Nuril Islamiyah1*, Davendra Bayu Feri Anggriawan1, Azaria Aldila Khoiriyah1, Ryanka
Edila1 , Aditya Yudhana2
1
Asisten Dosen, Departemen Parasitologi Veteriner, 2Dosen, Departemen Parasitologi
Veteriner Departemen Parasitologi
Fakultas Kedokteran Hewan PSDKU Banyuwangi, Universitas Airlangga,
Jl. Wijaya Kusuma No. 113, Mojopanggung, Giri, Banyuwangi, Jawa Timur
*Corresponding author: nuril.islamiyah-2018@fkh.unair.ac.id
Abstrak
Kucing (Felis catus) sampai saat ini masih sangat digemari masyarakat untuk dipelihara sebagai
hewan kesayangan. Pengetahuan masyarakat terkait pemeliharaan kucing masih terbatas sehingga
menimbulkan berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah infeksi endoparasit cacing pada saluran
pencernaan. Ancylostomiasis merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing tambang dari
kelas Nematoda yaitu genus Ancylostoma. Ancylostomiasis bersifat zoonosis dan ditemukan pada
anjing, kucing dan manusia di seluruh Asia. Predileksi parasit ini pada usus halus. Kucing domestik liar
yang ditemukan di Banyuwangi Jawa Timur diduga menderita Ancylostomiasis dengan gejala
gastrointestinal meliputi anoreksia, diare, vomit, dan enteritis. Laporan kasus ini bertujuan untuk
mendeteksi kejadian Ancylostomiasis yang diambil dari kucing domestik liar di wilayah kota
Banyuwangi berdasarkan gejala klinis yang diamati. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yaitu
dilakukan melalui pengambilan sampel feses dari kucing, sampel diperiksa dengan menggunakan
metode natif, sedimentasi, dan apung, dengan zat pengapung NaCl jenuh pada sampel feses ditemukan
telur cacing Ancylostoma. Kucing domestik liar (Felis catus) tersebut positif terinfeksi ancylostomiasis
terbukti pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan feses terdeteksi telur cacing parasit dari genus
Ancylostoma. Edukasi terkait penyakit parasitik utamanya yang bersifat zoonosis harus diberikan
kepada masyarakat oleh dokter hewan untuk menjaga kebersihan serta program pengendalian yang tepat
terhadap kasus infeksi cacing Ancylostoma pada kucing domestik liar di wilayah Kota Banyuwangi.
Abstract
Cats (Felis catus) until now are still very popular with the public to be kept as a pet. Public
knowledge related to the maintenance of cats is still limited to cause various health problems, one of
which is the endopaparous infection of worms in the digestive tract. Ancylostomiasis is a parasitic
infection caused by hookworms of the nematode class, the genus Ancylostoma. Ancylostomiasis is
zoonotic and is found in dogs, cats, and humans throughout Asia. Predileksi of this parasite on the small
intestine. Feral domestic cats found in Banyuwangi, East Java, are thought to suffer from
Ancylostomiasis with gastrointestinal symptoms including anorexia, diarrhea, vomit, and enteritis. The
case report aims to detect the incidence of Ancylostomiasis taken from feral domestic cats in the
Banyuwangi city area based on observed clinical symptoms. Based on microscopic examination that is
done through the sampling of feces from cats, the sample is examined using the method of native,
sedimentation, and buoyancy, with saturated NaCl clumping substances in fecal samples found
Ancylostoma worm eggs. The feral domestic cat (Felis catus) tested positive for ancylostomiasis as
evidenced on physical examination and fecal examination of detected parasitic worm eggs of the genus
63
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
Ancylostoma. Education related to major parasitic diseases that are zoonotic should be given to the
community by veterinarians to maintain cleanliness and proper control programs against cases of
Ancylostoma worm infection in wild domestic cats in Banyuwangi city.
64
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
(30%) dan provinsi Sichuan di Cina (25% dapat dijadikan data dasar untuk
dan 51%). Laporan kejadian cacing menentukan kebijakan medis.
Ancylostoma spp. Pada kucing di beberapa
negara telah membuktikan pentingnya 2. MATERI DAN METODE
penyakit ini pada kucing. Kucing liar Kucing didapatkan dari wilayah di
memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
dibandingkan dengan kucing peliharaan, Berusia sekitar 10 bulan dan pada
hal ini dibuktikan oleh penelitian yang pemeriksaan fisik tampak gejala klinis
dilakukan oleh Labarthe (2004) dengan feses cenderung encer atau diare
Jittapalapong (2007) dan Holyoake (2008) disertai bercak darah, cachexia, bulu
(Oktaviana dkk., 2014). kusam, serta kotoran atau krusta pada
Kucing yang hidup di daerah kotor daerah mata. Diduga kucing tersebut
dan lembab mempunyai risiko terinfeksi menderita helminthiasis sehingga
ancylostomiasis yang lebih besar, karena dilakukan pemeriksaan parasitologi untuk
lingkungan yang kotor merupakan salah mengkonfirmasi. Pemeriksaan feses
satu faktor yang mendukung untuk dilakukan dengan metode natif, sedimen
berkembangnya bentuk infektif dari cacing dan apung. Identifikasi telur cacing
Ancylostoma spp. selain agen dan host itu dilakukan di Laboratorium Instrumen
sendiri. Cara pemeliharaan kucing juga Universitas Airlangga PSDKU (Program
salah satu faktor yang penting berperan Studi Diluar Kampus Utama) Banyuwangi.
dalam penularan ancylostomiasis. Kucing Metode natif (direct slide) dianggap
peliharaan dan yang liar tentu mempunyai gold standard dalam pemeriksaan kualitatif
tingkat risiko terinfeksi yang berbeda, feses karena sensitif, murah, mudah serta
kucing liar lebih rentan terinfeksi akibat pengerjaanya cepat, namun hasil dari
kondisi lingkungan yang kotor, makanan pemeriksaan metode ini kurang sensitif
yang tidak teratur dan tidak adanya untuk mengidentifikasi telur cacing hewan
perawatan baik dari manusia maupun dengan tingkat infeksi parasit ringan
dokter hewan (Smout et al., 2013). Potensi (Regina dkk., 2018). Metode sedimentasi
zoonosis parasit ini tidak boleh diremehkan yaitu menggunakan larutan dengan berat
karena berdampak bagi stabilitas kesehatan jenis (BJ) yang lebih rendah dari telur
masyarakat di Indonesia. Masyarakat cacing sehingga telur cacing tersebut dapat
sekitar berada pada risiko tertentu karena mengendap di dasar larutan, sedangkan
terbatasnya pengelolaan kesehatan kucing metode apung yaitu menggunakan larutan
domestik dan keberadaan anjing yang dengan berat jenis (BJ) yang lebih tinggi
hidup bebas berkeliaran sehingga dari telur cacing sehingga telur cacing
meningkatkan risiko penularan antar tersebut terapung di permukaan larutan.
sesama hewan domestik atau bahkan dari Langkah kerja pada metode natif adalah
hewan ke manusia. Data mengenai laporan mengambil feses menggunakan lidi atau
kasus infeksi Ancylostoma spp. pada kucing ujung gelas pengaduk yang kecil kemudian
untuk wilayah Indonesia masih sangat langsung dioleskan pada object glass.
terbatas, maka studi kasus ini diharapkan Tambahkan air sebanyak 1-2 tetes di atas
object glass dan diaduk sampai rata
kemudian ditutup dengan cover glass.
65
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
Preparat natif tersebut kemudian diperiksa dalam Beaker glass. Filtrat kemudian
di bawah mikroskop dengan menggunakan disentrifugasi selama 2-5 menit dengan
perbesaran 100x. Hasil menunjukkan kecepatan 1500 RPM (Rate Per Minute),
negatif dari pemeriksaan metode natif langkah ini diulangi beberapa kali sampai
bukan berarti hewan bebas dari diperoleh supernatan yang jernih.
helminthiasis, oleh karena itu dilanjutkan Supernatan yang terbentuk dibuang dan
pemeriksaan feses dengan metode sedimen ditambahkan larutan glukosa 80% lalu
atau apung untuk menunjang diagnosa disentrifugasi dengan cara yang sama.
(Sosiawati dkk., 2017). Langkah selanjutnya adalah meletakkan
Metode sedimentasi ini cover glass secara perlahan di permukaan
menggunakan metode larutan dengan tabung sentrifus dan dibiarkan 1-2 menit.
berat jenis yang lebih rendah dari telur Cover glass kemudian diletakkan di atas
parasit, sehingga telur dapat object glass dan diperiksa di bawah
mengendap di bawah. Langkah kerja pada mikroskop dengan perbesaran 100x.
metode sedimentasi adalah membuat Metode pengapungan dapat memberikan
suspensi feses dan air dengan perbandingan hasil yang lebih memadai dibandingkan
1:10. Suspensi feses tersebut kemudian dengan metode preparat natif (Simamora
disaring untuk mendapatkan filtratnya dan dkk., 2015).
ditampung dalam Beaker glass. Filtrat
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
1500 RPM (Rotation Per Minute) selama 2- Berdasarkan hasil pemeriksaan
5 menit. Supernatan yang terbentuk dari feses dari kucing domestik liar yang
hasil sentrifugasi dibuang lalu ditambahkan menggunakan metode natif, sedimentasi
air lagi kemudian disentrifugasi dengan maupun apung yang diduga terinfeksi
waktu dan kecepatan yang sama, langkah cacing parasit dengan ditemukan adanya
tersebut diulangi sampai diperoleh cairan telur cacing Ancylostoma spp. (Gambar 1).
supernatan yang jernih. Supernatan
dibuang dan disisakan sedikit, selanjutnya
sedimen diaduk dan diambil secukupnya
(1-2 tetes) menggunakan pipet Pasteur
kemudian diletakkan pada object glass dan
ditutup dengan cover glass. Preparat
sedimentasi kemudian diperiksa di bawah
mikroskop dengan menggunakan
perbesaran 100x (Regina dkk., 2018) .
Metode pengapungan Gambar 1. Telur Ancylostoma spp. = 55
µm. (Perbesaran 100x)
menggunakan bahan tambahan berupa
larutan glukosa 80%. Langkah kerja
Telur cacing ini berbentuk oval
pertama adalah membuat suspensi feses
asimetris berdinding tipis yang terdiri atas
dengan perbandingan satu bagian feses
dua lapisan, berukuran 56-75 x 34-47 µm,
dengan 10 bagian air. Suspensi feses
pada waktu dikeluarkan telur telah
kemudian disaring dan filtratnya ditampung
bersegmen yang terdiri atas 8-16 sel.
66
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
67
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
enteritis eosinofilik pada manusia sebagai sebesar 47,5 % dengan pemeriksaan dari 80
respon hipersensitif terhadap migrasi larva sampel feses kucing domestik 29 sampel
Ancylostoma spp. Larva cacing tersebut positif terinfeksi cacing Ancylostoma spp.
tidak dapat berkembang menjadi cacing dengan prevalensi sebesar 36,2 %
dewasa ketika bermigrasi di bawah kulit dibandingkan dengan 40 sampel feses
(Liu et al, 2013). kucing lokal rumahan 10 sampel positif
Spesies cacing tambang yang terinfeksi cacing Ancylostoma spp. dengan
dominan pada kucing adalah A. caninum di prevalensi sebesar 25 %. Kucing domestik
Cina, sedangkan A. tubaeforme ada liar ditemukan 19 sampel positif terinfeksi
dianggap sebagai spesies dominan di cacing Ancylostoma spp. dari 40 sampel
Australia (Silva et al., 2006). Sebuah yang diperiksa dengan prevalensi 47.5 %.
penelitian dilakukan di Bangkok, Thailand, Data penelitian diatas menunjukkan bahwa
oleh Jittapalapong et al. (2007) ancylostomiasis termasuk penyakit yang
menyebutkan bahwa prevalensi kosmopolitan.
Ancylostomiasis sebesar 9,9%. Berbeda Abu-Madi dkk. (2008)
dari penelitian yang dilakukan di Brazil menyebutkan faktor wilayah geografis
oleh Lorenzini (2007) yang menyebutkan dapat mempengaruhi tingkat prevalensi.
bahwa prevalensi Ancylostomiasis pada Kucing yang hidup di lingkungan kotor dan
kucing peliharaan 6%. Di Australia daerah lembab memiliki risiko lebih tinggi
menurut Holyoake (2008) prevalensi terhadap penyakit penularan karena
Ancylostomiasis pada kucing peliharaan lingkungan yang kotor merupakan tempat
adalah hanya 0,2%. Di Cina, A. caninum yang cocok untuk mendukung
dilaporkan di provinsi Sichuan, barat daya perkembangan larva infektif bentuk
Cina, dengan angka prevalensi 25% dan Ancylostoma spp. (Yudhana et al., 2018).
51% (Feng et al., 2011), sedangkan secara Salah satu faktornya adalah sistem
keseluruhan prevalensi yang lebih tinggi manajemen pada kucing yang berperan
(95,1%) dari infeksi A. Caninum pada dalam transmisi ancylostomiasis. Kucing
kucing terdeteksi di Guangzhou (Cina peliharaan dan kucing liar pasti memiliki
Selatan). tingkat risiko infeksi yang berbeda. Kucing
Angka prevalensi tinggi ditemukan liar lebih rentan terserang penyakit karena
di Nigeria oleh Sowemimo (2012) dengan kondisi lingkungan yang kotor, makanan
prevalensi mencapai 57%. Penelitian yang tidak selalu cukup, dan tidak adanya
dilakukan di dua wilayah perkotaan di perawatan yang baik dari manusia atau
Nigeria. Dari wilayah pertama, prevalensi dokter hewan. (Abu-Madi et al.,(2008).
Ancylostomiasis yang didapat adalah 69%, Patogenesis ancylostomiasis pada kucing
sedangkan di wilayah lain yaitu 45%. Data dengan tingkat infeksi parah menyebabkan
penelitian diatas menunjukkan bahwa kerusakan mekanis pada jaringan karena
ancylostomiasis termasuk penyakit yang migrasi larva, anemia, penurunan
kosmopolitan. Penelitian yang telah penyerapan vitamin, dan gangguan pada
dilakukan oleh Oktaviana dkk di Bali sistem kekebalan tubuh. Menurut Yudhana
infeksi cacing Ancylostoma spp. pada et al (2018) hal tersebut dapat menjadi
kucing liar pada penelitian ini adalah alasan kucing yang terinfeksi Ancylostoma
68
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
69
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
70
Prosiding Seminar Nasional Kedokteran Hewan dan Call of Paper e-ISBN : 978-602-70438-2-4
Surabaya, 05 Desember 2020
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Islamiyah, Nuril., dkk
71