuk menentukan diagnosa penyebab kematian
pada anjing tersebut dengan mengambil beberapa sampel organ yang menunjukkan
adanya perubahan, kemudian sampel organ tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang
sudah mengandung Neutral Bufer Formalin 10% (NBF 10%). Seluruh sampel organ
tersebut dipotong menjadi bagian kecil lalu didehidrasi kedalam larutan alkohol berbagai
konsentrasi mulai dari konsentrasi 70%, 85%, 96% dan alkohol absolut. Selanjutnya
sampel organ dijernihkan kedalam larutan xylol lalu diinfiltrasi menggunakan parafin
cair dan dilakukan embedding dalam blok parafin. Setelak blok parafin padat kemudian
dilakukan pemotongan dengan mikrotom dengan ketebalan 5 mikron. Hingga
selanjutnya diwarnai menggunakan zat warna hematoksilin dan eosin (HE) (Kiernan
2015) dan kemudian diamati dibawah mikroskop.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Gambar 1. Terlihat adanya ikterus pada liver, distensi kantung empedu,


hemorhagis pada pulmo dan intestine, serta edematous pada limpa dan ginjal.

Gambar 2. Nekrosis pada septa alveoli Gambar 3. Bentukan halus spiral pada tubulus
disertai infiltrasi netrofil dan makrofag nekrosis dan ditemukan adanya edema interbuler.

3.1.2. Anamnese dan Signalement

Anjing jantan dengan jumlah 5 ekor yang merupakan NBD (non-descriptive breed)
memiliki rambut berwarna coklat dengan umur kurang dari 1 tahun. Anjing tersebut
memiliki gejala klinis seperti anoreksia, demam, vomitus, poliuri, dyspnoea, dan icterus
pada daerah sclera (hanya pada satu dari lima ekor anjing). Terlihat adanya perubahan
patologi anatomi pada anjing tersebut, mulai dari perubahan anemik hingga perdarahan
pada pulmo. Liver terlihat kekuningan disertai dengan distensi pada kantung empedunya.
Limpa anjing juga terlihat adanya pembengkakan dengan tepi tumpul berwarna
kehitaman. Ginjal anjing yang terlihat bengkak dan anemik serta perdarahan pada ileum.
Saat dilakukan pemeriksaan histopatologi, terlihat adanya nekrosis pada septa alveoli
disertai dengan infiltrasi makrofag dan netrofil. Hati dan tubulus ginjal nekrosis
ditemukan bentukan halus seperti spiral. Selain itu, juga ditemukan edematous
intertubuler dan perdarahan yang disertai dengan infiltrasi netrofil pada limpa.
3.2. Pembahasan
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri motil dari
genus Leptospira yang dapat menyerarang hewan dan manusia (Medeiros et al. 2010).
Serovarian yang paling umum diketahui pada Leptopsirosis anjing adalah canicola,
icterohaemorrhagiae, grippothyposa, pomona dan bratislava. Leptospira pada anjing
basanya ditemukan dalam sirkulasi darah pada minggu pertama terinfeksi namun
jumlahnya akan menurun bersamaan dengan peningkatan titer antibodi. Anjing yang
menderita Leptospirosis memiliki gejala klinis yang sangat variatif dan dipengaruhi oleh
umur anjing.

Tanda klinis yang ditunjukkan anjing penderita Leptospirosis umumnya nafsu


makan menurun, demam dengan suhu sekitar 38,5-40oC, mialgia berat, depresi dan pada
alat ekstremitas mengalami kekakuan. Pada membran mukosa dapat ditemukan
perdarahan ptekie sampai ekimosa. Ikterus dapat ditemukan pada anjing yang terinfeksi
akut oleh Leptospira ichterohaemorrhagiae (Evangelista dan Coburn 2010). Diagnosis
pada anjing yang terinfeksi Leptospirosis dapat dilakukan dengan mengukur titer
antibodi menggunakan metode MAT (Microscopic Agglutination Test). Selain itu dapat
dilakukan pemeriksaan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk
mendeteksi nfeksi akut karena sensitivitas dan spesifisitasnya yang tinggi (Harkin et al.
2003).

Umumnya infeksi strain Leptospira pathogen terjadi melalui kontak langsung


dengan urin hewan terinfeksi atau secara tidak langsung melalui air yang terkontaminasi.
Pada anjing jantan memiliki tingkat infeksi Leptospirosis lebih tinggi dibandingkan
dengan anjing betina. Hal ini disebabkan aktvitas seksual anjing jantan yang berisiko
kontak dengan urin yang mengandung Leptospira seperti menjilat dan mengendus vulva
pada anjing betina. Pada pemeriksaan MAT (Microscopic Agglutination Test) juga
diketahui reaksi postif relatif lebih tinggi ditemukan pada serum anjing jantan
dibandingkan dengan anjing betina (Rad et al. 2004).

Hasil nekropsi pada organ hati dan ginjal daerah yang nekrosis ditemukan adanya
infiltrasi sel radang nuclear dan polimorfonuklear melalui pemeriksaan histopatologi
pada penderita Leptospirosis (Levett 2001). Protein outer membrane Leptospira yang
mampu berikatan dengan reseptor Toll-like seperti LipL32 pada epitel tubulus proksimal
berbuhungan dengan adanya kegagalan fungsi ginjal. Ikatan tersebut dapat mengaktifkan
nuclear factor NF-kβ yang akan merangkan produksi monocyte chemotactic protein
(MCP), MCP juga menigkatkan kadar inducible nictric oxide synthase (iNOS) dan
Tumor Necrotic Factor (TNF α). Timbulnya peradangan pada tubulus ginjal disebabkan
oleh pelepasan protein proinflamsi tersebut. Selain menyebabkan peradangan, dapat juga
menyebabkan edema dan nekrosis yang akan ditemukan saat nekropsi (Cerquiera et al.
2008).

Pada beberapa organ yang terkait dengan penyakit Leptospirosis terjadi perdarahan
yang berhubungan dengan kerukasan endotel dari pembuluh darah. Pemeriksaan plasma
darah dilakukan untuk membuktikan, kemudian ditemukannya hasil kadang throm-
bodulin yang meningkat, yaitu merupakan marker terjadinya kerukasan endotel
pembuluh darah (Yang et al. 2006). Endotel akan kehilangan integritasnya sebagai
antikoagulan akibat terpapar oleh suatu pathogen (Keller et al. 2003). Pada Gambar 1
terlihat tingkat keparahan dari infeksi bakteri Leptospira spp pada jaringan hati dan
ginjal. Bentukan halus seperti spiral ditemukan pada hepatosit nekrosis, sesuai dengan
laporan oleh Jamshidi et al. (2008), pada penelitian jaringan hati diwarnai dengan
pewarna Levaditis’s.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat adanya nekrosis septa alveoli disertai dengan
infiltrasi makrofag dan netrofil. Hati dan tubulus ginjal nekrosis juga ditemukan bentukan
halus seperti spiral. Selain itu, ditemukan adanya edematous intertubuler dan perdarahan
yang disertai dengan infiltrasi netrofil pada limpa. Berdasarkan perubahan histopatologi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa anjing terinfeksi leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
Bello A, Umaru MA, Baraya YS, Adamu YA, Jibir M, Garba S, Hena SA, Raji AA, Saidu B,
Mahmuda A, Abubakar AA, Umar A, Musa D. 2012. Postmortem procedure and
diagnostic avian pathology. Scientific Journal of Zoology. 1(3): 37- 41.

Cerqueira TB, Athanazio DA, Sphichler AS, Seguro AC. 2008. Renal Involvement in
Leptospirosis- New Insight into Pathophisiology and Treatment. Braz J Infect Dis 12 :
248 – 52.

Evangelista KV, Coburn J. 2010. Leptospira as a emerging pathogen: a reviews, of its


biology, pathogenesis and host immun respon. Future Microbiol. 5(9): 1413-1425.

Harkin K R, Roshto Y M, Sullivan J T, Parvis T J, Chengappa M M. 2003. Comparison of


Polymerase Chain Reaction Assay Bacteriologic Culture an Serologic Testing in
Assesment of Prevalence of Urinary Shedding of Leptospires in dog. Javma. 222. (9):
1230 – 1233.

Jamshidi SH, Vandeuseffi GM, Desfoulian O, Ghaffari SH. 2008. Isolation of Leptospira
canicola From a Dog in Iran: First Report. Iranian Journal of Veterinary Research.
9(3): 291-294.

Keller TT, Mairuhu AT, DeKruiff MD. 2003. Infectious and Endotheial Cells.
Cardiovascular Research. 60: 40-48.

Kiernan JA. 2015. Histological and Histochemical Method: Theory and Practice 3 rd Ed.
Oxford: Pergamon Press.

Levett PN. 2001. Leptospirosis. Clinical Micribiol Rev. 14: 296-326.

Medeiros FR, Spichler A, Athanazio DA. 2010. Leptospirosis-Associated Disturbances of


Blood Vessel, Lumpad Hemostasis. Acta Tropica. 115:155

Rad M A, A. Zeinali Y J, Vand, Tabatabayi A H, Bokaie S. 2004. Seroprevalence and


Bacteriological Study of Canine Leptospirosis in Tehran and Its Suburban Areas.
Iranian Journal of Veterinary Research University of Shiraz. 5(2): 1838 – 1845.

Yang HL, Jiang XL, Zhang XY. 2006. Thrombocytopenia in the experimental leptospirosis
of guinea pig is not related to disseminated intravascular coagulation. BMC Infectious
Disease. 6:9.

Anda mungkin juga menyukai