Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum ke – 1 Hari/tanggal : Senin /28 September 2020

Patologi Klinik Dosen : Dr Drh Erni Sulistiawati, SP1


Drh Henny Endah A, M.Sc
Drh Heryudianto Vibowo,
M.Si
Asisten : Febri Kurniawan, A.Md
Wilda Febrianti, A.Md

SEL DARAH PUTIH UNGGAS

Kelompok 4 / P2
Lusia Christella (J3P219089)
Noval Ekarian R (J3P219091)
Nur Alfiyah W (J3P219092)
Syafri (J3P219101)
PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Darah merupakan cairan ekstraseluler yang membawa nutrien, transportasi
oksigen dan karbondioksida, menjaga keseimbangan suhu tubuh dan berperan
penting dalam sistem pertahanan tubuh dan berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh. Darah terdiri dari benda-benda darah yaitu sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan trombosit (keping darah) serta cairan
berupa plasma darah (Mulyani 2006).
Tubuh hewan yang mengalami gangguan fisiologis akan memberi
perubahan pada gambaran profil darah. Adanya perubahan profil darah
tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
misalnya kesehatan, stres, status gizi, suhu tubuh, sedangkan faktor eksternal
misalnya akibat perubahan suhu lingkungan dan infeksi kuman.
Menurut Frandson (1992), leukosit merupakan sel darah yang memiliki
inti sel dan memiliki kemampuan gerak yang independen. Gambaran leukosit
dari seekor ternak dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terhadap
penyimpangan fungsi organ atau infeksi agen infeksius dan benda asing.
Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit
yang menyerang tubuh yaitu dengan cara fagosit dan mengahasilkan antibodi.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui jenis-jenis sel darah putih beserta fungsinya bagi sistem
pertahanan tubuh dan mengetahui metode yang akan digunakan untuk
perhitungan jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu alkohol swab, cover glass, kertas tissue,
mikroskop, object glass, pipet tetes, satu set kamar hitung neubauer, syringe
(needle no.21), dan vacutainer tube (EDTA). Bahan yang digunakan yaitu
darah unggas, larutan Rees dan Ecker, larutan Giemsa, larutan Wright dan
minyak imersi.

2.2. Prosedur Kerja


2.2.1 Prosedur pengambilan darah pada unggas
Pertama, alat pelindung diri digunakan terlebih dahulu dan alat
yang akan digunakan disiapkan. Selanjutnya, ayam dihandling dalam
posisi berbaring dengan posisi sayap dibuka. Pengambilan darah
dilakukan di Vena Pectoralis (bagian bawah sayap ayam). Bagian yang
akan diambil darahnya, dibersihkan dengan alkohol swab, sampai
terlihat dengan jelas letak pembuluh darah tersebut. Pembendungan
dilakukan pada pangkal sayap agar pembuluh vena terlihat. Syringe
disuntikkan pada Vena Pectoralis secara intramuskular, lalu darah
diambil sesuai kebutuhan. Kemudian dipindahkan ke vacutainer tube
dan diberi label.

2.2.2 Prosedur perhitungan jumlah sel darah putih


Darah ayam yang telah dimasukkan ke dalam vacutainer tube
dengan antikoagulan EDTA dihisap dengan pipet thoma leukosit
sampai tanda 0,5. Bagian luar ujung pipet dibersihkan lalu dihisap
larutan Natt & Herrick sampai tanda 11. Pipet thoma kemudian
dihomogenkan dengan membentuk angka delapan selama 2-3 menit
Setelah homogen, larutan diteteskan pada kertas tissue sebanyak 2-3
tetes dengan tujuan untuk mengeluarkan darah yang tidak terhomogen.
Pengamatan menggunakan mikroskop dengan lensa obyektif kecil
(10x) dan lensa obyektif besar (40x)

2.2.3 Prosedur perhitungan diferensial leukosit


2.2.3.1 Cara membuat sediaan hapus darah tepi
Satu tetes darah diteteskan pada ujung kaca objek. Ujung kaca
objek ditahan dengan tangan kiri dan tangan kanan utnuk meletakkan
kaca penggeser pada bagian depan depan tetes darah. Besar sudut
sekitar 30◦-40◦. Kaca penggeser digeser ke arah belakang sampai
menyentuh tetes darah sehingga tetes darah akan menyebar dan
berada pada sudut kacar penggeser. Kaca penggeser digeser ke depan
sehingga semua darah yang berada pada sudut kaca penggeser
menjadi sediaan hapus.
2.2.3.2 Cara memulas sediaan hapus darah tepi dengan pulasan Giemsa
Sediaan hapus yang akan diwarnai disiapkan. Sediaan difiksasi
dengan metil alkohol (5 menit). Kemudian diangkat dan keringkan
lalu dimasukkan ke dalam larutan zat warna Giemsa selama 30
menit. Selanjutnya preparat dicuci dengan menggunakan air keran
yang mengalir

2.2.3.3 Cara memulas sediaan hapus darah tepi dengan pulasan Wright
Sediaan hapus yang akan diwarnai disiapkan. Selanjutnya
permukaan sediaan apus darah ditetesi dengan zat warna Wright
sebanyak 10-15 tetes selama 1 menit. Larutan buffer fosfat
ditambahkan sebanyak zat warna yang dipakai dan ditunggu selama
4 menit. Setelah itu, preparat dibilas dengan aquadest atau dibawah
air keran yang mengalir serta dikeringkan dengan kertas tissue.

2.2.3.4 Cara pengamatan dibawah mikroskop


Penentuan persentase differensiasi leukosit yaitu dengan cara
menyiapkan mikroskop dengan perbesaran 1000 x untuk memeriksa
seluruh permukaan preparat dengan minyak emersi. Identifikasi sel
darah putih dapat dideferensialkan menurut perbedaan ukuran,
warna, jumlah dan granulasi sitoplasma, bentuk kromatin dan inti.
Nilai relatif leukosit dinyatakan dalam satuan persen.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Sel Darah Putih
3.1.1 Definisi
Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti sel dan
memiliki kemampuan gerak yang independen atau bebas (Frandson
1992).
3.1.2 Fungsi
Leukosit memiliki fungsi yaitu:
a. Menjaga kekebalan tubuh sehingga tak mudah terserang
penyakit.
b. Melindungi badan dari serangan mikroorganisme pathogen
seperti virus dan bakteri.
c. Mengepung darah yang terkena infeksi.
d. Menghilangkan atau menyingkirkan benda-benda asing dalam
darah.
e. Menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap
penyakit yang menyerang.
f. Pengangkut zat lemak yang berasal dari dinding usus melalui
limpa lalu menuju ke pembuluh darah.
g. Penghasil antobodi di dalam tubuh.
3.2. Jenis-Jenis Sel Darah Putih
Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit.
a) Granulosit, yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat
granula-granula. Granula-granula ini mempunyai perbedaan
kemampuan mengikat warna misalnya pada eosinofil mempunyai
granula berwarna merah terang, basofil berwarna biru dan heterofil
berwarna ungu pucat.
b) Agranulosit, merupakan bagian dari sel darah putih dimana
mempunyai inti sel satu lobus dan sitoplasmanya tidak bergranula.
Leukosit yang termasuk agranulosit adalah limfosit, dan monosit.
3.2.1. Karakteristik Sel Darah Putih dan Fungsinya
1) Heterofil
Heterofil merupakan leukosit polymorphonuklear-
pseudoesinophilicgranulosit. Heterofil pada ayam berdiameter
10-15 μm, granul sitoplasma berbentuk batang pipih seperti
jarum (Sturkie and Grimminger 1976). Menurut Dellman dan
Brown (1992), heterofil memiliki butir halus dalam
sitoplasmanya dan intinyabergelambir. Heterofil tua
memiliki gelambir lebih banyak atau jelas dari pada
heterofil muda. Carneiro dan Junqueira (1980) menyatakan
bahwa heterofil mudamempunyai lobus atau gelambir
sebanyak 1-3 lobus, sedangkan heterofil tua mempunyai 5
lobus atau lebih. Di dalam butir-butir sitoplasma heterofil
mengandungenzim hidrolitik, oksidatif, proteolitik, dan dua zat
yang mempunyai kesanggupandalam membunuh antigen yaitu
lisosim dan fagositin. Tingginya persentase heterofil
disebabkan ayam mengalami stres lingkungan. Peningkatan
heterofil ini terjadi akibat adanya induksi glukokortikoid pada
jalur pembentukannya dan juga pelepasan heterofil cadangan
pada sumsum tulang. Ayam yang mengalami cekaman akan
mengalami penurunan jumlah limfosit dan peningkatan jumlah
heterofil.

Gambar 1.
Heterofil
2) Eosinofil
Eosinofil adalah granulosit polimorfonuklear-eosinofilik
dengan ukuran yang hampir sama dengan heterofil, ganulosit
ini berbentuk bulat dan relatif luas (Sturkieand Grimminger
1976). Eosinofil berdiameter 10-15 μm. Intinya bergelambir
dua dandikelilingi oleh butir-butir asidofil yang cukup
besar berukuran 0,5-1,0 μm. Sitoplasma beraspek basofil
lemah tampak di antara sebaran butir-butir. Granul
padasitoplasmanya mengambil warna eosinofilik yang
kuat. Intinya khas yaitumempunyai dua lobus, tidak
multilobus seperti heterofil. Jumlah eosinofil dalam aliran
darah berkisar antara 2-8 % dari jumlah leukosit. Sel ini
berkembang dalam sumsum tulang sebelum bermigrasi ke
dalam aliran darah (Tizard 1988).
Jangka hidup sel ini 3-5 hari. Eosinofil ini berperan aktif
dalam mengaturproses pembarahan dan memfagositosis
bakteri, antigen-antibodi kompleks, mikoplasma, dan ragi. Sel
ini juga mengandung histaminase yang mengaktifkanhistamin
dan melepaskan serotonin dari sel tertentu, juga melepaskan Zn
yang menghalangi agregasi trombosit dan migrasi makrofag
(Dharmawan 2002). Eosinofil diproduksi pada saat infeksi
parasit dan pada saat terjadinya reaksi alergi. Pada saatreaksi
alergi, sel mast dan basofil melepaskan faktor kemotaktik
eosinofil sehingga eosinofil bermigrasi ke arah jaringan yang
meradang (Guyton 1997). Menurut Tizard (1988), eosinofil
memiliki 2 fungsi istimewa. Pertama mampu menyerang dan
menghancurkan larva cacing (parasit) yang menyusup. Kedua
enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang
dilepaskan oleh sel mast dan basofil pada proses
hipersensitivitas tipe 1.

Gambar 2.
Eosinofil
3) Basofil
Basofil adalah granulosit yang bersifat polymorphonuklear
basofilik yangbentuk dan ukurannya hampir sama dengan
heterofil (Sturkie and Grimminger 1976). Basofil adalah
leukosit yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5-1,5% dari
seluruhleukosit dalam aliran darah. Diameter basofil adalah 10-
12 μm (Dharmawan 2002). Intinya dua bergelambir atau
bentuk inti tidak teratur, berwarna agak pucat jika
dibandingkan dengan butir-butir spesifik. Butirnya berukuran
0,5-1,5 μm, berwarna biru tua sampai ungu yang sering
menutupi inti yang berwarna agak cerah (Dellmandan Brown
1992). Basofil berperan sebagai mediator untuk aktifitas
perbarahan dan alergi, memiliki reseptor immunoglobulin E
(IgE) dan immunoglobulin G (IgG) yang menyebabkan
degranulasi, dan membangkitkan reaksi hipersensitif dengan
sekresiyang bersifat vasoaktif.

Gambar 3.
Basofil
4) Limfosit
Limfosit adalah leukosit yang jumlahnya paling
banyak pada ayam dan ukurannya bervariasi dari yang kecil
sampai yang besar. Limfosit kecil merupakan bentuk dewasa,
sedangkan limfosit sedang dan besar merupakan limfosit
muda (paralimfosit) (Guyton 1997). Sitoplasmanya merupakan
kurang basofilik dan pada salah satu sisi tepinya nukleusnya
menepi (Sturkie and Grimminger 1976). Menurut Guyton
(1997), limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti daun
payer, limpa, tonsil, timus, dan bursa fabricius. Masa hidup
limfosit sangat lama, berkisar antara 100-300 hari atau bahkan
setahun.
Pada preparat ulas darah yang diwarnai dapat dibedakan
limfosit besar dan limfosit kecil (Dharmawan 2002). Menurut
Guyton (1997), limfosit besar merupakan bentuk yang belum
dewasa dan sering disebut dengan paralimfosit atau sel blast
besar. Populasi dari limfosit dalam darah ada 2 tipe sel yaitu sel
T dan sel B. Limfosit T diperkirakan proporsinya adalah 70-
75% dari seluruh jumlah limfosit sedangkan jumlahnya antara
10-20% dari jumlah seluruh limfosit. Limfosit B berfungsi
sebagai imunitas humoral yang mampu menyerang antigen
dengan memproduksi antibodi. Limfosit T berperan sebagai sel
imunitas yang diperoleh dari pembentukan limfositteraktivasi
yang mampu menghancurkan benda asing.

Gambar 4.
Limfosit
5) Monosit
Monosit merupakan leukosit yang terbesar yang
berdiameter 15-20 μm dan jumlahnya 3-9% dari seluruh sel
darah putih (Dharmawan 2002). Sitoplasma monosit lebih
banyak dari limfosit dan berwarna abu-abu pucat. Intinya
berbentuk lonjong seperti ginjal atau mirip tapal kuda dan jelas
memiliki lekuk cukup dalam. Kromatin inti mengambil warna
lebih pucat dari kromatin inti limfosit. Inti memiliki satu
sampai tiga nukleolus. Monosit darah tidak pernah mencapai
dewasa penuh sampai bermigrasi keluar pembuluh darah dan
masuk ke jaringan. Di dalam jaringan, sel ini menjadi makrofag
tetap (fixed macrophage) seperti sinusoid hati, sumsum tulang,
alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid. Monosit lebih sering
terletak dekat pembuluh darah (Dharmawan 2002). Monosit
sebagai respon peradangan terutama menelan dan
membunuh bakteri dan merupakan garis pertahanan kedua
setelah heterofil (Aktivitas fagositosis dari monosit tergantung
pada bahan yang akan di fagosit. Umur monosit di dalam
perifer selama beberapa hari (3-4 hari) (Tizard 1988).

Gambar 5.
Monosit
3.3. Pewarnaan Giemsa
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk
pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti
malaria yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk
pemeriksaan sitogenetik dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria
dan juga parasit jenis lainnya. Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari
eosin dan metil azur, yang memberi warna merah muda pada sitoplasma
dan methylen blue pada inti leukosit. Ketiga zat warna tersebut dilarutkan
dengan metil alkohol dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat
berukuran 100 ml – 200 ml dan dikenal sebagai Giemsa stok pH 7. Giemsa
stok harus diencerkan lebih dahulu sebelum dipakai mewarnai sel darah.
Elemen-elmen zat warna Giemsa larut selama 40-90 menit dengan
aquadest atau buffer. Setelah itu semua elmen zat warna akan mengendap
dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk lapisan tipis seperti
minyak. Karena itu, stok Giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes 2006).

3.4. Pewarnaan Wright


Pewarnaan Wright digunakan untuk membedakan jenis sel darah
karena membantu membedakan jenis sel darah. Akibatnya, infeksi dapat
didiagnosis dengan mengamati jumlah sel darah putih. Noda adalah
campuran eosin, yang berwarna merah, dan pewarna metilen biru. Noda
Wright digunakan untuk menodai dan mengamati sampel urin, apusan
darah tepi, dan aspirasi sumsum tulang di bawah mikroskop cahaya.
Pewarnaan Wright digunakan dalam pewarnaan kromosom dalam
sitogenetika untuk mendorong diagnosis beberapa penyakit dan sindrom.
Dalam proses pewarnaan, methanol berfungsi untuk melisiskan
dinding sel sehingga zat warna bisa masuk ke dalam sel darah. Sediaan
apus yang telah dikeringkan di udara, langsung difiksasi dengan methanol
selama 5 menit. Sebaiknya fiksasi dilakukan < 1 jam setelah kering angin.
Jika tidak, maka akan didapatkan latar belakang dari plasma yang
mengering berwarna kebiruan. Fiksasi yang tidak baik juga menyebabkan
perubahan morfologi dan warna sediaan (Houwen, Berend 2000).
Pada proses pewarnaan terdapat larutan penyangga atau buffer.
Larutan Penyangga buffer adalah suatu larutan yang dapat
mempertahankan
nilai pH yang besar ketika ion – ion hidrogen ditambahkan atau ketika
larutan itu diencerkan disebut larutan penyangga atau larutan dapar
(Underwood, 2001). Larutan buffer adalah larutan yang memiliki
kemampuan untuk mempertahankan nilai pH pada penambahan asam atau
basa. pH yang rendah atau kurang dari 6,8 mengakibatkan bagian-bagian
inti leukosit kurang terlihat jelas. Buffer posfat memiliki pH antara 5,3-
8,0. Buffer posfat terdiri dari campuran Na2HPO4 dan NaH2PO4 di mana
molekul-molekul tersebut mampu menyerap air. Buffer posfat berfungsi
untuk mengatur pH larutan agar tetap konstan di area yang mendekati nilai
7. Besarnya nilai pH pada larutan tersebut bergantung pada komposisi
pencampuran Na2HPO4 dan NaH2PO4 tersebut.

3.5. Larutan Natt & Herrick


Metode yang dikembangkan oleh Natt & Herrick memungkinkan
penghitungan langsung eritrosit dan leukosit pada unggas dan spesies
reptil. Lebih lanjut, karena pengenceran yang sama digunakan untuk sel
darah putih dan darah merah, leukosit total dan jumlah total eritrosit dapat
diperoleh secara bersamaan dari hemacytometer bermuatan sama.
Kandungan dari larutan pengencer Natt-Herrick yaitu NaCl 3.88 g/l,
Na2SO4 2.5 g/l, Phosphate Buffer, Formalin 37% 7.5 ml/l, C.I. 45535 0.1
g/l.

3.6. Cara Menghitung Leukosit dengan Kamar HItung Neubauer


Perhitungan jumlah leukosit dilakukan dengan cara menghitung sel
yang terdapat pada ke-4 bidang besar pada ke-4 sudut kamar hitung (kiri
atas, kanan atas, kiri bawah dan kanan bawah). Perhitungan sel dimulai
dari sudut kiri atas ke kanan kemudian turun kebawah dari kanan ke kiri
dan seterusnya (sesuai arah anak panah). Sel yang menyinggung garis atas
dan kiri bidang dihitung.
Gambar 6. Kamar hitung Neubauer

Gambar 7. Cara perhitungan kamar hitung Neubauer


3.7. Rumus Perhitungan Leukosit Unggas
Untuk menghitung leukosit digunakan 64 bujur sangkar kecil.
Volume bujur sangkar kecil adalah 1/160 m3. Pengenceran dilakukan
sebanyak 10 kali. Rumus hitung leukosit:
Jumlah leukosit: L/64 x 160 x 10
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Darah merupakan cairan ekstraseluler yang membawa nutrien, transportasi
oksigen dan karbondioksida, menjaga keseimbangan suhu tubuh dan berperan
penting dalam sistem pertahanan tubuh dan berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh. Darah terdiri dari benda-benda darah yaitu sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan trombosit (keping darah) serta cairan
berupa plasma darah. Tubuh hewan yang mengalami gangguan fisiologis akan
memberi perubahan pada gambaran profil darah. Adanya perubahan profil
darah tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal misalnya kesehatan, stres, status gizi, suhu tubuh, sedangkan faktor
eksternal misalnya akibat perubahan suhu lingkungan dan infeksi kuman.
Metode yang dilakukan untuk perhitungan sel darah putih yaitu perhitungan
dengan kamar hitung Neubauer untuk mengetahui jumlah leukosit dan
pewarnaan ulas darah untuk diferensial leukosit.
DAFTAR PUSTAKA
Carneiro J, Junqueira LC. 1980. Histologi Dasar. Edisi III. Widjayakusumah
MD, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Lange Medical
Publication.
Dellman HD, Brown EM. 1992. Histologi Veteriner. Edisi III. Jakarta: UI
Press.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner (Hematologi
Klinik). Cetakan II. Denpasar: Pelawa Sari.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah
Mada
University Press.
Guyton, A. C. & Hall J. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan: Irawati,
Ken Ariata Tengadi dan Alex Santoso. Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta.
Guyton AC, Jhon EH. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah. Jakarta:
EGC. Terjemahan dari: Textbook of medical physiology.
Jain NC. 1993. Essential of Veterinery Hematology. Philadelphia: Lea &
Febiger.
Mulyani, S. 2006. Gambaran Darah Ikan Gurame Osphronemus gouramy
Yang
Terinfeksi Cendawan Achlya sp. Pada Kepadatan 320 dan 720
Sppora
per mL. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Moyes, C. D. & P. M. Schulte. 2008. Principal of Animal Physiology. 2nd
Ed.Perarson International Edition, New York.
Sturkie PD and Grimminger. 1976. Avian Physiology. New York: Cornell
UniversityPress.
Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi kedua.
Hardjosworo S, penerjemah. Surabaya: Airlangga University
Press. Terjemahan dari: AnIntroduction to Veterinary
Immunology.

Anda mungkin juga menyukai