Kelompok 4 / P2
Lusia Christella (J3P219089)
Noval Ekarian R (J3P219091)
Nur Alfiyah W (J3P219092)
Syafri (J3P219101)
PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Darah merupakan cairan ekstraseluler yang membawa nutrien, transportasi
oksigen dan karbondioksida, menjaga keseimbangan suhu tubuh dan berperan
penting dalam sistem pertahanan tubuh dan berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh. Darah terdiri dari benda-benda darah yaitu sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan trombosit (keping darah) serta cairan
berupa plasma darah (Mulyani 2006).
Tubuh hewan yang mengalami gangguan fisiologis akan memberi
perubahan pada gambaran profil darah. Adanya perubahan profil darah
tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
misalnya kesehatan, stres, status gizi, suhu tubuh, sedangkan faktor eksternal
misalnya akibat perubahan suhu lingkungan dan infeksi kuman.
Menurut Frandson (1992), leukosit merupakan sel darah yang memiliki
inti sel dan memiliki kemampuan gerak yang independen. Gambaran leukosit
dari seekor ternak dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terhadap
penyimpangan fungsi organ atau infeksi agen infeksius dan benda asing.
Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit
yang menyerang tubuh yaitu dengan cara fagosit dan mengahasilkan antibodi.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui jenis-jenis sel darah putih beserta fungsinya bagi sistem
pertahanan tubuh dan mengetahui metode yang akan digunakan untuk
perhitungan jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu alkohol swab, cover glass, kertas tissue,
mikroskop, object glass, pipet tetes, satu set kamar hitung neubauer, syringe
(needle no.21), dan vacutainer tube (EDTA). Bahan yang digunakan yaitu
darah unggas, larutan Rees dan Ecker, larutan Giemsa, larutan Wright dan
minyak imersi.
2.2.3.3 Cara memulas sediaan hapus darah tepi dengan pulasan Wright
Sediaan hapus yang akan diwarnai disiapkan. Selanjutnya
permukaan sediaan apus darah ditetesi dengan zat warna Wright
sebanyak 10-15 tetes selama 1 menit. Larutan buffer fosfat
ditambahkan sebanyak zat warna yang dipakai dan ditunggu selama
4 menit. Setelah itu, preparat dibilas dengan aquadest atau dibawah
air keran yang mengalir serta dikeringkan dengan kertas tissue.
Gambar 1.
Heterofil
2) Eosinofil
Eosinofil adalah granulosit polimorfonuklear-eosinofilik
dengan ukuran yang hampir sama dengan heterofil, ganulosit
ini berbentuk bulat dan relatif luas (Sturkieand Grimminger
1976). Eosinofil berdiameter 10-15 μm. Intinya bergelambir
dua dandikelilingi oleh butir-butir asidofil yang cukup
besar berukuran 0,5-1,0 μm. Sitoplasma beraspek basofil
lemah tampak di antara sebaran butir-butir. Granul
padasitoplasmanya mengambil warna eosinofilik yang
kuat. Intinya khas yaitumempunyai dua lobus, tidak
multilobus seperti heterofil. Jumlah eosinofil dalam aliran
darah berkisar antara 2-8 % dari jumlah leukosit. Sel ini
berkembang dalam sumsum tulang sebelum bermigrasi ke
dalam aliran darah (Tizard 1988).
Jangka hidup sel ini 3-5 hari. Eosinofil ini berperan aktif
dalam mengaturproses pembarahan dan memfagositosis
bakteri, antigen-antibodi kompleks, mikoplasma, dan ragi. Sel
ini juga mengandung histaminase yang mengaktifkanhistamin
dan melepaskan serotonin dari sel tertentu, juga melepaskan Zn
yang menghalangi agregasi trombosit dan migrasi makrofag
(Dharmawan 2002). Eosinofil diproduksi pada saat infeksi
parasit dan pada saat terjadinya reaksi alergi. Pada saatreaksi
alergi, sel mast dan basofil melepaskan faktor kemotaktik
eosinofil sehingga eosinofil bermigrasi ke arah jaringan yang
meradang (Guyton 1997). Menurut Tizard (1988), eosinofil
memiliki 2 fungsi istimewa. Pertama mampu menyerang dan
menghancurkan larva cacing (parasit) yang menyusup. Kedua
enzim eosinofil mampu menetralkan faktor radang yang
dilepaskan oleh sel mast dan basofil pada proses
hipersensitivitas tipe 1.
Gambar 2.
Eosinofil
3) Basofil
Basofil adalah granulosit yang bersifat polymorphonuklear
basofilik yangbentuk dan ukurannya hampir sama dengan
heterofil (Sturkie and Grimminger 1976). Basofil adalah
leukosit yang jumlahnya paling rendah sekitar 0,5-1,5% dari
seluruhleukosit dalam aliran darah. Diameter basofil adalah 10-
12 μm (Dharmawan 2002). Intinya dua bergelambir atau
bentuk inti tidak teratur, berwarna agak pucat jika
dibandingkan dengan butir-butir spesifik. Butirnya berukuran
0,5-1,5 μm, berwarna biru tua sampai ungu yang sering
menutupi inti yang berwarna agak cerah (Dellmandan Brown
1992). Basofil berperan sebagai mediator untuk aktifitas
perbarahan dan alergi, memiliki reseptor immunoglobulin E
(IgE) dan immunoglobulin G (IgG) yang menyebabkan
degranulasi, dan membangkitkan reaksi hipersensitif dengan
sekresiyang bersifat vasoaktif.
Gambar 3.
Basofil
4) Limfosit
Limfosit adalah leukosit yang jumlahnya paling
banyak pada ayam dan ukurannya bervariasi dari yang kecil
sampai yang besar. Limfosit kecil merupakan bentuk dewasa,
sedangkan limfosit sedang dan besar merupakan limfosit
muda (paralimfosit) (Guyton 1997). Sitoplasmanya merupakan
kurang basofilik dan pada salah satu sisi tepinya nukleusnya
menepi (Sturkie and Grimminger 1976). Menurut Guyton
(1997), limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti daun
payer, limpa, tonsil, timus, dan bursa fabricius. Masa hidup
limfosit sangat lama, berkisar antara 100-300 hari atau bahkan
setahun.
Pada preparat ulas darah yang diwarnai dapat dibedakan
limfosit besar dan limfosit kecil (Dharmawan 2002). Menurut
Guyton (1997), limfosit besar merupakan bentuk yang belum
dewasa dan sering disebut dengan paralimfosit atau sel blast
besar. Populasi dari limfosit dalam darah ada 2 tipe sel yaitu sel
T dan sel B. Limfosit T diperkirakan proporsinya adalah 70-
75% dari seluruh jumlah limfosit sedangkan jumlahnya antara
10-20% dari jumlah seluruh limfosit. Limfosit B berfungsi
sebagai imunitas humoral yang mampu menyerang antigen
dengan memproduksi antibodi. Limfosit T berperan sebagai sel
imunitas yang diperoleh dari pembentukan limfositteraktivasi
yang mampu menghancurkan benda asing.
Gambar 4.
Limfosit
5) Monosit
Monosit merupakan leukosit yang terbesar yang
berdiameter 15-20 μm dan jumlahnya 3-9% dari seluruh sel
darah putih (Dharmawan 2002). Sitoplasma monosit lebih
banyak dari limfosit dan berwarna abu-abu pucat. Intinya
berbentuk lonjong seperti ginjal atau mirip tapal kuda dan jelas
memiliki lekuk cukup dalam. Kromatin inti mengambil warna
lebih pucat dari kromatin inti limfosit. Inti memiliki satu
sampai tiga nukleolus. Monosit darah tidak pernah mencapai
dewasa penuh sampai bermigrasi keluar pembuluh darah dan
masuk ke jaringan. Di dalam jaringan, sel ini menjadi makrofag
tetap (fixed macrophage) seperti sinusoid hati, sumsum tulang,
alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid. Monosit lebih sering
terletak dekat pembuluh darah (Dharmawan 2002). Monosit
sebagai respon peradangan terutama menelan dan
membunuh bakteri dan merupakan garis pertahanan kedua
setelah heterofil (Aktivitas fagositosis dari monosit tergantung
pada bahan yang akan di fagosit. Umur monosit di dalam
perifer selama beberapa hari (3-4 hari) (Tizard 1988).
Gambar 5.
Monosit
3.3. Pewarnaan Giemsa
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk
pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti
malaria yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk
pemeriksaan sitogenetik dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria
dan juga parasit jenis lainnya. Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari
eosin dan metil azur, yang memberi warna merah muda pada sitoplasma
dan methylen blue pada inti leukosit. Ketiga zat warna tersebut dilarutkan
dengan metil alkohol dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat
berukuran 100 ml – 200 ml dan dikenal sebagai Giemsa stok pH 7. Giemsa
stok harus diencerkan lebih dahulu sebelum dipakai mewarnai sel darah.
Elemen-elmen zat warna Giemsa larut selama 40-90 menit dengan
aquadest atau buffer. Setelah itu semua elmen zat warna akan mengendap
dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk lapisan tipis seperti
minyak. Karena itu, stok Giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes 2006).