Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fenomena Fluidisasi


Jika suatu aliran udara melewati suatu partikel unggun yang ada dalam
tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada partikel
dan memberikan pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika
kecepatan superficial naik (kecepatan superficial adalah kecepatan aliran jika
tabung kosong) (Geankoplis, 1993).
Pada kecepatan superficial rendah, unggun mula-mula diam. Jika kecepatan
superficial dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun
mengembang dan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya
seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun dan unggun akan
terfluidisasi. Sementara itu, pressure drop akan tetap walaupun kecepatan
superficial terus dinaikkan dan sama dengan berat efektif unggun persatuan luas.
Parameter yang sangat penting dalam mempelajari fluidisasi adalah kecepatan
fluidisasi minimum (Umf), karena dengan mengetahui Umf maka kita bisa
menentukan titik awal terjadinya fluidisasi dan kita akan dapat menghitung berapa
hilang tekanan yang terdapat pada awal fluidisasi (Tim Penyusun, 2019).
Konsep dasar dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi dapat
diilustrasikan dengan fenomena yang terjadi saat adanya perubahan laju alir gas
seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Fenomena fluidisasi dengan variasi laju alir gas (Geankoplis, 1993).
Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat juga dapat diilustrasikan pada gambar
berikut ini:

Gambar 2.2 Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat (Geankoplis, 1993).

Menurut Herri (1986), adapun fenomena-fenomena yang dapat terjadi pada


proses fluidisasi, antara lain:
1. Fenomena fixed bed yang terjadi ketika laju alir fluida kurang dari laju
minimum yang dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi. Pada kondisi ini
partikel padatan tetap diam.

Gambar 2.3 Fenomena Fixed Bed (Herri, 1986).


2. Fenomena minimum or incipient fluidizati yang terjadi ketika laju alir
fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses
fluidisasi. Pada kondisi ini partikelpartikel padat mulai terekspansi.
Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Fenomena Minimum (Herry, 1986).

3. Fenomena homogenously fluidization yang terjadi saat kecepatan dan


distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam
unggun sama atau homogen sehingga ekspansi pada setiap partikel
padatan seragam

Gambar 2.5 Fenomena Homogenously (Herry, 1986).

4. Fenomena bubbling fluidization yang terjadi ketika gelembung-


gelembung pada unggun terbentuk akibat densitas dan distribusi partikel
tidak homogen.

Gambar 2.6 Fenomena Bubbling (Harry,1986).

5. Fenomena slugging fluidization yang terjadi ketika gelembung-


gelembung besar yang mencapai lebar dari diameter kolom terbentuk
pada partikel- partikel padat. Pada kondisi ini terjadi penolakan sehingga
partikel-partikel padat seperti terangkat.

Gambar 2.7 Fenomena Slugging (Harry, 1986).

6. Fenomena chanelling fluidization yang terjadi ketika dalam unggun


partikel padatan terbentuk saluran-saluran seperti tabung vertikal.

Gambar 2.8 Fenomena Channeling (Harry,1986).

7. Fenomena disperse fluidization yang terjadi saat kecepatan alir fluida


melampaui kecepatan maksimum aliran fluida. Pada fenomena ini
sebagian partikel akan terbawa aliran fluida dan berekspansi mencapai
nilai maksimum.

Gambar 2.9 Fenomena Disperse Fluidization (Harry, 1986)


Fenomena-fenomena fluidisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor
berikut:
a. Laju alir fluida dan jenis fluida.
b. Ukuran partikel dan bentuk partikel.
c. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlok antar partikel.
d. Porositas unggun.
e. Distribusi aliran.
f. Distribusi bentuk ukuran fluida.
g. Diameter kolom.
h. Tinggi unggun.
Faktor-faktor di atas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi
yang akan menentukan karakteristik proses fluidisasi tersebut.

2.2 Penurunan Tekanan (Pressure Drop)


Aspek utama yang akan ditinjau di dalam percobaan ini adalah mengetahui
besarnya kehilangan tekanan di dalam unggun padatan yang terfluidisasikan. Hal
tersebut mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya
dengan banyaknya energi yang dibutuhkan, juga bisa memberikan indikasi tentang
kelakuan unggun selama operasi berlangsung. Korelasi-korelasi matematik yang
menggambarkan hubungan antara kehilangan tekanan dengan laju alir fluida di
dalam suatu sistem unggun diperoleh melalui metode-metode yang bersifat semi
empiris dengan menggunakan bilangan-bilangan yang tak berdimensi. Menurut
(Kunii, 1969) Untuk aliran laminer dimana kehilangan energi terutama disebabkan
oleh “Viscous Loses”, Blake memberikan hubungan sebagai berikut:

∆𝑃 𝑘 𝜇 𝑠²
. 𝑔𝑐 = 𝑈. ........................................... ..(2.1)
𝐿 𝜀³

Dimana: ∆P = Kehilangan tekanan per satuan panjang atau tinggi ukuran


gc = Faktor konversi
µ = Viskositas fluida
ε = Porositas unggun yang didefinisikan sebagai perbandingan
volume ruang kosong di dalam unggun dengan volume
unggunnya
U = Kecepatan alir superfisial fluida
S = Luas permukaan spesifik partikel

Luas permukaan spesifik partikel (luas permukaan per satuan volume


unggun), dihitung berdasarkan korelasi berikut:
6 (1− 𝜀)
s= ......................................................... ..(2.2)
𝑑𝑝

Sehingga persamaan (2.1) menjadi:


∆𝑃 36 𝑘 𝜇 (1−𝜀 2 )
𝑔𝑐 = 𝑈 ........................... ..........(2.3)
𝐿 𝑑𝑝³𝜀³
Atau
∆𝑃 𝑘′ 𝜇 (1−𝜀 2 )
𝑔𝑐 = 𝑈 ...................................... ..(2.4)
𝐿 𝑑𝑝²𝜀³

Persamaan (2.4) ini kemudian diturunkan lagi oleh Konzeng dengan


mengamsusikan bahwa unggun zat padat tersebut adalah ekivalen dengan satu
kumpulan saluran-saluran lurus yang paralel yang mempunyai luas permukaan
dalam total dan volume total masing-masing sama dengan luas permukaan luar
partikel dan volume ruang kosongnya. Harga konstanta k’ yang diperoleh beberapa
peneliti sedikit berbeda, seperti misalnya:
Konzeng (1927) k’= 150
Carman (1937) k’= 180
US Bureaunof Mines (1951) k’= 200
Untuk aliren turbulen, persamaan (2.4) tidak bisa dipergunakan lagi, sehingga
Ergun (1952) kemudian menurunkan rumus lain dimana penurunan tekanan
digambarkan sebagai gabungan dari “Viscous Losses” dan “Kinetic Energy
Losses”.
∆𝑃 (1−𝜀 2) 𝜇 (1−𝜀) 𝜌𝑔
𝑔𝑐 = 𝑘1 𝜇 + 𝑘2 𝑈² .................. ..(2.5)
𝐿 𝜀³ 𝑑𝑝² 𝜀³ 𝑑𝑝

Dimana k1=150
k2= 1,75
Pada keadaan ekstrim, yaitu:
a. Aliran laminer (Re = 20), sehingga kinetic energy losses bisa diabaikan
b. Aliran turbulen (Re = 1000), sehingga viscous losses bisa diabaikan

2.3 Unggun Terfluidisasikan (Fluidized bed)


Menurut Lee (1972), untuk unggun terfluidisasikan persamaan yang
menggambarkan ∆P/L dan U yang biasanya digunakan adalah persamaan Ergun,
yaitu:
∆𝑃 (1−𝜀𝑓2) 𝜇 (1−𝜀𝑓) 𝜌𝑔
𝑔𝑐 = 150 𝜇 + 1,75 𝑈² ........................ ..(2.6)
𝐿 𝜀𝑓³ 𝑑𝑝² 𝜀𝑓³ 𝑑𝑝
Dimana εf adalah porositas unggun pada keadaan terfluidisasikan. Pada
keadaan ini dimana partikel-partikel zat padat seolah-olah terapung di dalam fluida,
akan terjadi kesetimbangan antara berat partikel dengan gaya apung dari fluida di
sekelilingnya. Untuk menentukan pressure drop saat fluidisasi dapat digunakan
persamaan berikut:
∆𝑃
= [1 − 𝜀𝑓][𝜌𝑝 − 𝜌𝑝]𝑔/𝑔𝑐 ......................... ..(2.7)
𝐿

Menurut Leva (1959), yang dimaksud kecepatan minimum fluidisasi (Umf),


adalah kecepatan superficial fluida minimum dimana fluida mulai terjadi. Harga
Umf bisa diperoleh dengan mengkombinasikan persamaan (2.6) dengan persamaan
(2.7) sebagai berikut:
(1−𝜀𝑚𝑓2 )𝑑𝑝 .𝜌 .𝑔 1,75 𝑑𝑝 .𝜌𝑔 𝑑𝑝³ . 𝑃𝑔 (𝑃𝑠−𝑃𝑔)𝑔
150 𝑉𝑚𝑓 + 𝑉𝑚𝑓² = ................ ..(2.8)
𝜀𝑚𝑓³ . 𝜇 𝜀𝑚𝑓³ 𝜇²

Untuk keadaan ekstrim yaitu yaitu letika aliran laminer (Re < 20) kecepatan
fluidisasi minimum adalah
𝑑𝑝 ² (𝑃𝑠−𝑃𝑔)𝑔 𝜀𝑚𝑓³
𝑉𝑚𝑓 = ....................... ..(2.9)
150 𝜇 (1− 𝜖𝑚𝑓)

Aliran turbulen (Re > 1000) kecepatan fluidisasi minimumnya adalah:


𝑑𝑝 ² (𝑃𝑠−𝑃𝑔)𝑔
𝑉𝑚𝑓 = 𝜀𝑚𝑓³ ........................ (2.10)
1,75 𝑃𝑠

2.4 Karakteristik Unggun Tidak Terfluidisasikan


Menurut Davidson (1963), karakter unggun terfluidisasikan biasanya
dinyatakan dalam bentuk grafik antara penurunan tekanan (∆P) dan kecepatan
superfisial fluida (U). Untuk keadaan yang ideal, kurva hubungan ini berbentuk
seperti dalam gambar 2.10
Gambar 2.10 Kurva Karakteristik Fluidisasi Ideal (Davidson, 1963).

Keterangan:
Garis AB = menunjukkan kehilangan tekanan pada daerah unggun diam
Garis BC = menunjukkan keadaan dimana unggun telah terfluidakan
Garis DE = menunjukkan kehilangan tekanan pada daerah unggun diam
pada waktu kita menurunkan kecepatan air fluida
Jika laju alir ke unggun terfluidisasi diturunkan bertahap, penurunan tekanan
akan tetap konstan dan tinggi unggun akan berkurang. Walaupun demikian, tinggi
unggun terakhir akan lebih besar daripada tinggi mula-mula untuk fixed bed. Hal
ini dikarenakan solid di dalam tabung cenderung berkumpul lebih rapat daripada
jika solid diam secara bertahap dari keadaan terfluidisasi. Penurunan tekanan pada
laju alir rendah lebih kecil daripada nilai awal di fixed bed.
Unggun yang terfluidisasi akan bersifat menyerupai liquid, diantaranya:
a. Benda yang lebih ringan akan mengapung di atas unggun (yaitu benda-
benda yang densitasnya lebih kecil daripada densitas bulk unggun).
b. Permukaan akan tetap horizontal bahkan dalam unggun yang miring.
c. Solid dapat mengalir melalui bukaan di kolom sama seperti liquid.
d. Unggun memiliki tekanan statis karena gravitasi.
e. Ketinggian antara dua unggun terfluidisasi yang serupa sama dengan
tekanan statik mereka.
2.5 Evaluasi Parameter‐parameter dalam Peristiwa Fluidisasi
2.5.1 Densitas partikel
Padatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan densitasnya yaitu
bulk, skeletel, dan particle. Densitas bulk merupakan pengukuran berat dari
keseluruhan partikel dibagi dengan volume partikel. Pengukuran ini menyertakan
faktor kekosongan dalam poripori partikel. Skeletel adalah densitas suatu padatan
jika porositasnya nol. Adapun densitas partikel adalah berat dari suatu partikel
dibagi dengan volumenya dengan menyertakan poripori. Jika tidak ada nilai untuk
densitas partikel, maka pendekatan untuk densitas partikel dapat diperoleh dengan
membagi dua densitas bulk (Davidson, 1963).

2.5.2 Bentuk partikel


Dalam persamaan yang telah diturunkan, partikel padatnya dianggap sebagai
butiran yang berbentuk bola dengan diameter rata‐rata (Dp). Untuk partikel bentuk
lain, harus ada koreksi yang menyatakan bentuk partikel sebenarnya (Tim
Penyusun, 2019).
𝐴𝑃 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑜𝑙𝑎
𝜑= = ................... (2.11)
𝐴 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙

2.5.3 Porositas unggun


Porositas unggun menyatakan fraksi kosong didalam unggun yang secara
matematika bisa ditulis sebagai berikut (Tim Penyusun, 2019).
𝑉𝑢−𝑉𝑝
𝜀= ........................................................ (2.12)
𝑉𝑢

Dimana : Vu = Volume Unggun


Vp = Volume partikel total

2.6 Jenis-Jenis Fluidisasi


2.6.1 Fluidisasi Partikulat
Dalam fluidisasi pasir dengan air, partikel-partikel bergerak menjauh satu
sama lain dan gerakannya bertambah hebat dengan meningkatnya kecepatan, tetapi
densitas unggun rata-rata pada suatu kecepatan tertentu sama di semua bagian
unggun. Proses ini disebut fluidisasi partikulat dan bercirikan ekspansi hamparan
yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan tinggi. Akan tetapi, tidak semua
fluida liquid pasti menghasilkan fluidisasi partikulat, hal ini dipengaruhi oleh
perbedaan densitas. Dalam kasus dimana densitas fluida dan solid tidak terlalu
berbeda, ukuran partikel kecil, dan kecepatan aliran fluida rendah, unggun akan
terluidisasi merata dengan tiap partikel bergerak sendiri-sendiri melewati jalur
bebas rata-rata ( mean free path ) yang relatif sama. Fase padat ini memiliki banyak
karakteristik liquid dan disebut fluidisasi partikulat. Pada fluidisasi partikulat,
ekspansi yang terjadi adalah seragam dan persamaan Ergun, yang berlaku untuk
unggun diam, dapat dikatakan masih berlaku untuk unggun yang agak
mengembang. Andaikan aliran di antara partikel-partikel itu adalah laminar,
persamaan yang berlaku untuk hamparan yang mengalami ekspansi adalah

𝜀³ 150 𝑉𝑠𝜇
= ...................................... (2.13)
1− 𝜀 𝑔 (𝜌𝑝− 𝜌)𝜑𝑠2 𝐷𝑝²

2.6.2 Fluidisasi Agregat / Fluidisasi Gelembung

Unggun yang difluidisasikan dengan udara biasanya menunjukkan fluidisasi


agregat. Pada kecepatan superfisial yang jauh melebihi Umf, kebanyakan gas akan
melewati unggun sebagai gelembung atau rongga-rongga kosong yang tidak
berisikan zat padat dan hanya sebagian kecil gas yang mengalir dalam saluran-
saluran yang terbentuk di antara partikel. Gelembung yang terbentuk berperilaku
hampir sama dengan gelembung udara di dalam air atau gelembung uap di dalam
zat cair yang mendidih, dan karena itu fluidisasi jenis ini sering disebut fluidisasi
didih (boiling bed). Gelembung-gelembung yang terbentuk cenderung bersatu dan
menjadi besar pada waktu naik melalui hamparan fluidisasi itu. Jika kolom yang
digunakan berdiameter kecil dengan hamparan zat padat yang tebal, gelembung itu
mungkin berkembang hingga memenuhi seluruh penampang. Gelembung-
gelembung yang beriringan lalu bergerak ke puncak kolom terpisah dari zat padat
yang seakan-akan tersumbat. Peristiwa ini disebut penyumbatan (slugging) (Mc
Cabe, 1985).
Menurut Mc Cabe (1985), penyamarataan bahwa fluida gas pasti
menghasilkan fluidisasi gelembung tidak sepenuhnya benar. Perbedaan densitas
merupakan parameter yang penting. Pada kasus dimana densitas fluida dan solid
berbeda jauh atau ukuran partikel besar, kecepatan aliran fluida yang dibutuhkan
lebih besar dan fluidisasi yang terjadi tidak merata. Sebagian besar fluida melewati
unggun dalam bentuk gelembung (bubbles). Disini, unggun memiliki banyak
karakteristik liquid dengan fasa fluida terjadi pada saat gas menggelembung
melewati unggun. Fluidisasi jenis ini disebut fluidisasi agregat. Partikel unggun
yang lebih ringan, lebih halus, dan bersifat kohesif sangat sukar terfluidisasi karena
gaya tarik antar partikel lebih besar daripada gaya seretnya. Partikel cenderung
melekat satu sama lain dan gas menembus unggun dengan membentuk channel.
Pengembangan volume unggun dalam fluidisasi gelembung terutama disebabkan
oleh volume yang dipakai oleh gelembung uap, karena fase rapat pada umumnya
tidak berekspansi dengan peningkatan aliran. Dalam penurunan berikut ini, aliran
gas melalui fase rapat diandaikan sama dengan Umf dikalikan dengan fraksi
unggun yang diisi oleh fase rapat, ditambah sisa aliran gas yang dibawa oleh
gelembung, sehingga:
𝑉𝑠 = 𝑓𝑏𝑈𝑏 + (1 − 𝑓𝑏)𝑈 𝑚𝑓 .......................... (2.14)

Dimana: fb = fraksi unggun yang diisi gelembung


Ub = kecepatan rata-rata gelembung
Dalam fluidisasi agregat, fluida akan membuat gelembung pada padatan
unggun dalam tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida meningkat melalui
unggun dan pecah pada permukaan unggun dan akan tejadi “splashing” dimana
partikel unggun akan bergerak ke atas. Seiring dengan meningkatnya kecepatan
fluida, perilaku gelembung akan bertambah besar.
Keberadaan fluidisasi partikulat atau agregatif merupakan hasil dari pengaruh
gaya gravitasi pada fasa-fasa yang ada dalam unggun terfluidisasi dan juga karena
mekanika fluida ruah dari sistem. Angka Froude yaitu rasio antara kinetik dengan
energi gravitasi merupakan salah satu kriteria penentu jenis fluidisasi apa yang
terjadi (Mc Cabe, 1985).
2.6.3 Fluidisasi Kontinu

Bila kecepatan fluida melalui hamparan zat padat cukup besar, maka semua
partikel dalam hamparan itu akan terbawa ikut oleh fluida hingga memberikan
suatu fluidisasi kontinu. Prinsip fluidisasi ini terutama diterapkan dalam
pengangkutan zat padat dari suatu titik ke titik lain dalam suatu pabrik
pengolahan di samping ada beberapa reaktor gas zat padat lama yang bekerja
dengan prinsip ini. Contohnya adalah dalam tranportasi lumpur dan tranportasi
pneumatic (Mc Cabe, 1985).
Ketika laju alir fasa fluida melewati kecepatan terminal partikel, unggun
terfluidisasi akan kehilangan identitasnya karena partikel solid terbawa dalam
aliran fluida. Metoda pengangkutan ini sering digunakan dalam industri, biasanya
dengan udara sebagai fasa fluida, antara lain untuk mengangkut produk dari
pengering semprot (spray dryers). Keuntungan metoda ini adalah kehilangan yang
terjadi sedikit, prosesnya bersih, dan kemampuannya untuk memindahkan
sejumlah besar solid dalam waktu singkat. Tetapi kerugiannya antara lain ada
kemungkinan terjadi kerusakan partikel solid serta korosi pada pipa mungkin besar
(Mc Cabe, 1985).

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Fluidisasi


Menurut Herri (1986), adapun beberapa kelebihan dari teknik fluidisasi
adalah:
1. Properti transfer panas yang baik dalam gas-fluidized bed. Gelembung yang
terbentuk menjaga unggun bersifat isotermal dan laju transfer panas yang
tinggi diperoleh antara unggun dan permukaan yang dicelupkan.
2. Sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat padat
secara kontinu dan memudahkan pengontrolan.
3. Perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah panas
yang baik memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang memiliki luas
permukaan kecil.
4. Perpindahan panas dan kecepatan perpindahan mass antara partikel cukup
tinggi.
5. Sirkulasi butiran-butiran padat antara dua unggun fluidisasi memungkinkan
pemindahan jumlah panas yang besar dalam reaktor.
Menurut Herri (1986), adapun beberapa kekurangan dari teknik fluidisasi
adalah:

1. Kecepatan fluida yang digunakan terbatas pada jangkauan dimana unggun


terfluidisasi. Jika kecepatan jauh lebih besar dari Umf, dapat terjadi
kehilangan material yang cukup besar akibat terbawa keluar dari unggun serta
ada kemungkinan terjadi kerusakan partikel karena kecepatan operasi yang
terlalu besar.
2. Tenaga untuk memompa fluida sehingga terjadi fluidisasi harus besar untuk
unggun yang besar dan dalam.
3. Ukuran dan tipe partikel yang dapat digunakan dalam teknik ini terbatas.
4. Karena sifat unggun terfluidisasi yang kompleks, seringkali terjadi kesulitan
dalam mengubah skala kecil menjadi skala industri.
5. Adanya erosi terhadap bejana dan sistem pendingin.
6. Butiran halus akan terbawa aliran sehingga mengakibatkan hilangnya
sejumlah tertentu padatan.

2.8 Aplikasi Fluidisasi dalam Industri


Menurut Tim Penyusun (2019), pengaplikasian teknik fluidisasi dalam
industri yaitu:
1. Transportasi serbuk padatan (conveyor untuk solid)
2. Pencampuran padatan halus (dengan ukuran partikel berlainan)
3. HE (Heat Exchanger)
4. Drying dan sizing
5. Proses pertumbuhan partikel dan kondensasi bahan yang dapat mengalami
sublimasi.
DAFTAR PUSTAKA

Davidson, J.F. and Horrison, D. 1963. Fluidized Particles. Cambridge University


Press.
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operation. 3rd edition.
Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Kunii, D. Levenspiel, D. 1969. Fluidization Engineering. John Wiley and Sons
inc. New York.
Leva, M. 1959. Fluidization. Mc-Graw Hill Co. New York.
Lee, J.C. and Buckley, D. 1972. Fluid Mechanics and Aeration Characteristics of
Fluidized Bed. Cambridge University Press.
Mc Cabe, W.L., J.C Smith and P. Harriot, 1985 Unit Operation of Chemical
Engineering, 5th edition, McGraw-Hill Book Co. Inc., New York.
S., Herri, Dr., Ir. 1986. Operasi Teknik Kimia I. Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri ITB. Bandung.
Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia I.
Program Studi S1 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai