Anda di halaman 1dari 22

GAMBARAN MORFOLOGI SEL ERITROSIT PADA APUSAN DARAH

MENGGUNAKAN SAMPEL DARAH EDTA YANG DIPERIKSA


SEGERA, 1 JAM, 2 JAM, DAN 3 JAM PENUNDAAN DI
LABORATORIUM RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

Karya Tulis Ilmiah di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
predikat Ahli Madya Analis Kesehatan
Oleh Kelompok :
AISYAH

/ AK614004

ARIS MUNANDAR

/ AK614011

HAYATI

/ AK614026

MAHDA YUNARTI

/ AK614036

MUHAMMAD AGUNG SANTOSO

/ AK614046

MUHAMMAD RIZKI ALFIANOOR

/ AK614052

NOBERTO KURNIADI

/ AK614061

NI WAYAN YUNI ASTITI

/ AK614059

RISQIA NURUL HAQIQI

/ AK614075

TRIYANI MUKTI UTAMI

/ AK614085

YAYASAN BORNEO LESTARI


AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam laboratorium sering dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik
termasuk di bidang hematologi, salah satunya adalah pemeriksaan apusan
darah. Sediaan apusan darah adalah suatu cara yang masih dilakukan hingga
saat ini untuk melihat morfologi dari sel sel darah. Secara mikroskopik dapat
dilihat tiga jenis sel darah yang utama yaitu sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan trombosit. Di bidang hematologi, apusan darah
sering dipakai untuk melihat morfologi dari sel sel darah guna untuk
menegakkan suatu diagnosa salah satunya adalah morfologi dari sel darah
merah atau sel eritrosit. (EGC, 2011)
Pemeriksaan morfologi sel eritrosit biasanya di gunakan untuk
mengevaluasi suatu keadaan, salah satunya adalah anemia. Sampai saat ini,
pembacaan sediaan preparat apusan darah dilakukan menggunakan mikroskop
pada perbesaran kuat yaitu 10 x 100 dengan bantuan minyak imersi baik pada
laboratorium klinik, puskesmas bahkan rumah sakit.
Di laboratorium rumah sakit Ratu Zalecha Martapura pemeriksaan di
bidang hematologi khususnya darah rutin sudah menggunakan alat otomatis
yang dikenal dengan Hematology Analyzer. Dengan menggunakan alat
Hematology Analyzer sel sel darah yang dilewatkan pada pipa kecil akan di

ukur berdasarkan ukuran sel darah. Namun pada kenyataannya penggunaan alat
ini tidak dapat di operasikan selama 24 jam guna perawatan ketahanan alat, dan
pada pergantian shift kerja juga dapat menjadi peluang kemungkinan terjadinya
penundaan suatu pemeriksaan.
Berdasarkan latar belakang inilah, maka penulis merasa perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perubahan morfologi dari sel darah
baik dari segi ukuran maupun warna dari sel darah, khususnya sel darah merah
dengan perlakuan pemeriksaan segera, 1jam, 2 jam, dan 3 jam penundaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasakan uraian latar belakang di atas, maka dapat di tarik rumusan
masalah Apakah terdapat perubahan morfologi sel eritrosit pada sediaan
apusan darah dengan sampel darah EDTA yang diperiksa segera, 1 jam, 2 jam,
dan 3 jam penundaan ?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya untuk mengetahui apakah ada perubahan morfologi
sel eritrosit pada sediaan apusan darah dengan sampel darah EDTA yang
diperiksa segera, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam penundaan.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui morfologi sel eritrosit pada sampel darah yang
diperiksa segera, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam penundaan.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui morfologi sel eritrosit pada sampel darah yang di olah
apusan segera setelah di ambil.
b. Untuk mengetahui morfologi sel eritrosit pada sampel darah yang di
diamkan selama 1 jam.
c. Untuk mengetahui morfologi sel eritrosit pada sampel darah yang di
diamkan selama 2 jam.
d. Untuk mengetahui morfologi sel eritrosit pada sampel darah yang di
diamkan selama 3 jam.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa :
Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan di
bidang hematologi.
2. Bagi Instansi Laboratorium :
Dapat dipergunakan sebagai bahan referensi pada bidang hematologi
mengenai morfologi sel eritrosit pada apusan darah dengan sampel darah
EDTA yang di periksa segera, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam penundaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Darah
1. Pengertian Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan
interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat
unsur unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira
kira merupakan satu perdua belas berat badan atau kira kira 5 liter. Sekitar
55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel
darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis, sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit) dan trombosit. ( Evelyn, 2009).
B. Sel Eritrosit
Sel eritrosit berbentuk bulat atau agak oval, berisi hemoglobin. Pada pulasan
Romanowsky, eritrosit terwarnai merah muda dengan bagian sentral yang
pucat. Kalau dilihat dari samping, eritrosit tampak seperti cakram bikonkaf,
eritrosit tidak berinti. Ukuran sel eritrosit 7 8 mikron dengan konsentrasi
normal sekitar 4 juta sampai 5 juta per mm3 darah. (EGC, 2011).
Eritrosit berisi hemoglobin yang mengikat dan mengangkut oksigen dari paru
ke berbagai jaringan. Hemoglobin juga mengangkut karbon dioksida dari
jaringan ke paru; karbon dioksida merupakan produk akhir utama yang

dihasilkan dari metabolisme kebanyakan senyawa organik dalam tubuh.


Berikut berbagai jenis eritrosit yang abnormal adalah :
1. Eritrosit Normal
Eritrosit normal memiliki ukuran 6 8 mikron berbentuk bulat,
seperti cakram, kadang kadang sedikit ireguler. Sitoplasma pada bagian
perifernya terwarnai merah muda dongker, dan bagian sentralnya terwarnai
merah muda pucat atau tidak terwarnai. (EGC, 2011).
2. Sel Target
Sel target berukuran 6 8 mikron dengan bentuk sedikit ireguler.
Sitoplasma bagian sentral dan perifernya terwarnai sempurna, tetapi
diantaranya tampak cincin yang tidak terwarnai. Sel ini ditemukan pada
talasemia, defisiensi vitamin B6, hemoglobinopati, penyakit hepr, anemia
sel sabit, dan anemia defisiensi besi. (EGC, 2011).
3. Sel Sabit
Sel sabit berbentuk langsing dan panjang, seringkali dengan ssalah
satu atau kedua ujungnya meruncing dan terpiilin. Sel ini ditemukan pada
anemia sel sabit dan talasemia sel sabit, seringkali ditemukan bersama
sama dengan eritrosit berinti, sel target, dan makrosit. (EGC, 2011).

4. Mikrosit
Mikrosit adalah sel eritrosit yang berukuran kecil (kira kira 5
mikron). Sel ini sering ditemukan pada anemia defisiensi besi, anemia
sideroblastik, dan talasemia. (EGC, 2011).
5. Makrosit
Makrosit adalah sel eritrosit yang berukuran besar (9 10 mikron).
Sel ini ditemukan pada anemia makrositik yang disebabkan oleh defisiensi
asam folat, defisiensi vitamin B12, dan defisiensi besi, serta pada penyakit
hepar. (EGC, 2011).
6. Skistosit
Skistosit memiliki ukuran sel yang normal atau sedikit lebih kecil
dibandingkan eritrosit normal. Sel ini merupakan hasil fragmentasi dari
eritrosit. Sel ini ditemukan pada anemia hemolitik, penyakit sel sabit, dan
talasemia. (EGC, 2011).
7. Sferosit
Berukuran kecil kira kira 6 mikron dengan bentuk bulat sempurna.
Sitoplasma terwarnai lebih gelap dibandingkan eritrosit yang normal. Sel ini
ditemukan pada anemia hemolitik dan sferositosis herediter. (EGC, 2011).
8. Eliptosit
Sel eliptosit berukuran normal (8 mikron) dengan bentuk oval.
Sitoplasma berwarna lebih gelap pada bagian perifernya. Sel ini kadang

kadang saja ditemukan, biasanya pada eliptositosis herediter, anemia


defisiensi besi, anemia pernisiosa, penyakit sel sabit, talasemia, dan
mielofibrosis. (EGC, 2011).
9. Anisositosis
Merupakan gambaran darah tepi yang ditandai dengan ditemukannya
eritrosit eritrosit yang ukurannya bervariasi. (EGC, 2011).
10. Poikilositosis
Eritrosit dalam darah yang bentuknya bervariasi seperti bulat,
lonjing, seperti buah pir, berlekuk, dan lain lain. (EGCC, 2011).
11. Badan Howell-Jolly
Eritrosit yang mengandung satu atau lebih granula granula besar
berwarna ungu (sisa inti0. Badan ini jangan disalahtafsirkan sebagai
trombosit yang menempel pada eritrosit. Eritrosit ini ditemukan pada
anemia hemolitik dan anemia megaloblastik, dan pasca-splenektomi.
(EGC, 2011).
12. Cincin Cabot
Eritrosit yang mengandung badan yang berbentuk seperti cincin tipis
atau seperti angkaa delapan, badan ini terwarnai merah dengan pewarna
Wright. Eritrosit ini ditemukan pada anemia yang berat. Badan ini jangan
dikira parasit malaria yang menempel pada eritrosit. (EGC, 2011).

13. Basofilik Stripping


Eritrosit yang mengandung titik titik berwarna biru-hitam pada
sitoplasma. Titik titik ini jangan disalahtafsirkan sebagai endapan zat
warna. Eritrosit ini ditemukan pada defisiensi vitamin, talasemia,
intoksikasi timbal. (EGC, 2011).
C. Sediaan Apus Darah Tepi
1. Pengertian
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang masih di gunakan
sampai saat ini di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah
dengan meneteskan setetes darah dan di paparkan di atas objek glass,
kemudian di lakukan pewarnaan dan di amati di bawah mikroskop. Guna
pemeriksaan apusan darah adalah :
1. Melihat morfologi sel sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit).
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit.
3. Mengidentifikasi adanya infeksi parasit (seperti : malaria, mikrofilaria,
dan trypanosoma).
Semua apusan darah tepi dapat di warnai dengan berbagai macam
metode termasuk larutan larutan yang sederhana sederhana seperti giemsa,
pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, wright, dan lain lain. Pewarnaan
giemsa disebut juga pewarnaan romanowsky. Metode pewarnaan ini banyak
di gunakan untuk melihat morfologi sel sel darah, sel sel lien, sel sel

sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit parasit darah misal


trypanosoma, plasmodia, dan lain lain dari golongan protozoa. (Maskoeri,
2008).
2. Cara Pemeriksaan
Letakkan satu tetes minyak imersi pada bagian sediaan hapus yang
baik untuk diperiksa dan tutup dengan kaca penutup. Lihat dengan
perbesaran lemah (lensa obyektif 10x dan lensa okuler 10x) untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh.
Selanjutnya lihat engan lensa obyektif 40x; dengan perbesaran ini
nilailah keadaan eritrosit, leukosit, trombosit serta kelainan lain yang ada.
Bila diperlukan dapat dilakukan penilaian lebih lanjut dari sediaan apus
menggunakan lensa obyektif 100x menggunakan minyak imersi dengan
menyingkirkan kaca penutup dengan mendorongnya ke tepi dan
mengangkatnya. Teteskan satu setes minyak imersi pada sediaan apus,
gunakan obyektif yang sesuai. (ISBN 979-496-067-5, 2000).
D. Batas Penundaan
Pada pemeriksaan hematologi perlu diperhatikan batas waktu
penyimpanan dan penundaan suatu pemeriksaan. Perubahan perubahan
yang terjadi selama waktu penundaan atau pengaruh antikoagulan, sehingga
penundaan pemeriksaan sedapat mungkin dihindaran artinya darah segera
dipriksa setelah ditampung. Bila menggunakan EDTA (Mulyanto, 2006).
Maka batas waktu penundaan atau penyimpanan dalam suhu kamar untuk
keperluan hematologi adalah sebagai berikut :
9

Tabel 2.1 Batas Penundaan Menggunakan EDTA


No

Jenis Pemeriksaan

Batas Waktu Penundaan

1
2
3

Hemoglobin
Hitung Eritrosit
Hitung Leukosit

Relatif stabil
6 jam
2 jam

Hitung Trombosit

1 jam

LED

2 jam

6
7

Hematokrit
Jumlah Retikulosit

6 jam
6 jam

Apusan Darah Tepi


(Sumber : GLP, 2008).

1 jam

E. Kerangka Konsep
Pemeriksaan darah rutin

HB

Eritrosi

Leuko

10
Trombo

Segera Mikroskopik
Pewarnaan
Apusan 1 jam, 2 jam, 3 jam

LE

Retikulo

Diffcou

Keterangan :
: Di teliti
: Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep.


BAB III
METODE PENELITIAN

11

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen dengan
rancangan One Group Pretest Postest Design sebagai objek peneliian adalah
darah EDTA yang dipeeriksa segera sebagaii pretest. Kelompok postest yaitu
darah EDTA yang pemeriksaan ditunda selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam pada
suhu kamar.
B. Populasi dan Sampel
1. populasi
Populasi pada penelitian ini adalah darah yang dibuat apusan dengan
perlakuan segera dan penundaan selama 1, 2, dan 3 jam di laboratorium RSUD
Ratu Zalecha Martapura.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah darah pasien rawat jalan di RSUD
Ratu Zalecha Martapura yang dibuat apusan darah segera setelah darah di
ambil dan 1 jam, 2 jam, 3 jam penundaan.
Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 6 dengan 4
perlakuan yaitu segera setelah darah diambil, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
penundaan dengan pengulangan pemeriksaan untuk 4 perlakuan sehingga
didapatkan jumlah penelitian ini didapat 24 sesuai dengan rumusan :

( t 1 ) ( r 1 ) 15

12

( 4 1 ) (r 1 ) 15
3 ( r 1 ) 15
3 r 3 15
3 r 15 + 3
r 18 : 3
r6
t = perlakuan
r = pengulangan

bahan uji di ukur sebanyak 18 kali pengulangan pada tiap kelompok


sesuai dengan rumusan diatas dengan teknik penggambilan sampel purpossive
sampling dimana pemilihan subjek didasarkan atas kriteria kriteria darah
yang digunakan tidak mengalami hemolisis.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium RSUD Ratu Zalecha
Martapura pada bulan Maret 2017.

D. Istrumen
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat yang digunakan :

13

a. alat pengambilan darah


kapas alkohol, kapas kering, bantalan, jarum, spuit, torniquet, plester
hifafix dan botol vakum.
b. alat pemeriksaan :
kaca preparat, rak pewarna, mikroskop, dan pipet tetes.
2. Bahan dan reagen yang digunakan :
Giemsa stok, minyak imersi, dan aquadest.
E. Variabel dan Definisi Oprasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas pada penelitian ini adalah waktu penundaan.
b. Variabel terikat padaa penelitian ini adalah ukuran eritrosit.

2. Definisi oprasional
Tabel 3.1 Definisi Oprasional
Definisi
No

Variabel

Satuan
Oprasional
14

Skala Ukur

1.

Waktu penundaan

Yaitu

waktu

Jam

rasio

mikron

rasio

ditundanya
pemeriksaan
apusan darah
selama 0, jam,
1 jam, 2 jam,
2.

Ukuran eritrosit

dan 3 jam.
Ukuran
eritrosit adalh
ukuran
morfologi sel
yang

diukur

dengan
menggunakan
alan miconos
optilab

F. Cara pengumpulan data


1. Sumber data

15

Data yang dipakai berupa data primer yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan langsung tentang ukuran eritrosit pada darah EDTA
berdasarkan waktu penyimpanan sampel selama 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam.
a. Alur kerja penelitian
1. Persiapan alat :
Alat ampling dan tabung yang berisi EDTA.
2. Pengambilan sampel darah dan mencampur darah ke tabung yang
berisi EDTA
3. Membuat sediaan apus darah vena mulai dari 0 jam.
4. Sampel didiamkan sampai batas pemeriksaan 1 jam setelah itu
dilanjutkan didiamkan lagi sampai 2 jam dam 3 jam.
5. Memeriksa ukuran eritrosit.
b. Cara pengambilan darah vena
1. Periapkan alat pengambilan darah.
2. Pasang torniquet pada lengan atas pasien dan cari vena pada bagian
fosa cubiti dengan meraba menggunakan dan minta pasien untuk
mengepal tanganya.
3. Kalau sudah terasa tekanlah vena tersebut dengan jari agar vena
tersebut tidak bergerak.

16

4. Disenfeksikan bagian vena tersebut dengan menggunakan kapas


alkohol.
5. tusukkan jarum spuit dengan perlahan dengan lubang jarum mengarah
keatas.
6. Tarik hisap spuit secara perlahan sampai volume darah 3 ml.
7. Lepaskan torniquet terlebih dahulu setelah itu letakkan kapas kering
diatas jarum spuit dan pegang, jangan ditekan kemudian tariklah
jarum spuit secara perlahan.
8. Mintalah kepada pasien untuk menekan bagian tusukkan yang diberi
kapas tadi selama beberapa menit
9. Jaru spuit ditutup dan dilepaskan jarumnya kemudian alirkan perlahan
dengan spuit tegak lurus kedalam tabung yang sudah berisi larutan
antikoagulan EDTA melalui dinding taabung. ( Gandasoebrta, 2010 ).
c. Pendiaman darah EDTA
1. Darah EDTA dibuat sediaan apus langsung yaitu 0 jam kemudian
diperiksa.
2. Draah EDTA didiamkan sampai batas aktu 1 jam kemudian buat
sediaan apus
3. Darah EDTA didiamkan lagi sampai batas 2 jam kemudian buat
sediaan apus lagi dan periksa.

17

4. terakhir darah EDTA didiamkan sampai batas waktu 3 jam kemudian


buat sediian apus lagi dan periksa.
d. Membuat sediaan apus
1. Bersihkan kaca objek dengan alkohol 70% kemudian lap dan
keringkan .
2. Teteskan darah EDTA pada kira kira 2 cm dari salah satu pinggirnya
atau kira kira cm dari tempat menuliskan tabel identitas.
3. Perhatikan besar tetesan, yang ideal untuk apusan aalah kurang lebih 3
cm.
4. Bersihkan dan keringkan kaca objek, terapkan spreader di depan
tetesan, dengan membentuk sudut 30 40 drajat dengan kaca objek,
kemudian geser spreader kebelakang sehingga menyentuh tetesan.
5. Tetetsan akan melebar disepanjang pinggir spreader. Segera dorong
spreader kedepan.
6. segera dorong spreader kedepan dengan cepat dan tekanan yang cukup
( dibutuhkan banyak latihan ).
e. Pewarnaa apusan darah
1. Fiksasi preparat dengan metanol dan keringkan pada suhu kamar.\
2. Siapkan preparat pada bak pewarnaan.

18

3. Sebelum diarnai dengan pewarna giemsa lakukan pengenceran dengan


aquadest dengan perbandingan 1:20.
4. Genangi dengan pewarna giemsa, ratakan pewarna sehingga seluruh
permukaan preparat tergenangi. Inkubbasi selama 10 15 menit.
5. Tetesi dengan aquadest, inkubasi selama 2 menit.
6. Bilas dengan air mengalir dan keringkan ( Kiswari, 2014 ).
f. Cara melaporkan
penilaian hasil dilakukan dari 50 sel eritrosit yang diukur dihitung
ukuran eritrosit yang abnormal.
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan ukuran eritrosit pada
darah EDTA setelah diambil, setelah 0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
penundaan pada suhu kamar.

Tabel 3.2 Pengolahan Data

19

Samp
el

Waktu penundaan morfologi eritrosit pada


apusan darah
0 jam
1 jam
2 jam
3 jam

1
2
3
4
5
6

2. Analisis Data
Dari hasil pemeriksaan dilakukan analisis secara statistik dengan
bantuan program computer, untuk membandingkan ukuran eritrosit pada
darah EDTA yang didiamkan selama 0 jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam
digunakan uji ANOVA dengan taraf signifikan 95% ( 0,05).

DAFTAR PUSTAKA

20

EGC, 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan. Penerbit


Buku Kedokteran.
Pearce. EC, 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta, PT.
Gramedia.
Maskoeri, Jasin. 2008. Ilmu Alamiah dasar. Jakarta, PT. Grafindo Persada.
Prof.Dr. Tjokronegoro, A. Ph.D. 2000. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Sederhana. Jakarta,

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.
DepKes. RI. 2008. Pedoman Praktik laboratoriumm Kesehatan Yang Benar (Good
Labratory Practice). Jakarta.
Mulyanto, Cahyo. Jenis Antikoagulan. Universitas Indonesia, Jakarta. 2006.
Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta, Erlangga Medical Series.

21

Anda mungkin juga menyukai