Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum ke – 2 Hari/Tanggal: Kamis, 25 Februari 2021

Teknik Dasar Nekropsi Dosen : Drh. Vetnizah Juniantito


Dr. Drh. Erni Sulistiawati, SP1
Drh. Heryudianto Vibowo, M.Si

LAPORAN PRAKTIKUM
KELAINAN SITUS VISCERUM PADA BIAWAK

Kelompok 3 / Prk2
Ramadhena Ricky J3P119048
Alma Shabrina J3P219073
Dinda Kluwung J3P219079
Ende Riyana J3P219083
Lusia Christella J3P219089
Nur Alfiyah W. J3P219092
Ronas Salfitra J3P219097
Walfi Adharik J3P219104

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nekropsi merupakan prosedur untuk melakukan pemeriksaan yang tepat dan rinci
dalam menegakkan diagnosa secara patologi anatomi untuk mengetahui penyebab
kematian seekor atau sekelompok hewan. Sebelum dilakukan nekropsi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan antemortem untuk mengetahui tanda-tanda ada atau tidaknya
penyakit zoonosis pada hewan (Tabbu 2002). Nekropsi biasanya dilakukan untuk
mengidentifikasi proses penyakit infeksius, defisiensi nutrisi, keracunan, penyakit
parasit. Salah satu hewan yang akan dibahas dalam laporan ini adalah biawak.
Biawak (Varanus salvator) merupakan spesies yang paling luas penyebarannya
diantara semua Varanidae (Koch et al 2007) dan termasuk jenis kadal berukuran besar.
Biawak dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan seperti menggunakan
kulit untuk perhiasaan, dijadikan obat atau dikonsumsi dagingnya. Interaksi antara
manusia dengan biawak inilah yang menimbulkan potensi besar terjadinya penularan
parasit (zoonosis). Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap situs viscerum
untuk mengetahui lokasi, posisi, susunan, bentuk serta pemetaan organ agar mengetahui
adanya kelainan atau tidak sehingga bisa memastikan bahwa hewan tersebut sehat.
1.2.Tujuan
Mengetahui dan memahami organ yang terdapat pada situs viscerum serta kelainan
fungsi situs viscerum.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Februari 2021 secara online atau
daring (dalam jaringan) di rumah kediaman masing-masing mahasiswa. Praktikum
dilakukan dengan mencari jurnal-jurnal atau e-book yang terkait dengan tugas laporan
ini.

2.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan untuk nekropsi antara lain blade, gunting bedah, gloves,
kamera, masker, pinset, scalpel, dan syringe. Bahan yang dibutuhkan untuk nekropsi
berupa eekor biawak.

2.3. Cara Kerja


Biawak diletakkan diatas meja nekropsi dalam keadaan telentang. Kemudian,
biawak dibedah pada bagian ventral diantara kedua extremitas anterior serta collum. Lalu
otot daging dibuang agar terlihat dengan jelas bagian endoskeleton axial sebelah ventral.
Selanjutnya, otot-otot daging yang terdapat pada bagian abdomen hingga ke extremitas
posterior dibuang agar organ dalamnya terlihat dengan jelas. Saat membuka otot daging
menggunakan gunting dengan hati-hati pada bagian kiri dan kanan medial yang dimulai
dari ujung posterior hingga ke batas caput.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Situs Viscerum pada Biawak
Pengamatan situs viscerum bertujuan untuk mengetahui lokasi, posisi (land
mark), susunan, bentuk dan pemetaan terhadap organ-organ dalam ruang tubuh.
3.1.1. Organ Pernapasan
Paru-paru memberikan udara oksigen murni untuk darah yang diedarkan oleh jantung
ke berbagai organ tubuh. Gangguan kesehatan pada sistem pernapasan biawak umumnya
adalah pneumonia. Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri aerobik dan anaerobik,
fungi, serta parasit dan terjadi akibat manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Suhu
dan kelembaban berpengaruh terhadap fungsi pernapasan dan sistem imun yang baik
(Barten 1996). Selain itu, nutrisi yang tidak seimbang terutama kurangnya vitamin A dan
protein dapat mengakibatkan gangguan pernapasan. Kurangnya vitamin A
mengakibatkan metaplasia pada sel epitel dan duktus kelenjar mukus saluran pernapasan
(Murray 1996).
paru-paru biawak air yang diteliti terdapat 3 sampel yang positif terkena
parasit Pentastomida. Predileksi Pentastomida pada paru-paru dapat dilihat pada

Gambar 1. Predileksi pentastomida pada paru- paru biawak


Pentastomida ini mempunyai tubuh panjang gilik, berwarna putih kekuning-
kuningan, memiliki dua sel lapisan lunak, kutikula tidak berwarna cenderung transparan
sehingga organ dalam tubuh akan tampak, Hal ini sesuai dengan ciri-ciri morfologi
Pentastomida yang ditemukan oleh Riley and Self (1980), pada bagian tubuhnya terdapat
annuli hingga ke posterior, pada cephalothorax lebih besar daripada tubuhnya, datar pada
bagian ventral, melengkung pada bagian dorsal dan meruncing pada bagian ekor.
Pentastomida diwarnai dengan menggunakan Semichen Acetic Carmine dan
dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop. Hasil indentifikasi menunjukkan,
Pentastomida memiliki dua kait disekitar kepala yang digunakan untuk menempel
pada jaringan paru-paru, terdapat mulut berbentuk oval yang terdapat pada bagian
tengah. Anterior pentastomida dapat dilihat pada gambar 3.

Tubuh betina lebih besar daripada tubuh


jantan (Paré, 2008). Pada betina bentuk kepala
globular lebih besar dari tubuhnya, terdapat lekukan
leher, dan badan yang berbentuk spiral,
sedangkan pada jantan tubuhnya lebih sederhana,
lurus tanpa lekukan leher (Riley and

A Self, 1980). Bentukan spiral pada betina


kemungkinan untuk mempermudah dalam
pergerakannya masuk ke dalam jaringan paru-

B paru inang definitif (John and Nadakal, 1988).

Gambar 3. Bagian anterior pentastomida: A. 2 pasang hooks B. Mulut

Ditemukan annuli pada pentastomida yang diperiksa. Annuli ini terbentuk karena tubuh
pentastomida yang berbentuk dorsal yang melengkung dan ventral yang datar

Gambar 4.Annuli
Pentastomida yang ditemukan pada sampel lain memiliki
bentukan spermatheca yang menunjukkan bahwa pentastomida tersebut berjenis
kelamin betina. Sprematheca dapat dilihat pada gambar 5.
3.1.2. Organ Reproduksi
Organ reproduksi pada biawak air dimulai dari testis sampai dengan
hemipenis yang akan dikeluarkan dari tubuh. Organ reproduksi yang sudah
diambil selanjutnya direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehid 4%
selama 2-3 hari. Setelah itu, organ reproduksi dipindahkan ke dalam botol
berisi alkohol 70% sebagai stopping point.
Pengukuran organ reproduksi meliputi panjang dan diameter
menggunakan sliding calliper (mm), pita meter dan benang sebagai alat bantu.
Testis diukur panjang dan diameternya. Panjang epididymis diukur dari
penonjolan di bagian cranial testis sampai ujung caudal ginjal, dan diameter
epididymis diukur.

Gambar 1. Pengukuran organ reproduksi jantan biawak air asia. (a.)


Panjang testis, (b.) Diameter testis bagian kranial, (b’). medial, (b’’). kaudal.
(c.) Panjang epididymis, (d.) Diameter epididymis. (e.) Panjang ductus
deferens, (f.) Diameter ductus deferens, (g.) Panjang hemipenis. (h.) Diameter
hemipenis bagian kranial, (h’). medial, (h’’.) kaudal.
Gambar 2 Situs viscerum organ reproduksi jantan Biawak air asia. A.
Di dalam rongga tubuh. B. Setelah dikeluarkan dari tubuh (tampak dorsal). Ht:
hati, lb: lambung, uh: usus halus, ub: usus besar, Kk: kantung kemih, ts: testis,
dd: ductus deferens, gj: ginjal, jl: jaringan lemak, Kh: kantung hemipenis, hp:
hemipenis Saat ereksi, or: otot retraktor.
Morfologi organ reproduksi jantan V. Salvator secara umum mirip
dengan reptil lain dalam kelompoknya (Rieppel, 2000). Pada vertebrata
amniota termasuk reptil, pembuahan dilakukan secara internal. Sebagai bentuk
adaptasi terhadap strategi pembuahan internal, terdapat karakteristik organ,
khususnya pada sistem reproduksi jantan, terkait dengan kondisi tersebut.
Karakteristik tersebut diantaranya adalah memiliki ductus epididymidis untuk
penyimpanan sperma dan organ kopulasi untuk mentransfer sperma, sehingga
menjamin keberhasilan fertilisasi (Cabral et al., 2011).
Testis V. Salvator seperti pada vertebrata umumnya berjumlah
sepasang, kecuali pada cyclostomes dan beberapa teleosts yang hanya
memiliki satu testis dan tidak ada saluran kelamin (Callard et al.,1978). Testis
V. salvator yang berwarna keputihan dan berbentuk bulat telur mirip pada
Phrynopsgeoffroanus (Cabral et al., 2011). Testis diselubungi oleh tunika
albuginea, tunika fibrosa, dan lapisan membran serosa yang disebut
mesorchium (tunika vasculosa). Vaskularisasi testis melalui tunika vasculosa
testis. Warna testis biawak dapat berubah secara periodik, yaitu dari putih
keabu-abuan menjadi lebih kuning selama puncak fase reproduktif (Prades et
al., 2013). Namun ada juga reptil lain seperti pada Iguana iguana, memilki
testis berwarna kekuningan dan berbentuk bulat (Ferreira et al., 2002).
Testis pada reptil, seperti vertebrata lainnya berfungsi memproduksi
sel spermatozoa dan sekresi hormon. Hormon-hormon yang dihasilkan testis
adalah steroid yang secara kolektif disebut androgen. Androgen utama adalah
testosteron, yang disekresi terutama oleh sel-sel interstisial (sel Leydig) dari
testis. Testosteron mengontrol perkembangan dan pemeliharaan karakteristik
seksual sekunder, keinginan untuk melakukan kopulasi, dan membantu
mempertahankan saluran genital dan kelenjar aksesori (Kardong, 2008).
Hemipenis adalah organ seksual pada biawak yang juga terdapat pada
kelompok squamata lainnya misalnya ular dan kadal. Setiap hemipenis
biasanya berlekuk untuk memungkinkan transportasi sperma (Kardong, 2008).
Sepasang hemipenis disimpan dalam pangkal ekor, yang menyebabkan ekor
jantan memiliki bentuk yang berbeda dibandingkan biawak betina, sehingga
dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menentukan biawak jantan
dan betina. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa bentuk ekor dan
memijat pangkal ekor, maka hemipenis akan keluar dari pangkal ekor (MNH,
2009).
Sepasang hemipenis Biawak jantan digunakan secara bergantian ketika
kawin, sehingga salah satu hemipenis mungkin sedikit lebih lama dari yang
lain saat berada dalam saluran reproduksi betina (Paré, 2006), tetapi tidak
terlibat dalam urinasi, karena urin dikeluarkan langsung dari kloaka melalui
ureter (Kardong, 2008). Otot propulsar atau yang biasa dikenal sebagai otot
retraktor, pada hemipenis V. salvator diduga berperan dalam mengembalikan
posisi hemipenis ke dalam tubuh setelah mengalami ereksi, seperti halnya
pada ular (Karim, 1998). Proses ini disebut invaginasi. Otot retraktor tersebut
menarik hemi-penis ke dalam kantung yang terletak di pangkal ekor.
Sebaliknya selama ereksi, relaksasi otot retraktor menyebabkan masing-
masing hemipenis akan keluar melalui lubang di pangkal ekor, yang disebut
dengan evaginasi (Kardong, 2008). Di belakang lobus hemipenis juga banyak
ditemukan otot lurik sebagai kelanjutan dari otot propulsar (Karim, 1998).
Gangguan reproduksi yang sering terjadi pada biawak adalah distokia,
prolapsus oviduk, kloaka dan hemipenis. Prolapsus oviduk dan kloaka terjadi akibat
oviposisi, namun banyak kasus yang terjadi akibat kesalahan penanganan distokia.
Prolapsus hemipenis terjadi karena trauma setelah kopulasi dan mengalami inflamasi
sehingga tidak dapat masuk kembali ke kloaka. Hemipenis dapat mengalami
pendarahan dan bahkan nekrosis sehingga harus diamputasi. Prolapsus penis tidak
mengganggu kemampuan reproduksi biawak karena memiliki dua hemipenis
(DeNardo 1996).
3.1.3. Organ Pencernaan
Saluran pencernaan biawak air sebagian besar terdapat dalam rongga
perut (abdomen), kecuali kerongkongan (esofagus). Saluran pencernaan
tersebut ditutupi oleh jaringan yang tebal, terletak langsung di bawah otot
dinding perut. Situs viscerum organ reproduksi jantan hewan ini terlihat jelas
setelah jaringan lemak tersebut keluar dari rongga perut (Gambar 3). Saluran
pencernaan biawak air secara umum mirip dengan reptil lainnya, yaitu terdiri
atas esofagus, lambung (ventriculus), usus halus (intestinum tenue), usus besar
(intestinum crassum) dan kloaka.

Gambar 3. Makrofotografi Situs vuscerum (tampak ventral) (A) dan


anatomi saluran pencernaan biawak air (tampak dorsal) (B). 1. Lidah; 2.
Esofagus; 3. Trakea; 4. Jantung; 5. Lambung; 6. Hati; 7. Duodenum; 8.
Yeyenum; 9. Ilium; 10. Usus besar; 11. Kloaka; 12. Testis; 13. Ginjal; 14.
Hemipenis; 15. Jaringan adiposa. Skala: A = 3 cm dan B = 2 cm.
Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan faring
dengan lambung yang berfungsi sebagai jalannya makanan ke lambung.
Sebelum masuk ke dalam esofagus, reptil karnivora pada umumnya termasuk
biawak air, menggunakan rahang untuk menangkap makanan dan
memodifikasi kelenjar ludah menjadi kelenjar racun untuk membantu
melumpuhkan mangsa dan mencegah kerusakan kecil pada tengkorak
(O’Malley, 2005). Dari rongga mulut, makanan tidak dikunyah lagi, langsung
ditelan dan diteruskan ke lambung melalui esofagus.
Lambung terdiri atas tiga bagian yaitu kardiaka, fundika dan pilorika
(Kararli, 1995; Irwanto, 2014). Lambung biawak air memiliki struktur saluran
lurus, sehingga secara makroanatomi tidak dapat menentukan bagian kardiaka,
fundika dan pilorika. Panjang lambung biawak air relatif lebih pendek
dibandingkan esofagus, usus halus dan usus besar. Hal demikian umumnya
terdapat pada reptil karnivora, yaitu untuk mencegah pembusukan, mematikan
mangsa hidup yang ditelan dan membantu pencernaan dalam menghilangkan
pengerasan pada tulang hewan mangsa yang telah ditelan (Kardong, 2008).
Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang mengalami
dilatasi khusus untuk mencerna makanan secara enzimatik dan hidrolitik
menjadi bahan nutrisi atau sari makanan (Eurell, 2004). Proses ini dilakukan
dengan gerakan peristaltik pada dinding lambung untuk membantu proses
pencernaan. Lambung mempunyai dua bentuk yang umum dikenal yaitu
lambung tunggal dan lambung majemuk (seperti pada ruminansia) (Kardong,
2008). Biawak air sebagai karnivora memiliki bentuk lambung tunggal. Pada
lambung tunggal, waktu untuk melakukan proses pencernaan umumnya lebih
cepat dibandingkan dengan lambung majemuk (Eroschenko, 2008).
Usus merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyerap
vitamin serta mineral yang terdapat dalam suatu makanan. Secara umum usus
dibedakan menjadi usus halus dan usus besar. Secara mikroanatomi, usus
halus pada biawak air terdiri atas duodenum, yeyenum dan ileum (Eurell,
2004). Usus besar pada biawak air terdiri atas kolon dan kloaka, tidak
ditemukan adanya sekum. Salah satu penyakit yang sering menyerang pada
bagian usus yaitu Enteritis ulseratif. Enteritis ulseratif merupakan ulser atau
kerusakan jaringan epitel pada kolon.

Gambar 4. Enteritis ulseratif pada bagian kolon biawak.


Dermatofitosis dapat ditemukan pada semua ordo reptilia, dan genus
yang sering terisolasi adalah Geotrichum, Fusarium dan Trichosporon. Infeksi
Mucor dan Fusarium menyebabkan ulkus pada saluran pencernaan. sedangkan
infeksi Metarhizium dan Paecilomyces spp. menyebabkan granuloma
kronis pada hati, ginjal dan limpa. Infeksi Aspergillus dan Candida spp.
menimbulkan granuloma dan gangguan respirasi bahkan kematian (Kahn et
al. 2010).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan

Hasil yang didapat dari situs viscerum biawak (varanus salvator) bisa disimpulkan
bahwa Organ reproduksi jantan biawak (varanus salvator ) secara umum mirip dengan
reptilia lain khususnya ular dan kadal yang terdiri atas sepasang testis, ductus
epididymidis,ductus deferens dan hemipenis. Gangguan reproduksi yang sering terjadi pada
biawak adalah distokia, prolapsus oviduk, kloaka dan hemipenis. Selain itu, saluran
pencernaan biawak airpun secara umum mirip dengan reptil lainnya, yaitu terdiri atas
esofagus, lambung (ventriculus), usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum
crassum) dan kloaka, Salah satu penyakit yang sering menyerang pada bagian usus yaitu
Enteritis ulseratif. Enteritis ulseratif merupakan ulser atau kerusakan jaringan epitel pada
kolon. Organ pernapasan biawak terdiri dari lubang hidung,laring,trakea,dan paru paru. Pada
paru paru kelainan yang biasa ditemui yaitu infeksi yang disebabkan oleh parasit
Pentastomida.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1.2012.https://www.askjpc.org/wsco/wsc_showcase2.php?id=UWdkWDJUendlbU1F
ZWQwck0rR3Nldz09 . Diakses tanggal 7 April 2020.
Barten, S.L. 1996. Section II lizards. Di dalam: Mader D. R., editor. Reptile Medicine and
Surgery. W.B. Saunders Company. USA: 48-49, 52.
Cabral SRP, Santos LR de Souza, Franco-Belussi L, Zieri R, Zago CES, De Oliveira C. 2011.
Anatomy of the male reproductive system of Phrynops geoffroanus (Testudines:
Chelidae). Maringá 33: 487-492.
Callard IP, Callard’ GV, Lance V, Bolaffi JL, Rosset JS. 1978. Testicular Regulation in
Nonmammalian Vertebrates. Biology of Reproduction 18: 16-43.
DeNardo, D. F. 1996. Reproductive biology. Di dalam: Mader D. R., editor. Reptile Medicine
and Surgery. W.B. Saunders Co. USA. p. 212-214, 220, 223-224, 370-371.
Eroschenko, V.P. 2008. Di Fiore's Atlas of Histology with Functional Correlations, 11th
Edition Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Eurell, J.A.C. 2004. Veterinary Histology. Teton NewMedia. South Hwy.
Ferreira A, Laura IA, Dolder H. 2002. Reproducti-Ve cycle of male green iguanas, Iguana
iguana (Reptilia: Sáuria: Iguanidae), in the Pantanal of Brasil. Brazilian Journal of
Morphology Science 19: 23-28.
Irwanto, K.Y. 2014. Gambaran Histologi Lambung Iguana iguana Sebagai Reptil Herbivora.
Skripsi. Fakultas Kedoketeran Hewan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Jacobson, E. R. (Ed.). 2007. Infectious diseases and pathology of reptiles: color atlas and
text. CRC Press.
Kahn, C.M. and S. Line. 2010. The Merck Veterinary Manual. 10th Ed. Merck & Co., Inc.
USA. P. 1768
Kararli, T.T. 1995. Review Article “Comparison of the Gastrointestinal Anatomy,Physiology,
And Biochemistry of Humans and Commonly Used Laboratory Animals”.
Biopharmaceutics & Drug Disposition, Vol. 16, 351-380.
Kardong KV. 2008. Vertebrates: Comparative Anatomy, Function, Evolution. 5th Ed.
McGraw−Hill Primis. United States of America. p565-574.
Karim SA. 1998. Macroscopic and microscopic anatomy of the hemipenes of the snake Bittis
arietans arietans. JKAU: Sci 10: 25-38.
MNH/ Museum of Natural History. 2009. Hemipenes of snakes and lizards. Universitas of
Colorado. http://cumuseum.colorado.edu/exhibits/objects/hemipenes-snakes-and-
lizards. Download: Maret 10, 2013.
Murray, M.J. 1996. Section VI specific diseases and conditions pneumonia and Normal
respiratory function. Di dalam: Mader D. R., editor. Reptile Medicine and Surgery. W.
B. Saunders Company. USA. P. 400.
O’Malley. 2005. OMalley Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. Elsevier
Suanders, Germany.
Paré JA. 2006. An overview of pet reptile species and proper handling. Proceedings of the
North American Veterinary Conference 20: 1657-1660.
Prades RB, Lastica EA, Acorda JA. 2013. Ultrasonography of the urogenital organs of male
water Monitor lizard (Varanus marmoratus, WeigMann, 1834). Philipp Journal
Veterinary Animal Science 39: 247-258.
Rieppel O. 2000. Turtles as diapsid reptiles. Zoologica Scripta 29: 199-212.
Paré JA. 2008. An Overview of Pentastomiasis in Reptiles and Other Vertebrates. Journal
of Exotic Pet Medicine. 17, 285-294.
Wahyuni, S, Zuchri, Hamny, Jalaluddin, M., Adnyane, I.K.M. 2015. Studi Histokimia
Sebaran Karbohidrat Usus Biawak Air (Varanus salvator). Acta Veterinaria
Indonesiana, 3(2), 77-84.

Anda mungkin juga menyukai