Anda di halaman 1dari 19

Makalah Praktikum Ke-1 Hari : Kamis, 19 Agustus 2021

Kesehatan Hewan Ternak/Pangan Dosen : drh. Heryudianto Vibowo, Msi


Asisten Dosen : Dita Khoirunnisa, A.md
Trifania Kusumadewi, A.md

MAKALAH KESEHATAN HEWAN TERNAK/PANGAN


SAMPEL EFUSI

Kelompok 3 (PA 2)
Disusun oleh:

1. Adelia Rosa Mahadewi J3P219068


2. Bryan Bramadhita Wirawan J3P119016
3. Ellysca Octaviani J3P219081
4. Nur Alfiyah Wasimah J3P219092
5. Rizky Saputra J3P119051
6. Kennishawn J3P219107

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruminansia merupakan kelompok mamalia pemakan tumbuhan yang mengunyah
makanannya dua kali dan memiliki lebih dari satu perut di dalam tubuhnya. Handling merupakan
upaya mengendalikan hewan dengan tangan kosong atau tanpa alat bantu sementara restrain
merupakan upaya pengendalian hewan menggunakan alat bantu. Dalam penerapannya handling
dan restrain ini harus mengikuti kaidah animal welfare atau kesejahteraan hewan (Ilmayani
2021).
Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana
maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan.
Kandang bagi ternak ruminansia merupakan tempat berlindung dan tempat berlangsungnya
berbagai aktivitas ternak. Perkandangan sangat perlu diperhatikan segala aspek persyaratan
seperti lokasi, konstruksi, dan bahan kandang agar hewan yang berada di dalam kandang tersebut
tetap merasa nyaman dan aman (Zaenal dan Khairil 2020).
1.2 Rumusan Masalah
1. bagaimana cara handling dan restrain pada domba, kambing, dan sapi?
2. Bagaimana sistem perkandangan untuk domba, kambing, dan sapi potong?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara handling dan restrain pada domba, kambing, dan sapi.
2. Mengetahui sistem perkandangan untuk domba, kambing, dan sapi potong.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum Kesehatan Hewan Ternak/Pangan yaitu pada pukul 13.00
WIB sampai dengan 18.40 WIB secara online dilakukan pada tempat tinggal masing-masing
mahasiswa.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu handphone dan laptop, sedangkan bahan
yang digunakan yaitu paket internet dan akses sinyal internet.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Handling dan Restraint
Handling merupakan cara penanganan atau memegang hewan sebelum diperiksa dengan
cara menghalangi pergerakan dari hewan secara fisik. Sedangkan Restrain merupakan cara
penanganan hewan sebelum diperiksa dengan cara menghalangi pergerakan dari hewan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti obat penenang (Lane 2004)
Metode handling merupakan suatu metode penanganan dan pengendalian untuk
membatasi pergerakan hewan dalam keadaan sadar tanpa menyakiti hewan tersebut (Aan et al.
2017). Metode handling pada kambing dan domba meliputi beberapa teknik yaitu musterring
(menggiring), sitting up (mendudukkan), lifting (mengangkat) dan typing up (mengikat untuk
mengurangi pergerakan) (Sudarmono dan Sugeng 2003)
Teknik mustering (menggiring) dilakukan dengan cara menyiapkan tali sepanjang 6 m
kemudian tali tersebut dililitkan pada leher kambing/domba lalu tali diikatkan pada bagian
bawah tanduk kambing/domba, selanjutnya simpul ikatan tali dipegang lalu kambing/domba
digiring secara perlahan-lahan ke arah maju. Apabila hewan tidak ingin berjalan maka lakukan
pendorongan ringan pada pangal ekornya untuk menggiring domba berjalan maju.
Handling mendudukkan domba bertujuan untuk memotong kuku. Pada video handling
diawali dengan posisi operator di belakang domba, kemudian operator mengangkat kaki depan
domba hingga kaki belakang domba tidak menyentuh tanah hal tersebut sebaiknya dilakukan
karena dapat mencederai domba tersebut dan dapat membahayakan untuk operator. Teknik
sitting up (mendudukkan) dilakukan dengan cara pangkal paha kaki kambing/domba bagian
depan dipegang oleh kedua tangan kemudian hewan diposisikan menghadap kedepan. Setelah
memegang paha kaki kambing/domba selanjutnya diangkat dan diposisikan berdiri, lalu kaki
belakang kita diposisikan menahan bobot badan dan tubuh kambing/domba didudukkan secara
perlahan ditanah lalu kaki paramedis menjepit kaki kambing/domba, sambil menyilangkan kaki
bagian depan. Menurut Agung (2003) tindakan mendudukan domba/kambing dengan bagian
depan kaki domba/kambing diangkat sehingga ternak jatuh ke belakang, mundur setengah
langkah ternak didudukan di atas tanah, kedua kaki depan diraih melalui belakang tubuhnya
kemudian kepala dijepit di antara ketiak hingga ternak bisa duduk dengan nyaman untuk
pemotongan kuku atau mencukur bulu.
Gambar 1 Teknik sitting up (Saidu 2000).
Handling mengangkat pada domba yang dilakukan pada video bertujuan untuk
mempermudah mengeluarkan domba dari kandang tanpa terjadi cedera. Handling diawali
dengan operator sejajar dengan bagian samping hewan, posisi operator sejajar pada hewan
hewan dengan tangan kiri berada pada paha belakang domba, kemudian tangan kanan berada
pada pangkal leher. Teknik Lifting (mengangkat) dilakukan dengan memposisikan tangan
parameter berada didepan perut kambing/domba bagian kiri, kepala kambing/domba berada di
bagian kanan tangan paramedis. Tangan diposisikan memeluk domba dari depan pada leher
dada. Pastikan melakukan pelukan secara kuat dan tidak mencekik leher kambing/domba.
Lakukan pengangkatan dengan memposisikan badan paramedis menjorok kedepan, dan kaki
diposisikan cukup lebar memberi ancang-ancang untuk mengangkat kambing/domba secara
perlahan-lahan. Setelah siap untuk menahan bobot badan kambing/domba kemudian angkat
dengan tangan kanan dan kiri secara bersamaan dan seimbang agar tidak jatuh saat diangkat.

Gambar 2 Teknik lifting


Teknik Typing up (dilakukan dengan menyiapkan tali yang diukur sesuai ukuran panjang
2 kali badan kambing/domba dari tulang leher sampai pangkal ekor dan dibentuk lingkaran.
Kemudian tali diletakkan pada leher dan kedua kaki belakang lalu tali ditarik ke atas untuk
membuat ikatan kecil dan kambing/domba diposisikan duduk bersandar pada kaki paramedis.
Selanjutnya ikatan kecil ditempatkan pada bagian atas kaki kambing/domba, sedangkan ikatan
besar ditempatkan berada pada bagian atas leher kambing/domba. Setelah itu kambing/domba
dibaringkan dan tali ikatan diatur sedemikian rupa hingga dapat berbaring dalam kondisi nyaman
tanpa melukai tubuhnya

Gambar 3 Handling pengambilan darah (Martoneus dan Djatmikowati 2015).


Posisi ternak yang akan diambil sampel darahnya harus dalam posisi yang nyaman dan
kondisi ternak tenang. Selain akan mempermudah dalam pengambilan sampel darah, juga akan
lebih meminimalisir rasa sakit pada ternak dan hal tersebut merupakan salah satu kaidah “animal
welfare” atau yang biasa disebut kesejahteraan hewan. Untuk sebagian ternak yang ukuran
tubuhnya agak besar sehingga sulit untuk diposisikan dalam posisi yang tepat, maka bisa
digunakan penjepit atau kerangka. Namun untuk ternak yang ukuran tubuhnya kecil maka cukup
dipegang oleh praktikan pada bagian tertentu (Martoneus dan Djatmikowati 2015).
Handling pada sapi berbeda dengan ruminansia kecil karena sapi memiliki tubuh yang
lebih besar. Saat sedang melakukan handling pada sapi memerlukan tali untuk mempermudah
dalam kegiatan handling (Saidu 2000). Terdapat dua jenis tali dalam handling sapi yaitu tali
leher atau simpul leher yang digunakan untuk mengikat leher sapi agar tidak terjerat dan tercekik
oleh tali yang digunakan dan tali halter yang digunakan untuk menuntun sapi agar lebih mudah
dikendalikan (Saidu 2000).

Teknik handling ekor sapi bertujuan untuk pengambilan darah di ekor dan pemeriksaan
nadi. Handling ekor sapi dilakukan dengan cara paramedis memegang bagian dekat pangkal
ekor, kemudian ekor sapi ditarik ke atas. Handling yang dilakukan pada video sesuai dengan
Saidu (2000), yaitu handling pada ekor sapi dilakukan dengan cara berdiri di samping sapi untuk
menghindari apabila sapi menendang dan kedua tangan memegang ekor sapi pada bagian yang
dekat dengan pangkal ekor.

Gambar 4 Handling ekor sapi (Saidu 2000)


Teknik handling kaki sapi bertujuan untuk mempermudah pemotongan kuku. Teknik
handling sapi dilakukan dengan cara menekan bagian scapula sapi menggunakan bahu
paramedis. Kemudian kaki sapi diangkat dan diletakkan di paha paramedis. Menurut Saidu
(2000), teknik handling kaki sapi dilakukan dengan memegang kaki sapi pada bagian pastern
dengan menggunakan tangan kiri dan bahu kiri mendorong panggul atau bahu sapi untuk
menggeser lalu kaki sapi diangkat.
Teknik handling hidung sapi bertujuan untuk pemeriksaan gigi dan memusatkan rasa
sakit. Teknik handling hidung sapi dilakukan dengan cara tangan kiri paramedis memegang
hidung sapi dengan jari-jari yang masuk ke dalam hidung sapi dan tangan kanan diletakkan pada
bagian rahang bawah. Teknik handling hidung pada sapi dapat menggunakan alat penjepit
hidung ataupun secara manual menggunakan tangan, handling hidung sapi menggunakan tangan
dilakukan dengan memgang septum hidung lalu hidung dipegang dengan jari dan ibu jari serta
jari lainnya masuk ke dalam hidung sapi. Pada teknik tersebut operator memberikan tekanan
pada ujung hidung sapi untuk mengalihkan perhatian sapi dari prosedur pemeriksaan (Mbithi et
al. 2003). Teknik handling pemberian obat injeksi pada sapi dilakukan dengan cara tangan kiri
menarik kulit sapi dan tangan kanan memasukkan obat injeksi.
Teknik handling pemberian obat oral bertujuan untuk memudahkan pemberian obat
secara oral pada sapi. Pemberian obat oral dilakukan dengan spuit yang dimasukkan ke dalam
mulut sapi dari arah samping dan di area yang tidak terdapat gigi sapi. Teknik handling
pemberian obat menurut Saidu (2000), dilakukan dengan tangan diletakkan pada rahang bawah
dan kepala sapi dipegang lalu obat dapat diberikan.

Gambar 5 Handling pemberian obat (Saidu 2000)

3.2 Perkandangan Domba


Kandang ternak domba didirikan untuk menghindari lingkungan yang merugikan seperti
curah hujan, terik matahari, angin kencang serta gangguan dari binatang buas dan pencuri.
Mempermudah pengelolaan dan pengawasan terhadap pemberian pakan, gejala penyakit yang
menyerang domba, menghindari kontak langsung pembuangan kotoran domba yang dapat
berdampak pada kesehatan domba. Serta pembuatan kandang dapat menampung jumlah domba
yang relatif banyak.
Bangunan kandang domba didirikan berada diatas tanah yang lebih tinggi dengan kondisi
tanah yang tidak terlalu kering dan tidak berlumpur atau membuat genangan pada saat musim
penghujan (Sarwono 2007). Peletakkan kandang domba dianjurkan ditempatkan pada lahan yang
terbuka dan bukan berada di lingkungan yang terdapat pepohonan besar. Pepohonan besar akan
berdampak tidak baik menghalangi masuknya sinar matahari pagi kedalam kandang yang
membuat kandang menjadi lembab dan kurang sehat.
Kontruksi kandang domba dipastikan dibangun dalam kondisi kuat, kokoh, serta nyaman
dihuni oleh domba, berukuran disesuaikan dengan jumlah ternak, dan harus mudah dibersihkan
sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama, pada umumnya bangunan kandang perlu
memperhatikan :
a. Ventilasi
Kandang diharuskan memiliki ventilasi yang cukup yang berguna untuk mengeluarkan
karbondioksida (CO2) dari dalam kandang dan menggantikan udara segar berupa oksigen
(O2) dari luar. Pemberian ventilasi sangat mempengaruhi kelembaban di dalam kandang
yang membuat domba terhindar dari rasa tidak nyaman.
b. Arah kandang
Kandang dianjurkan dibangun mengarah menghadap sinar matahari atau ke timur.
Sinar matahari sangat penting bagi kesehatan domba karena membantu proses
pembentukan Vitamin D pada tubuh domba, serta dapat mempercepat pengeringan
kandang yang lembab dan basah akibat embun pagi atau cuaca hujan.
c. Pintu kandang
Pintu kandang domba dibuat lebih praktis dengan ukuran yang cukup lebar untuk
mempermudah untuk mengeluarkan domba dan membersihkan kandang.
d. Lantai kandang
Pembuatan lantai pada kandang bertujuan sebagai tempat berdiri, tempat beristirahat
domba dan tempat pembatas kotoran domba. Lantai kandang dibuat dengan rancangan
khusus dan harus memiliki persyaratan antara lain dibentuk sama rata, tidak licin, tidak
kasar, tidak berbahan terlalu keras atau berbahan tajam, tidak tembus air, terbuat dari
bahan yang tahan lama, dan murah. Bahan yang digunakan untuk membuat lantai kandang
yaitu kayu, atau bambu yang telah dirancang agar tidak melukai domba. Lantai kandang
dibuat dengan celah berjarak 2 cm sebagai lubang pembuangan kotoran agar tidak
menimbun terlalu banyak. Serta bagian bawah lantai kandang pada bagian tanah dibuat
lubang penampungan kotoran sedalam 40 cm sebagai saluran pembuangan air di sekitar
kandang agar tidak ada timbunan genangan air dan terjadinya pencemaran penyakit.
Menurut Mulyono dan Sarwono (2007) jarak lantai kandang dengan tanah diukur dengan
ketinggian antara 0,5-2 m dari permukaan tanah.
e. Dinding
Dinding kandang berfungsi menjaga keamanan domba, agar tidak mudah terlepas
keluar dan dinding juga menjaga suhu dingin yang masuk ke dalam kandang saat di
malam hari.
f. Atap kandang
Atap kandang bertujuan untuk menghindari domba dari cuaca panas dan hujan serta
menjaga domba agar tetap dalam kondisi hangat pada malam hari. Bahan pembuatan atap
kandang domba berupa genteng karena bersifat tahan lama dan memiliki sirkulasi udara
yang baik serta memiliki daya serap panas yang relatif kecil pada siang hari.
Kandang dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang disesuaikan dengan fungsi dari
masing-masing bagian kandang, beberapa bagian kandang yang dapat diterapkan dalam
pembuatan kandang domba diantaranya, yaitu:
a) Kandang indukan atau kandang utama, tempat domba digemukkan. Satu ekor domba
membutuhkan luas kandang 1 x 1 m.
b) Kandang indukan dan anakan, tempat induk yang sedang menyusui anaknya selama 3
bulan. Seekor induk domba memerlukan luas 1,5 x 1 m dan anak domba memerlukan
luas 0,75 x 1 m.
c) Kandang pejantan, tempat domba jantan yang akan digunakan sebagai pemacek seluas
2 x 1,5 m/pemancak. Di dalam kandang domba sebaiknya terdapat tempat pakan,
tempat minum, gudang pakan, lapangan terbuka untuk tempat umbaran (tempat
domba diangon) dan tempat kotoran/kompos.
Kandang Domba Model Klaster
Kandang yang dirancang khusus untuk budidaya penggemukan domba pedaging, kandang
tersebut dimuat dengan kapasitas 200 ekor membutuhkan lahan seluas 150 m2 untuk bangunan
dan 50m2 untuk gudang pakan. Berbeda dengan kandang pada umumnya, kandang dengan
model ini memiliki pola peraturan sirkulasi yang sangat lebar menjaga kenyamanan alur udara
yang keluar masuk secara baik yang berguna mengantisipasi populasi udara dan pencegahan
penularan penyakit melalui udara (Yudi et al. 2018)
Gambar 6 Bentuk visual kandang Model Klaster (Yudi et al. 2018).
3.3 Perkandangan Kambing
Lantai kandang harus selalu kering dan bersih. Kandang yang selalu lembab dan basah
merupakan media yang baik bagi mikroorganisme dan sewaktu-waktu dapat menginfeksi tubuh
ternak. Pada kandang kambing, untuk menjamin agar lantai tetap kering usahakan lantai kandang
padat dan keras, dibuat miring. Lantai miring ke arah saluran pembuangan dan tidak licin.
Dengan demikian, kotoran kandang mudah dibersihkan dengan air. Selain itu, kebersihan
kandang selalu terjaga. Kemiringan lantai hendaknya sebesar 50 atau 0,50 dan 20 masing-masing
untuk kandang sapi perah laktasi dan dara. Pada kandang kambing model panggung, lantainya
harus rata, datar, tidak licin,tidak terlalu keras dan tajam, tidak mudah tembus air, papan lantai
dibuat sejajar dengan lebar celahnya 1-1,5 cm (Sarwono 1993).
Pemakaian bahan untuk atap kandang tidak lepas dari segi ekonomis dan keawetan dan
kenyamanan bagi penghuni kandang. Sudut kemiringan atap sekitar minimal 300 dengan bagian
yang miring meluncur ke bagian belakang. Bahan yang bisa digunakan sebagai atap kandang
antara lain: genteng, seng, asbes, daun kelapa, daun nipah atau dapat juga dari bahan lain
(Sarwono 1993).
Bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga semua pekerjaan seperti pemberian pakan
dan minum, pembersihan kandang, kontrol kesehatan dapat dilaksanakan dengan mudah dan
efisien. Luas kandang disesuaikan dengan jenis dan jumlah ternak yang dipelihara. Ukuran
kandang kambing(1,25 x 1,5) m2/ekor kambing jantan, (1x1,25) m2/ekor betina dewasa, (3x1,5)
m2/4 ekor kambing dewasa, (1,25x1,5) m2/ekor untuk kambing yang sedang bunting atau siap
melahirkan, (1x1,25) m2/ekor anak kambing umur 2-4 bulan . Ukuran kandang individu untuk
penggemukan domba 0,6 - 0,7 m x 1 - 1,2 m. Bahan-bahan kandang yang digunakan harus tidak
mempersulit kerja pembersihan kandang dan pembasmian parasit. Konstruksi kandang di dataran
tinggi dan rendah sebaiknya memperhatikan temperatur udara yang terjadi di dalam kandang
(Sarwono 1993).
3.4 Perkandangan Sapi Potong
Kandang merupakan tempat tinggal hewan yang memiliki fungsi untuk melindungi
ternak dari perubahan cuaca yang ekstrim seperti panas, hujan, dan angin. Selain itu, kandang
berfungsi untuk mencegah dan melindungi ternak dari penyakit, menjaga keamanan ternak dari
tindakan pencurian, dan meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja (BPTP NTB 2010).
Perkandangan sapi sebagian besar mencakup masalah penyediaan ruang yang dibutuhkan,
tempat penampungan pakan, air, pengelolaan limbah, dan fasilitas handling untuk ternak. Sistem
perkandangan yang baik dapat memudahkan pekerjaan tenaga kerja, meningkatkan keselamatan
tenaga kerja, dan meminimalkan cedera serta stress pada hewan selama tenaga kerja melakukan
pekerjaannya (Orey 2008).
Pembuatan kandang pada sapi sebaiknya diperhatikan ruang bebas untuk ternak dapat
bergerak dengan bebas karena kandang yang ukurannya tidak sesuai dapat menyebabkan efek
cedera pada sapi (Haskell et al. 2006).
Kandang untuk sapi potong memiliki beberapa persyaratan yang harus diperhatikan
seperti pemilihan lokasi, konstruksi, dan bahan kandang. Pemilihan lokasi untuk perkandangan
sapi potong menurut Rasyid dan Hartati (2007), yaitu harus tersedia sumber air untuk minum,
memandikan ternak, dan membersihkan kandang ternak, lokasi dekat dengan sumber pakan, di
sekitar lokasi mudah terdapat transportasi untuk pengadaan pakan dan pemasaran, serta areal
perkandangan yang ada dapat diperluas.
Letak dari bangunan perkandangan memiliki persyaratan seperti permukaannya lebih
tinggi dibandingkan lokasi sekelilingnya sehingga dapat mempermudah pembuangan kotoran
dan tidak terdapat genangan air, bangunan perkandangan tidak berdekatan dengan perumahan
penduduk atau setidaknya memiliki jarak minimal 10 meter, air limbah peternakan dapat tersalur
dengan baik, terletak agak jauh dari jalan umum, dan tidak mengganggu kesehatan lingkungan
(Rasyid dan Hartati 2007).
Konstruksi kandang harus dibuat sekokoh mungkin, mudah diperoleh, tahan lama, aman
bagi ternak, dan dapat dengan mudah dibersihkan. Kandang harus mempunyai ventilasi untuk
sirkulasi udara, memiliki drainase dan saluran pembuangan limbah yang baik, luas kandang
memenuhi persyaratan daya tampung, kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum
yang disesuaikan dengan kapasitas kandang, kandang untuk isolasi ternak yang terindikasi sakit
ditempatkan di bagian belakang kandang, kandang untuk isolasi ternak yang baru datang
ditempatkan di bagian depan kandang, posisi kandang membujur dari barat ke timur, memiliki
sirkulasi udara yang baik dan mendapat cukup sinar matahari pagi, dapat memberi kenyamanan
kerja bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan peternakan (KEMENTAN 2015).
Bahan yang digunakan pada pembuatan kandang harus sesuai dengan yang dibutuhkan
dan disesuaikan dengan ekonomi peternakan. Menurut Rasyid dan Hartati (2007) bahan kandang
yang digunakan harus bertahan setidaknya 5 - 10 tahun. Bagian-bagian dan bahan kandang yaitu:
1. Atap
Atap kandang sapi dapat terbuat dari genteng, asbes, seng dan bahan lainnya. Atap
dengan bahan genting harus memiliki kemiringan sekitar 30 - 45%, atap dengan bahan asbes dan
seng harus memiliki kemiringan sekitar 15 - 20% (Rasyid dan Hartati 2007). Menurut BPTP
(2010) ketinggian atap kandang untuk daerah beriklim kering minimal 3,5 meter agar sirkulasi
udara kandang baik dan tidak tercium bau amoniak.
Bentuk dari atap kandang terdiri dari beberapa jenis, berdasarkan bentuknya atap
kandang dibagi menjadi model atap monitor, semi monitor, shade, dan gable. Menurut Rasyid
dan Hartati (2007) model atap kandang yang cocok untuk dataran tinggi yaitu shade dan gable,
sedangkan untuk dataran rendah lebih cocok menggunakan monitor dan semi monitor.

Gambar 7 Jenis-jenis Model Atap (Rasyid dan Hartati 2007).


2. Dinding
Dinding kandang sapi dapat terbuat dari tembok, kayu, bambu, dan bahan lainnya.
Dinding kandang sapi harus dibuat lebih tinggi dari badan sapi pada saat berdiri. Menurut BPTP
(2010) kandang pada dataran rendah yang beriklim panas dan tidak terdapat angin kencang dapat
menggunakan bentuk dinding yang lebih terbuka, sehingga cukup menggunakan kayu atau
bambu sebagai pagar kandang agar sapi tidak keluar. Menurut Rasyid dan Hartati (2007)
kandang pada daerah dataran tinggi dan daerah dengan udara dingin, dinding kandang harus
lebih tertutup atau rapat.
3. Lantai
Lantai kandang sapi harus kuat, tahan lama, tidak licin serta tidak terlalu kasar, mudah
dibersihkan dan dapat menopang beban yang terdapat diatasnya, bisa berupa tanah yang
dikeraskan, beton, pasir semen (PC) dan kayu yang rapat air. tingkat kemiringan lantai kandang
sangat penting untuk menjaga drainase kandang. Menurut Rasyid dan Hartati (2007) kemiringan
lantai kandang harus berkisar antara 2 – 5 %, kemiringan tersebut artinya setiap panjang lantai 1
meter maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebanyak 2 – 5 cm.

Gambar 8 Kemiringan Lantai Kandang Sapi (Rasyid dan Hartati 2007).

4. Lorong
Tipe kandang sapi potong dibedakan berdasarkan bentuk dan fungsinya yaitu kandang
individu dan kandang kelompok. Kandang individu memiliki kapasitas untuk satu ternak saja
dengan bagian depannya terdapat palungan atau tempat pakan dan minum, sedangkan pada
bagian belakang kandang terdapat saluran pembuangan kotoran sapi. Sekat pemisah pada
kandang individu diutamakan pada bagian depan dari palungan hingga batas pinggul ternak
dengan tinggi sekat kurang lebih 1 m . Kandang individu memiliki luas sekitar 2,5 m x 1,5 m
(Rasyid dan Hartati 2007).
Gambar 9 Kandang individu (Rasyid dan Hartati 2007).
Kandang koloni atau kandang kelompok merupakan kandang yang terdiri dari satu
bangunan dan memiliki ukuran yang luas. Kandang kelompok biasanya dapat menampung
sebanyak 40 sampai 50 ekor sapi. Kelemahan dari kandang kelompok yaitu dapat terjadi
kompetisi dalam mendapatkan pakan. Terdapat dua tipe lantai kandang kelompok yaitu lantai
semen atau beton berpori dan lantai alas litter. Lantai alas litter dapat dibongkar apabila
tingginya sudah mencapai 40 cm atau dapat dilakukan pembersihan sekitar 3-4 kali dalam
setahunnya lalu alas dikumpulkan dan dikeringkan di tempat penampungan untuk diolah menjadi
kompos. Lantai kandang yang menggunakan semen atau beton dapat dibersihkan sekitar 3-4 kali
dalam setahun atau dapat dibersihkan sesuai dengan kebutuhan (Rasyid dan Hartati 2007).

Gambar 10 Kandang kelompok (Rasyid dan Hartati 2007).


Ukuran pada kandang sapi disesuaikan dengan ukuran dari sapi dan jenis kandang
termasuk kandang individu dan kandang kelompok. Luas kandang untuk sapi pejantan sekitar 3,6
m2 atau 1,8 m x 2 m, kandang induk 3 m2 atau 1,5 m x 2 m, kandang menyusui 3 m2 dan 1,5
m2/ekor anak sapi, kandang pedet 1,5 m2, kandang pembesaran 2,5 m2, kandang penggemukan
3 m2, dan paddock dengan luas disesuaikan dengan daya tampung padang rumput
(PERMENTAN 2015).
Kandang sapi potong dilengkapi dengan bangunan lain seperti kantor dan mess karyawan
yang letaknya terpisah dari kandang atau diberi batas dengan pagar, klinik, bangunan untuk
bongkar muat ternak, gudang pakan, gudang peralatan, shelter, tempat deeping, tempat
penampungan dan pengolahan limbah ternak, tempat pembakaran serta penguburan ternak yang
mati (KEMENTAN 2015).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Handling merupakan cara penanganan hewan sebelum dilakukan pemeriksaan dengan
menghalangi pergerakan hewan secara fisik, sedangkan restrain merupakan penanganan hewan
sebelum dilakukan pemeriksaan dengan menghalangi pergerakan hewan menggunakan bahan
kimia seperti obat penenang. Metode handling pada domba, kambing, dan sapi berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan yang akan dilakukan. Perkandangan pada domba,
kambing, dan sapi memiliki bentuk dan luas yang berbeda namun memiliki fungsi yang sama
yaitu melindungi hewan ternak dari perubahan cuaca, penyakit, binatang buas, dan tindakan
pencurian.
DAFTAR PUSTAKA
[KEMENTAN] Peraturan Menteri Pertanian. 2015. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46
Tahun 2015 tentang Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik. Jakarta (ID):
KEMENTAN.
Aan A, Yudhi RN, Suluh N. 2017. Teknik Handling Penyembelihan Hewan Qurban. Jember
(ID): Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan Vol. 2 No. 2 ISSN: 2502-53892.
Agung P. 2003. Ilmu Ternak Potong & Kerja. Semarang (ID): Falkultas Peternakan Universitas
Diponegoro
BPTP NTB. 2010. Perkandangan Sapi. Nusa Tenggara Barat (ID): BPTP NTB.
Haskell JM, Rennie JL, Bowel AV, Bell JM, Lawrence BA. 2006. Housing system, milk
production, and zero grazing effects on lameness and leg injury in dairy cows. J Dairt
Sci. 89(11): 4259-5266.
Ilmiyana R. 2021. Handling dan restrain pada anjing dan kucing. Bogor: Ipb training.
Lane DR, Cooper B. 2004. Veterinary Nursing: Formerly Jones’s Animal Nursing. Pergamon:
BSAVA.
Martoenus A, Djatmikowati T.F. 2015. Teknik Pengambilan Darah pada Beberapa Hewan.
Diagnosa Veteriner. 14(1): 6-12.
Mbtihi PMF, Mulei CM, Mogoa EGM. 2003. Restraint of Domestic, Laboratory, and Wild
Animals: A Manual for Veterinary Students, Practitioners and Animal Handlers. Nairobi
(KE): University of Nairobi Press.
Mulyono, Sarwono. 2007. Penggemukan Kambing Potong. Jakarta: Penebar Swadaya.
Orey D. 2008. The Beef Cow-Calf Manual. Edmonton (CA): Alberta Agriculture and Food.
Rasyid A, Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pasuruan: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan.
Saidu SNA. 2000. Restraining Techniques in Farm Animals. Zaria (NG): Ahmadu Bello
University.
Sarwono B. 1993. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sodiq, Abidin. 2002. Kambing Peternakan Etawa Penghasil Susu Berkhasiat. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka
Sudarmono, Sugeng. 2003. Beternak Domba. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Yudi GN, Asep B, Rahmat H, Nuryanto, Sahri F. 2018. Usaha Budidaya Domba Model Klaster.
Himpunan Peternakan Domba Kambing Indonesia. Bandung (ID): PT. Agro Investama
Zaenal HM, Khairil M. 2020. Sistem manajemen kandang pada peternakan Sapi Bali di Cv
Enhal Farm. Jurnal Peternakan Lokal. 2(1): 15-19.

Anda mungkin juga menyukai