Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG

DIAJARKAN MENGGUNAKAN MODEL GUIDED DISCOVERY

LEARNING DAN GUIDED INQURY LEARNING

Oleh:

MARIANA SANITA BORU

NIM : 13116045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

berlangsung sepanjang hayat. Dengan pendidikan, individu akan mampu

mengembangkan potensi yang dimiliki serta membentuk kepribadian yang cakap.

Dengan pendidikan diharapkan akan mampu meningkatkan kapasitas, kapabilitas

dan terampil serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang

tertuang dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.”

Menurut Made Dwi Andreana (2013: 698) “pendidikan tidak pernah

lepas dengan kegiatan belajar, baik belajar secara non formal maupun

formal”. Proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah merupakan aplikasi

dari pendidikan formal. Melalui sekolah siswa disiapkan agar dapat mencapai

perkembangan pemahaman suatu kompetensi secara optimal. Untuk

mengetahui seberapa jauh perkembangan yang terjadi perlu adanya penilaian.

Hasil dari penilaian itulah yang disebut sebagai prestasi belajar.


Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1984:4) “prestasi belajar adalah peningkatan

hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf,

maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap

anak dalam periode tertentu”. Menurut batasan tersebut, dapat penulis uraikan

bahwa setelah siswa melakukan usaha belajar di sekolah dengan waktu tertentu

selanjutnya siswa dihadapkan pada suatu tes. Tes tersebut disebut tes hasil belajar.

Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dengan

standar tertentu.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah ,

hal ini tidak terlepas dari manfaat belajar matematika dalam memecahkan masalah

dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa masih

terdapat siswa yang bermasalah dalam belajar matematika dan hal ini

mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut. Faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar antar siswa berbeda-beda, ini menimbulkan prestasi yang dicapai masing-

masing individu tidak sama. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan

belajar siswa yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Faktor ekstern adalah faktor

yang berasal dari luar individu d a n f a c t o r i n t e r n yang adalah faktor yang

ada dalam diri individu yang meliputi faktor jasmaniah, psikologis, kelelahan

(Slameto, 2010:54). Salah satu faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern)

adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan suatu

pokok bahasan matematika.

Menurut Dwi Priyo Utomo masalah yang bekenaan dengan model

pembelajaran matematika yaitu kurang dikaitkan dengan masalah sehari-hari,


keterangan guru terlalu jelas, menekankan driil dan kurang mengembangkan daya

nalar dan meminta siswa menghafal rumus. Selain itu, model yang digunakan juga

cenderung menempatkan siswa dalam kondisi pasif sehingga siswa tidak dapat

menemukan konsep yang sedang dipelajari pada pokok bahasan tertentu dan akan

berdampak pada prestasi belajar siswa.

Berkaitan dengan masalah-masalah diatas, berdasarkan pengalaman penulis

saat melaksanakan praktik pengalaman lapangan di SMA N 1 Kupang ditemukan

permasalahan matematika yang paling umum antara lain: Siswa tidak berani

mengemukakan ide atau gagasannya dan siswa masih enggan bertanya meskipun

guru sudah memberikan kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum

dipahami. Tingkat pemahaman materi masih kurang dan kebanyakan siswa hanya

menghafalkan cara mengerjakan suatu soal tanpa memahaminya sehingga ketika

diberikan tes dengan soal yang bentuknya sama namun dikemas dengan bentuk

yang sedikit variatif, sebagian besar siswa merasa sulit mengerjakannya. Maka,

hal tersebut dapat berpengaruh pada prestasi belajar matematika siswa.

Terkait dengan permasalahan diatas, adapun beberapa model pembelajaran

yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa antara

lain, model pembelajaran Guided Discovery Learning dan Guided Inquiry

Learning. Guided Discovery Learning merupakan model pembelajaran

penemuan yang dilakukan dengan bimbingan dari guru dimana siswa tidak

hanya disodori dengan sejumlah teori (pendekatan deduktif), tetapi mereka pun

berhadapan dengan fakta (pendekatan induktif) (Kosasih dalam Liani, 2016 : 1).
Guided Inquiry Learning merupakan pembelajaran dengan penemuan

dimana siswa didorong terlibat secara aktif untuk belajar dengan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman

dengan melakukan eksperimen yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-

prinsip untuk diri mereka sendiri (Sanjaya, 2006: 196). Kedua model

pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa menjadi lebih baik melalui penemuan atau penyelidikan

yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan dari guru.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka peneliti merasa tertarik

untuk melakukan penelitian kuantitatif dengan judul: “Perbedaan Prestasi

Belajar Matematika Siswa yang Diajarkan dengan Model Guided

Discovery Learning dan Guided Inquiry Learning pada Materi Limit

di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Kupang T.P. 2019/2020”

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana prestasi belajar matematika pokok bahasan limit pada siswa

Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kupang T.P. 2019/2020 ?

2. Bagaimana penerapan model pembelajaran Guided Discovery Learning

pokok bahasan limit pada siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kupang T.P.

2019/2020 ?
3. Bagimana penerapan model pembelajaran Guided Inquiry Learning

pokok bahasan limit pada siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kupang T.P.

2019/2020 ?

4. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang

diajarkan dengan Model Guided Discovery Learning dan Guided

Inquiry Learning pada materi limit di Kelas XI MIA SMA Negeri 1

Kupang T.P. 2019/2020 ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk :

1. Mendeskripsikan prestasi belajar matematika pokok bahasan limit pada

siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kupang T.P. 2019/2020 ?

2. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Guided Discovery

Learning pokok bahasan limit pada siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1

Kupang T.P. 2019/2020 ?

3. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Guided Inquiry

Learning pokok bahasan limit pada siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1

Kupang T.P. 2019/2020 ?

4. Mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang diajarkan

dengan Model Guided Discovery Learning dan Guided Inquiry

Learning pada materi limit di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Kupang T.P.

2019/2020 ?
D. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian, maka peneliti

sangat perlu menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan judul

penelitian perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang diajarkan dengan

Model Guided Discovery Learning dan Guided Inquiry Learning.

Adapun penjelasan sekaligus batasan istilah untuk masing-masing variabel

tersebut adalah :

1. Prestasi belajar matematika adalah tingkatan kemampuan penguasaan materi

pelajaran oleh siswa yang mencakup aspek kognitif, sebagai akibat dari

proses belajar.

2. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dan perencanaan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2007:1).

3. Guided Discovery Learning adalah model pembelajaran mengacu kepada

teori belajar yang menekankan pada penemuan secara mandiri oleh peserta

didik untuk mengorganisasi materi yang sedang diajarkan dengan

bimbingan dan arahan dari guru sebagai fasilitator dalam proses

pembelajaran itu sendiri (Student Oriented).

4. Guided Inquiry Learning merupakan model pembelajaran yang dilakukan

dengan cara guru membimbing siswa melakukan penyelidikan. Langkah-

langkah pembelajaran guided inquiry adalah : (1) menyajikan pertanyaan atau

masalah, (2) membuat hipotesis, (3) merancang percobaan, (4) melakukan


percobaan untuk memeperoleh informasi, (5) mengumpulkan dan

menganalisis data, (6) membuat kesimpulan (Trianto, 2013: 172).

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Manfaat Teoritis

Untuk pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan teori-teori yang

berkaitan dengan pendekatan pembelajaran khususnya dalam bidang

pendidikan matematika.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai masukan bagi pelaku

pendidikan, baik itu sekolah dan terutama guru matematika sebagai

bahan reverensi untuk memilih pendekatan pembelajaran yang lebih

kreatif dan inovatif yang mendukung prestasi belajar matematika siswa.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Pengertian belajar secara komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler (dalam

Winataputra, 2008:1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang

dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan,

keterampilan, dan sikap. Seseorang dikatakan belajar jika dalam diri orang

tersebut terjadi suatu aktivitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang

dapat diamati relatif lama. Perubahan tingkah laku itu tidak muncul begitu saja,

tetapi sebagai akibat dari usaha orang tersebut. Oleh karena itu, proses terjadinya

perubahan tingkah laku dengan tanpa adanya usaha tidak disebut belajar.

Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan

lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.

Sehingga proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi

karena hasil pengalaman, sehingga dapat dikatakan terjadi proses belajar apabila

seseorang menunjukkan tingkah laku yang berbeda meliputi ranah kognitif, afektif

dan psikomotorik.

Sudjana (2001:28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil

proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah

pemahamannya, pengetahuannya, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan

lain-lain aspek yang ada pada individu siswa.


Berdasarkan uraian di atas tentang belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu bentuk perubahan tingkah laku pada diri seseorang sebagai akibat

dari pengalaman dan latihan dalam berinteraksi dengan lingkungan yang dialami

oleh seseorang.

Sedangkan pembelajaran menurut Gagne, et. al (dalam Winataputra,

2008:1.19), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk

memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sementara dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 20 berbunyi tentang Sisdiknas

dirumuskan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dalam konsep

pembelajaran tersebut terkandung 5 (lima) aspek, yakni interaksi, peserta

didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Pembelajaran dalam

arti luas merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan

kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang dirancang untuk

mendukung proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku

individu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pembelajaran dalam konteks

pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah, sebagian besar terjadi di

kelas dan lingkungan sekolah. Sebagian kecil pembelajaran terjadi juga di

lingkungan masyarakat, misalnya pada saat kegiatan kokurikuler dan

ekstrakurikuler.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan upaya

sistematis untuk memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar. Pembelajaran

harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar terjadi karena

pembelajaran.

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian

Prestasi belajar adalah peningkatan hasil usaha kegiatan belajar yang

dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode

tertentu (Sutratinah Tirtonegoro, 1984 : 4). Menurut batasan tersebut, dapat

penulis uraikan bahwa setelah siswa melakukan usaha belajar di sekolah

dengan waktu tertentu selanjutnya siswa dihadapkan pada suatu tes. Tes

tersebut disebut tes hasil belajar. Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk

mengukur prestasi belajar siswa dengan standar tertentu.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Slameto (2003: 54) menggolongkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor

ekstern.

2.1 Faktor Intern adalah faktor yang ada di dalam diri individu. Faktor ini

meliputi tiga aspek, yaitu:

a) Faktor jasmaniah, seperti: faktor kesehatan, cacat tubuh


b) Faktor psikologis, seperti: Inteligensi, perhatian, minat, bakat,

motivasi belajar, kematangan, kesiapan

c) Faktor kelelahan

2.2 Faktor Eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ini

dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu:

a) Faktor keluarga, meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antar

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan.

b) Faktor sekolah/universitas/kampus, meliputi: metode mengajar,

kurikulum, relasi dosen dengan mahasiswa, relasi mahasiswa dengan

mahasiswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

pelajarana di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas

rumah.

c) Faktor Masyarakat, meliputi: kegiatan mahasiswa dalam masyarakat,

media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan menjalankan

kegiatan pembelajaran.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip

atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan

prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis

sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Joyce & Weil berpendapat

bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat

digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka

panjang), merancang bahan- bahan pembelajaran, dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan

pola pilihan artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai

dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategis,

metode atau prosedur. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang

tidak dimiliki oleh strategi ataupun prosedur tertentu lainnya, antara lain:

a. Rasional teoritik yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai)

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut

dapat dilaksanakan dengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai.
D. Model Guided Discovery Learning

1. Pengertian Guided Discovery Learning

Zuhdan Kun Prasetyo dkk berpendapat bahwa belajar penemuan (discovery

learning) dibedakan menjadi dua yaitu, penemuan bebas (free discovery) dan

penemuan terpadu/terpimpin (guided discovery). Pelaksanaan pembelajaran

penemuan terbimbing (guided discovery) lebih banyak diterapkan, karena

dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam upaya

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun, bimbingan guru bukanlah

semacam resep yang harus diikuti, melainkan hanya merupakan arahan

tentang prosedur kerja yang diperlukan.

Guided discovery menurut pendapat Carin adalah proses kombinasi yang

serasi antara pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher center) dan

terpusat pada siswa (student center). Pada model pembelajaran guided

discovery ini guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan suatu

konsep sendiri, karena dengan menemukan sendiri siswa dapat lebih

memahami apa yang mereka dapatkan tersebut sehingga dapat diingat lebih

lama. Sedangkan guru hanya memberikan pengarahan atau petunjuk. Model

ini dapat melatihkan keterampilan siswa untuk menyelidiki dan memecahkan

masalah secara mandiri.

Carin memberi petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran

guided discovery antara lain:

a. Menemukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa


b. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan

c. Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa

d. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap

e. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu

atau secara berkelompok yang terdiri dari 2-5 orang

f. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa

untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan

untuk modifikasi

Carin menyarankan hal-hal di bawah ini agar tujuan di atas dapat tercapai yaitu:

a. Memberikan bantuan agar siswa memahami tujuan dan prosedur

kegiatan yang harus dilakukan.

b. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan dan prosedur kegiatan

yang harus dilakukan

c. Sebelum kegiatan dilakukan, menjelaskan pada siswa tentang cara

bekerja yang aman

d. Mengamati setiap siswa selama melakukan kegiatan.

e. Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat

dan bahan yang digunakan.

f. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.


2. Langkah-langkah Pembelajaran Model Guided Discovery Learning

Ada enam tahap model pembelajaran guided discovery learning yang

dikembangkan seperti yang tertera pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tahapan Model Pembelajaran Guided Discovery

Tahapan Perilaku Guru

Menjelaskan tujuan/ Guru menyampaikan tujuan

mempersiapkan siswa pembelajaran, memotivasi siswa

dengan mendorong siswa untuk terlibat

dalam kegiatan.

Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan masalah sederhana

yang berkenaan dengan materi

pembelajaran

Merumuskan hipotesis Guru membimbing siswa untuk

merumuskan hipotesis sesuai

permasalahan yang dikemukakan .

Melakukan kegiatan penemuan Guru membimbing siswa melakukan

kegiatan penemuan dengan

mengarahkan siswa untuk memperoleh

informasi yang diperlukan.


Mempresentasikan hasil penemuan. Guru membimbing siswa dalam

menyajikan hasil kegiatan,

merumuskan kesimpulan/menemukan

konsep.

Mengevaluasi kegiatan penemuan. Guru mengevaluasi langkah-langkah

kegiatan yang telah dilakukan.

Sumber: Adopsi Jamil Suprihatiningrum(2014: 244-245)

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Guided Discovery Learning

Kelebihan yang didapatkan siswa dengan belajar menggunakan guided

discovery yakni sebagai berikut:

a. Siswa dapat mengembangkan potensi intelektual. Bruner berpendapat bahwa

pembelajaran penemuan akan membuat siswa yang lambat belajar

mengetahui bagaimana menyusun dan melakukan penyelididkan. Lebih lanjut

dikatakan, salah satu keuntungan pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan penemuan terbimbing adalah materi yang dipelajari lebih lama

membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

b. Mengubah siswa dari memiliki motivasi dari luar (exstrinsic motivation)

menjadi motivasi dari dalam diri sendiri (intrinsic motivation). Penemuan

terbimbing membantu siswa untuk lebih mandiri, bisa mengarahkan diri


sendiri, dan bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri. Siswa akan

memotivasi diri sendiri jika belajar dengan penemuan terbimbing.

c. Siswa akan belajar sebagaimana belajar (learning how to learn). Siswa dapat

dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat,

dan berfikir. Jika otak siswa selalu dalam keadaan aktif, pada saat itulah

seorang siswa sedang belajar.

d. Siswa dapat mempertahankan memori. Otak manusia seperti komputer.

Permasalahan terbesar dalam otak manusia bukan pada penyimpanan data,

melainkan bagaimana mendapatkan kembali data yang telah tersimpan

didalamnya. Para ahli berpendapat bahwa cara paling mudah untuk

mendapatkan data adalah pengaturan (organization). Manusia dengan

pengaturan akan lebih mudah mendapatkan informasi apa yang dicari dan

bagaimana mencarinya. Penelitian membuktikan, dengan pengaturan

informasi yang disimpan di dalam otak akan berkurang kerumitannya.

Apalagi jika informasi tersebut dibangun sendiri yang salah satunya dengan

penemuan terbimbing.

4. Kekurangan Model Guided Discovery Learning

Kekurangan model pembelajaran guided discovery secara umum merupakan

kekurangan pembelajaran discovery itu sendiri diantaranya adalah:

a. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani

dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

b. Kelas dengan jumlah siswa yang terlalu banyak dapat menjadikan model

guided discovery kurang berjalan dengan lancar.


c. Guru dan siswa sudah sangat terbiasa dengan proses belajar mengajar gaya

lama maka penerapan model guided discovery menjadi kurang efektif.

E. Model Guided Inquiry Learning

1. Pengertian Guided Inquiry Learning

Llewellyn menjelaskan bahwa model pembelajaran guided inquiry

adalah pembelajaran yang diawali dengan pengajuan pertanyaan atau masalah

yang akan diselidiki oleh guru dan menunjukkan materi atau bahan yang

akan digunakan. Selanjutnya siswa merancang dan siswa melaksanakan

prosedur penyelidikan. Siswa kemudian menarik kesimpulan dan menyusun

penjelasan dari data yang dikumpulkan.

2. Langkah-langah Pembelajaran Model Guided Inquiry Learning

Adapun tahapan pembelajaran guided inquiry seperti yang ditunjukkan

pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Tahap Pembelajaran Guided Inquiry

Tahapan Perilaku Guru

Menyajikan pertanyaan atau Guru membimbing siswa

masalah. mengidentifikasi masalah dan

masalah dituliskan di papan tulis.

Guru membagi siswa dalam kelompok


Membuat hipotesis. Guru memberikan kesempatan pada

siswa untuk mengajukan pendapat

dalam membentuk hipotesis.

Guru membimbing siswa dalam

menentukan hipotesis yang relevan

dengan permasalahan dan

memprioritaskan hipotesis mana

yang menjadi prioritas penyelidikan.

Melakukan percobaan untuk Guru membimbing siswa untuk

menguji hipotesis dan menguji hipotesis dan mengumpulkan

mengumpulkan data atau data atau informasi melalui percobaan.

informasi.

Mengumpulkan dan menganalisis Guru memberi kesempatan pada tiap

data. kelompok untuk menyampaikan hasil

pengolahan data yang terkumpul

Membuat kesimpulan. Guru membimbing siswa dalam

membuat kesimpulan

Sumber: AdaptasiTrianto (2010:172)

3. Kelebihan Model Pembelajaran Guided Inquiry


Model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran

yang banyak dianjurkan karena memiliki beberapa kelebihan. Secara umum

kelebihan model pembelajaran guided inquiry sebagai berikut:

a. Model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran

yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan

psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui model ini

dianggap lebih bermakna.

b. Model pembelajaran guided inquiry memberikan ruang kepada siswa

untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

c. Model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran

yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern

yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat

adanya pengalaman.

d. Keuntungan lain adalah model pembelajaran ini dapat melayani

kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya,

siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat

oleh siswa yang lemah dalam belajar.

4. Kekurangan Model Pembelajaran Guided Inquiry

Secara umum kekurangan model guided inquiry tidak berbeda dengan

kelemahan model pembelajaran inquiry, karena guided inquiry

merupakan bagian dari pembelajaran inquiry. Adapun kekurangan model

pembelajaran guided inqury diantaranya sebagai berikut:


a. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa sehingga perlu

perencanaan pembelajaran yang matang sebelum melaksanakan

pembelajaran.

b. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan

kebiasaan siswa dalam belajar.

c. Kadang-kadang dalam mengimplentasikannya memerlukan waktu

yang panjang sehingga guru sering sulit menyesuaikannya dengan waktu

yang telah ditentukan.’

F. Penelitian Yang Relevan

Adapun beberapa penelitian yang menjadi acuan penelitian ini, antara lain:

a. Penelitian Lia eireny Sinaga (2019) berjudul ”Perbedaan Kemampuan

Pemahaman Konsep Matematika Siswa Yang Diajarkan Dengan Model

Guided Discovery Learning Dan Guided Inquiry Learning Pada Materi

Program Linear Di Kelas XI MIA SMA Negeri 8 Medan T. P. 2019/2020”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan

model guided discovery learning dan guided inquiry learning pada materi

program linear di kelas XI MIA SMA Negeri 8 Medan T. P. 2019/2020.

Persamaan penelitian ini ada pada variabel bebasnya yaitu model guided

discovery learning dan guided inquiry learning.

Perbedaannya ada pada variabel terikat yaitu pada penelitian Lia eireny

Sinaga (2019) variabel terikatnya mengenai kemampuan pemahaman


konsep matematika siwa sedangkan pada penelitian penulis mengenai

prestasi belajar matematika siswa.

b. Penelitian Dwi Agus Liani (2016), berjudul “Perbandingan Model

Pembelajaran Guided Discovery Learning Dengan Guided Inquiry Learning

Terhadap Hasil Belajar Aspek Kognitif Dan Afektif Siswa”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara

penggunaan model pembelajaran Guided Discovery Learning dengan model

pembelajaran Guided Inquiry Learning terhadap hasil belajar aspek kognitif

dan aspek afektif siswa.

Persamaan penelitian ini ada pada variabel bebasnya yaitu model guided

discovery learning dan guided inquiry learning.

Perbedaannya ada pada variabel terikat yaitu pada penelitian yang ditulis

oleh Dwi Agus Liani (2016)yaitu pemahaman konsep matematika sedangkan

variabel terikat yang ditulis oleh peneliti yaitu prestasi belajar matematika.

G. Kerangka Konseptual

Belajar adalah aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi

perubahan kemampuan diri. Prestasi belajar adalah tolak ukur dalam pembelajaran.

Prestasi belajar yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan

dalam diri individu sebagai hasil aktivitas belajar. Rendahnya prestasi belajar siswa

disebabkan karena kurang tepatnya model pembelajaran, karena model pembelajaran

mempengaruhi keberhasilan dan hasil belajarnya. Dengan demikian, perlu adanya

model pembelajaran yang tepat yang kemudian dapat meningkatkan prestasi belajar.
Pembelajaran Discovery (penemuan) adalah model yang mengajar dan

mengatur pengajaran sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya

belum diketahui. Discovery adalah proses mental pada siswa mampu

mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang di maksud antara

lain mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,

menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Guru hanya

membimbing. Pada siswa SMA, model yang digunakan adalah Guided Discovery

(penemuan terbimbing) hal ini dikarenakan siswa SMA masih memerlukan bantuan

guru sebelum menjadi penemuan murni.

Guided Inquiry (Inkuiri terbimbing) yaitu pendekatan inkuiri guru

membimbing siswa untuk melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal

dan mengakhirinya pada suatu diskusi. Guru mempunyai peranan aktif dalam

menentukan permasalahan dan tahap- tahap pemecahannya. Pada pembelajaran

guided inquiry siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk

diselesaikan baik melalui diskusi kelmpok maupun individual agar mampu

menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan. Pada penelitian ini

meggunakan dua kelas ekperimen yaitu kelas Guided Discovery learning dan

Guided inqury learning.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan

variabel terikat.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah X1, X2 dan variabel

terikat Y. Variabel X1 adalah variabel bebas dengan model pembelajaran Guided

Discovery Learning, variabel X2 adalah variabel bebas dengan model pembelajaran


Guided Inquiry Learning. Sedangkan variabel Y adalah variabel terikat yaitu

prestasi belajar matematika siswa.

Hubungan antara variabel tersebut digambarkan dalam diagram berikut ini:

𝑋1

𝑋2

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Keterangan :

X1: Model pembelajaran Guided Discovery Leanrning

X2: Model pembelajaran Guided Inquiry Learning

Y : Prestasi belajar matematika siswa

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual penelitian diatas maka hipotesis penelitian

ini adalah terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang diajarkan

dengan Model Guided Discovery Learning dan Guided Inquiry Learning

pada materi limit di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Kupang T.P. 2019/2020.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Penelitian

kuantitatif merupakan suatu metode penelitian yang bersifat induktif, objektif dan

ilmiah dan dimana data yang diperoleh berupa angka atau suatu pernyataan yang

dinilai, dan dinilai dengan analisis statistik. Penelitian kuantitatif cenderung dalam

setting atau lingkungan buatan. Demikian juga pemahaman dan kesimpulan ini

juga disertai dengan tabel, grafik atau bagan. Penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian eksperimen.

Jenis eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen

semu (quasi eksperimental). Eksperimen semu digunakan karena peneliti tidak

mungkin mengontrol dan memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali

beberapa variabel-variabel yang diteliti. Tujuan dari penelitian eksperimen semu

adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi

yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang

tidak memungkinkan untuk mengontrol dan memanipulasi semua variabel yang

relevan.

Dalam penelitian ini penulis ingin membedakan prestasi belajar matematika

siswa, hal tersebut akan dibedakan melalui dua model yang berbeda yaitu

dengan model pembelajaran guided discovery learning dan model pembelajaran

guided inquiry learning. Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian


Pretest-Posttest control group design yang melibatkan kelompok eksperimen 1

dan kelompok eksperimen. Pada kelompok eksperimen 1 diberikan treatment

berupa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajara guided discovery

learning, Pada kelompok eksperimen 2 diberikan treatment berupa pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajara guided inquiry learning. Pada akhir

proses pembelajaran kedua kelompok kelas tersebut diukur menggunakan alat

ukur yang sama yaitu Pre-test dan Post-test untuk mengukur prestasi belajar

matematika siswa di masing masing kelas eksperimen.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 1 Kota Kupang, yang

beralamat di jalan Cak Doko nomor, 59 kelurahan Oetete kecamatan Oebobo- Kota

Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kupang

tahun ajaran 2019/2020.

2. Sampel

Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik

Purpossive Sampling. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non

probabilitas atau Purposive Sampling, yakni karena untuk menentukan seseorang

menjadi sampel atau tidak didasarkan pada tujuan tertentu, misalnya dengan
pertimbangan profesional yang dimiliki oleh peneliti dalam usahanya

memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian (Sukardi, 2003: 64).

Selanjutnya terpilih siswa-siswa pada kelas XI MIPA 1 sebagai kelas

eksperimen dengan menggunakan model Guided Discovery Learning dan kelas

XI MIPA 6 sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model Guided

Inquiry Learning.

D. Definisi Operasional Variabel

Adapun peneliti mendefinisikan secara operasional dari setiap variabel yang

ada dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Variabel Bebas

a. Guided Discovery Learning adalah model pembelajaran mengacu

kepada teori belajar yang menekankan pada penemuan secara mandiri

oleh peserta didik untuk mengorganisasi materi yang sedang

diajarkan dengan bimbingan dan arahan dari guru sebagai fasilitator

dalam proses pembelajaran itu sendiri (Student Oriented).

b. Guided Inquiry Learning merupakan model pembelajaran yang

dilakukan dengan cara guru membimbing siswa melakukan

penyelidikan. Langkah- langkah pembelajaran guided inquiry adalah:

(1) menyajikan pertanyaan atau masalah, (2) membuat hipotesis, (3)

merancang percobaan, (4) melakukan percobaan untuk memperoleh

informasi, (5) mengumpulkan dan menganalisi data, (6) membuat

kesimpulan (Trianto, 2013: 172).


2. Variabel Terikat

Prestasi belajar matematika adalah tingkatan kemampuan penguasaan

materi pelajaran oleh siswa yang mencakup aspek kognitif, sebagai akibat

dari proses belajar.

E. Instrumen penelitian

Pengembangan Instrumen Penelitian

a. Soal tes prestasi belajar matematika

Prosedur pengembangan soal tes prestasi belajar matematika, dimulai

dengan beberapa tahap, sebagai berikut :

1) Penyusunan kisi-kisi

2) Penyusunan soal tes prestasi belajar matematika siswa

3) Pemvalidasian oleh ahli

4) Uji coba instrumen

5) Analisis kelayakan soal tes prestasi

Adapun kriteria kelayakan soal sebagai berikut :

1) Menurut Nurgiyantoro, dkk (2009 : 359), butir soal dianggap memiliki

tingkat kesukaran yang sedang adalah butir soal yang layak digunakan,

indeksnya berkisar antara 0,20-0,80.

2) Indeks daya pemebeda yang layak adalah minimum 0,25 (Nurgiyantoro,

dkk, 2009 : 3).

3) Item soal yang signifikan dan sangat signifikan layak digunakan.


4) Jika koefisien reliabilitas ≥ 0,7 maka instrumen soal tes mengindikasikan

layak untuk digunakan atau reliabel (Silalahi, 2015 : 470).

b. Penskoran Tes Prestasi Belajar

Soal tes prestasi belajar matematika berbentuk pilihan ganda. Untuk

mengukur skor tes prestasi belajar matematika digunakan penskoran sebagai

berikut ;

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teknik tes.

Pengumpulan data menggunakan teknik tes di lakukan dengan memberikan

instrumen tes yang terdiri dari seperangkat soal. Dalam penelitian ini teknik ini

digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu

analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif dilakukan dengan

menggunakan teknik-teknik statistik deskriptif yang meliputi tabel frekuensi,

grafik, ukuran pemusatan, dan ukuran penyebaran. Sedangkan pada analisis

inferensial digunakan pada pengujian hipotesis statistik.

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, pada kelompok-kelompok data

dilakukan pengujian normalitas, untuk kebutuhan uji normalitas ini digunakan

teknik analisis Liliefors, sedangkan pada analisis uji Homogenitas digunakan


teknik analisis uji Fisher. Pengujian hipotesis statistik digunakan teknik uji t. Uji t

ini digunakan untuk menguji hipotesis apakah kebenarannya dapat diterima atau

tidak.

1. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau

tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors. Kelebihan uji Liliefors

adalah penggunaan/perhitungannya yang sederhana, serta cukup kuat sekalipun

dengan ukuran sampel yang kecil. Rumus uji Liliefors yaitu :

𝐿𝑜 = 𝐹(𝑍𝑖 ) − 𝑆(𝑍𝑖 )

𝐿𝑜 = Harga mutlak terbesar

𝐹(𝑍𝑖 ) = Peluang angka baku

𝑆(𝑍𝑖 ) = Proporsi angka baku

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk uji normalitas yaitu sebagai

berikut :

1. Menentukan nilai rata-rata yang digunakan rumus :

∑ 𝑓𝑖 𝑥𝑖
𝑥̅ =
∑ 𝑓𝑖

2. Menentukan simpangan baku (s) digunakan rumus :

𝑛 ∑ 𝑥𝑖 2 − (∑ 𝑥𝑖 )2
𝑆=√
𝑛(𝑛 − 1)

Keterangan :

𝑥̅ = Mean (rata-rata) nilai siswa

𝑆 = Simpangan baku
∑ 𝑥𝑖 = Jumlah nilai siswa

𝑛 = Jumlah siswa

3. Menyusun skor siswa dari skor terendah ke skor yang tertinggi

4. Mengubah data pengamatan𝑥1 , 𝑥2 , … … … … … , 𝑥𝑛 , menjadi angka

baku 𝑧1 , 𝑧2 , … … … … , 𝑧𝑛 dengan rumus :

𝑥𝑖 − 𝑥̅
𝑍𝑖 =
𝑆

5. Untuk tiap bilangan baku ini menggunakan daftar terdistribusi normal

baku, kemudian dihitung peluang 𝐹(𝑍𝑖 ) = 𝑃(𝑧 ≤ 𝑧𝑖 )

6. Menghitung proporsi 𝑧1 , 𝑧2 , … , 𝑧𝑛 yang lebih kecil atau sama dengan

𝑧𝑖 .

Jika proporsi dinyatakan dengan 𝑆(𝑧𝑖 ), maka :

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑧1 , 𝑧2 , … , 𝑧𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 ≤ 𝑧𝑖
𝑆(𝑍𝑖 ) =
𝑛

7. Menghitung selisih 𝐹(𝑍𝑖 ) − 𝑆(𝑍𝑖 ) kemudian tentukan harga mutlaknya.

8. Menghitung harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak

tersebut, sebut namanya Lhitung , kemudian membandingkan Lhitung

dengan harga Ltabel (𝛼 = 0,05), dengan kriteria pengujian:

Jika Lhitung < Ltabel maka sampel berdistribusi normal.

Jika Lhitung > Ltabel maka sampel tidak berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogentitas bertujuan untuk mengetahui data mempunyai varians

yang homogen atau tidak. Uji homogenitas varians menggunakan uji Fisher,

dengan hipotesis :
𝐻0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2 atau kedua populasi mempunyai varians yang sama

𝐻𝑎 : 𝜎1 2 ≠ 𝜎2 2 atau kedua populasi tidak mempunyai varians yang sama

Untuk menguji hipotesis diatas, homogentitas data dapat dicari dengan cara

uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifkan

0,05 dengan rumus sebagai berikut:

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Kriteria pengujian adalah :

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹(𝑎)(𝑣1 ,𝑣2 ), 𝐻𝑜 diterima

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹(𝑎)(𝑣1 ,𝑣2 ), 𝐻𝑜 ditolak

Keterangan :

Taraf nyata 𝛼 = 0,05

𝑣1 = 𝑛1 − 1 𝑑𝑎𝑛 𝑛1 = ukuran varians terbesar

𝑣2 = 𝑛2 − 1 𝑑𝑎𝑛 𝑛2 = ukuran varians terkecil

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji kesamaan rata-rata post test (uji t

dua pihak). Uji t dua pihak digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan

awal siswa pada kedua kelompok sampel. Hipotesis yang diuji berbentuk :

𝐻𝑜 : 𝜇1 = 𝜇2

𝐻𝑎 : 𝜇1 ≠ 𝜇2

Keterangan :

𝜇1 = prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan model guided discovery

learning
𝜇2 = prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan model guided inquiry

learning

Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk mengui

hipotesis menggunakan uji t dengan rumus, yaitu :

𝑥1 − ̅̅̅
̅̅̅ 𝑥2
𝑡=
1 1
𝑠√ +
𝑛1 𝑛2

Dimana s adalah standar deviasi gabungan yang dihitung dengan rumus :

(𝑛1 − 1)𝑠1 2 + (𝑛2 − 1)𝑠2 2


𝑠2 =
𝑛1 + 𝑛2 − 2

Keterangan :

𝑡 = Harga t hitung

𝑥1 = Nilai rata-rata pretest siswa kelas eksperimen


̅̅̅

𝑥2 = Nilai rata-rata pretest siswa kelas kontrol


̅̅̅

𝑛1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

𝑛2 = Jumlah sampel kelas kontrol

𝑠1 2 = Varians kelas eksperimen

𝑠2 2 = Varians kelas kontrol

𝑠 2 = Varians gabungan

Kriteria pengujian adalah : terima 𝐻0 jika −𝑡1−1𝛼 < 𝑡 < 𝑡1−1𝛼 dimana 𝑡1−1𝛼
2 2 2

didapat dari daftar distribusi t dengan 𝑑𝑘 = (𝑛1 + 𝑛2 − 2) dan 𝛼 = 0,05.

Untuk harga t lainnya 𝐻0 ditolak. Jika pengolahan data menunjukan bahwa

−𝑡1−1𝛼 < 𝑡 < 𝑡1−1𝛼 , atau nilai t hitung yang diperoleh berada diantara
2 2

−𝑡1−1𝛼 dan 𝑡1−1𝛼 , maka 𝐻0 diterima. Dapat diambil kesimpulan bahwa


2 2
prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen I sama dengan prestasi belajar

siswa pada kelas ekperimen II. Jika pengolahan data menjukan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

tidak berada diantara −𝑡1−1𝛼 dan 𝑡1−1𝛼 , 𝐻0 ditolak dan terima 𝐻𝑎 , dapat
2 2

diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa pada kelas ekperimen I tidak

sama dengan prestasi belajar siswa pada kelas ekperimen II.

Anda mungkin juga menyukai