Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH HEMATOLOGI III

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

Disusun Oleh :

Dwi Angga Apriyanto

POLITEKNIK KESEHATAN GENESIS

MEDICARE DEPOK

2024 – 2025
PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH (SAD)

Waktu Pengamatan : Sabtu/24 February 2024


Tujuan Pengamatan : Pemeriksaan morfologi darah

Dasar Teori :

Pemeriksaan sediaan apus darah tepi merupakan bagian yang penting dari rangkaian
pemeriksaan hematologi. Tujuan Pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk menilai
berbagai unsur sel darah seperti eritrosit, leukosit, serta trombosit dan mencari adanya parasit
seperti malaria, mikrofilaria, dan lain sebagainya. Apusan darah tepi memberikan banyak
informasi, bukan saja berkaitan dengan morfologi sel darah tetapi juga memberikan petunjuk
keadaan hemologik yang semula tidak diduga (Kiswari R, 2014). Bahan pemeriksaan yang
terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena yang dihapuskan pada kaca
obyek. Adapun ciri sediaan apus yang baik adalah sebagai berikut :

1. Ketebalan gradual, paling tebal di daerah kepala, makin menipis ke arah ekor
2. Apusan tidak melampaui atau menyentuh pinggir kaca obyek
3. Tidak bergelombang dan tidak putus-putus
4. Tidak berlubang-lubang
5. Bagian ekor tidak membentuk bendera robek
6. Panjang apusan kira-kira 2/3 dari panjang kaca obyek.

Alat dan Bahan :

Alat :

1. Object glass 2 buah


2. Mikropipet
3. Yellow tip
4. Rak Pewarnaan
5. Botol Semprot
6. Penjepit

Bahan :

1. Darah dengan antikoagulan atau darah perifer.


2. Methanol
3. Giemsa
4. AquaDest

Prosedur kerja Pembuatan SAD :

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan


2. Letakkan satu tetes darah pada ± 2-3 cm dari ujung kaca objek glass. Letakkan kaca
penghapus dengan sudut 30-45o terhadap kaca objek di depan tetesan darah.
3. Tarik kaca penghapus sehingga menyentuh tetes darah, tunggu sampai darah
menyebar pada sudut tersebut.
4. Dengan gerakan yang mantap, dorong kaca penghapus sehingga terbentuk apusan
darah sepanjang 3-4 cm pada kaca objek dan apusan darah harus berbentuk lidah api.
5. Tuliskan identitas pasien pada bagian apusan dengan menggunakan pensil.

Proedur Kerja Pewarnaan SAD

1. Letakkan sediaan apus di atas rak pewarnaan


2. Fiksasi sediaan apus dengan methanol absolut 2-3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru diencerkan. Larutan
Giemsa yang dipakai adalah 5%, diencerkan dulu dengan larutan dapar. Biarkan
selama 20-30 menit.
4. Bilas dengan air, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat dengan
tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna.
5. Letakkan sediaan apus dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan mengering.

Hasil
Pembahasan

Sediaan apus darah tepi dapat digunakan untuk berbagai macam pemeriksaan, misalnya untuk
hitung jenis lekosit, memperkirakan jumlah sel darah dan juga pemeriksaan identifikasi
parasit. Untuk membuat sediaan hapus darah tepi dibutuhkan teknik dan kemampuan. Karena
kita harus hati-hati dalam membuatnya. Pada praktikum kali ini, tidak dilakukan pengecatan.
Pembacaan yang baik. Pembacaan dimulai dari perbesaran10x, dilanjutkan dengan
perbesaran 40x. Hasilnya ditemukan sel lekosit yang tersebar merata (satu-satu), tidak
bertumpuk-tumpuk dan bentuknya utuh., kesalahan sering terjadi pada pembuatan apusan
darah. Diantaranya adalah darah yang diteteskan terlalu banyak, saat melakukan spreading
ragu- ragu sehingga terbentuk sediaan yang bergaris-garis, kurang bersih saat membersihkan
objek glass (lemaknya masih ada) sehingga terdapat lubang- lubang dan ekor seperti bendera
robek. Hal ini disebabkan oleh kurangnya latihan dan teknik yang dimiliki oleh praktikan.
Contoh Kasus

mengevaluasi efektivitas pewarnaan giemsa, wright, dan wright-giemsa dalam mengamati


berbagai komponen sel darah pada slide apusan darah tepi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pewarna yang paling optimal untuk mengamati sel-sel darah tertentu, seperti
eritrosit, leukosit, basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit, serta bagian-bagian sel
seperti inti, sitoplasma, dan granula. Dengan mengetahui pewarna yang paling efektif,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan akurasi diagnosis berdasarkan pemeriksaan
apusan darah tepi.

Kesmpulan

Pada praktikum kali ini membuat preparat sediaan apusan darah berhasil dilakukan namun
dengan beberapa kali percobaan. Dikarnakan darah yang diteteskan terlalu banyak, saat
melakukan spreading ragu- ragu sehingga terbentuk sediaan yang bergaris-garis, kurang
bersih saat membersihkan objek glass (lemaknya masih ada) sehingga terdapat lubang-
lubang dan ekor seperti bendera robek. Hal ini disebabkan oleh kurangnya latihan dan teknik
yang dimiliki oleh praktikan.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/33259658/Laporan_Praktikum_Hematologi_Pembuatan_Sediaan_
Apus_Darah_Tepi

https://ejournalanalis.poltekkes-kaltim.ac.id/ojs/index.php/Analis/article/download/147/34
PEMERIKSAAN HITUNG JENIS LEUKOSIT (DIFFCOUNT)

Waktu Pengamatan : Sabtu/ 02 Maret 2024


Tujuan Pengamatan : Untuk mengetahui bentuk berbagai bentuk dan jumlah sel lekosit
Landasan Teori :
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Dilihat
dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang
dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai
bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan
inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Granula dianggap spesifik bila secara tetap terdapat
dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya) (Caroline, Astrid.
2013).
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme
terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses
diapedesis. Leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel
dan menembus kedalam jaringan penyambung. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi
sel- sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit
volume darah harus diambil (Caroline, Astrid. 2013).
Leukosit memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel, semuanya bersifat
mampu bergerak pada keadaan tertentu. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem
pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah
dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan
Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan
mengalami peradangan serius Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis leukosit yang
ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit.
Jenis leukosit yang dihitung adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limposit. Hasil
pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik kejadian dan proses penyakit dalam
tubuh terutama penyakit infeksi

Alat :

1. Mikroskop

Bahan :

1. Imersi Oil
2. Preparat sediaan apus darah yang sudah diwarnai
Prosedur kerja :

1. Tetesi preparat dengan minyak imersi, lalu amati preparat dengan perbesaran
lensa objektif besar (100x)
2. Amati lapang pandang pada bagian tipis, yaitu eritrosit terpisah dan tidak
menumpuk.
3. Lakukan perhitungan jenis leukosit dengan bantuan kolom berikut
no Jenis lekosit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 %
1. Basofil
2. Eosinofil
3. N. Batang
4. N. Segmen llllll llll lll lllllll llll llll lllll lllll llllll llll 49
5. Limfosit llll llllll lllllll lll llllll llllll llll lll llll lllll 47
6. Monosit l ll l 4
Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100
Nilai Normal :

1. Basophil :0–1%
2. Eosinofil :1–3%
3. Netrofil Batang :2–6%
4. Netrofil Segmen : 50 – 70 %
5. Limfosit : 20 – 40 %
6. Monosit ;2–8%

Hasil Pemeriksaan :

a. Nama Pasien : Tn. Bagus


b. Alamat : Jakarta Timur
c. Umur : 19 Tahun
d. Jenis Kelamin : Laki – laki
e. Tgl Pemeriksaan : 02 Maret 2024
f. Hasil : Netrofil Segmen 49 %, Limfosit 47%, Monosit 4%.

Pembahasan :
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-
zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis.
Leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan
menembus kedalam jaringan penyambung. Leukosit memiliki bentuk khas, nukleus,
sitoplasma dan organel, semuanya bersifat mampu bergerak pada keadaan tertentu. Leukosit
merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Hitung jenis leukosit atau disebut
juga dengan hitung diferensial leukosit adalah nilai komponen-komponen sel yang menyusun
sel darah putih. Hitung jenis leukosit menentukan jumlah relatif atau persentase dari berbagai
populasi leukosit yang ada dalam darah yang dapat memberikan informasi mengenai barbagai
keadaan penyakit. Hitung diferensial leukosit ini seringkali diabaikan bila jumlah leukosit
dalam darah adalah normal dan tidak ada kelainan hematologik, baik klinis maupun
laboratoris. Namun demikian, banyak kelainan seperti keganasan, inflamasi, dan kelainan
imunologik dapat menyebabkan perubahan persentase ini, walaupun jumlah leukosit masih
dalam batas normal.

Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu manual (visual) dan
elektronik/otomatik. Pada praktikum dilakukan dengan metode manual yaitu pengamatan
apusan darah di bawah mikroskop, yang berarti penentuan hitung jenis leukosit dilakukan
secara mikroskopik. Untuk menghitung jenis leukosit ini, pengamatan dilakukan pada bagian
apusan sebelum ujung yang tipis (ekor). Pada bagian tersebut sel-sel darah tersebar merata,
berdekatan atau bersentuhan tetapi tidak tumpang tindih dan area ini sering disebut counting
area (zona morfologi). Untuk melakukan hitung leukosit, hal pertama yang harus dilakukan
adalah membuat preparat hapusan darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa dan Wright.
Lalu diamati diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan oil imersi. Ada
beberapa jenis yang dapat dibedakan dalam hitung jenis lekosit kali ini, anatara lain :

1. Neutrofil

Neutrofil berukuran sekitar 14 μm, granulanya berbentuk butiran halus tipis dengan
sifat netral sehingga terjadi percampuran warna asam (eosin) dan warna basa (metilen
biru), sedang pada granula menghasilkan warna ungu atau merah muda yang samar
(Nugraha 2015).Ada dua macam netrofil yaitu neutrofil batang (stab) dan neutrofil
segmen (polimorfonuklear) (Kiswari,2014). Perbedaan dari keduanya yaitu neutrofil
batang merupakan bentuk muda dari neutrofil segmen sering disebut sebagai neutrofil
tapal kuda karena mempunyai inti berbentuk seperti tapal kuda. Seiring dengan proses
pematangan,
bentuk intinya akan bersegmen dan akan menjadi neutrofil segmen. Sel neutrofil
mempunyai sitoplasma luas berwarna pink pucat dan granula halus berwarna ungu
(Riswanto,2013).Neutrofil segmen mempunyai granula sitoplasma yang tampak tipis
(pucat), sering juga disebut neutrofil polimorfonuklear karena inti selnya terdiri atas 2-5
segmen (lobus) yang bentuknya bermacam-macam dan dihubungkan dengan benang
kromatin. Jumlah neutrofil segmen yaitu sebanyak 3-6, dan bila lebih dari 6 jumlahnya
maka disebut dengan neutrofil hipersegmen (Kiswari,2014)

2. Eosinophil

Eosinofil dalam tubuh yaitu sekitar 1-6%, berukuran 16 μm. Berfungsi sebagai
fagositosis dan menghasilkan antibodi terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit.
Masa hidup eosinofil lebih lama dari neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam (Kiswari, 2014).
Eosinofil hampir sama dengan neutrofil tapi pada eosinofil, granula sitoplasma lebih
kasar dan berwarna merah orange. Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa protein
kation (yang bersifat basa) mengikat zat warna golongan anilin asam seperti eosin, yang
terdapat pada pewarnaan Giemsa. Granulanya sama besar dan teratur seperti gelembung
dan jarang ditemukan lebih dari 3 lobus inti. Eosinofil lebih lama dalam darah
dibandingkan neutrofil (Hoffbrand, dkk. 2012).Eosinofil akan meningkat jumlahnya
ketika ditemukan penyakit alergi, penyakit parasitik, penyakit kulit, kanker, flebitis,
tromboflebitis, leukemia mielositik kronik (CML), emfisema dan penyakit ginjal.
Sedangkan pada orang stres, pemberian steroid per oral atau injeksi, luka bakar, syok dan
hiper fungsi adrenokortikal akan ditemukan jumlah eosinofil yang menurun (Riswanto,
2013).

3. Basophil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kira-kira kurang dari
2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Sel ini memiliki ukuran sekitar 14 μm, granula
memiliki ukuran bervariasi dengan susunan tidak teratur hingga menutupi nukleus dan
bersifat azrofilik sehingga berwarna gelap jika dilakukan pewarnaan Giemsa. Basofil
memiliki granula kasar berwarna ungu atau biru tua dan seringkali menutupi inti sel, dan
bersegmen. Warna kebiruan disebabkan karena banyaknya granula yang berisi histamin,
yaitu suatu senyawa amina biogenik yang merupakan metabolit dari asam amino histidin.
Basofil jarang ditemukan dalam darah normal. Selama proses peradangan akan
menghasilkan senyawa kimia berupa heparin, histamin, beradikinin dan serotonin.
Basofil
berperan dalam reaksi hipersensitifitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E (IgE)
(Kiswari,2014).
4. Monosit

Monosit Jumlah monosit kira-kira 3-8% dari total jumlah leukosit. Monosit memiliki
dua fungsi yaitu sebagai fagosit mikroorganisme (khusunya jamur dan bakteri) serta
berperan dalam reaksi imun (Kiswari,2014). Monosit merupakan sel leukosit yang
memiliki ukuran paling besar yaitu sekitar 18 μm, berinti padat dan melekuk seperti ginjal
atau biji kacang, sitoplasma tidak mengandung granula dengan masa hidup 20-40 jam
dalam sirkulasi. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda.
Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui
retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria.
Aparatus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus
pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan ikat dan rongga tubuh.
Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai
tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya (Effendi, 2003).

5. Limfosit

Limfosit adalah jenis leukosit kedua paling banyak setelah neutrofil (20- 40% dari total
leukosit). Jumlah limfosit pada anak-anak relatif lebih banyak dibandingkan jumlah orang
dewasa, dan jumlah limfosit ini akan meningkat bila terjadi infeksi virus. Berdasarkan
fungsinya limfosit dibagi atas limfosit B dan limfosit T. Limfosit B matang pada sumsum
tulang sedangkan limfosit T matang dalam timus. Keduanya tidak dapat dibedakan dalam
pewarnaan Giemsa karena memiliki morfologi yang sama dengan bentuk bulat dengan
ukuran 12 μm. Sitoplasma sedikit karena semua bagian sel hampir ditutupi nukleus padat
dan tidak bergranula (Nugraha, 2015). Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum
tulang dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi. Limfosit T terbentuk
jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar thymus yang akan mengalami
pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan
mana benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan
kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai
bagian dari sistem pengawasan kekebalan (Farieh, 2008).
Pada praktikum kali ini hitung jenis lekosit didapatkan Netrofil Segmen 49 %, Limfosit 47%,
Monosit 4%. Dari hasil pengamatan diatas n.segmen sedikit dibawah nilai normal, begitu
juga limfosit sedikit diatas nilai normal, sedangkan monosit normal. Rendahnya N. segmen
sebabkan seseorang rentan terkena infeksi, baik itu virus maupun bakteri. Sedangkan limfosit
agak tinggi yang menandakan tubuh seseorang sedang berjuang untuk melawan penyakit atau
infeksi tertentu Contoh kasus :

hubungan antara jumlah kadar limfosit dan


neutrofil segmen dengan kejadian apendisitis akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan antara kedua parameter tersebut dalam kasus apendisitis akut.
Metode penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain studi cross
sectional menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien apendisitis. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah kadar neutrofil segmen dengan
kejadian apendisitis akut, sementara tidak terdapat hubungan signifikan antara jumlah kadar
limfosit dengan kejadian apendisitis akut. Temuan ini memberikan wawasan penting terkait
faktor-faktor yang terlibat dalam kondisi apendisitis akut.

Kesimpulan

Pada praktikum kali ini pasien atas nama Tn. Bagus melakukan pemeriksaan hitung jenis
lekosit didapatkan Netrofil Segmen 49 %, Limfosit 47%, Monosit 4%. Dari hasil pengamatan
diatas n.segmen sedikit dibawah nilai normal, begitu juga limfosit sedikit diatas nilai normal,
sedangkan monosit normal. Rendahnya N. segmen sebabkan seseorang rentan terkena
infeksi, baik itu virus maupun bakteri. Sedangkan limfosit agak tinggi yang menandakan
tubuh seseorang sedang berjuang untuk melawan penyakit atau infeksi tertentu

Lampiran
Daftar Pustaka

Welcome to Repository Universitas Muhammadiyah Semarang - Repository Universitas


Muhammadiyah Semarang (unimus.ac.id)

https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/download/473/344

https://www.academia.edu/30241693/Laporan_Leukosit_docx
EVALUASI MORFOLOGI ERITROSIT

Waktu : Sabtu/ 02 maret 2024

Tujuan : Dapat mengetahui bentuk-bentuk sel darah merah yang normal dan abnormal
dari segi bentuk, ukuran dan warna sel.

Prinsip : Sediaan hapusan darah tepi dnegan pengecatan giemsa diletakkan diatas
meja preparat dan diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler pemebesaran 100x
lensa objektif dengan penambahan imersi oil. Pengamatan dilakukan ada counting area.

Dasar Teori :

Sel darah merah (juga disebut eritrosit) adalah sel kebanyakan sel darah umum yang
mengantarkan oksigen ke tubuh jaringan melalui sistem kardiovaskular. Mereka mengambil
oksigen dari alveoli dan menukarnya dengan karbondioksida dan pertukaran gas terjadi
dengan difusi sederhana: lebih tinggi tekanan oksigen berdifusi dari alveoli ke yang lebih
rendah tekanan oksigen dalam darah, sedangkan karbon dioksida berdifusi dalam arah yang
berlawanan menurut gradien konsentras (Engineering, 2011)

Sel darah merah (RBC) atau eritrosit adalah salah satu golongan darah selain unsur-
unsur lain yang terbentuk di dalam darah seperti sel darah putih (WBC), platelet dan plasma.
Bentuk normalnya bulat, bikoncave dan rata, sekitar 7 µm diameter dan 2.2 µm tebal. Bentuk
berkaitan dengan fungsinya yang mengangkut oksigen dan menyediakan luas permukaan
untuk transmisi atau menyebarkan gas (Hajjawi, 2013)

Eritrosit adalah sel darah yang paling banyak yaitu sekitar 4-6 jutaan / mm3. Mereka
juga disebut sel darah merah. Eritrosit bertanggung jawab untuk menyediakan oksigen ke
jaringan dan sebagian untuk memulihkan karbondioksida. (Hajjawi, 2013) Sel darah merah
(juga disebut sebagai eritrosit) adalah jenis yang paling umum sel darah dan organisme
vertebrata sarana utama pengiriman oksigen (O2) ke jaringan tubuh melalui aliran darah
melalui sistem sirkulasi. Sel-sel berkembang di dalam sumsum tulang dan bersirkulasi selama
sekitar 100-120 hari dalam tubuh sebelum komponennya didaur ulang oleh makrofag. Setiap
sirkulasi membutuhkan waktu sekitar 20 detik. Umumnya bentuk sel darah merah mirip
dengan oval. Sel darah merah stomata memiliki bentuk lingkaran itu bentuk khusus oval
Fungsi dari
pemeriksaan eritrosit adalah untuk didiagnosis berbagai penyakit seperti anemia, leukemia,
kerusakan jaringan, dll (B, S, K, & Pd, 2013)

Alat dan Bahan :

1. Mikroskop
2. Oil imersi
3. Alkhol
4. Kertas lensa
5. Sampel darah
6. Objek glass

Prosedur Kerja :

1. Pembuatan preparat apusan darah tepi


2. Keringkan preparat sampai benar-benar kering
3. Dilakukan pewarnaan giemsa 10%
4. Keringkan kembali preparat
5. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan penambahan imersi oil.

Interpretasi Hasil :

 Warna :

a. Normokrom
b. Hipokrom

 Ukuran

a. Normositer (6-8 mikron)


b. Mikrositer (<6 mikron)
c. Makrositer (>8 mikron)

 Bentuk

a. Normositik
b. Polikilositosis (lebih dari 2 bentuk dalam satu sediaan )
Hasil Pemeriksaan

a. Nama pasien : Bagus Rahayu


b. Alamat : Jakarta Tmur
c. Umur : 19 Th
d. Jenis Kelamin : Laki – laki
e. Tgl pemeriksaan : 2 Maret 2024
f. Hasil pemeriksaan : Ditemukan Roulex, Target Cel RBC, Burr Cel RBC

Pembahasan

Sel darah merah (juga disebut eritrosit) adalah sel kebanyakan sel darah umum yang
mengantarkan oksigen ke tubuh jaringan melalui sistem kardiovaskular. Mereka mengambil
oksigen alveoli dan menukarnya dengan karbon dioksida dan pertukaran gas terjadi dengan
difusi sederhana: lebih tinggi tekanan oksigen berdifusi dari alveoli ke yang lebih rendah
tekanan oksigen dalam darah, sedangkan karbondioksida berdifusi dalam arah yang
berlawanan menurut gradien konsentras (Adewoyin & Nwogoh, 2015)

Pada praktikum evaluasi morfologi eritrosit menggunakan sediaan apusan darah tepi
(blood smear). Apusan Darah Tepi atau blood smear adalah pemeriksaan laboratorium yang
melibatkan sitologi sel darah tepi yang dioleskan pada slide obyek glass. Sebagai dasar
seperti itu, blood smear sangat penting dalam karakterisasi berbagai penyakit klinis. Sediaan
darah tepi memiliki tujuan untuk mempelajari morfologi eritrosit atau sel darah merah, untuk
menandai morfologi limfosit dan untuk menghitung angka dan morfologi trombosit
(Adewoyin & Nwogoh, 2015)

Pada praktikum kali ini, sediaan apusan darah tepi menggunakan cat giemsa, preparat
sampel darah atas nama bagus rahayu (mahasiswa) di dapat morfologi eritrosit dengan warna
normokrom, ukuran anisositosis karena terdapat ukuran eritrosit yang kecil (mikrositer) dan
ada juga yang besar (makrositer), dengan bentuk Rouleaux, Target Cell RBC, Burr Cel RBC.

Sel darah merah memiliki bentuk seperti cakram bikonkaf diameter 7,8 µm dan
ketebalan dekat 2,2 pM. Sel darah merah yang matang memiliki struktur sederhana. Ini juga
elastis di alam. Memiliki membrane plasma kuat dan fleksibel, yang memungkinkan mereka
untuk merusak tanpa pecah sebagai mereka memeras melalui kapiler yang sempit (B et al.,
2013)

Contoh Kasus

dampak paparan LB3 (Limbah Bahan Bakar


Beracun) terhadap morfologi eritrosit pada pekerja bengkel motor. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran morfologi eritrosit yang sering terpapar LB3 dan
mengidentifikasi kelainan yang mungkin terjadi akibat paparan tersebut. Dengan demikian,
fokus utama penelitian adalah pada perubahan morfologi eritrosit sebagai akibat dari paparan
limbah bahan bakar beracun pada pekerja bengkel motor.

Kesimpulan

Pada praktikum kali ini, sediaan apusan darah tepi menggunakan cat giemsa, preparat
sampel darah atas nama bagus rahayu (mahasiswa) di dapat morfologi eritrosit dengan warna
normokrom, ukuran anisositosis karena terdapat ukuran eritrosit yang kecil (mikrositer) dan
ada juga yang besar (makrositer), dengan bentuk Rouleaux, Target Cell RBC, Burr Cel RBC.

Lampiran

Daftar Pustaka

https://digilib.itskesicme.ac.id/ojs/index.php/jic/article/download/654/522/

https://www.academia.edu/38603588/HEMATOLOGI_II_EVALUASI_MORFOLOGI_ERI
TROSIT
MENGHITUNG JUMLAH SEL EOSINOFIL METODE VISUAL
HEMOSITOMETER IMPROVED NEUBAUER

Waktu : 16 maret 2024

Tujuan : Untuk menegtahui jumlah sel eosinophil dalam darah

Dasar Teori :

Eosinofil merupakan sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam
sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa infeksi pada makhluk
vertebrata. Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang
sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah. Eosinofil dapat ditemukan pada medulla
oblongata dan sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran
pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymphnodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit,
esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal, keberadaan cosinofil pada area ini
sering merupakan pertanda adanya suatu penyakit. Eosinofil mengandung sejumlah zat
kimiawi antara lain histamin, cosinofil peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase,
plasminogen dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses degranulasi setelah
cosinofil teraktivasi. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam reaksi alergi.

Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan bertahan lebih
lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat stimulasi. Sel ini serupa
dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap
(karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit
eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor
neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk cosinofil lebih lama daripada untuk neutropil.
Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon
alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama
peradangan. Jumlah cosinofil meningkat selama alergi dan infeksi parasit. Bersamaan dengan
peningkatan steroid, baik yang diproduksi oleh kelenjar adrenal selama stress maupun yang
diberikan per oral atau injeksi, jumlah cosinofil mengalami penurunan. Jumlah eosinofil pada
kondisi normal berkisar antara 1-3% atau 0.1- 0.3 x10^3/mmk. Peningkatan jumlah eosinofil
(disebur eosinofilia) dapat dijumpai pada alergi, pernyakit parasitic, kanker (tulang, ovarium,
testis, otak), feblitis, tromboflebitis, asma, emfisema, penyakit ginjal.
Fungsi eosinophil adalah sebagai salah satu anti bodi untuk melawan elergi dan bibit
parasit di dalam tubuh. Sel eosinofil (eosinophil) paling banyak jumlahnya selama dalam
keadaan alergi. Sel darah ini membantu tubuh mengatasi berbagai zat beracun di dalam usus.
Sel ini akan banyak terdapat di dalam aliran darah orang-orang yang menderita trichinosis
atau penyakit oleh cacing rambut, yakni suatu infeksi yang sering terjadi sesudah makan
daging babi yang tidak dimasak dengan baik, dan juga dalam schistosomiasis, yakni suatu
infeksi parasit di daerah tropis.

Alat dan Bahan

1. Bilik hitung improved Neubauer


2. Pipet eritrosit
3. Pipet leukosit
4. Deck glassa
5. Selang penyedot
6. Reagen pengencer yang sudah disiapkan
7. Sampel darah EDTA

Prosedur Kerja

1. Campurkan sampel darah EDTA secara perlahan sehingga sel tercampur dengan baik
dengan plasma. Sampel darah diambil menggunakan pipet thoma leukosit hingga 1.0
2. Ditambahkan larutan pengencer sampai skala 11 untuk membuat pengenceran 1:10.
3. Pipet dipegang secara horizontal pada sumbu panjangnya, putar secara perlahan
selama 2-3 menit.
4. Deck glass ditempatkan pada area bilik hitung dalam keadaan bersih. Kemudian
dikeluarkan larutan dari dalampipet 1-2 tetes. Kemudian isi satu sisi ruang penghitung
dan isi juga sisi ruangan yang berlawanan.
5. Dibiarkan selama 2 menit sel mengendap ada yang sampai 15 menit dengan
menempatkan dalam cawan petri dengan selembar kertas saring basah di dalamnya.
Selain sel eosinophil akan mengendap sel darah merah dan putih selain sel eosinophil
akan lisis kemidian pewarnan sel eosinophil juga terjadi selama waktu ini terutama
pada granula eosinophil.
6. Dihitung jumlah eosinophil pada 9 kotak besar menggunakan lensa objektif 10x.
Interpretasi Hasil

Nilai Normal :

1. Barbar brown : 50-350 x 106/L


2. Harsh Mohan : 40 – 400/ uL
3. Ramadas Nayak : 40 – 450 sel/mm3

Hasil Pemeriksaan

a. Nama pasien : annisa


b. Alamat : cileungsi
c. Umur : 22 Th
d. Jenis Kelamin : perempuan
e. Tgl pemeriksaan : 16 maret 2024
f. Hasil pemeriksaan : 133 sel/mm3

Pembahasan

Eosinofil merupakan sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam
sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa infeksi pada makhluk
vertebrata. Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang
sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah. Eosinofil dapat ditemukan pada medulla
oblongata dan sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran
pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymphnodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit,
esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal, keberadaan cosinofil pada area ini
sering merupakan pertanda adanya suatu penyakit. Eosinofil mengandung sejumlah zat
kimiawi antara lain histamin, cosinofil peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase,
plasminogen dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses degranulasi setelah
cosinofil teraktivasi. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam reaksi alergi.

Pada Praktikum kali ini pemeriksaan jumlah sel eosinofil metode viual hemositometer
improved neubauer dengan sample darah pasien atas nama annisa 22th didapatkan hasil 133
sel/mm3 yang berarti masih normal.
Contoh khasus

tingginya tingkat infeksi kecacingan Soil Transmitted


Helminth (STH) pada anak sekolah dasar di SDN Teluk Selong Kabupaten Banjar, yang
kemudian berdampak pada peningkatan jumlah eosinofil dalam tubuh anak-anak tersebut.
Infeksi kecacingan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sanitasi lingkungan yang buruk,
kebiasaan personal hygiene yang kurang baik, dan lingkungan sekolah yang rentan terhadap
pertumbuhan cacing. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan penanganan
infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar untuk menjaga kesehatan mereka.

Lampiran
Daftar Pustaka

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JLabMed/article/download/13112/pdf
https://id.scribd.com/document/371247823/HITUNG-JUMLAH-EOSINOFIL

Anda mungkin juga menyukai