Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fenomena Fluidisasi


Jika suatu aliran udara melewati suatu partikel unggun yang ada dalam
tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada
partikel dan memberikan pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop akan
naik jika kecepatan superficial naik (kecepatan superficial adalah kecepatan aliran
jika tabung kosong) (Geankoplis, 1993).
Pada kecepatan superficial rendah, unggun mula-mula diam. Jika kecepatan
superficial dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan
unggun mengembang dan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai
akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun
dan unggun akan terfluidisasi. Sementara itu, pressure drop akan tetap walaupun
kecepatan superficial terus dinaikkan dan sama dengan berat efektif unggun
persatuan luas. Parameter yang sangat penting dalam mempelajari fluidisasi
adalah kecepatan fluidisasi minimum (Umf), karena dengan mengetahui Umf maka
kita bisa menentukan titik awal terjadinya fluidisasi dan kita akan dapat
menghitung berapa hilang tekanan yang terdapat pada awal fluidisasi (Tim
Penyusun, 2019).
Konsep dasar dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi dapat
diilustrasikan dengan fenomena yang terjadi saat adanya perubahan laju alir gas
seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Fenomena fluidisasi dengan variasi laju alir gas (Geankoplis, 1993).
Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat juga dapat diilustrasikan pada gambar
berikut ini:

Gambar 2.2 Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat (Geankoplis, 1993).

Menurut Herri (1986), adapun fenomena-fenomena yang dapat terjadi pada


proses fluidisasi, antara lain:
1. Fenomena fixed bed yang terjadi ketika laju alir fluida kurang dari laju
minimum yang dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi. Pada kondisi ini
partikel padatan tetap diam.

Gambar 2.3 Fenomena Fixed Bed (Herri, 1986).


2. Fenomena minimum or incipient fluidizati yang terjadi ketika laju alir
fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses
fluidisasi. Pada kondisi ini partikelpartikel padat mulai terekspansi.
Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Fenomena Minimum (Herry, 1986).

3. Fenomena homogenously fluidization yang terjadi saat kecepatan dan


distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam
unggun sama atau homogen sehingga ekspansi pada setiap partikel
padatan seragam

Gambar 2.5 Fenomena Homogenously (Herry, 1986).

4. Fenomena bubbling fluidization yang terjadi ketika gelembung-


gelembung pada unggun terbentuk akibat densitas dan distribusi partikel
tidak homogen.

Gambar 2.6 Fenomena Bubbling (Harry,1986).

5. Fenomena slugging fluidization yang terjadi ketika gelembung-


gelembung besar yang mencapai lebar dari diameter kolom terbentuk
pada partikel- partikel padat. Pada kondisi ini terjadi penolakan sehingga
partikel-partikel padat seperti terangkat.
Gambar 2.7 Fenomena Slugging (Harry, 1986).

6. Fenomena chanelling fluidization yang terjadi ketika dalam unggun


partikel padatan terbentuk saluran-saluran seperti tabung vertikal.

Gambar 2.8 Fenomena Channeling (Harry,1986).

7. Fenomena disperse fluidization yang terjadi saat kecepatan alir fluida


melampaui kecepatan maksimum aliran fluida. Pada fenomena ini
sebagian partikel akan terbawa aliran fluida dan berekspansi mencapai
nilai maksimum.

Gambar 2.9 Fenomena Disperse Fluidization (Harry, 1986)


Fenomena-fenomena fluidisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor
berikut:
a. Laju alir fluida dan jenis fluida.
b. Ukuran partikel dan bentuk partikel.
c. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlok antar partikel.
d. Porositas unggun.
e. Distribusi aliran.
f. Distribusi bentuk ukuran fluida.
g. Diameter kolom.
h. Tinggi unggun.
Faktor-faktor di atas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi
yang akan menentukan karakteristik proses fluidisasi tersebut.

2.2 Penurunan Tekanan (Pressure Drop)


Aspek utama yang akan ditinjau di dalam percobaan ini adalah mengetahui
besarnya kehilangan tekanan di dalam unggun padatan yang terfluidisasikan. Hal
tersebut mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali
hubungannya dengan banyaknya energi yang dibutuhkan, juga bisa memberikan
indikasi tentang kelakuan unggun selama operasi berlangsung. Korelasi-korelasi
matematik yang menggambarkan hubungan antara kehilangan tekanan dengan
laju alir fluida di dalam suatu sistem unggun diperoleh melalui metode-metode
yang bersifat semi empiris dengan menggunakan bilangan-bilangan yang tak
berdimensi. Menurut (Kunii, 1969) Untuk aliran laminer dimana kehilangan
energi terutama disebabkan oleh “Viscous Loses”, Blake memberikan hubungan
sebagai berikut:

∆P k μ s²
. gc= U ...............................................(2.1)
L ε³
Dimana: ∆P = Kehilangan tekanan per satuan panjang atau tinggi ukuran
gc = Faktor konversi
µ = Viskositas fluida
ε = Porositas unggun yang didefinisikan sebagai perbandingan
volume ruang kosong di dalam unggun dengan volume
unggunnya
U = Kecepatan alir superfisial fluida
S = Luas permukaan spesifik partikel

Luas permukaan spesifik partikel (luas permukaan per satuan volume


unggun), dihitung berdasarkan korelasi berikut:

6(1−ε )
s= .........................................................(2.2)
dp
Sehingga persamaan (2.1) menjadi:
∆P 36 k μ (1−ε 2)
gc= U ....................................(2.3)
L dp ³ ε ³
Atau
∆P k ' μ(1−ε 2)
gc= U .......................................(2.4)
L dp ² ε ³

Persamaan (2.4) ini kemudian diturunkan lagi oleh Konzeng dengan


mengamsusikan bahwa unggun zat padat tersebut adalah ekivalen dengan satu
kumpulan saluran-saluran lurus yang paralel yang mempunyai luas permukaan
dalam total dan volume total masing-masing sama dengan luas permukaan luar
partikel dan volume ruang kosongnya. Harga konstanta k’ yang diperoleh
beberapa peneliti sedikit berbeda, seperti misalnya:
Konzeng (1927) k’= 150
Carman (1937) k’= 180
US Bureaunof Mines (1951) k’= 200
Untuk aliren turbulen, persamaan (2.4) tidak bisa dipergunakan lagi,
sehingga Ergun (1952) kemudian menurunkan rumus lain dimana penurunan
tekanan digambarkan sebagai gabungan dari “Viscous Losses” dan “Kinetic
Energy Losses”.
∆P (1−ε) ρg
gc=k 1 ¿ ¿ k 2 U ².......................................(2.5)
L ε ³ dp

Dimana k1=150
k2= 1,75
Pada keadaan ekstrim, yaitu:
a. Aliran laminer (Re = 20), sehingga kinetic energy losses bisa diabaikan
b. Aliran turbulen (Re = 1000), sehingga viscous losses bisa diabaikan
2.3 Unggun Terfluidisasikan (Fluidized bed)
Menurut Lee (1972), untuk unggun terfluidisasikan persamaan yang
menggambarkan ∆P/L dan U yang biasanya digunakan adalah persamaan Ergun,
yaitu:
∆P (1−εf ) ρg
gc=150 ¿ ¿ 1,75 U ²...............................................(2.6)
L εf ³ dp
Dimana εf adalah porositas unggun pada keadaan terfluidisasikan. Pada
keadaan ini dimana partikel-partikel zat padat seolah-olah terapung di dalam
fluida, akan terjadi kesetimbangan antara berat partikel dengan gaya apung dari
fluida di sekelilingnya. Untuk menentukan pressure drop saat fluidisasi dapat
digunakan persamaan berikut:
∆P
=[ 1−εf ][ ρp−ρp ] g/ gc .................................(2.7)
L

Menurut Leva (1959), yang dimaksud kecepatan minimum fluidisasi (U mf),


adalah kecepatan superficial fluida minimum dimana fluida mulai terjadi. Harga
Umf bisa diperoleh dengan mengkombinasikan persamaan (2.6) dengan persamaan
(2.7) sebagai berikut:
( 1−εmf 2 ) dp . ρ . g 1,75 dp . ρg dp ³ . Pg ( Ps−Pg ) g
150 Vmf + Vmf ²=¿ .............(2.8)
εmf ³ . μ εmf ³ μ²

Untuk keadaan ekstrim yaitu yaitu letika aliran laminer (Re < 20) kecepatan
fluidisasi minimum adalah

dp ² ( Ps−Pg ) g εmf ³
Vmf = ........................(2.9)
150 μ (1−ϵmf )
Aliran turbulen (Re > 1000) kecepatan fluidisasi minimumnya adalah:
dp ² ( Ps−Pg ) g
Vmf = εmf ³ ............................(2.10)
1,75 Ps

2.4 Karakteristik Unggun Tidak Terfluidisasikan


Menurut Davidson (1963), karakter unggun terfluidisasikan biasanya
dinyatakan dalam bentuk grafik antara penurunan tekanan (∆P) dan kecepatan
superfisial fluida (U). Untuk keadaan yang ideal, kurva hubungan ini berbentuk
seperti dalam gambar 2.10
Gambar 2.10 Kurva Karakteristik Fluidisasi Ideal (Davidson, 1963).

Keterangan:
Garis AB = menunjukkan kehilangan tekanan pada daerah unggun diam
Garis BC = menunjukkan keadaan dimana unggun telah terfluidakan
Garis DE = menunjukkan kehilangan tekanan pada daerah unggun diam
pada waktu kita menurunkan kecepatan air fluida
Jika laju alir ke unggun terfluidisasi diturunkan bertahap, penurunan
tekanan akan tetap konstan dan tinggi unggun akan berkurang. Walaupun
demikian, tinggi unggun terakhir akan lebih besar daripada tinggi mula-mula
untuk fixed bed. Hal ini dikarenakan solid di dalam tabung cenderung berkumpul
lebih rapat daripada jika solid diam secara bertahap dari keadaan terfluidisasi.
Penurunan tekanan pada laju alir rendah lebih kecil daripada nilai awal di fixed
bed.
Unggun yang terfluidisasi akan bersifat menyerupai liquid, diantaranya:
a. Benda yang lebih ringan akan mengapung di atas unggun (yaitu benda-
benda yang densitasnya lebih kecil daripada densitas bulk unggun).
b. Permukaan akan tetap horizontal bahkan dalam unggun yang miring.
c. Solid dapat mengalir melalui bukaan di kolom sama seperti liquid.
d. Unggun memiliki tekanan statis karena gravitasi.
e. Ketinggian antara dua unggun terfluidisasi yang serupa sama dengan
tekanan statik mereka.
2.5 Evaluasi Parameter‐parameter dalam Peristiwa Fluidisasi
2.5.1 Densitas partikel
Padatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan densitasnya yaitu
bulk, skeletel, dan particle. Densitas bulk merupakan pengukuran berat dari
keseluruhan partikel dibagi dengan volume partikel. Pengukuran ini menyertakan
faktor kekosongan dalam poripori partikel. Skeletel adalah densitas suatu padatan
jika porositasnya nol. Adapun densitas partikel adalah berat dari suatu partikel
dibagi dengan volumenya dengan menyertakan poripori. Jika tidak ada nilai untuk
densitas partikel, maka pendekatan untuk densitas partikel dapat diperoleh dengan
membagi dua densitas bulk (Davidson, 1963).

2.5.2 Bentuk partikel


Dalam persamaan yang telah diturunkan, partikel padatnya dianggap
sebagai butiran yang berbentuk bola dengan diameter rata‐rata (Dp). Untuk
partikel bentuk lain, harus ada koreksi yang menyatakan bentuk partikel
sebenarnya (Tim Penyusun, 2019).

AP Luas permukaan bola


φ= = ..................(2.11)
A Luas permukaan partikel

2.5.3 Porositas unggun


Porositas unggun menyatakan fraksi kosong didalam unggun yang secara
matematika bisa ditulis sebagai berikut (Tim Penyusun, 2019).

Vu−Vp
ε= ........................................................(2.12)
Vu

Dimana : Vu = Volume Unggun


Vp = Volume partikel total

2.6 Jenis-Jenis Fluidisasi


2.6.1 Fluidisasi Partikulat
Dalam fluidisasi pasir dengan air, partikel-partikel bergerak menjauh satu
sama lain dan gerakannya bertambah hebat dengan meningkatnya kecepatan,
tetapi densitas unggun rata-rata pada suatu kecepatan tertentu sama di semua
bagian unggun. Proses ini disebut fluidisasi partikulat dan bercirikan ekspansi
hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan tinggi. Akan tetapi,
tidak semua fluida liquid pasti menghasilkan fluidisasi partikulat, hal ini
dipengaruhi oleh perbedaan densitas. Dalam kasus dimana densitas fluida dan
solid tidak terlalu berbeda, ukuran partikel kecil, dan kecepatan aliran fluida
rendah, unggun akan terluidisasi merata dengan tiap partikel bergerak sendiri-
sendiri melewati jalur bebas rata-rata ( mean free path ) yang relatif sama. Fase
padat ini memiliki banyak karakteristik liquid dan disebut fluidisasi partikulat.
Pada fluidisasi partikulat, ekspansi yang terjadi adalah seragam dan persamaan
Ergun, yang berlaku untuk unggun diam, dapat dikatakan masih berlaku untuk
unggun yang agak mengembang. Andaikan aliran di antara partikel-partikel itu
adalah laminar, persamaan yang berlaku untuk hamparan yang mengalami
ekspansi adalah

ε³ 150 Vsμ
1−ε g ( ρp− ρ ) φ s2 Dp² ..................................(2.13)
=

2.6.2 Fluidisasi Agregat / Fluidisasi Gelembung

Unggun yang difluidisasikan dengan udara biasanya menunjukkan fluidisasi


agregat. Pada kecepatan superfisial yang jauh melebihi Umf, kebanyakan gas akan
melewati unggun sebagai gelembung atau rongga-rongga kosong yang tidak
berisikan zat padat dan hanya sebagian kecil gas yang mengalir dalam saluran-
saluran yang terbentuk di antara partikel. Gelembung yang terbentuk berperilaku
hampir sama dengan gelembung udara di dalam air atau gelembung uap di dalam
zat cair yang mendidih, dan karena itu fluidisasi jenis ini sering disebut fluidisasi
didih (boiling bed). Gelembung-gelembung yang terbentuk cenderung bersatu dan
menjadi besar pada waktu naik melalui hamparan fluidisasi itu. Jika kolom yang
digunakan berdiameter kecil dengan hamparan zat padat yang tebal, gelembung
itu mungkin berkembang hingga memenuhi seluruh penampang. Gelembung-
gelembung yang beriringan lalu bergerak ke puncak kolom terpisah dari zat padat
yang seakan-akan tersumbat. Peristiwa ini disebut penyumbatan (slugging) (Mc
Cabe, 1985).
Menurut Mc Cabe (1985), penyamarataan bahwa fluida gas pasti
menghasilkan fluidisasi gelembung tidak sepenuhnya benar. Perbedaan densitas
merupakan parameter yang penting. Pada kasus dimana densitas fluida dan solid
berbeda jauh atau ukuran partikel besar, kecepatan aliran fluida yang dibutuhkan
lebih besar dan fluidisasi yang terjadi tidak merata. Sebagian besar fluida
melewati unggun dalam bentuk gelembung (bubbles). Disini, unggun memiliki
banyak karakteristik liquid dengan fasa fluida terjadi pada saat gas
menggelembung melewati unggun. Fluidisasi jenis ini disebut fluidisasi agregat.
Partikel unggun yang lebih ringan, lebih halus, dan bersifat kohesif sangat sukar
terfluidisasi karena gaya tarik antar partikel lebih besar daripada gaya seretnya.
Partikel cenderung melekat satu sama lain dan gas menembus unggun dengan
membentuk channel. Pengembangan volume unggun dalam fluidisasi gelembung
terutama disebabkan oleh volume yang dipakai oleh gelembung uap, karena fase
rapat pada umumnya tidak berekspansi dengan peningkatan aliran. Dalam
penurunan berikut ini, aliran gas melalui fase rapat diandaikan sama dengan Umf
dikalikan dengan fraksi unggun yang diisi oleh fase rapat, ditambah sisa aliran gas
yang dibawa oleh gelembung, sehingga:
Vs=fbUb+ (1−fb ) U mf ....................................(2.14)

Dimana: fb = fraksi unggun yang diisi gelembung


Ub = kecepatan rata-rata gelembung
Dalam fluidisasi agregat, fluida akan membuat gelembung pada padatan
unggun dalam tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida meningkat melalui
unggun dan pecah pada permukaan unggun dan akan tejadi “splashing” dimana
partikel unggun akan bergerak ke atas. Seiring dengan meningkatnya kecepatan
fluida, perilaku gelembung akan bertambah besar.
Keberadaan fluidisasi partikulat atau agregatif merupakan hasil dari
pengaruh gaya gravitasi pada fasa-fasa yang ada dalam unggun terfluidisasi dan
juga karena mekanika fluida ruah dari sistem. Angka Froude yaitu rasio antara
kinetik dengan energi gravitasi merupakan salah satu kriteria penentu jenis
fluidisasi apa yang terjadi (Mc Cabe, 1985).
2.6.3 Fluidisasi Kontinu

Bila kecepatan fluida melalui hamparan zat padat cukup besar, maka semua
partikel dalam hamparan itu akan terbawa ikut oleh fluida hingga memberikan
suatu fluidisasi kontinu. Prinsip fluidisasi ini terutama diterapkan dalam
pengangkutan zat padat dari suatu titik ke titik lain dalam suatu pabrik
pengolahan di samping ada beberapa reaktor gas zat padat lama yang bekerja
dengan prinsip ini. Contohnya adalah dalam tranportasi lumpur dan tranportasi
pneumatic (Mc Cabe, 1985).
Ketika laju alir fasa fluida melewati kecepatan terminal partikel, unggun
terfluidisasi akan kehilangan identitasnya karena partikel solid terbawa dalam
aliran fluida. Metoda pengangkutan ini sering digunakan dalam industri, biasanya
dengan udara sebagai fasa fluida, antara lain untuk mengangkut produk dari
pengering semprot (spray dryers). Keuntungan metoda ini adalah kehilangan
yang terjadi sedikit, prosesnya bersih, dan kemampuannya untuk memindahkan
sejumlah besar solid dalam waktu singkat. Tetapi kerugiannya antara lain ada
kemungkinan terjadi kerusakan partikel solid serta korosi pada pipa mungkin
besar (Mc Cabe, 1985).

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Fluidisasi


Menurut Herri (1986), adapun beberapa kelebihan dari teknik fluidisasi
adalah:
1. Properti transfer panas yang baik dalam gas-fluidized bed. Gelembung yang
terbentuk menjaga unggun bersifat isotermal dan laju transfer panas yang
tinggi diperoleh antara unggun dan permukaan yang dicelupkan.
2. Sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat
padat secara kontinu dan memudahkan pengontrolan.
3. Perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah
panas yang baik memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang
memiliki luas permukaan kecil.
4. Perpindahan panas dan kecepatan perpindahan mass antara partikel cukup
tinggi.
5. Sirkulasi butiran-butiran padat antara dua unggun fluidisasi memungkinkan
pemindahan jumlah panas yang besar dalam reaktor.
Menurut Herri (1986), adapun beberapa kekurangan dari teknik fluidisasi
adalah:

1. Kecepatan fluida yang digunakan terbatas pada jangkauan dimana unggun


terfluidisasi. Jika kecepatan jauh lebih besar dari Umf, dapat terjadi
kehilangan material yang cukup besar akibat terbawa keluar dari unggun
serta ada kemungkinan terjadi kerusakan partikel karena kecepatan operasi
yang terlalu besar.
2. Tenaga untuk memompa fluida sehingga terjadi fluidisasi harus besar
untuk unggun yang besar dan dalam.
3. Ukuran dan tipe partikel yang dapat digunakan dalam teknik ini terbatas.
4. Karena sifat unggun terfluidisasi yang kompleks, seringkali terjadi kesulitan
dalam mengubah skala kecil menjadi skala industri.
5. Adanya erosi terhadap bejana dan sistem pendingin.
6. Butiran halus akan terbawa aliran sehingga mengakibatkan hilangnya
sejumlah tertentu padatan.

2.8 Aplikasi Fluidisasi dalam Industri


Menurut Tim Penyusun (2019), pengaplikasian teknik fluidisasi dalam
industri yaitu:
1. Transportasi serbuk padatan (conveyor untuk solid)
2. Pencampuran padatan halus (dengan ukuran partikel berlainan)
3. HE (Heat Exchanger)
4. Drying dan sizing
5. Proses pertumbuhan partikel dan kondensasi bahan yang dapat mengalami
sublimasi.
DAFTAR PUSTAKA

Davidson, J.F. and Horrison, D. 1963. Fluidized Particles. Cambridge


University Press.
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operation. 3rd edition.
Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Kunii, D. Levenspiel, D. 1969. Fluidization Engineering. John Wiley and Sons
inc. New York.
Leva, M. 1959. Fluidization. Mc-Graw Hill Co. New York.
Lee, J.C. and Buckley, D. 1972. Fluid Mechanics and Aeration Characteristics of
Fluidized Bed. Cambridge University Press.
Mc Cabe, W.L., J.C Smith and P. Harriot, 1985 Unit Operation of Chemical
Engineering, 5th edition, McGraw-Hill Book Co. Inc., New York.
S., Herri, Dr., Ir. 1986. Operasi Teknik Kimia I. Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri ITB. Bandung.
Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia I.
Program Studi S1 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai