Anda di halaman 1dari 17

Penanganan dan Pengobatan Gigitan

Ular Berbisa Pada Anjing


Handling and Treatment for Snakebites Cases in Dogs

drh. Andita Septiandini


Malang Animal Clinic
Malang, INDONESIA
BISA
• Merupakan zat beracun bersenyawa konstituen
protein
• Ratusan bahkan ribuan protein dalam bisa
adalah racun
• Bisa terbentuk dari protein beracun, protein
tidak beracun dan hydrolitic enzim
• Komposisi kimia racun pada bisa hewan
ditentukan oleh kondisi geografi, filogenik dan
ontogenik
• Secara naturistik, racun pada bisa digunakan
oleh hewan berbisa untuk melemahkan hewan
mangsa dan sebagai alat pertahan hidup
JENIS
Secara garis besar zat racun pada bisa dibagi menjadi 3 jenis:

NEUROTOXIN CYTOTOXIN COAGULOPHATIC


• Fasciculins • Phospolipase • Procoagulant
• Dendrotoxin • Cardiotoxin • Cytolysins
• α neurotoxin
EPIDEMIOLOGY

Indonesia
• Data kejadian envenomasi pada manusia 54 insiden di tahun
2019 Maharani, 2019. Data ini hanya terhadap envenomasi ular berbisa.
Tidak ada data lanjutan mengenai hewan berbisa lainnya
• Data kejadian envenomasi pada hewan belum tersedia
• Memiliki lebih kurang 2000 spesies reptil, 1000 jenis amphibi dan
sekitar 20% serangga di dunia hidup di indonesia
• Sekitar 15% dari spesies mahluk hidup di indonesia termasuk ke
dalam kategori hewan berbisa
Kampinsky, 2010.
DIAGNOSIS
Pada banyak kejadian, gigitan hewan berbisa biasanya
disaksikan oleh pemilik. Di negara maju, data menunjukan
bahwa anjing lebih sering mengalami envenomasi
dibandingkan kucing dan hewan kecil lainnya.
• Mengumpulkan detail sejarah kejadian merupakan
langkah yang penting, memudahkan kita melakukan
treatment dan penanganan. Biasanya klien membawa
serta hewan berbisa baik dalam keadaan hidup atau
mati.
• Melakukan anamnesa secara cepat pada lesi.
Memperhatikan detail bentukan lesi, baik gigitan
ataupun sengatan.
Marking
Penanganan Pertama
• Identifikasi spesies ular
• Identifikasi area gigitan
• Membersihkan area gigitan menggunakan
sabun dan air bersih
• Meminimalisir gerak anjing
• Semaksimal mungkin membuat anjing tenang
• Aplikasi PBI
• Segera bawa ke klinik hewan untuk diberikan
penanganan antivenom
Torniquet dan Pressure Bandage Immobilisation (PBI)

Pad Gauze Wrap


SOP Penanganan ular berbisa

AUSER,2009
ANTIVENOM POLYVALENT

Antivenom yang beredar di Indonesia hanya jenis polyvalent. SABU hanya


efektif dalam penanganan bisa ular cobra (Naja sputatrix), ular welang
(Bungarus fasciatus) dan ular tanah (Agkistrodon rhodostoma)
ANTIVENOM MONOVALENT
MEKANISME KERJA ANTIVENOM

• Immunoglobulin pada antivenom berinteraksi dengan toxin pada sirkulasi


• Interaksi antara antivenom dan toxin menghadang interaksi toxin dan sel target
• Persatuan antara senyawa antivenom-toxin menciptakan molekul yang lebih
besar sehingga senyawa ini tidak dapat berdistribusi ke jaringan perifer
• Senyawa complex antivenom-venom menginduksi immunoglobulin untuk
mengeliminasi toxin dari sirkulasi
PENANGANAN GIGITAN ULAR BERBISA
Memperhatikan gejala lanjutan pada 48 jam pertama seperti gejala neurologic termasuk
fasiculasi otot, tetraparesis, ptyalism, tachypnea, ataxia dan kehilangan reflex syaraf pada
envenomasi ular crotalid (Viper). Pada toxicity bisa ular elapid (Cobra dll) rasa sakit dan
bengkak sangat minimal kemungkinan timbul ptyalism, tremor, tachypnea, urin dan fecal
incontinence, hemolysis, coagulophaty, rhabdomyolysis, bengkak di area gigitan, gagal ginjal
dan anemia hemolitik

• Shock kontrol, antivenom, coagulophaty kontrol, minimalisir nekrosis dan


mencegah infeksi sekunder
• IV fluid crystalloid untuk menghambat hypotensi (disarankan tidak
menggunakan colloid karena berpotensi merusak dinding pembuluh), rapid
corticosteroid sebagai shock kontrol, mencegah penyebaran nekrosis dan
mencegah reaksi alergi antivenom
• Antivenom biasanya menanggulang rasa sakit namun pada kasus envenomasi
crotalid sangat direkomendasikan pemberian analgesica opioid
• Jika terjadi coagulopathy direkomendasikan untuk dilakukan transfusi yang
diikuti pemberian heparin sodium dalam mini dose (5-10 U/kg/jam)
• Pemberian antibiotic spectrum luas jika adanya indikasi jaringan nekrosis di
sekitar luka gigitan dan apabila perlu dilakukan incisi di area jaringan yang
bengkak untuk mengurangi tensi jaringan
• Menggunakan alat supportif organ vital seperti respiratory support dan oksigen
PROGNOSIS

• Prognosis pada kasus envenomasi hewan berbisa sangat


bervariasi. Ditentukan dengan jenis dan species dari hewan
berbisa, lokasi gigitan, jarak waktu envenomasi dan penanganan,
berat dan ukuran hewan korban serta derajat envenomasi
• Pada korban envenomasi crotalid yang disertai jaringan nekrosis
biasanya berhasil akhir dengan amputasi ataupun kehilangan
fungsi jaringan
• Pada korban envenomasi elapid biasanya hewan korban
mengalami kesembuhan total
• Pada beberapa kasus survival muncul gejala kerusakan organ dan
fungsi ginjal. Namun, relasi antara penurunan fungsi ginjal dan
trauma jaringan akibat bisa ular masih dalam penelitian lanjut.
• Warrell DA. Guideline for Management of Snakebite. World Health Organization 2010.
• Warrell DA. Redi award lecture: clinical studies of snake–bite in four tropical continents.
Toxicon 2013 Jul; 69:3-13. doi: 10.1016/j.toxicon.2012.11.013. Epub 2012 Nov 29.
• Alirol E, Sharma SK, Bawaskar HS, Kuch U, Chappuis F. Snake Bite in South Asia: A Review.
PLoS Negl Trop Dis 2010; 4(1): e603. doi:10.1371/journal.pntd.0000603.
• Bawaskar HS, Bawaskar PH and Bawaskar Parag H. Premonitory signs and symptoms of
envenoming by common krait (Bungarus caeruleus). Tropical Doctor 2014, Vol. 44(2) 82–85.
• Snakebite and its impact in rural communities: The need for a One Health approach Sara
Babo Martins ,Isabelle Bolon.
• Lobetti RG, Joubert KE, et al. A retrospective look at snake envenomation in 155 dogs.
Presented at the University of Pretoria, Faculty of Veterinary Science, Faculty Day, Faculty of
Veterinary Science, University of Pretoria, Onderstepoort, 2003.
• Mirtschin PJ, Masci P, Paton DC, Kuchel T, et al. Snake bites recorded by veterinary practices in
Australia. Australian Veterinary Journal. 1998; 76:195-198.
• Segev G, Shipov A, Klement E, et al. Vipera palaestinae envenomation in 327 dogs: a
retrospective cohort study and analysis of risk factors for mortality. Toxicon. 2004; 43:916-
994.
• Garg SK. Veterinary Toxicology. CBS publishers and distributors, 2000.
• Harrus S, et al. Retrospective study of the epidemiological, clinical, haematological and
biochemical findings in 109 dogs poisoned by Vipera xanthina palestinae. Vet. Rec.1999;
144:532-535.

Anda mungkin juga menyukai