Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM III

I. Judul Praktikum : Evaluasi Apusan Darah Tepi Pada Eritrosit (Sel Darah
Merah )
II. Hari/Tanggal : Sabtu, 04 November 2023
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui kelainan eritrosit pada apusan
jjdarahjtepi
IV. Landasan Teori
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menegakkan diagnosis suatu
penyakit, mengetahui perjalanan penyakit dan mengetahui keberhasilan terapi
atau pengobatan. Salah satu pemeriksaan laboratorium yang sering digunakan
sebagai screening awal suatu penyakit adalah pemeriksaan hematologi,
dimana pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan diagnosis, menunjang
diagnosis, membantu diagnosis banding, mematau perjalanan penyakit,
menilai beratnya penyakit dan menentukan prognosis (Afriansyah, 2016).
Tahapan suatu pemeriksaan terdiri dari, pra analitik, analitik dan pasca
analitik. Semua proses pemeriksaan yang dilakukan harus diperhatikan,
karena dapat memberikan pengaruh terhadap hasil yang akan dikeluarkan.
Konstribusi kesalahan yang terjadi pada tahap pra analitik sebesar 61%,
analitik 25% dan pasca analitik 14%. Kesalahan pra analitik yang terjadi
adalah pada penundaan sampel, dan juga bisa terjadi pada pembuatan apusan
darah tepi (Wedhaswara,2018).
Pemeriksaan apusan darah tepi merupakan bagian yang penting dari
rangkaian pemeriksaan hematologi. Keunggulan pemeriksaan apusan darah
tepi ialah mampu menilai berbagai unsur sel seperti morfologi sel (eritrosit,
leukosit, trombosit), menentukan jumlah trombosit dan mengidentifikasi
adanya parasit(Riswamto, 2013). Sediaan apusan darah tepi yang baik secara
makroskopis dan mikroskopis sangat penting dalam menilai keberhasilan 2
dalam pembuatan apusan darah tepi. Bentuk dan tampilan preparat
merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan apusan
darah tepi agar memungkinkan untuk mempelajari keadaan sel darah (Kiswari
R, 2014).
Tujuan dilakukannya pewarnaan pada preparat apusan darah tepi yaitu
agar memudahkan dalam melihat berbagai jenis sel dan juga dalam
mengevaluasi morfologi dari sel-sel tersebut. Pemeriksaan darah seperti
hitung jenis sel darah dapat dimanfaatkan untuk menentukan karakteristik
morfologi darah. Sediaan apus darah dilakukan pewarnaan giemsa atau
wright sehingga sel terwarnai, agar mudah dibedakan dan dapat terlihat lebih
jelas. Pewarnaan kombinasi Wright-Giemsa terdapat kelebihan dari setiap zat
warna dimana granula, plasma dan inti lebih jelas terlihat dan pewarnaan
lebih tahan lama disimpan. Dalam pewarnaan wright giemsa, sebelumnya
sediaan apus darah difiksasi dengan methanol absolute (Ardiana, 2018).
Sediaan apusan darah hendaknya cepat mengering pada kaca obyek,
sediaan yang lambat mengering akan menyebabkan perubahan pada
morfologi eritrosit. Pengeringan yang normal yaitu preparat apusan darah
dibiarkan kering diudara kemudian dilakukan pewarnaan (Gandasoebrata,
2007).
Fiksasi harus segera dilakukan setelah sediaan kering anginkan karena
apabila tidak dilakukan fiksasi maka akan memberikan latar belakang biru.
Fiksasi menggunakan methanol absolute berfungsi untuk membuka dinding
sel eritrosit. Methanol jika didiamkan terlalu lama dalam udara akan menguap
dan mengandung air sehingga akan mempengaruhi morfologi eritrosit maka
setelah dilakukan fiksasi harus segera dilakukan pewarnaan agar tidak
mengalami 3 penguapan terlalu lama yang dapat mempengaruhi morfologi
eritrosit (Warsita, 2019).
Lamanya fiksasi apusan darah tepi sering dianggap tidak penting oleh
beberapa tenaga laboratorium. Dalam kondisi khusus penelitian atau
pengambilan sampel dilapangan seperti di daerah-daerah terpencil yang jauh
dari akses layanan kesehatan mengharuskan penelitian untuk melakukan
penundaan waktu pemeriksaan apusan darah tepi (Warsita, 2019).
V. Cara Kerja
A. Pra Analitik
1. Persiapan Pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus
2. Persiapan Sampel : Darah EDTA
3. Prinsip : Meneteskan darah lalu diapus diatas objek gelas,
kemudian dilakukan pengecatan dan di periksa di
bawah mikroskop
4. Metode : Apusan Darah Tepi
5. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan
1. Gelas kimia
2. Gelas objek
3. Jembatan pewarnaan
4. Mikroskop
5. Pipet tetes
b.Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Aquadest
3. Darah EDTA
4. Giemsa
5. Kapas
6. Methanol
7. Tisu
B. Analitik
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibuat apusan darah menyerupai lidah diatas gelas objek
3. Fiksasi dengan metanol, lalu di kering anginkan
4. Diwarnai dengan giemsa 5% selama 30-40 menit lalu cuci di air mengalir
dan keringkan
5. Diamati kelaian eritrosit menggunakaan mikroskop perbesaran 100x
C. Pasca Analitik
1. Hasil Pemeriksaan
Data pasien
Nama : Sindi Eka Febrianti
JK/Umur : Perempuan/20 Tahun
Alamat : JL. Pahlawan
Hasil : terdapat Burn cell, Stomatosit, Tear drop cell, Ovalosit,
Sforesit, Leptosit, dan Sel sabit

2. Gambar Hasil Pemeriksaan


VI. Pembahasan
Pemeriksaan hematologi merupakan pemeriksaan yang sering diminta
Klinisi. Pemeriksaan hematologi ini digunakan oleh klinisi sebagai dasar
untuk penanganan penderita. Oleh karena itu pemeriksaan Hematologi ini
harus dikerjakan dengan baik dan benar sehingga memberikan hasil yang
teliti dan akurat dengan validasi yang baik. (Nurzanah, 2016).
Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang berbentuk cakram
bikonkaf, tidak berinti, berwarna merah karena mengandung hemoglobin.
Eritrosit berdiameter 7,5 mikron meter dan tebal 2,0 mikron meter. Jumlah di
dalam tubuh paling banyak kira-kira mencapai, 4,5-5 juta/mm dan memiliki
bentuk yang bersifat elastis agar bisa berubah bentuk ketika melalui berbagai
macam pembuluh darah yang dilaluinya (Nugraha, 2017).
Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas. Eritrosit mrmbawa
oksigen dari paru menuju jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida dari
jaringan tubuh ke paru. Erotrosit tidak mempunyai inti sel, tetapi
mengandung beberapa organel dalam sitoplasma. Sebagian besat sitoplasma
mengandung zat besi (Fe) dalam haemoglobin yang dapat mengikat oksigen.
Bentuk eritrosit yang bikonkaf menyebabkan eritrosit fleksibel untuk
melewati pembuluh darah (Kiswari, 2014).
Eritrosit berasal dari sel punca pluripoten di dalam sumsum tulang
merah yang menghasilkan seluruh jenis sel darah. Sel punca mieloid adalah
sel punca yang terdeferensiasi sebagian menghasilkan eritrosit dan beberapa
jenis sel darah lain. Eritroblas berinti akan menjadi eritrosit matur. Sel ini
mengeluarkan nukleus dan organelnya, menciptakan ruang yang lebih banyak
untuk hemoglobin. Retikulosit merupakan sel darah merah imatur yang
mengandung sisa organel (terutama ribosom). Eritrosit 10 matur dilepaskan
ke kapiler yang banyak terdapat dalam sum - sum tulang
Pembentukan eritrosit dilakukan pada minggu-minggu pertama dari
kehidupan embrio, eritrosit primitif yang berinti dihasilkan dalam kantong
kuning telur. Pada trisemester kedua kehamilan, eritrosit akan diproduksi oleh
organ hati sebagai organ utama pembentuk eritrosit. Pada saat yang sama
juga, akan diproduksi sejumlah eritrosit oleh limfa dan kelenjar limfa. Pada
trismester ketiga dan setelah kelahiran hingga dewasa, eritrosit hanya
diproduksi oleh sumsum tulang. Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) diatur
oleh hormon glikoprotein yaitu eritropoietin (Aryulina, et al., 2006).
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel
interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen
atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum
tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium
terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi
eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga
memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan
memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi
(Dorland, 2011).
Dari pengamatan eritrosit, banyak hal yang harus diperhatikan untuk
mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk,
ukuran, warna dan tingkat kematangan eritrosit dapat berbeda dari normal.
Jika dalam sediaan hapusan darah terdapat berbagai bentuk yang abnormal
dinamakan poikilosit, sedangkan sel-selnya cukup banyak maka keadaan
tersebut dinamakan poikilositosis. Eritrosit yang berukuran kurang dari
normalnya dinamakan mikrosit dan yang berukuran lebih dari normalnya
dinamakan makrosit. Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan
bagian tengah yang lebih pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada
bagian pinggirnya. Pada keadaan normal bagian tengah tidak melebihi 1/3
dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit normokromatik.
Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang
kurang terwarna maka eritrosi tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik.
Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat dan selnya menyempit
dimanakan eritrosit hiperkromatik (Anonim, 2010).
VII. Kesimpulan
Pada praktikum evaluasi pada eritrosit yang telah dilakukan pada pada
pasien atas nama Sindi eka febrianti (20 Tahun) terdapat sel sabit, Burn cell,
Sfanosit, Leptosit, Ovalosit, Dan Tear Drop Cell serta Stomatosit.
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, M. Ardi. 2016 . Pengaruh Variasi Vuhu Pengeringan Preparat
Apusan Darah Tepi Terhadap Hasil Makroskopik dan Morfologi Sel
Darah Merah (Erythrocycte).skripsi. Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Ardiana, Rinny. Rosalinda, Sherly. 2018. Morfologi Eosinofil Pada Apusan
Darah Tepi Menggunakan Perwanaan, Giemsa, Wright, Dan Kombinasi
WrightGiemsa. Jurnal Surya medika.Volume 3 No.2.
Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat, Jakarta.
Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.
Jakarta: CV Trans Info Medika.
Nurzanah, Desi. 2016. Perbandingan Jumlah Trombosit pada Penggunaan
Antikoagulan Na2EDTA Manual dan K3EDTA Vacutainer. Karya
Tulis Ilmiah. Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bandung.
Pearce, E. C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Warsita, Nurul. Dkk. 2019. Pengaruh Lama Penundaan Pengecatan Setelah
Fiksasi Apusan Darah Tepi Terhadap Morfologi Eritrosit. Jurnal Analis
Medika Bio Sains Volume 6 No.2.

Anda mungkin juga menyukai