JUDUL SKENARIO:
HASIL PEMBELAJARAN :
limfoid oronasal dan menyebar melalui sistem limfoid ke organ lainnya yang
pembelahan selnya cepat, seperti kripta epitel usus, jantung dan sumsum
tulang (Sendow, 2003).
Anjing berumur 3–4 minggu → tipe miokarditis.
Anjing berumur > 6 minggu → tipe enteritis (Sendow, 2003).
Gejala Klinis : Tipe miokarditis → anak anjing mati mendadak
Tipe enteritis → muntah yang diikuti demam, tidak napsu makan, lesu dan
diare mulai dari mencret berwarna kekuningan, abu-abu dengan bau yang
khas hingga berdarah berwarna kehitaman seperti warna aspal
Pemeriksaan laboratoris: Pemeriksaan serologis → uji single radial
haemolysis, ELISA, uji HI, dan uji serum netralisasi (Sendow, 2003).
Pemeriksaan virologis→ isolasi virus, uji ELISA, Fluoresence antibodi teknik
Terapi dan pengobatan : vaksin CPV, Pengobatan yang diberikan
dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi tubuh yang lemah akibat dehidrasi
dengan RL + dextrose 5% dosis 40 cc/kg BB. Terapi antibiotika diberikan
untuk menekan dan mencegah sepsis bacterial sekunder dengan Ampisilin
25–50 mg/kg BB dan pemberian Antacids Primperan 0,5 mg/kg BB untuk
memperbaiki fungsi lambung (Sardjana & Kusumawati, 2004).
2. Toxocariasis
Etiologi : Toxocara canis. Famili Ascaridae, Genus Toxocara
Patogenesis: Terlihat adanya pneumonia akibat migrasi larva ke trakea dan
bisa mengakibatkan kematian dalam waktu 2-3 hari . Pada anak anjing yang
berumur 2-3 minggu, nafsu makannya menurun ,terjadi gangguan
pencernaan akibat adanya cacing Toxocara dewasa yang berada dalam
lambung atau usus (Estuningsih, 2005).
Gejala Klinis: pneumonia, nafsu makan menurun, gangguan pencernaan,
diare, konstipasi, muntah, batuk, keluar lender dari hidung
Pemeriksaan laboratoris : pemeriksaan feses → uji apung telur cacing
Uji serologi → Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi
antibody (Estuningsih, 2005).
Terapi dan Pengobatan : obat cacing → Benzimidazoles (Estuningsih, 2005).
3. Ancylostomiasis
Etiologi: Ancylostoma sp. (Kusnoto, dkk, 2015)
Patogenesis : Larva A. caninum menyebabkan kerusakan pada inang pada
titik masuk melalui kulit, meninggalkan luka yang rentan terhadap infeksi
sekunder . Saat larva bermigrasi melalui kulit, respons
peradangan , dermatitis , sering distimulasi, yang dapat diperburuk pada
inang yang memiliki respons hipersensitif . Kerusakan lebih lanjut disebabkan
ketika larva meninggalkan sirkulasi dan masuk ke paru-paru. Setelah di
usus, A. caninum menempel dan mencerna lapisan mukosa bersama dengan
beberapa konsumsi darah hingga 0,1 ml dalam 24 jam (Kusnoto, dkk, 2015).
Gejala Knilis : anemia, hidremia, kadang udema, kelemahan dan kekurusan,
nafsu makan menurun, pertumbuhan terhambat, kondisi kulit jelek
Diagnosa Laboratoris : dengan melihat telur cacing pada feses (Kusnoto, dkk,
Terapi dan Pengobatan : Obat cacing → Mebendazole (Kusnoto, dkk, 2015).
Referensi
Estuningsih, S. .. (2005). Toxocariasis pada Hewan dan Bahayanya Bagi Manusia. Wartazoa Vol.15 No .3.
Kusnoto, Bendryman, S. S., Koesdarto, S., & Sosiawati, S. M. (2015). Ilmu Penyakit Helmin Kedokteran
Hewan. Jakarta: Zifatama .
Sardjana, I., & Kusumawati, D. (2004). Pengobatan Infeksi Parvovirus pada Anjing. Berk. Penel. Hayati:
10, 81-83.