diagnosa penyakit. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan patologi
anatomi (Murtidjo, 1992 dalam Damayanti Y dkk 2012). Nekropsi adalah teknik lanjutan dari
diagnosa klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkan hasil diagnosa klinik. Nekropsi banyak
digunakan dalam hal pemeriksaan hewan yang diduga telah terjangkit penyakit. Hal ini dilakukan
agar dapat diketahui penyakit yang diderita oleh hewan sehingga dapat ditentukan penanganan
yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut agar peternakan terhindar dari kerugian yang
lebih besar.
Diagnosa penyakit secara cepat dan tepat sanggat efektif dalam upaya pengendalian
maupun pemberantasan penyakit. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan
anatomi patologi (Berata et al, 2010). Untuk mendiagnosa penyebab kematian perlu dilakukan
pemeriksaan secara patologi anatomi. Pemeriksaan patologi anatomi dapat melihat lesi-lesi yang
ditemukan, memberi diagnosa morfologik pada organ-organ yang mengalami perubahan patologik
serta dapat memberi diagnosa tentatif (sementara) pada kasus yang ditemukan.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukan nekropsi adalah untuk mempelajari dan mengetahui teknik nekropsi pada
hewan aquatik dan mengetahui perubahan patologi anatomi pada organ yang diamati.
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
Spuit 3 ml, spuit 1 ml, needle, scaple, blade, gunting tajam tumpul, gunting tajam,
pinset anatomi, pinset cirurgis, pot organ, pisau, nampan, dan mikroskop.
2.1.2. Bahan
Gloves, masker, ikan sakit, dan air bersih
2.2. Metodologi
2.2.1. Nekropsi Ikan
1. Pemeriksaan keadaan umum. Pemeriksaan keadaan umum ikan meliputi
2. Teknik euthanasia ikan. Terdapat 2 teknik euthanasia ikan yaitu memukul kepala ikan
hingga ikan mati dan merusak cerebrospinal dengan bantuan sonde. Sebelum
3. Setelah dieuthanasia, ikan diincisi kea rah cranial mulai dari lubang anus sampai ¼
4. Dilanjutkan incisi ke atas dari ¼ bagian dari operculum ikan sampai ke batas os
5. Incisi dilanjtkan kembali arah cranial dari batas os costae caudal sampai ke batas
6. Dilakukan pengamatan organ abdomen dan toraks sebelum dikeluarkan dari ruang
8. Pemeriksaan otak, dilakukan pembukaan kepala , bagian caudal kepala dibuka secara
10. Kemudian kedua ujung irisan tersebut dihubungkan dengan irisan, sehingga seluruh
bagian atas kavitas cranialis dapat di angkat dan otak dapat diperiksa.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Nekropsi Ikan
3.1.1. Pemeriksaan Ikan
A. Data pemilik
Nama : Bpk. Simon Ne’a
Alamat : Tarus
B. Data Pasien
Jenis hewan : ikan Nila
Umur : 2-3 bulan
Jenis kelamin : betina
C. Ananmesa
Pengamatan pada kolam pemeliharaan ikan menunjukkan kolam terbuat dari tanah,
air yang digunakan untuk memelihara ikan adalah air yang berasal dari sumur yang berada
di dekat kolam. Tidak pernah dilakukan pergantian air kolam. air kolam tampak keruh dan
berwarna kecoklatan dan berada di sekitar area perumahan warga dan perkebuhan/sawah.
Pakan yang digunakan merupakan pakan yang dibeli dari toko, pembersihan kolam jarang
dilakukan , kapasitas populasi ikan pada kisaran 50 puluan ekor terdiri dari ikan kecil dan
besar . jenis ikan Nila dan Mas. Berdasarkan dari pernyataan dari pemilik kolam, biasanya
terjadi kematian ikan di kolam tersebut, namun tidak dalam jumlah besar. Namun pada saat
pengambilan ikan tidak ada ikan yang mati. Ikan yang diambil merupakan ikan yang
D. Pemeriksaan eksternal
Pemeriksaan umum dilakukan dengan melihat keadaan luar dari anterior sampai
posterior tubuh ikan. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya kelainan pada tubuh
morfologik dimulai dari warna, ukuran, konsistensi. Hasil pemeriksaan tidak menunjukan
adanya perubahan pada semua organ yang diperiksa. Pemeriksaan dilanjutkan dengan
emersi.
F. Hasil
- Organ yang diperiksa
Nama organ Gambar Keterangan
Jantung Tidak ada perubahan
morfogik
-pankreas (tanda Tidak ada perubahan
panah merah) morfologik
-limpa (tanda panah
kuning)
-hati (tanda panah
hijau)
Dactylogyrus Sp.
G. Pembahasan
Pada kasus mandiri kali ini hewan digunakan adalah ikan nila yang diambil dari
kolam tradisional milik warga. Ikan yang diambil berdasarkan gejala yang ditunjukan
hewan tersebut. Ikan tersebut menunjukan gejala sering berenang dipermukaan, hal ini
dimungkinkan karna ikan kesulitan bernapas. Untuk pemeriksaan ekstrenal tidak ada
perubahan signifikan pada tubuh ikan dari anterior hingga posterior. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan melihat perubahan organ internal. Ikan diincisi menggunakan scalpel
dari anus hingga speculum ikan. Setelah itu organ diamati satu persatu. Namun saat
pemeriksaan ditemukan adanya pendarahan pada organ internal ikan terkhususnya hati, hal
ini terjadi akibat pada saat incisi pisau saclpel melukai organ internal tekhusus hati. Namun
tidak ada perubahan signifikan pada organ jika dilihat dari ukuran konsistensi serta warna.
dengan membuka bagian operculum untuk melihat insang. Bagian sisir ingsang di ambil
untuk diamati di bawah mikroskop, pada pengamatan di temukan cacing Dactylogyrus Sp.
cacing ini hidup menetap atau habitatnya berada di insang ikan. Dactylogyrus sp. lebih
banyak terdapat pada insang terutama pad ikan nila, dikarenakan kebutuhan nutrien yang
dibutuhkan banyak terdapat pada insang (Tarmizi et al, 2016). Pada kasus mandiri kali ini
hewan yang digunakan merupakan ikan nila dan ditemukan cacing pada bagian insang
yang menjadi organ target cacing Dactylogyrus sp maka diduga cacing tesebut merupakan
Diagnosa Sementara
tinggi yang menginfeksi benih ikan nila pada kolam tradisional dan longyam. Menurut
ektoparasit ini berkembang biak dengan cepat. Dactylogyrus sp. berkembangbiak dengan
cara bertelur dan ratusan ekor parasit dapat menginfeksi satu ekor ikan (Wahyuni et al,
anterior. Pada ujung posterior tubuh terdapat alat penempel yang terdiri dari 2 kait besar
yang dikelilingi 16 kait lebih kecil disebut Opisthaptor. Mempunyai testis dan ovary.
Kutikular, memiliki 16 kait utama, satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus sp.
mempunyai ophisaptor (posterior sucker) dengan 1 – 2 pasang kait besar dan 14 kait
marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang
Sifat Biologis Bersifat hermaprodit, sebagian besar telur terlepas dari insang dan
sebagian kecil tertanam pada insang, ukuran telur 50 um, bentuknya ovoid dan berspina
seperti duri mawar/ rosethorn like, sexual maturity 3 – 6 hari Larva dapat hidup tanpa
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini adalah penyakit Dactylogiriasis. Ikan
yang terinfeksi parasit ini dalam jumlah yang besar akan mengalami kerusakan insang.
Epitel lamela insang akan mengalami hyperplasia. Produksi lendir (mucosa) menjadi
Pembuluh darah pada lamela insang mengalami telangi ectasis. Insang akan berubah
warna menjadi pucat. Selanjutnya terjadi penurunan berat badan ikan, karena hilangnya
nafsu makan ikan. Ikan yang terinfeksi berat akan menunjukkan tingkah laku yang tidak
normal dan menyebabkan kematian (wahyuni et al, 2017). Ikan nila (O. niloticus) yang
Ikan yang terserang Dactylogyrus sp. akan menunjukkan gejala kesulitan berenang,
lemas, dan tidak suka bergerak karena pernapasannya terganggu. Pada intensitas tinggi,
ikan yang terserang parasit ini mengalami pendarahan pada insang (Kordi & Ghufran
2004). Tingginya nilai prevalensi Dactylogyrus sp. karena ektoparasit ini berkembang
biak dengan cepat. Dactylogyrus sp. berkembangbiak dengan cara bertelur dan ratusan
ekor parasit dapat menginfeksi satu ekor ikan terutama dengan adanya alat ophishaptor.
Serangan Dactylogyrus sp. terutama terjadi pada benih ikan berukuran 3-5 cm yang
berada pada kondisi perairan terburuk (Huet 1979). Faktor kualitas air dapat
mempengaruhi banyak tidaknya telur yang dihasilkan oleh Dactylogyrus sp. Jumlah telur
yang dihasilkan bergantung kepada kadar oksigen terlarut dalam air. Pada kadar oksigen
terlarut rendah, maka telur yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika kadar oksigen terlarut
dalam air tinggi, maka jumlah telur yang dihasilkan sedikit (Kabata 1985).
Diagnosa Banding
monogenia cacing ini juga bentuknya pipih dan pada ujung badannya di lengkapi dengan
alat yang berfungsi sebagai penggait dan alat penghisap darah. Gyrodactylus sp. biasanya
menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terserang gejalanya dapat di kenali kulitnya
kelihatan tidak bening lagi, ikan terlihat berkumpul pada pintu air masuk dan ikan berenang
tidak normal. Penanggulangan penyakit ini sama dengan penanggulanagn penyakit yeng
kasus satwa akuatik, nekropsi dilakukan pada ikan nila, dengan suspect Dactylogyrus
sp dilihat dari morfologi cacing saat diperiksa dibawah mikroskop. kasus tersebut
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in The Tropics. London and
Philadelphia: Taylor dan Prancis.
Kordi M & Ghufran H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka
Cipta dan Bina Adiaksara. 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Pujiastuti N & Setiati N. 2015. Identifikasi dan prevalensi ektoparasit pada ikan konsumsi di
balai benih ikan Siwarak. Unnes J Life Sci, 4 (1): 9-15.
Roberts, R.J., 1993. Motile Aeromonas Septicemia. In:Bacterial Disease of Fish (Inglis.V.,
R.J.Robert and N.R.Bromage, eds). Blackwell Scientific Publication, London, pp. 143
– 155
Shafrudin D, Yuniarti & Setiawati M. 2006. Pengaruh kepadatan benih ikan lele dumbo
(Clarias sp.) terhadap produksi pada sistem budidaya dengan pengendalian nitrogen
melalui penambahan tepung terigu. J Akuakultur Indonesia 5(2):137-147.
Wahyuni s, Hendri A, Erlita. 2017 Identifikasi Parasit Pada Ikan Air Tawar Di Balai Benih Ikan
Babah Krueng Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya. Jurnal Akuakultura 1 (1),
29-36.
Winaruddin & Eliawardani. 2007. Inventarisasi ektoparasit yang menyerang ikan mas yang di
budidaya dalam jarring apung di Danau laut air tawar Kabupaten Aceh Tengah.
Jurnal Kedokteran Hewan, I (2) : 66-69.