Pada saat pembuatan cat, solvent memberi kontribusi sedemikian rupa sehingga
campuran mempunyai kekentalan yang pas untuk diproses: diaduk, dicampur,
digiling dan lain-lain. Dengan penambahan solvent yang tepat dan cukup akan
menurunkan kekentalan dari resin atau campuran pada suatu titik dimana
kekentalannya memenuhi syarat untuk masing-masing proses.
Demikian halnya pada saat pemakaian cat, dengan penambahan jenis solvent
yang tepat dan dengan takaran pas, maka cat bisa dikuas, dispray atau
dilumurkan dengan mudah pada obyek yang akan dicat. Komposi solvent yang
tepat juga memberi pengaruh optimal pula pada mekanisme penguapan dari
solvent-solvent yang ada, sehingga akan membentuk film yang maksimal
karakteristiknya, baik textur permukaannya, sifat kilapnya maupun kecepatan
keringnya.
Cat merupakan sebuah system campuran yang kompleks, ada padatan (solute)
yang terlarut atau terdispersi dalam pelarut cair (solvent), ada juga cairan
(solvent active) yang terlarut dalam cairan lain (diluent). Jadi definisi solvent
adalah cairan (biasanya mudah menguap) yang berperan melarutkan atau
mendispersi komponen-komponen pembentuk film (resin, pigment dan/atau
additive) yang akan menguap terbuang ke lingkungan selama proses
pengeringan.
Membicarakan solvent tidak bisa lepas dari thinner, karena keduanya saling
berkaitan satu dengan yang lain. Thinner adalah campuran beberapa solvent
yang dipakai untuk melarutkan resin di dalam cat atau mengencerkan cat selama
penggunaan. Di dalam prakteknya resin atau cat dilarutkan oleh tidak hanya satu
jenis solvent , tetapi oleh beberapa macam kategori solvent. Bagaimana dengan
cat water base, solvent dan thinner-nya adalah setali tiga uang atau sama saja,
yaitu air. Untuk cat jenis water base dimana air adalah sebagai pelarutnya, tidak
akan dibahas dibagian ini.
PENGGOLONGAN SOLVENT
1. HIDROKARBON
Sesuai namanya maka pada golongan ini terdiri dari solvent-solvent dimana
unsur hidrogen (H) dan carbon (C) menjadi struktur dasarnya. Golongan ini
terbagi lagi menjadi tiga sub golongan, yaitu: aliphatis, aromatis dan halogenated
hidrokarbon. Sedang sub golongan aliphatis dibagi lagi menjadi aliphatis jenuh
(saturated) dan tidak jenuh (unsaturated). Solvent-solvent golongan hidrokarbon
hampir seluruhnya berasal dari hasil distilasi minyak bumi yang merupakan
campuran dari beberapa sub-sub golongan (bukan senyawa murni), sehingga titik
didihnya berupa range dari minimum sampai maksimum, bukan merupakan titik
didih tunggal.
Xylene (dymethyl
benzene), merupakan
Struktur molekulnya mengandung campuran dari tiga mac
ikatan aromatis (benzene), C6H6 isomer: ortho, metha d
para-xylena yang
Daya larutnya lebih kuat dibanding mempunya titik didih
GOLONGAN UTAMA KETERANGAN
hampir sama (144, 139
senyawa-senyawa hidrokarbon
aliphatis. 139oC) sehingga sulit
dipisahkan dengan pros
distilasi.
Solvent-solvent jenis
aromatis dipakai hamp
pada semua jenis cat,
terutama cat jenis acry
polyurethane, epoxy at
nitrocellulose.
Adalah senyawa organik hasil reaksi
kondensasi antara asam karboksilat
dan alkohol (esterifikasi), karenanya
nama ester dimulai dari alkil alkohol
dan diikuti nama asam karboksilat-nya,
seperti: methyl acetat.
ESTER
Bau yang wangi adalah ciri khas
senyawa ini.
2. OKSIGENATED SOLVENT
KELARUTAN (SOLUBILITAS)
Solubility Parameter
Hidrogen Bonding Index
Dipole Moment
Alkohol
Halogenated Hidrokarbon
Ether
Hidrokarbon Aromatis
BERAT JENIS
FLASH POINT
DAN LAIN-LAIN
Pelarut adalah suatu zat yang melarutkan zat terlarut (cairan, padat atau gas yang berbeda secara
kimiawi), menghasilkan suatu larutan. Pelarut biasanya berupa cairan tetapi juga bisa menjadi
padat, gas, atau fluida superkritis. Kuantitas zat terlarut yang dapat larut dalam volume pelarut
tertentu bervariasi terhadap suhu.
Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga
umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut
organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan
substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang
dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar.
Penggunaan umum untuk pelarut organik terdapat dalam cuci kering
(misalnya tetrakloroetilena), seperti thinner cat (misalnya toluena, terpentin), sebagai penghilang
cat kuku dan pelarut lem (aseton, etil asetat), pada penghilang noda (misalnya heksana,
petroleum eter), dalam deterjen (terpena lemon) serta dalam parfum (etanol).
terbentuk dari campuran zat-zat yang homogen, dimana pelarut memiliki komponen dengan
jumlah yang lebih banyak daripada zat terlarut. Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat
terlarut pada suhu tertentu disebut larutan jenuh. Banyaknya zat terlarut dalam satu liter larutan
jenuh pada suhu tertentu disebut kelarutan.[1]
Apabila suatu zat terlarut dimasukan ke dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut akan
menyebar ke seluruh pelarut. Kemudahan partikel zat terlarut menggantikan molekul pelarut
bergantung pada kekuatan relatif dari interaksi antara pelarut-pelarut, interaksi antara zat terlarut-
zat terlarut, dan interaksi antara pelarut-zat terlarut.[2] Jika tarik menarik zat terlarut-pelarut lebih
kuat daripada tarik menarik pelarut-pelarut dan tarik menarik zat terlarut-terlarut, maka proses
pelarutan akan berlangsung, proses ini disebut reaksi eksotermik. Jika interaksi zat terlarut-
pelarut lebih lemah daripada interaksi pelarut-pelarut dan interaksi zat-zat terlarut maka proses
ini disebut reaksi endotermik.
Klasifikasi
Pelarut organik dan anorganik
- Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon dalam
molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan koordinasi
dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-polar
bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan dalam pelarut
organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu energi yang didapat
dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi kelarutan.[3] Larutan yang
dihasilkan bukan merupakan konduktor listrik. Contoh pelarut organik adalah senyawa
dengan fungsionalitas alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya.
- Pelarut anorganik merupakan pelarut selain air yang tidak memiliki komponen organik
di dalamnya. Dalam pelarut anorganik, zat terlarut dihubungkan dengan konsep sistem
pelarut yang mampu mengautoionisasi pelarut tersebut. Biasanya pelarut anorganik
merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga tidak larut dalam pelarut organik dan
non-polar. Larutan yang dihasilkan merupakan konduktor listrik yang baik. Contoh dari
pelarut anorganik adalah amonia dan asam sulfat.
Pelarut protik dan aprotik
Pelarut dengan nilai permitivitas statis relatif (εr) lebih besar dari 15 (seperti kutub atau
polarisasi) dapat dibagi menjadi protik dan aprotik.
- Pelarut protik melarutkan anion dengan kuat (larutan bermuatan negatif) melalui ikatan
hidrogen. Air termasuk pelarut protik polar. Pelarut
seperti aseton atau diklorometana cenderung memiliki momen dipol yang besar
(pemisahan muatan parsial negatif dan muatan parsial positif dalam molekul yang sama)
dan melarutkan spesi bermuatan positif melalui dipol negatif.[4] Dalam reaksi
kimia penggunaan pelarut polar protik mendukung mekanisme reaksi SN1.
- Pelarut polar aprotik mendukung mekanisme reaksi SN2.
Dampak kesehatan
Bahaya kesehatan umum yang terkait dengan paparan pelarut meliputi toksisitas pada sistem
saraf, kerusakan reproduksi, kerusakan hati dan ginjal, gangguan pernapasan, kanker,
dan dermatitis.[7]
Paparan akut
Banyak pelarut dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba jika terhirup dalam
jumlah besar. Pelarut seperti dietil eter dan kloroform telah digunakan dalam pengobatan
sebagai anestesi, sedatif, dan hipnotik untuk waktu yang lama. Etanol (alkohol biji-bijian)
adalah obat psikoaktif yang banyak digunakan dan disalahgunakan. Dietil eter, kloroform, dan
banyak pelarut lainnya (misalnya dari bensin atau lem) digunakan sebagai hiburan
dalam sniffing lem, sering menimbulkan efek kesehatan jangka panjang yang berbahaya seperti
neurotoksisitas atau kanker.
Jika tertelan, alkohol (selain etanol) seperti metanol, propanol, dan etilen glikol memetabolisme
menjadi aldehida beracun dan asam, yang berpotensi menyebabkan asidosis metabolik fatal.
Dengan demikian, pelarut metanol yang umum tersedia dapat menyebabkan kebutaan atau
kematian permanen jika tertelan. Pelarut 2-butoksietanol, yang digunakan dalam fracking fluid,
dapat menyebabkan hipotensi dan asidosis metabolik.[8]
Paparan kronis
Beberapa pelarut termasuk kloroform dan benzena (bahan umum dalam bensin) dikenal
sebagai karsinogen, sementara banyak lainnya dipertimbangkan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia sebagai kemungkinan merupakan karsinogen. Pelarut dapat merusak organ dalam
seperti hati, ginjal, sistem saraf, atau otak. Efek kumulatif dari paparan pelarut jangka panjang
atau berulang disebut ensefalopati kronis yang diinduksi pelarut (CSE).
Paparan kronis pelarut organik di lingkungan kerja dapat menghasilkan berbagai efek
neuropsikiatrik yang merugikan. Misalnya, paparan kerja terhadap pelarut organik telah
dikaitkan dengan jumlah pelukis yang lebih tinggi yang menderita alkoholisme.[9] Etanol
memiliki efek sinergis bila dikonsumsi bersamaan dengan banyak pelarut; Misalnya,
kombinasi toluena/benzena dan etanol menyebabkan lebih banyak mual/muntah daripada zat
baik saja.
Banyak pelarut diketahui atau diduga bersifat katarak, sangat meningkatkan risiko
pengembangan katarak di lensa mata.[10] Paparan pelarut juga dikaitkan dengan kerusakan
neurotoksik yang menyebabkan gangguan pendengaran.[11][12] dan timbulnya penyakit buta
warna.[13]
Referensi[sunting | sunting sumber]