Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PERITONITIS TB

Oleh:
DIAN SUCIATY ANNISA 1102012064

Pembimbing:

dr. H. Usep Saeful, SpRad

dr. Rizqi Rosyidah Nur, SpRad

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF RADIOLOGI RSUD DR. SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan

kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul Pemeriksaan Radiologi pada

Peritonitis TB ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam

mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Radiologi di RSUD Dr. Slamet Garut.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya referat ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan

banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. H. Usep Saeful, SpRad dan dr. Rizqi Rosyidah Nur, SpRad, selaku dokter

pembimbing penulisan referat.

2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Radiologi RSUD Dr. Slamet Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan

bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada

akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih

baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,

khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Garut, Maret 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral

yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering

mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan organ

genetalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses

tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada

waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa

terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan

penyebaran masih berlangsung di tempat lain.

Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai

termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah

jarang ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran.

Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan

atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan .Tidak

jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau

neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.

Dunia kedokteran saat ini sangat maju dengan pesat terutama dengan pekembangan dan

aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi turut berkembang pesat mulai dari

pencitraan organ sampai ke pencitraan selular atau molekular. Di Indonesia perkembangan

kedokteran terutama dalam bidang radiologi masih banyak dilakukan serta perlu dukungan

pemerintah.
Pemeriksaan radiografi pada tuberkulosis abdomen dengan menggunakan foto polos

abdomen, CT-Scan, dan USG.


BAB II

PERITONITIS TUBERKULOSIS ABDOMEN

Definisi

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera

dalam rongga perut yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum pada membrana serous pada garis cacum

abdominal dan viserra. Peritonitis biasanya terjadi local atau general dan menghasilkan infeksi

(sering terjadi rupture pada organ pada trauma abdominal atau appendicitis) atau dari proses non-

infeksi.

Suatu peritonitis dapat terjadi oleh karena kontaminasi yang terus menerus oleh kuman,

kontaminasi dari kuman dengan strain yang ganas, adanya benda asing ataupun cairan bebas

seperti cairan ascites akan mengurangi daya tahan peritoneum terhadap bakteri. Omentum juga

merupakan jaringan yang penting dalam penmgontrolan infeksi dalam rongga perut.

Tuberkulosis peritoneal adalah situs jarang infeksi paru yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis (TBC). Risiko meningkat pada pasien dengan sirosis, infeksi HIV,

diabetes melitus, keganasan, setelah pengobatan dengan anti-tumor necrosis factor (TNF) agen,

dan pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal rawat jalan rutin.

Insidensi

Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan

perbandingan 1,5:1 dan lebih sering dekade ke 3 dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2 %

dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal. Di Amerika Serikat
penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain

menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang

aktif.

Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin

meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju. Dia

Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih

merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III

Durban Afrika selatan menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selamaperiode 5 tahun

(1984-1988) sedangkan dengan cara peritonoskopi. Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah

sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu

juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta

untuk periode 1975-1977, sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode

1993-1995.

Patogenesis

Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara :

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi

3. Dari kelenjar limfe mesenterium

4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi

Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran

perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang
diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten Dorman

infection). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi

masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa

berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism intrasseluler tadi mulai

bermutiplikasi secara cepat.

Patologi :

Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa.

1. Bentuk eksudatif

Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang

banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini

perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih

kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang

berada di rongga peritoneum.Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel

yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan

peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak,

menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang,

Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga

mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi

penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.

2. Bentuk adhesif

Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak

dibentuk Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara
usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang

terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketanperlengketan. Kadang-

kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan

peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan

keadaan ileus obstruksi. Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar.

3. Bentuk campuran

Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui

proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-

kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih

bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan

kemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan

memperlihatkanjaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia

langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan.

Gejala Klinis

Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahanlahan sampai

berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada penelitian yang dilakukan di

Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan

rata-rata lebih dari 16 minggu. Keluhan terjadi secaraa perlahan-lahan sampai berbulan-bulan

disertai nyeri perut, pembengkakan perut, disusul tidak nafsu makan, batuk dan demam. Pada

yang tipe plastik sakit perut lebih terasa dan muncul manisfestasi seperti subobstruksi.
BAB III
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA PERITONITIS TB

Pemeriksaan Foto Polos Abdomen :

Pemeriksaan foto polos abdomen pada sistem pencernaan mungkin dapat membantu jika

didapat kelainan usus kecil atau usus besar.

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3

posisi, yaitu :

a) Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior

(AP).

b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal

proyeksi AP.

c) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi

AP.

Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena

sebab lain, tanda utama radiologi adalah :7

1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan

kekaburan pada cavum abdomen.

2. .Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit

(semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.

Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding

abdomen.

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,

preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra

peritoneal.

Gambar 1.5 Foto BNO pada peritonitis

Ultrasonografi :

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga

peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama & Walter

B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau

terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan

pembesaran kelenjar limferetroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen

usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama
Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup dalam

menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.


CT Scan

Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan gambaran yang

khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk

pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis

peritoneal.
Gambar 2. CT-Scan dengan kontras menunjukkan omentum caking dan penebalan usus halus.

Gambar 3. CT-Scan menunjukkan sejumlah besar cairan asites dengan penebalan peritoneum dan

infiltrasi difus omentum tanpa limfadenopati.

Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang

jelas menunjukkan suatu Tuberkulosis peritonitis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan

penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma.

Peritonoskopi (Laparoskopi)

Peritonoskopi / laparoskopi merupakan pemeriksaan makroskopi yang sangat berguna

untuk menegakkan diagnosa Tuberkulosis Peritonitis. Laparaskopi adalah cara yang relatif aman,

mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis. Pada salah satu penelitian

dilaporkan bahwa laparoskopi dapat mendiagnosis hingga 94%, tetapi diagnosis ini harus
dikonfirmasi oleh pemeriksaan histologi. Laparoskopi baik digunakan untuk mendapatkan

diagnosa pasien-pasien muda dengan gejala sakit perut yang tidak jelas penyebabnya.

Laparoskopi dengan biopsi merupakan gold standar untuk diagnosis Tuberkulosis Peritonitis.

Cara ini dapat mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis 85% - 95% dan dengan biopsi yang terarah

dapat dilakukan pemeriksaan histologi agar bisa menemukan adanya gambaran granuloma

sebesar 85% - 90% dari seluruh kasus, dan bila dilakukan kultur bisa ditemui BTA hampir 75%.

Hasil histologi yang lebih penting lagi adalah bila didapatkan granuloma yang lebih spesifik

yaitu granuloma dengan perkejuan.

Gambar 4. Tuberkulosis Peritonitis pada Laparaskopi.

Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal :

1) Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar luas

pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau alat lain

tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.

2) Perlengketan yang dapat berpariasi dari ahanya sederhana sampai hebat(luas) diantara

alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi yang

normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk

dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.
3) Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang

kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.

4) Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih

lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai.

Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang

tersangka mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsy khusus sekaligus cairan dapat

dikeluarkan.Walupun pada umumnya gambaran peritonoskopi peritonitis tuberculosis dapat

dikenal dengan mudah, namun gambaran gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti

peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsy harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya

diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menyokong suatu peritonitis tuberkulosa.

Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan

peritonoskopi karena secara tehnis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan.

Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam

memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga

menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga

yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat

yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostik.
BAB IV

KESIMPULAN

1. Tuberkulosis peritonitis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa ditempat lain

2. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering diagnosa

terlambat baru diketahui.

3. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dapat

membantu menegakkan diagnosis.

4. Pemeriksaan foto polos abdomen pada sistem pencernaan mungkin dapat membantu jika

didapat kelainan usus kecil atau usus besar.

5. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga

peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong), sering dijumpai

antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga
abdomen, masa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limferetroperitoneal, adanya

penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum.

6. Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan gambaran yang khas,

namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk

pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis

peritoneal.

7. Laparaskopi adalah cara yang relatif aman, mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa

Tuberkulosis peritonitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi,Maryani.S. 2003. Tuberkulosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu

Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.


2. Lazarus, AA., Thilagar,B. 2007. Abdominal Tuberculosis. United States Government. Dis

Mon ;53:32-38.
3. Joseph, D.Boss.,et.al. 2012. TB Peritonitis Mistaken for Ovarian Carcinomatosis Based

on an Elevated CA-125. Case Reports in Medicine. Hindawi publishing Corporation.


4. Vogel.,et.al. 2008. Tuberculous Peritonitis in a German patient with Primary Billiary

Cirrhosis. Journal of Medical Case Reports, 2:32. BioMed Central Ltd.


5. Chong, VH., Rajendran, N. 2005. Tuberculosis Peritonitis in Negara Brunai Darussalam.

Original Article. Annals Academy of Medicine Singapore ; 34 (9) p 548-52.


6. Akin,Tarim.,et.al.2000. Diagnostic Tools For Tuberculous Peritonitis. The Turkish

Journal of Gastroenterology ; 11(2) p 162-65.


7. Chow,MK.,et.al 2001. Tuberculous Peritonitis-Associated Mortality is High among

Patients Waiting for the Results of Mycobacterial Cultures of Ascitic Fluid Sampels.

Oxford Journals of Clinical Infectious ; 35 (4) p 409-13.


8. Hu Leun-Ming.,et.al. 2009. Abdominal Tuberculosis : Analysis of Clinical Features and

Outcome of Adult Patients in Southern Taiwan. Journal of Medical Chang Gung ; 32 (5)

p 509-15.
9. Akpolat,Tekin. 2009. Tuberculosis Peritonitis. Peritoneal Dyalisis International

Istanbul,Turkey ;29 (2) p 166-69.


10. Manaf,Abdul.,et.al. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia ; 2 (1) p. 13.


11. Anonym.2007. Tuberculosis : A Radiologic Review. Radiographics The Journal of

Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (5) p.1255-73.


12. Anonym.2007.Greater and Lesser Omenta :Normal Anatomy and Pathologic Processes.

Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (3)

p.3707-720.
13. Anonym.2009. TB Peritonitis on Laparascopy. Naugatuck Valley Gastroenterology

Consultans.
14. Adiatma YT.,et.al. IPDs CIM 1st Edition: Tuberkulosis. Pt Medinfocomm Indonesia.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai