Anda di halaman 1dari 13

Makalah Praktikum Ke-6 Hari : Kamis, 23 September 2021

Kesehatan Hewan Ternak/Pangan Dosen : drh. Heryudianto Vibowo, MSi


Asisten Dosen : Dita Khoirunnisa, A.md
Trifania Kusumadewi, A.md

TEKNIK PEMASANGAN IV LINE DAN DEWORMING PADA


RUMINANSIA

Kelompok 3 (PA 2)
Disusun oleh:

1. Adelia Rosa Mahadewi J3P219068


2. Bryan Bramadhita Wirawan J3P119016
3. Ellysca Octaviani J3P219081
4. Nur Alfiyah Wasimah J3P219092
5. Rizky Saputra J3P119051
6. Kennishawn J3P219107

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kecacingan pada ruminansia merupakan salah satu permasalahan
yang sering terjadi di suatu peternakan. Adapun faktor penyebab terjadinya
kecacingan pada ruminansia yaitu seperti pola pemberian pakan, lingkungan seperti
suhu, kelembapan, dan curah hujan, serta sanitasi kandang yang dilaksanakan belum
baik sehingga dapat mempengaruhi perkembangan parasit seperti cacing. Maka dari
itu diperlukan pemberian obat cacing pada ruminansia agar terhindar dari penyakit
yang disebabkan oleh parasit seperti cacing (Larasati et al. 2017).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui teknik pemasangan IV Line dan deworming pada
ruminansia.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum Kesehatan Hewan Ternak/Pangan yaitu pada
pukul 13.00 WIB sampai dengan 18.40 WIB secara online dilakukan pada tempat
tinggal masing-masing mahasiswa.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu handphone dan laptop,
sedangkan bahan yang digunakan yaitu paket internet dan akses sinyal internet.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 IV line
Terapi intravena merupakan pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infus (Heriana
2014). Sedangkan menurut Jacob R dan Tarachnand (2014) Tindakan pemberian IV
catheter berupa tindakan medis pada beberapa pembuluh darah dengan tujuan untuk
memberikan cairan, untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberikan glukosa yang
dibutuhkan untuk metabolisme dan membantu dalam pemberian obat secara IV.
Menurut Hermasari et al. (2019) Obat yang diinjeksikan ke dalam vena menyebar
secara cepat keseluruh tubuh dalam waktu 18 detik untuk satu kali peredaran darah.
(Balai Veteriner 2019).
Pemberian cairan atau obat pada ruminansia terletak di daerah Vena Jugularis
yang berada di bagian ventrolateral leher. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
untuk pemberian cairan atau obat yaitu antara lain jarum yang harus disesuaikan
dengan viskositas, panjang 5,0 - 7,5 cm dan diameter 14G dengan spuit, IV Catheter,
infus set, kapas, plester perekat, alat cukur, alkohol 70%. Prosedur persiapan hewan
yang akan diberikan cairan atau obat dilakukan dengan cara hewan di handling
terlebih dahulu dengan menjepit badan domba/ kambing dengan kedua kaki
kemudian mendongakan atau menahan kepala domba/kambing tersebut ke arah atas
dalam posisi yang nyaman dan tenang. (Cody et al. 2004) Sedangkan ternak yang
memiliki ukuran besar seperti sapi dewasa, teknik handling untuk pemberian cairan
atau obat dilakukan di dalam kandang jepit atau kerangka yang menyisakan area
kepala hewan berada ke arah luar (Virginia Tect 2019).
(A) (B)
Gambar 1 Handling hewan untuk prosedur pemberian cairan atau obat. (A)
pada hewan kambing/domba (B) pada sapi dewasa (Cody et al. 2004; Virginia
Tect 2019)

Setelah alat dipersiapkan dan hewan sudah dihandle, tindakan penusukkan yang
pertama dilakukan yaitu daerah jugularis leher disterilkan dengan alkohol atau
rambut/ di sekitar area tersebut dicukur (jika diperlukan) untuk meminimalisir
terjadinya infeksi pada ternak atau menghindari adanya infeksi bakteri. Selanjutnya
parameter meregangkan vena dengan menggunakan jempol yang diletakkan dibagian
bawah vena, setelah itu jarum disuntikkan ke arah bawah tepat dibelakang vena
jugularis. Setelah jarum terpasang, bagian bawah IV catheter bisa dilepas menyisakan
hub dan needle yang telah terpasang di bagian vena jugular. Jika dilakukan dengan
benar tidak ada darah yang keluar dari bagian atas hub. Kemudian bagian hub ditutup
dengan tutup kateter agar tidak terjadi kontaminasi dari luar, serta melakukan
perekatan hub kateter dengan badan kambing/domba menggunakan plester perekat
agar tidak dengan mudah terlepas. Pastikan pada saat perekatan dilakukan dengan
perlahan-lahan dan hati-hati karena apabila ada kesalahan sedikit akan merobek
pembuluh darah pada ternak dan dapat mengakibatkan pembengkakan pada bagian
tersebut (Martoenus & Djatmikowati 2015).
(A) (B)

Gambar 2 Penusukan IV Catheter pada kambing/domba. (A) Prosedur pemasangan


jarum IV catheter pada vena jugular, (B) Pelepasan bagian pelindung jarum IV
catheter menyisakan hub dan needle yang terpasang di vena jugular (Cody et al. 2004)

Pemasangan IV catheter beserta cairan infus pada sapi dewasa, pertama-tama sapi
dihandle ditahan ke depan di tiang penopang dan kepalanya diikat erat oleh tali halter
yang diikat dengan halter. Kateterisasi pada anak sapi dilakukan pembiusan dalam
posisi telentang lateral dengan kaki diikat secara aman (Dai G 1994). Kemudian
daerah vena jugularis disterilkan dengan menggunakan alkohol, selanjutnya area yang
dipilih di sepertiga kranial dari alur jugularis disayat menggunakan pisau scalpel no.
15 sepanjang 2,5cm dan dibedah terlebih dahulu memperlihatkan vena sebelum
catheter dimasukkan. Penempatan IV catheter dengan ukuran 14G dipasang ke dalam
vena, setelah itu infus set dipasang pada bagian hub IV catheter, kemudian bagian
yang telah disayat dijahit kembali (Thomas et al. 2017)

Gambar 3 Penusukkan IV Catheter dan cairan infus pada sapi dewasa (Thomas et al.
2017; Dai G 1994)
Troubleshoot/error yang mungkin terjadi yakni kesalahan penempatan IV catheter
yang membuat dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya rusak serta
menimbulkan kontaminasi bakteri, peletakkan IV catheter yang terlalu pendek atau
kurang dalam, perpindahan hewan dapat menyebabkan perpindahan IV catheter,
pemberian cairan obat dalam jumlah besar tidak sesuai takaran, pembengkakan
disekitar tempat suntikan. Alat IV catheter yang kurang steril, adanya kerusakan
jaringan atau reaksi alergi terhadap obat-obatan yang digunakan (Coolman et al. 1998;
Deem 1981; Hansen 1992; Hartmann 1995). Menurut Pusterla & Braun (1996)
sebagian komplikasi sering terjadi pada sapi dewasa yang mengakibatkan sapi
mengalami infeksi trombus, embolisme udara, tromboflebitis, periphlebitis dan
septikemia.
Dalam memasukkan cairan/preparat yang mengandung kalsium harus
diperhatikan. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dibutuhkan oleh ternak
dan berperan penting sebagai penyusun tulang dan gigi (McDonald 2010).
Kebutuhan Ca ternak ruminansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur,
bobot badan serta tahapan produksi. Menurut Suttle (2010), kebutuhan Ca sapi perah
pada periode laktasi minimal adalah 1,23 g/kg susu dan 13,7 g/kg berat badan fetus.
Puncak kebutuhan Ca terjadi pada minggu minggu akhir sebelum kelahiran karena
terjadi proses kalsifikasi tulang fetus. Kalsium dan P memiliki kaitan yang sangat erat
satu sama lain dalam proses metabolisme pada hewan. Nilai nutrisi Ca dan P yang
seimbang tergantung pada kecukupan pasokan masing-masing sumber pakan, rasio
yang seimbang, dan kehadiran vitamin D. Rasio Ca dan P yang ideal adalah antara
2:1 dan 1:1 (Armstrong 1999).

3.2 Deworming
Helminthiasis merupakan penyakit kecacingan pada hewan yang disebabkan oleh
cacing gilig, cacing hati, ataupun cacing pita. Helminthiasis dapat menyebabkan
berbagai kerugian seperti penurunan berat badan, anemia, penurunan imun tubuh
sehingga hewan dapat dengan mudah terinfeksi, dan pada infestasi yang berat dapat
menyebabkan kematian. Pengendalian dan penanganan penyakit helminthiasis dapat
dilakukan dengan memperbaiki manajemen pemeliharaan dan memberikan
pengobatan menggunakan antelmintik (Astiti et al. 2011).

3.2.1 Jenis obat


Antelmintik merupakan obat yang digunakan untuk mengobati atau mengurangi
cacing yang berada di dalam tubuh hewan. Golongan obat cacing untuk nematoda
saluran pencernaan pada domba dan kambing menurut Brander et al. (1991) yaitu
benzimidazole, probenazole, imidazothiazole, dan macrolides. Benzimidazole banyak
digunakan untuk mengobati infestasi nematode dan trematode. Obat cacing yang
tergolong dalam kategori benzimidazole seperti albendazole, fenbendazole,
triclabendazole, oxfendazole, mebendazole, sedangkan febantel dan net obimin
termasuk pro-benzimidazole. Kontraindikasi obat cacing golongan benzimidazole
adalah terhadap adanya riwayat alergi atau hipersensitivitas terhadap golongan
benzimidazole. Probenazole merupakan golongan obat cacing yang memiliki bahan
aktif seperti febantel, thiophanate, dan netobimin.
Imidazothiazole merupakan golongan obat cacing yang memiliki bahan aktif
levamisole dan morantel. Levamisole termasuk dalam obat antelmintik atau obat
cacing yang efektif untuk semua jenis nematoda saluran pencernaan dan cacing paru.
Dosis levamisole untuk domba dan kambing yaitu 7,5 mg/kg. Kontraindikasi obat
levamisole yaitu pada pasien arthritis rematik, pasien gangguan darah dan pasien
yang menggunakan fluorouracil. Morantel merupakan obat antelmintik yang efektif
untuk semua jenis nematoda saluran pencernaan. Dosis morantel untuk domba dan
kambing yaitu 10 mg/kg.
Macrolides merupakan golongan obat cacing yang memiliki bahan aktif
ivermectin. Ivermectin merupakan obat golongan Antelmintik yang digunakan untuk
infeksi Strongyloidiasis usus karena parasit cacing Strongyloides stercoralis.
Ivermectin diindikasikan untuk infeksi Onchocerciasis yang disebabkan oleh parasit
Onchocerca volvulus. Kontraindikasi obat ivermectin yaitu memiliki alergi
ivermectin atau salah satu bahan yang terdapat di dalam ivermectin. Dosis ivermectin
untuk domba dan kambing yaitu 0,2 mg/kg.
3.2.2 Prosedur aplikasi obat
Prosedur pemberian obat secara per oral pada sapi dilakukan dengan cara tangan
operator diletakkan pada rahang bawah, kemudian kepala sapi dipegang dan obat
dimasukkan secara perlahan melalui sisi mulut sapi yang tidak terdapat gigi.
Sedangkan pemberian obat secara injeksi pada sapi dilakukan dengan cara sedikit
menarik kulit sapi lalu jarum ditusukkan dan obat diinjeksikan (Saidu 2000).

Gambar 4 Prosedur pemberian obat oral pada sapi (Apsari et al. 2016)

Gambar 5 Prosedur pemberian obat injeksi pada sapi (Apsari et al. 2016)

Prosedur pemberian obat secara per oral pada kambing dan domba dilakukan
dengan cara operator menahan kambing dan domba di antara kaki atau diapit
menggunakan kaki pada bagian bahu, kemudian dengan rahang hewan dipegang dan
kepala diangkat sehingga hampir tegak lurus terhadap tanah dan rahang terbuka.
Kemudian obat diberikan dan kepala diturunkan agar hewan dapat menelan obat
(Mbtihi et al. 2003).
Gambar 6 Prosedur pemberian obat oral pada kambing dan domba (Saidu 2000)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Teknik pemasangan IV Line berupa teknik medis yang dilakukan pada vena
jugularis yang berada di bagian ventrolateral leher dengan tujuan untuk memberikan
cairan, untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberikan glukosa yang dibutuhkan
untuk metabolisme dan membantu dalam pemberian obat secara IV. Sedangkan
deworming pada ruminansia disebabkan oleh cacing gilig, cacing hati, ataupun cacing
pita. Pengendalian dan penanganan penyakit deworming dapat dilakukan dengan
memperbaiki manajemen pemeliharaan dan memberikan pengobatan menggunakan
Antelmintik, Imidazothiazole, dan Macrolides.
DAFTAR PUSTAKA
Apsari IAP, Swacita IBN, Ardana IBK, Kencana GAY, Suada IK. 2016. Upaya
meningkatkan produktivitas sapi bali melalui pengendalian penyakit parasit di
sekitar sentra pembibitan sapi bali di Desa Sobangan. Jurnal Udayana
Mengabdi. 15(1): 89-94.
Armstrong, D.L. (1999). Phosphorus in Animal Nutrition . Better Crops With Plant
Food. A Publication of the International Plant Nutrition Institute (IPNI)
LXXXIII (83), No. 1: 32-33
Astiti LGS, Panjaitan T, Wirajaswadi L. 2011. Uji efektivitas preparat anthelmintik
pada sapi bali di Lombok Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. 14(2): 77-83.
Balai Veteriner. 2019. Metode pengambilan sampel darah pada hewan. Semarang:
Laboratorium Kesehatan Hewan. [Diakses pada 23 September 2021]. Dari
http://bavetsmg.disnakkeswan.jatengprov.go.id/kegiatan/lapangan/20-metode-
pengambilan-sampel-darah-pada-hewan
Brander GC, Pugh DM, Bywater RJ, Jenkins WL. 1991. Veterinary applied
pharmacology and therapeutics. 5th ed, ELBS, Bailliere Tindall, USA.
Cody W. Faerber, DVM,Lyle G. McNeal, Ph.D,Robert L. Harding, DVM,Kevin L.
Hill, DVM,J. D. Bobb, DVM,Scott Horner,Jonathan Merriam,S. Mario
Durrant, DVM. 2004. Small Ruminant Production Medicine And Management.
Colorado: Animal Health Publications
Coolman BC, Marretta SM, Kakoma I. 1998. Cutaneous antimicrobial preparation
prior to intravenous catheterization in healthy dogs: Clinical, microbiological,
and histopathological evaluation. Can Vet J 39:757-763.
Dai H Grove-White. 1994. Intravenous fluid therapy in the neonatal calf. Farm
Animal Practice. Liverpool : University of Liverpool. DOI:
10.1136/inpract.16.5.263
Deem DA. 1981. Complications associated with the use of intravenous catheters in
large animals. California Veterinarian 6:19-24
Hansen BD. 1992. Technical aspects of fluid therapy: Catheters and monitoring of
fluid therapy. In DiBartola SP (ed): Fluid Therapy in Small Animal Practice,
ed 1. Philadelphia, WB Saunders, pp 340-370,
Hartmann H. 1995. Technic, Dberwachung und Komplikationen der
Infusionstherapie. In Hartmann H (ed): Flussigkeitstherapie bei Tieren, ed 1.
Gustav Fischer Verlag, JenaStuttgart, pp 112-15
Heriana, P. (2014). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Jacob, A., R, R., & Tarachnand, J. 2014. Buku ajar clinical nursing procedures (2nd
ed.). Tangeran Selatan: Binarupa Aksara.
Larasati H, Hartono M, Siswanto. 2017. Prevalensi cacing saluran pencernaan sapi
perah periode juni-juli 2016 pada peternakan rakyat di Provinsi Lampung.
JRIP. 1(1): 8-15.
Martoenus A, Djatmikowati TF. 2015. Teknik Pengambilan Darah pada Beberapa
Hewan. Diagnosa Veteriner. Maros: Balai Besar Veteriner Maros Volume 14
No 1
McDonald, P., Edward, R.A., Greenhalg, J.F.D. Morgan, C.A., Sinclair, L.A. and
Wilkinson, R.G. (2010). Animal Nutrition. Seventh Edition. United Kingdom,
Pearson
Mbtihi PMF, Mulei CM, Mogoa EGM. 2003. Restraint of Domestic, Laboratory, and
Wild Animals: A Manual for Veterinary Students, Practitioners and Animal
Handlers. Nairobi (KE): University of Nairobi Press.
Pusterla N, Braun U. 1996. Prophylaxis of intravenous catheter-related
thrombophlebitis in cattle. Vet Rec:139:287-289
Saidu SNA. 2000. Restraining Techniques in Farm Animals. Zaria (NG): Ahmadu
Bello University.

Suttle, N.F. (2010). Mineral Nutrition of Livestock: 4th Edition. CABI, United
Kingdom.

Thomas J. Divers, Simon F. Peek. 2017. Therapeutics and routine produces. Veterian
Key. In GENERAL

Virginia Tech. University Veterinarian and Animal Resources. SOP Blood Collection
in Cattle. 2019. [internet]. [Accessed Sept 25, 2021]. Tersedia dari:
https://ouv.vt.edu/content/dam/ouv_vt_edu/sops/large-animal/sop-bovine-
bloodcollection.pdf

Anda mungkin juga menyukai