Anda di halaman 1dari 38

PENANGANAN KASUS PROLAPSUS UTERI PADA SAPI

INDUK DI PT. SUPERINDO UTAMA JAYA KELURAHAN


BANJAR SARI, METRO UTARA

(Laporan Tugas Akhir Mahasiswa)

Oleh
Rio Dwi Andika
NPM 15741099

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2018
PENANGANAN KASUS PROLAPSUS UTERI PADA SAPI
INDUK DI PT. SUPERINDO UTAMA JAYA KELURAHAN
BANJAR SARI, METRO UTARA

Oleh
Rio Dwi Andika
NPM 15741099

Laporan Tugas Akhir Mahasiswa

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar


Ahli Madya Peternakan (A.Md.Pt)
pada
Program Studi Produksi Ternak
Jurusan Peternakan

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Laporan : Penanganan Kasus Prolapsus Uteri Pada Sapi


Induk Di PT. Superindo Utama Jaya Kelurahan
Banjar Sari, Metro Utara

2. Nama Mahasiswa : Rio Dwi Andika

3. Nomor Pokok Mahasiswa : 15741099

4. Program Studi : Produksi Ternak

5. Jurusan : Peternakan

Menyetujui
Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. drh. Dwi Desmiyeni P., M.Si. Ir. Imelda Panjaitan, M.Si.
NIP 197312051999032001 NIP 196803271993032004

Ketua Jurusan Peternakan

Ir. Zairiful, M.P.


NIP 196004121988111002

Tanggal Ujian : 13 Desember 2018


PENANGANAN KASUS PROLAPSUS UTERI PADA SAPI
INDUK DI PT. SUPERINDO UTAMA JAYA KELURAHAN
BANJAR SARI, METRO UTARA

Oleh :
Rio Dwi Andika

Abstrak

Usaha pembibitan sapi potong adalah suatu kegiatan usaha yang


menghasilkan bibit ternak sapi secara berkelanjutan. Pada usaha pembibitan sapi
potong, manajemen pemeliharaan sangat penting diperhatikan untuk menunjang
produktivitas ternak. Gangguan reproduksi pada sapi induk dapat menyebabkan
menurunnya efisiensi reproduksi. Gangguan reproduksi yang dijumpai pada saat
pkl salah satunya adalah prolapsus uteri. Tujuan tugas akhir ini adalah untuk
mendeskripsikan tentang cara penanganan kasus prolapsus uteri pada sapi induk
di PT. Superindo Utama Jaya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
pengamatan, wawancara dengan pembimbing lapang, dan studi literatur.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa prosedur penanganan kasus prolapsus uteri
yang dilakukan yaitu pemisahan induk ke kandang khusus, mencuci uterus,
mereposisi uterus secara manual dalam vagina hingga masuk seluruhnya dan
dilakukan jahitan pada sebagian bibir vulva. Pada akhir penanganan diberikan
satu injeksi antibiotik Penisilin-Streptomycin (Penstrep-400), dan multivitamin
Biodin. Jahitan dibuka setelah satu minggu atau setelah luka sudah mengering.

Kata kunci : sapi induk, prolapsus uteri, sapi potong


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Sidorejo, Kecamatan


Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, 04 Februari
1998 dari ayahanda Gunarto dan ibunda Misirah, yang
merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD N 2 Sidorejo
lulus pada tahun 2010, melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama SMP N 1 Sidomulyo, lulus pada tahun 2013,
kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas SMA
N 1 Sidomulyo yang diselesaikan pada tahun 2016. Penulis diterima di Politeknik
Negeri Lampung, Jurusan Peternakan, Program Studi Produksi Ternak pada tahun
2016 melalui jalur penerimaan beasiswa pemda, program kerjasama Pemerintah
Provinsi Lampung, Politeknik Negeri Lampung, dan DPW Perhiptani Lampung.
Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan UKM Al-Banna sebagai anggota
Departemen Kaderisasi (2016-2017), dan menjadi anggota Departemen Humas
dan Syiar (2017-2018). Penulis juga aktif di organisasi Eksternal kampus yaitu
Forum Silaturrahim Alumni Rohis (FSAR) Lampung Selatan. Penulis pernah aktif
mengikuti kegiatan penulisan proposal PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) di
bidang kewirausahaan, dan pernah menerima dana hibah dari program dikti yaitu
KBMI (kompetisi Bisnis Mahasiswa Indonesia) pada tahun 2018. Penulis
melaksanakan PKL (Praktik Kerja Lapang) di PT. Superindo Utama Jaya,
Kelurahan Banjar Sari, Metro Utara pada Unit Pembibitan dan Penggemukan Sapi
Potong.
MOTTO

(Bersabar di dalam kesulitan menuntut ilmu itu kunci

kesuksesan mu, setelah taufiq dari Allah )

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan.

Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu

urusan) tetaplah bekerja keras(untuk urusan yang

lain), dan hanya kepada Tuhan-mulah engkau

berharap” (QS. Asy-Syarh: 5-8)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik, dan

hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Tugas Akhir

Mahasiswa yang berjudul “Penanganan Kasus Prolapsus Uteri Pada Sapi Induk Di

PT. Superindo Utama Jaya, Kelurahan Banjar Sari, Metro Utara”.

Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati Penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

menyusun Tugas Akhir ini kepada :

1. Bapak Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo, M.Si., Pemerintah Provinsi

Lampung, dan DPW Perhiptani Lampung yang telah memberikan bantuan

pendidikan kepada Penulis untuk melanjutkan pendidikan di kampus

Politeknik Negeri Lampung.

2. Dr. Ir. Sarono, M.Si., selaku Direktur Politeknik Negeri Lampung.

3. Ir. Zairiful, M.P., selaku Ketua Jurusan Peternakan.

4. Ir. Imelda Panjaitan, M.Si, selaku Ketua Program Studi Produksi Ternak

sekaligus Dosen Pembimbing II yang senantiasa memberikan arahan dan

semangat.

5. Dr. drh. Dwi Desmiyeni Putri, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang

senantiasa memberikan arahan dan masukan kepada Penulis.

6. Bapak, Ibu dosen dan Teknisi Program Studi Produksi Ternak yang telah

membantu dan memberikan ilmu kepada penulis.


7. Rekan-rekan dari Program Studi Produksi Ternak penerima beasiswa pemda

angkatan tahun 2015 yang selalu memberikan semangat kepada Penulis dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini.

8. Sahabat seperjuangan di liqo’ Shabb Abdul Akhtar dari SMA sampai sekarang

Ridho Iqbal, Rudi Setio Imam, Agid, Ipul, Ugi, Fahrudin, Mujiono, Dwi dan

murobbi Mas Gyman yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

9. Pimpinan dan para karyawan di tempat PKL PT. Superindo Utama Jaya yang

banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada Penulis.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan kepada yang

telah membantu Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Bandar Lampung, November 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 2
1.4 Kontribusi ......................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4


2.1 Pembibitan Sapi ................................................................................ 4
2.2 Sapi Induk ......................................................................................... 4
2.3 Gangguan Reproduksi ....................................................................... 5
2.4 Prolapsus Uteri .................................................................................. 5
2.4.1 Faktor predisposisi ................................................................... 6
2.4.2 Gejala klinis ............................................................................. 6
2.4.3 Penanganan .............................................................................. 7
2.5 Keadaan Umum Perusahaan ............................................................. 7
2.5.1 Sejarah singkat perusahaan ..................................................... 7
2.5.2 Ketenagakerjaan ....................................................................... 8

III. METODE PELAKSANAAN.................................................................... 9


3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................ 9
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 9
3.2.1 Alat .......................................................................................... 9
3.2.2 Bahan ...................................................................................... 9
3.3 Metode Pelaksanaan ........................................................................... 9
3.4 Prosedur Kerja ................................................................................... 10
3.5 Pengamatan ....................................................................................... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 11


4.1 Kasus Prolapsus Uteri ........................................................................ 11
4.2 Deteksi Kasus Prolapsus Uteri ........................................................... 13
4.3 Prosedur Penanganan Kasus Prolapsus Uteri .................................... 14
4.4 Pencegahan Kasus Prolapsus Uteri .................................................... 18
4.5 Keberhasilan Penanganan Kasus Prolapsus Uteri .............................. 18

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 20


5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 20
5.2 Saran .................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

LAMPIRAN ................................................................................................... 24

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Keadaan tenaga kerja di PT. Superindo Utama Jaya 2018 ...................... 8

2. Data Kasus Prolapsus Uteri di PT. Superindo Utama Jaya ...................... 19


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Prolapsus uteri .......................................................................................... 12

2. Alat dan Bahan yang digunakan .............................................................. 14

3. Obat Penstreep-400 .................................................................................. 15

4. Obat Biodin .............................................................................................. 15

5. Reposisi uterus ......................................................................................... 16

6. Penjahitan vulva ....................................................................................... 16

7. Pemberian injeksi antibiotik..................................................................... 17


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha pembibitan sapi potong adalah suatu kegiatan usaha yang

menghasilkan bibit sapi secara berkelanjutan. Bibit ternak atau induk dipelihara

dengan tujuan menghasilkaan pedet. Pedet yang dihasilkan dikenal sebagai

bakalan yang akan digemukkan dengan hasil akhir ternak potong (Ningrum,

2018).

Sapi yang digunakan dalam usaha pembibitan adalah sapi betina atau sapi

induk untuk menghasilkan pedet. Manajemen pemeliharaan dalam usaha

pembibitan sapi potong perlu diperhatikan untuk menunjang produktivitas ternak,

salah satunya dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pakan sapi induk ketika

bunting. Kurangnya pemenuhan kebutuhan nutrisi pada sapi induk ketika bunting

dapat mengakibatkan sapi induk kekurangan tenaga ketika akan merejan saat

melahirkan sehingga induk mengalami distokia atau kesulitan dalam melahirkan.

Distokia atau kesulitan dalam melahirkan dapat disebabkan oleh beberapa faktor

baik dari faktor induk maupun anak (Toelihere, 1985).

Tindakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ketika menangani

distokia untuk menyelamatkan pedet agar tetap hidup, adalah terlebih dahulu

petugas melakukan palpasi per rektal posisi fetus untuk kemudian dilakukan

penarikan fetus agar fetus tetap selamat. Ukuran fetus yang terlalu besar seringkali

mengakibatkan pasca penarikan terjadi kasus prolapsus atau mukosa uterus

keluar.
2
Penanganan gangguan reproduksi di tingkat usaha pembibitan sapi potong

perlu diperhatikan terutama dalam hal mencegah terjadinya kasus prolapsus uteri

pada sapi, karena demi meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan induk tetap

sehat. Dengan adanya pembelajaran mengenai kasus prolapsus uteri pada sapi dan

penanganannya, maka diharapkan sebagai panduan pembelajaran bagi para

pembaca khususnya para pengusaha pembibitan ternak sapi potong dalam

meningkatkan efisiensi produksi di pembibitan sapi potong.

1.1 Tujuan

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk mendeskripsikan tentang cara

penanganan kasus prolapsus uteri pada sapi induk di PT. Superindo Utama Jaya.

1.2 Kerangka Pemikiran

Pemeliharaan sapi induk dalam usaha pembibitan harus dipandang

sebagai sebuah usaha yang menguntungkan. Pemeliharaan sapi induk dalam

jangka panjang bertujuan untuk menghasilkan pedet berkualitas dan memiliki

harga jual yang tinggi. Faktor reproduksi sangat penting untuk diperhatikan dalam

proses pembibitan. Efisiensi reproduksi memiliki peran yang penting dalam

meningkatan keuntungan usaha pada pemeliharaan induk sapi potong.

Calving interval dapat dijadikan salah satu parameter dalam efisiensi

reproduksi ternak. Idealnya seekor induk melahirkan anak satu kali dalam satu

tahun atau CI = 12 bulan. Keterlambatan bunting pasca melahirkan selama 1

bulan berarti pemborosan biaya pemeliharaan 1 bulan (Zubir, 2012). Calving

interval yang lebih dari 12 bulan dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah

satunya adalah adanya gangguan reproduksi yaitu prolapsus uteri yang terjadi

pada induk pasca melahirkan, pada keadaan prolapsus uteri menyebabkan organ

reproduksi mengalami iritasi atau cedera, infeksi pada bagian saluran reproduksi
3
akibat penanganan yang kurang baik sehingga memerlukan waktu yang cukup

lama untuk proses pemulihan.

Penanganan prolapsus uteri yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan

pada siklus reproduksi selanjutnya kemudian days open lebih lama. Oleh karena

itu kasus prolapsus uteri ini harus ditangani dengan benar (Toelihere, 1985).

Selain dapat mempengaruhi days open dan calving interval terjadinya kasus

prolapsus uteri jika tidak ditangani dengan cepat, tepat dan benar dapat

menyebabkan hewan mati. Menurut Ishii et al. (2010) dalam Asri (2017),

penanganan prolapsus uteri harus dilakukan dengan hati-hati dalam hal reposisi

manual, karena pendorongan uterus dengan tekanan yang berlebihan dapat

melukai atau merobek uterus bahkan dapat merobek pembuluh darah yang dapat

mengakibatkan pendarahan yang hebat sehingga kemungkinan besar membuat

hewan mati.

1.4 Kontribusi

Laporan Tugas Akhir ini diharapkan mampu memberikan informasi

kepada peternak sapi tentang penanganan prolapsus uteri, sehingga dapat

dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam manajemen pembibitan sapi potong dan

sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa mengenai cara penanganan kasus

prolapsus uteri.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembibitan Sapi

Pembibitan adalah kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak

untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual-belikan. Bibit sapi potong

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau

galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata–rata.

b. Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar.

c. Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit

induk.

Pemilihan bibit ternak sapi potong biasanya menyangkut tentang asal usul

atau silsilah ternak termasuk bangsa ternak, kapasitas produksi (umur,

pertambahan berat badan, produksi daging, dan lemak), kapasitas reproduksi

(kesuburan ternak, jumlah anak yang lahir dan hidup normal, umur pertama

kawin, siklus birahi, lama bunting, keadaan waktu melahirkan, kemampuan

membesarkan anak dan sebagainya), dan tingkat kesejahteraan anak (Ditjen

Peternakan, 2007).

2.2 Sapi Induk

Sapi induk adalah sapi betina yang khusus dipelihara untuk menghasilkan

daging, susu, atau pedet. Pada proses pemilihan bibit harus jelas tujuan

pemeliharaan, jika tujuannya untuk menghasilkan pedet, maka pedet yang

dihasilkan juga harus diseleksi untuk dijadikan bakalan atau replacement stock

(Nugroho, 2008).
5
Menurut Ngadiyono (2012), ciri-ciri pemilihan sapi induk yang baik

berdasarkan penampilannya yaitu berpostur tubuh baik, kaki kuat dan lurus,

ambing atau puting susu normal, halus, kenyal, tidak ada infeksi atau

pembengkakan, bulu halus, mata bersinar, nafsu makan baik, dan alat kelamin

normal. Pada sapi induk tanda-tanda birahi teratur, ternak dalam kondisi sehat,

tidak terlalu gemuk, tidak cacat, serta umur siap kawin.

2.3 Gangguan Reproduksi

Target usaha pembibitan sapi potong adalah terjadinya kebuntingan hingga

kelahiran setiap tahun, akan tetapi ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya

kegagalan kelahiran salah satunya adalah gangguan reproduksi. Kasus kejadian

gangguan reproduksi memiliki dua implikasi selain kegagalan untuk mendapatkan

pedet juga kematian induk akibat proses penanganan kelahiran yang tidak tepat.

Keberhasilan pada tingkat kebuntingan sapi induk saja tidak cukup tetapi

perlu hingga terjadi kelahiran pedet (Luthfi dan Widyaningrum, 2007). Menurut

Phocas dan Laloe (2003) dalam Luthfi dan Widyaningrum (2007), gangguan

reproduksi yang menyebabkan kegagalan kelahiran memberikan kontribusi cukup

besar pada peternak dalam memproduksi pedet. Pedet yang telah dinanti selama

±280 hari akan mengalami kematian yang selanjutnya berakibat tertundanya

proses pembibitan, jarak beranak semakin panjang, peningkatan biaya pakan dan

tenaga kerja. Beberapa kejadian gangguan reproduksi yang sering terjadi di

lapangan antara lain distokia, prolapsus uteri, retensio secundinae dan abortus.

2.4 Prolapsus Uteri

Prolapsus uteri adalah suatu kejadian dimana uterus keluar melewati

vagina dan menggantung di vulva. Prolapsus uteri terjadi pada stadium ketiga
6
setelah pengeluaran fetus dan setelah kotiledon fetus terpisah dari karunkula induk

(Wardhani, 2015).

2.4.1 Faktor Predisposisi

Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya prolapsus uteri pada sapi

induk dikarenakan adanya perubahan pada jaringan otot di sekitar saluran

peranakan bagian luar, yang mengalami relaksasi pada saat sapi induk memasuki

kebuntingan trimester ketiga. Selain itu, meningkatnya tekanan di dalam rongga

perut seiring perkembangan fetus (janin sapi) dapat mendorong bagian dalam

vagina/rektum keluar rongga tubuh. Kasus prolapsus uteri dapat menyebabkan

saluran kantung kemih tertutup oleh bagian vagina yang mengalami prolapsus

uteri, sehingga sapi tidak dapat melakukan urinasi.

Prolapsus uteri sering terjadi pada sapi yang sudah sering partus, hewan

yang telah berumur tua dan makanan yang kurang baik selama hewan itu

dipelihara dalam kandang, menyebabkan keadaan ligamentum penggantung uterus

menjadi kendor, lemah dan tidak cepat kembali ke posisi sebelum bunting

(Toelihere, 1985).

2.4.2 Gejala Klinis

Gejala yang dapat diamati pada hewan yang mengalami kasus prolapsus

uteri adalah biasanya hewan berbaring tetapi dapat pula berdiri dengan uterus

menggantung di kaki belakang. Selaput fetus atau selaput mukosa uterus yang

terbuka dapat terkontaminasi dengan feses, jerami, kotoran, atau gumpalan darah.

Uterus dapat membesar terutama bila kondisi prolapsus uteri telah berlangsung 4-

6 jam atau lebih (Toelihere, 1985).


7
2.4.3 Penanganan

Penanganan prolapsus uteri secara teknis yaitu dengan ditempatkan

didalam kandang dengan kemiringan 5-15 cm lebih tinggi di bagian belakang.

Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi uterus yaitu irigasi (pencucian

organ uterus dengan antiseptik povidon iodine dan uterus direposisi), selanjutnya

dilakukan injeksi dengan antibiotik spektrum luas (oxytetracycline) (Riady, 2006).

Pada saat melakukan reposisi, uterus dimasukkan mulai dari pangkalnya di

bagian servik yang terdekat pada vulva. Setelah melakukan reposisi uterus,

selanjutnya dimasukkan antibiotik seperti metitrin, terdomyocel, preparat

terramycin, aureomycin, tetracycline, atau larutan antibiotik yang berspektrum

luas lainnya kedalam uterus. Pada tahap terakhir diberikan injeksi antibiotik

secara intramuskular untuk membantu pencegahan infeksi dalam uterus

(Toelihere, 1985).

2.5 Keadaan Umum Perusahaan

2.5.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Perseroan Terbatas Superindo Utama Jaya merupakan perusahaan

peternakan pembibitan dan penggemukan sapi potong yang berada di jalan Walet

Rt. 059/ Rw. 012, kelurahan Banjar Sari, Kec. Metro Utara, Kota Metro. PT.

Superindo Utama Jaya berdiri sejak tahun 2010 dengan nama awal CV Lestari

Jaya dengan populasi awal penggemukan sapi potong 100 ekor. Pada tahun 2011

pengembangan usaha pembibitan dilakukan dengan menambahkan 100 ekor

betina indukan dengan luas kandang 3 Ha. Seiring berjalannya usaha pembibitan

dan penggemukan sapi indukan, pedet, dan dara yang kian bertambah jumlahnya

mencapai 1.200 ekor CV Lestari Jaya resmi menjadi PT. Superindo Utama Jaya

pada tahun 2016 dengan luas lahan hijauan 10 Ha serta sumber hijauan dari para
8
petani sekitar peternakan. Pertengahan tahun 2017 populasi kian naik hingga

2.500 ekor sehingga kandang sapi dengan luas 3 Ha tidak mampu menampung

jumlah sapi yang ada, maka pada tahun 2018 dibuka cabang PT. Superindo Utama

Jaya di Nakau, Lampung Utara dengan populasi sapi 450 ekor dara dan pejantan.

2.5.2 Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan di PT. Superindo Utama Jaya berjumlah 60 orang dengan

pembagian tugas seperti pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Keadaan Tenaga Kerja di PT. Superindo Utama Jaya 2018


No. Tugas Jumlah tenaga kerja
1 Kepala perusahaan 1
2 Bagian administrasi 2
3 Kepala kandang 1
4 Pengawas kandang 1
5 Pimpinan kesehatan 1
6 Mantri hewan 2
7 Penanggung jawab pedet 2
8 Penanggung jawab pedet karantina 2
8 Penanggung jawab sapi perah 2
9 Kepala gudang 1
10 Petugas bagian pengolah pakan 2
11 Petugas bagian sanitasi dan pakan 21
12 Petugas bagian perawatan lingkungan 1
13 Petugas bagian keamanan 6
14 Petugas bagian transportasi 4
15 Petugas bagian chopper 10
16 Petugas kunci kandang 1
Jumlah 60
Sumber : PT. Superindo Utama Jaya (2018)
III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan observasi dan pengambilan data Tugas Akhir ini dilaksanakan di

PT. Superindo Utama Jaya, Banjar Sari, Metro Utara pada tanggal 13 Agustus

sampai 12 Oktober 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penanganan prolapsus uteri ini

adalah needle holder, gunting, jarum jahit khusus, dan spuit.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada kegiatan penanganan prolapsus uteri ini

adalah obat antibotik Penstrep-400 (Penicilin dan Streptomycin), multivitamin

Biodin, air bersih, dan benang silk.

3.3 Metode Pelaksanaan

Kegiatan pengambilan data menggunakan data primer dan sekunder. Data

primer merupakan data yang didapatkan berdasarkan pengamatan secara langsung

di PT. Superindo Utama Jaya dan kegiatan wawancara dengan pembimbing

lapang. Data sekunder berasal dari studi literatur yang diperoleh melalui media

cetak dan elektronik.


10

3.4 Prosedur Kerja

Dalam pelaksanaan pengambilan data Tugas Akhir Mahasiswa di PT.

Superindo Utama Jaya Kelurahan Banjar Sari, Metro Utara telah dilakukan

prosedur kerja sebagai berikut:

a. Melakukan observasi seperti mengamati kejadian kasus prolapsus uteri

yang terjadi pada sapi induk yang melahirkan sampai cara penanganan.

b. Melakukan wawancara langsung dengan pembimbing lapang dan

karyawan kandang terkait kasus, deteksi, penanganan, pencegahan, dan

keberhasilan penanganan kasus prolapsus uteri di PT. Superindo Utama

Jaya.

c. Partisipasi aktif berupa ikut serta membantu dalam praktik langsung proses

penanganan kasus prolapsus uteri.

d. Diskusi langsung yang berisikan tanya jawab beserta penyampaian materi

dari dokter hewan PT. Superindo Utama Jaya.

e. Melakukan studi literatur untuk memperoleh data yang terkait melalui

pengutipan dari jurnal, buku, artikel, karya ilmiah lainnya yang

mendukung terhadap penulisan Laporan Tugas Akhir ini.

3.5 Pengamatan

a. Kasus prolapsus uteri

b. Deteksi kasus prolapsus uteri

c. Prosedur penanganan kasus prolapsus uteri

d. Pencegahan kasus prolapsus uteri

e. Keberhasilan penanganan kasus prolapsus uteri.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kasus Prolapsus Uteri di PT. Superindo Utama Jaya


Jenis sapi induk yang digunakan di PT. Superindo Utama Jaya antara lain

sapi Peranakan Ongole (PO), Limousin, dan Brahman Cross (BX). Jumlah

populasi sapi induk di PT. Superindo Utama Jaya sebanyak 586 ekor yang terdiri

dari sapi PO 297 ekor, Limousin 197 ekor, dan Brahman Cross 92 ekor. PT.

Superindo Utama Jaya dalam usaha pembibitannya menerapkan sistem

perkawinan alam dan inseminasi buatan (IB) menggunakan bibit unggul pada sapi

yang dipelihara untuk pembibitan. Menurut Toelihere (1985), apabila jenis sapi

induk yang dipelihara dalam pembibitan adalah sapi induk lokal sebaiknya

dikawinkan dengan pejantan yang sesuai, ataupun dalam memilih induk sebagai

penghasil bibit sebaiknya tidak yang berumur terlalu tua. Prolapsus uteri sering

terjadi pada sapi yang sudah sering partus, hewan yang telah berumur tua dan

makanan yang kurang baik selama hewan itu dipelihara dalam kandang,

menyebabkan keadaan ligamentum penggantung uterus menjadi kendor, lemah

dan tidak cepat kembali ke posisi sebelum bunting.

Persentase kasus prolapsus uteri di PT. Superindo Utama Jaya setiap tahun

rata-rata 4-5 ekor induk sapi, jika dipersentasekan 1% dari populasi sapi induk.

Kasus prolapsus uteri walaupun hanya 1% persentasenya dalam usaha pembibitan

sapi tetapi sangat berpengaruh terhadap efisiensi reproduksi dari sapi induk yang

dipelihara, karena siklus reproduksi dapat terganggu. Efisiensi reproduksi

memiliki peran yang besar dalam meningkatan keuntungan usaha pemeliharaan

sapi induk. Idealnya seekor induk melahirkan anak satu kali dalam satu tahun atau
12

CI = 12 bulan. Keterlambatan bunting pasca melahirkan akibat gangguan

reproduksi selama 1 bulan berarti pemborosan biaya pemeliharaan 1 bulan (Zubir,

2012).

Selama melakukan PKL di PT. Superindo Utama Jaya ditemukan 4

kejadian distokia yang diikuti dengan kasus prolapsus uteri. Kasus prolapsus uteri

yang terjadi pada PT. Superindo Utama Jaya terjadi pada sapi induk yang berumur

3-4 tahun. Kasus prolapsus uteri terjadi setelah sapi mengalami kasus distokia,

karena sapi induk tidak kuat merejan. Kejadian distokia salah satunya disebabkan

ukuran fetus atau posisi fetus yang tidak normal, sehingga dilakukan penarikan

paksa (traksi) yang dapat menyebabkan ligamentum penggantung uterus kendor

dan lemah. Proses penarikan fetus dapat menyebabkan terjadinya cedera pada

organ reproduksi sehigga sapi akan mengalami kasus prolapsus uteri (Gambar 1).

Gambar 1. Prolapsus Uteri


Sapi induk yang mengalami kasus prolapsus uteri sebanyak 4 ekor yang

terdiri dari 2 ekor sapi induk dalam kondisi baik dan tetap dilakukan

pemeliharaan, sedangkan 2 ekor yang lain dalam kondisi lemah dan kembali

mengalami prolapsus uteri setelah penanganan. Sapi induk yang kembali

mengalami kasus prolapsus uteri maka dilakukan pengafkiran dengan menjual


13
sapi induk. Pada kasus ini menunjukkan bahwa penanganan belum cukup baik,

karena masih ada sapi induk yang kembali mengalami prolapsus uteri setelah

penanganan. Sapi induk yang mengalami prolapsus uteri di PT. Superindo Utama

Jaya yang masih dalam kondisi baik menunjukkan gejala birahi atau estrus

kembali pada 60 hari pasca penanganan prolapsus. Menurut Prihatno (2013)

dalam Ismaya (2014), gejala birahi pada sapi waktunya bervariasi tergantung

pakan, musim/suhu, dan waktu involusi uterus. Biasanya pada sapi menunjukkan

paling cepat 30-50 hari setelah beranak.

4.2 Deteksi Kasus Prolapsus Uteri

Pengamatan dan deteksi kasus prolapsus uteri dilakukan dengan cara

sebagai berikut: petugas mengamati kondisi sapi induk setelah melahirkan;

melihat sapi induk berbaring di lantai kandang setelah penarikan fetus kondisinya

terlihat lemah; beberapa saat sapi berdiri kembali dan kemudian dari dalam vagina

terlihat mukosa uterus keluar menggantung di kaki belakang sapi. Maka dapat

dideteksi sapi mengalami kasus prolapsus uteri. Menurut Toelihere (1985), tanda-

tanda prolapsus uteri adalah biasanya sapi berbaring tetapi dapat pula berdiri

dengan uterus menggantung di kaki belakang. Uterus akan membesar dan

oedematus terutama bila kondisi telah berlangsung 4-6 jam atau lebih.

Menurut Partodihardjo (1987), tanda-tanda prolapsus uteri adalah pada

vulva terlihat bagian-bagian endometrium yang menyembul keluar. Jika prolapsus

itu hanya sebagian maka besarnya penonjolan mukosa uterus hanya sebesar tinju,

atau lebih besar lagi. Apabila dalam keadaan total maka sampai serviks pun ikut

keluar oleh beratnya uterus yang telah keluar.


14
4.3 Prosedur Penganganan Kasus Prolapsus Uteri

Penanganan sapi induk yang mengalami kasus prolapsus uteri di PT.

Superindo Utama Jaya dilakukan setelah beberapa saat prolapsus uteri terjadi,

sehingga kemungkinan infeksi belum terjadi. Menurut Toelihere (1985) dalam

Siswanto dan Mudji (2010), pada kasus prolapsus uteri yang kasusnya baru dan

segera mendapatkan penanganan maka kondisi induk akan segera baik. Pada

kasus prolapsus uteri yang berat dengan uterus telah terkontaminasi dan

mengalami infeksi maka kondisi induk akan menjadi buruk. Kondisi ini akan

menyebabkan induk produksinya menurun apabila tidak segera ditolong.

Prosedur penanganan kasus prolapsus uteri di PT. Superindo Utama Jaya

ada beberapa prosedur yang dilakukan yaitu:

1. Prosedur ke-1 petugas kesehatan melakukan pemindahan sapi induk ke

kandang karantina yang terpisah dari koloni.

2. Prosedur ke-2 menempatkan sapi pada kandang jepit, mempersiapkan alat

dan bahan yang akan digunakan seperti needle holder, gunting, jarum jahit

khusus, spuit, dan benang silk. Berikut alat dan bahan yang digunakan

dalam penanganan kasus prolapsus uteri dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Alat dan Bahan yang digunakan


15
3. Prosedur ke-3 disiapkan obat-obatan berupa antibiotik Penstrep-400

(Penisilin-Streptomycin) (Gambar 3), dan multivitamin Biodin (Gambar 4).

Gambar 3. Penstrep-400

Gambar 4. Biodin

4. Prosedur ke-4 petugas mencuci uterus dengan air bersih lalu perlahan-

lahan memasukkan seluruh organ reproduksi kedalam vagina, direposisi

dengan mendorong uterus mengikuti proses perejanan sapi induk sampai

masuk seluruhnya, proses reposisi uterus dapat dilihat pada (Gambar 5).
16

Gambar 5. Reposisi uterus

5. Prosedur ke-5 dilakukan penjahitan pada vulva (Gambar 6) untuk mencegah

uterus keluar kembali. Penjahitan pada bagian vulva hanya dilakukan

sebagian, tidak disarankan untuk melakukan penjahitan seluruhnya agar sapi

induk dapat melakukan proses urinasi.

Gambar 6. Penjahitan vulva

6. Prosedur ke-6 dilakukan penanganan secara medis, yaitu pemberian

antibiotik Penisilin-Streptomycin (Penstrep-400) sebanyak 15 ml (Gambar

7) yang diinjeksikan secara intramuskular menggunakan spuit agar tidak

terjadi infeksi pada organ reproduksi. Penisilin-Streptomycin bekerja

dengan menghasilkan efek bakterisida pada bakteri yang sedang aktif


17

membelah sehingga aktivitas bakteri dapat terganggu bahkan mati

(Rismardiati, 1985).

Gambar 7. Pemberian injeksi antibiotik Penstreep

7. Prosedur ke-7 diberikan injeksi multivitamin Biodin sebanyak 15 ml

secara intramuskular. Biodin mengandung ATP, Mg aspartate, K

aspartate, Na. Selenite, Vitamin B 12, Excipient qs, campuran dari

berbagai kelompok faktor tersebut dalam perbandingan yang baik

memungkinkan rekonstitusi dari cadangan energi dan berlangsungnya

proses metabolisme yang baik, berfungsi sebagai stimulasi tubuh secara

umum terutama pada tonus otot dari semua spesies hewan, seperti pada

keadaan lemah otot akibat melahirkan (Abdullah, 2014).

8. Jahitan dibuka setelah seminggu kemudian dan luka jahitan sudah

mengering, setelah itu dilakukan pengamatan kondisi sapi setelah pasca

prolapsus uteri.
18

4.4 Pencegahan Kasus Prolapsus Uteri

Adapun beberapa pencegahan agar prolapsus uteri tidak kembali terjadi

pada sapi induk yang dipelihara menurut Anonim (2007) dalam Siswanto dan

Mudji (2010), tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat

desain lantai kandang dengan kemiringan 5-15 cm lebih tinggi di bagian belakang,

kemudian kontrol manajemen pakan sehingga sapi-sapi yang bunting terutama

pada trimester ketiga tidak mengalami kegemukan, dan yang terpenting adalah

tidak disarankan untuk memelihara sapi yang pernah mengalami kejadian

prolapsus uteri pada saat bunting karena ada kecenderungan genetis berperan

dalam kejadian kasus prolapsus uteri. Ketika induk sapi bunting kembali dan

melahirkan maka ada sifat herediter. Pencegahan prolapsus uteri dapat dilakukan

dengan cara melakukan exercise pada sapi induk yang sedang bunting untuk

melatih otot-otot pada sapi induk agar tidak lemah ketika akan melahirkan.

4.5 Keberhasilan Penanganan Kasus Prolapsus Uteri

Indikator keberhasilan dari penanganan kasus prolapsus uteri adalah status

kesehatan sapi pasca penanganan. Indikator yang dapat dijadikan sebagai penentu

keberhasilan penanganan kasus prolapsus uteri antara lain: 1) Sapi induk sehat, 2)

tidak terjadi prolapsus uteri berulang, 3) tidak terjadi jahitan lepas, 4) waktu sapi

menunjukkan birahi <90 hari. Berikut ini adalah data dari kejadian prolapsus uteri

di PT. Superindo Utama Jaya yang didapatkan selama mengikuti kegiatan PKL

dapat dilihat pada Tabel 2.


19

Tabel 2. Data Kasus Prolapsus Uteri di PT. Superindo Utama Jaya


Induk
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4
Sapi
1 √ √ √ √

2 √ √ √ √

3 X X X X

4 X X X X

Sumber: PT. Superindo Utama Jaya (2018)


Keterangan :
a. Indikator 1 : Sapi induk sehat.
b. Indikator 2 : Tidak terjadi prolapsus uteri berulang.
c. Indikator 3 : Tidak terjadi jahitan lepas.
d. Indikator 4 : Waktu sapi menunjukkan birahi <90 hari.

Penanganan kasus prolapsus uteri dinyatakan baik jika semua indikator 1,

2, 3 dan 4 terpenuhi. Keberhasilan penanganan kasus prolapsus uteri di PT.

Superindo Utama Jaya dapat dinyatakan bahwa dari 4 ekor sapi induk yang

mengalami kasus prolapsus uteri tidak ada sapi induk yang mati setelah

penanganan, tetapi ada yang lemah dan tidak tertolong sehingga dilakukan afkir.

Luka jahitan dibuka setelah 7 hari, 2 ekor sapi tidak menunjukkan gejala

prolapsus berulang tetapi 2 ekor yang lain masih mengalami gejala prolapsus

berulang.

Menurut Febriyanto (2013), setelah 3 - 7 hari biasanya kandungan sudah

mulai normal dan jahitan sudah mengering, sehingga pada dasarnya jahitan boleh

dilepas namun untuk menghindari terjadinya kasus kembali jahitan disarankan

dilepas setelah 2 - 4 minggu. Sapi-sapi yang sehat pasca penanganan prolapsus

uteri menunjukkan siklus birahi kembali setelah 60 hari. Berdasarkan indikator-

indikator tersebut penanganan kasus prolapsus di PT. Superindo Utama Jaya

belum baik karena masih ada sapi induk yang menunjukkan gejala prolapsus uteri

berulang pasca penanganan.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penanganan kasus prolapsus

uteri pada sapi induk di PT. Superindo Utama Jaya dapat disimpulkan bahwa:

penanganan yang dilakukan dalam kasus prolapsus uteri pada sapi induk kurang

baik yang kegiatannya meliputi pemisahan induk ke kandang khusus; mencuci

uterus dan mereposisi secara manual dalam vagina hingga masuk seluruhnya;

dilakukan jahitan pada sebagian bibir vulva; pada akhir penanganan diberikan satu

injeksi antibiotik Penisilin-Streptomycin (Penstrep-400), dan multivitamin Biodin.

Satu minggu setelah luka mengering jahitan dibuka.

5.2 Saran

Berdasarkan pengamatan di PT. Superindo Utama Jaya selama PKL

dinyatakan penanganan prolapsus uteri masih kurang baik, dan belum diketahui

data tentang kasus sebelumnya karena tidak dilakukan recording atau pencatatan.

Perlu dibuatkan recording setiap kejadian prolapsus uteri, agar dapat menjadi

evaluasi. Pada manajemen pemeliharaan sapi induk dan penerapan prosedur

penanganan kasus prolapsus uteri di PT. Superindo Utama Jaya sebaiknya

dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang benar, sehingga kasusnya

tidak terulang.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, F. 2014. Biodin Penguat Otot dan Meningkatkan Daya Tahan Tubuh.
http://obathewan17.blogspot.com/2014/12/biodin-penguat-otot-dan-
meningkatkan.html. (Diakses tanggal 4/11/2018)

Anonim. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi


Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen
Pertanian.

Asri, A. 2017. Penanganan Kasus Prolapsus Uteri pada Sapi Limousin di


Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Tugas Akhir. Program
Pendidikan Dokter Hewan. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Bastian Rusdia, Madi Hartonob, dan Sri Suharyati. 2016. Calving Interval pada
Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu. Department of Animal Husbandry,
Faculty of Agriculture Lampung University. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu Vol. 4(4): 277- 283, November 2016.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Prospek Usaha Penggemukkan Sapi Potong


Di Indonesia. Jakarta.

Febriyanto, A. 2013.Prolap. http://pertanian.magelangkota.go.id/informasi/artikel-


pertanian/89-prolap. ( Diakses tanggal 4/11/2018)

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University


Press. Surabaya.

Ishii M., T. Aoki, K. Yamakawa, T. Uyama, S. EI-khodery, M. Matsui, Y.


Miyake. 2010. Uterine prolapsed in cows: Effect of raising the rear end on
the clinical outcomes and reproductive performance. Obihiro University
of Agriculture and Veterinary Medicine, Obihiro, Hokkaido, Japan.
Journal Veterinary Medicine, 55, 2010 (3): 113-118. Asri, A penerjemah.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Dan Kerbau. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.

Jackson PG. 2007. Handbook obstetrik veteriner. Edisi ke-2. Junaidi A,


penerjemah. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah Mada University Press.

Luthfi M, Widyaningrum Y. 2007. Tingkat Kejadian Gangguan Reproduksi Sapi


Bali dan Madura pada Sistem Pemeliharaan Kandang Kelompok.
22
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2017.
DOI: http://dx.doi.org/10.14334/Pros.Semnas.TPV-2017-p.101-108

Ngadiyono, N. 2012. Beternak Sapi. PT. Citra Aji Parama. Yogyakarta.

Ningrum, F.W. 2018. Pemilihan Induk Sapi Berdasarkan Skor Kondisi Tubuh di
PT Superindo Utama Jaya Kelurahan Banjar Sari, Kecamatan Metro Utara.
Tugas Akhir. Program Studi Produksi Ternak. Jurusan Peternakan.
Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.

Nugroho, C.P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Penerbit Departemen


Pendidikan Nasional.

Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Fakultas Kedokteran Veteriner.


Jurusan Reproduksi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Phocas F, Laloe D. 2003. Evaluation models and genetic parameters for calving
difficulty in beef cattle. J Anim Sci. 81:933-938.

Prihatno, S. A. 2013. Kajian Epidemiologi Kawin Berulang pada Sapi Perah di


Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi. Fakultas Kedokteran Hewan
UGM.

Putria, R. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (breeding)


Sapi Potong pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP), Serang, Propinsi
Banten. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Riady. 2006. Implementasi Program Menuju Swasembada Daging. Petunjuk


Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong.
http://Lolitsapi.Litbang.Deptan.Go.Id/Ind/Images/Stories/Juknis/Gangguan
% 2 0reproduksi.Pdf

Rismardiati, D.U. 1985. Preparat Penisilin dalam Pengobatan Mastitis Sapi Perah.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Riyanto, J., Sunarto, B.S. Hertanto, M. Cahyadi, Hidayah, R., W. Sejati. 2016.
Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat
Pengobatan Antibiotik. Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Jurnal Sains Peternakan Vol. 14 (2),
September 2016: 30-41.

Siswanto dan Era Hari Mudji. 2011. Tingkat Kejadian Prolapsus Uteri Pada Sapi
Perah Peranakan Fh Di Koperasi Unit Desa Sukamulya Kecamatan Wates
Kabupaten Kediri. https://Jurnalvitek.com/jv/article/download/10/12

Toelihere, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
23
Wardhani, S.A.B. 2015 . Prevalensi Kejadian Prolapsus Uteri pada Sapi Perah di
Kabupaten Sleman. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
LAMPIRAN
25

Lampiran 1. Populasi Sapi Induk Di PT. Superindo Utama Jaya


No Jenis Sapi Populasi
1 PO 297 ekor
2 Limousin/Simmental 197 ekor
3 Brahman Cross (BX) 92 ekor
Jumlah Total 586 ekor

Anda mungkin juga menyukai