LAPORAN
Oleh :
0
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasal 626 ayat (e) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Permen No.7 Tahun 2012, Permen No.11 Tahun 2013, Permen No.20
Tahun 2013
Peningkatan nilai tambah untuk besi adalah pig iron dan sponge
iron, (DRI) sedangkan untuk nikel salah satunya adalah sponge
ferronickel, luppen ferronickel.
Indonesia memiliki potensi deposit mineral besi dan nikel yang cukup besar,
sebagimana disajikan pada Tabel 1. Mineral besi mencapai 1,2 milyar ton
(Yusuf, 2008) dan mineral nikel mencapai 1,6 milyar ton (Inco, 2009).
Mineral besi terdiri dari bijih besi magnetit, hematit, bijih besi
lateritik (gutit, limonit) dan pasir besi. Bila memperhitungkan tudung besi
1
(iron cap) sebagai sumber mineral besi yang mencapai 0,5 milyar ton maka
potensi sumberdaya besi akan bertambah besar.
Potensi mineral besi lainnya yang dapat dijadikan cadangan mineral besi
adalah red mud dari proses Bayer yang berdiri di Kalimantan Barat, dengan
teknologi peningkatan kadar yang tepat maka red mud dengan kandungan besi
yang rendah dapat ditingkatkan menjadi konsentrat besi dengan kandungan Fe
yang tinggi sebagai sumber bijih besi.
Pasir besi terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta
dan Jawa Timur dengan potensi mencapai 163 juta ton. Hasil eksplorasi
terakhir yang dilakukan oleh PT Jogja Magasa Steel, di daerah Jogja deposit
pasir besi di Jogjakarta mencapai 188 juta ton.Tabel 1, memperlihatkan
potensi bijih besi.
Produksi bijih besi saat ini masih diekspor terutama ke Cina dan India
mencapai 6 juta ton pertahun. Sedangkan produk nikel baik dalam bentuk mate
nikel maupun ferronickel mencapai 140.000 ton nikel per tahun yang
dihasilkan oleh PT Aneka Tambang dan PT Inco. Sedangkan pemegang IUP lain
masih diekspor dalam bentuk bijih nikel baik ke Cina maupun ke Jepang.Tahun
2012 ekspor bijih nikel mencapai 47 juta ton. Sehingga diperlukan suatu
kajian teknologi yang memungkinkan pemegang IUP skala kecil dapat melakukan
pengolahan di dalam negeri. Ekspor berlebihan menyebabkan harga Nikel
turun dengan drastic menjadi 6,5 USD/lb.
Dengan adanya Permen No. 7 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah
mineral maka semua bahan baku tambang harus diolah menjadi produk sebagai
bahan baku industri. Sehingga diperlukan kajian teknologi terutama untuk
mineral besi dan nikel yang memungkinkan produk memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam permen tersebut, sebagimana disajikan pada Tabel 3.
2
Tabel 1.1
Potensi Bijih Besi di Indonesia (Yusuf, 2008)
Total 163.311
Total 1.237.389
Tabel 1.2
Potensi bijih nikel dunia (Inco, 2008)
3
Tabel 1.3
Permen No.07 tahun 2012 batasan peningkatan nilai tambah mineral
Tahun 2012 dilakukan penelitian reduksi bijih nikel dan bijih besi menjadi
sponge ferronickel dan Direct Reduction Iron (DRI) dengan menggunakan
tungku putar. Tungku putar yang terdapat disentra pengembangan pengolahan
dan pemanfaatan mineral, Cipatat merupakan tungku putar yang dipergunakan
untuk proses kalsinasi sehingga diperlukan banyak modifikasi bila
dipergunakan sebagai tungku putar reduksi.
Modifikasi belum dapat dilakukan secara optimal pada tahun anggaran 2012
karena terbatasnya anggaran.
Sedangkan proses reduksi langsung dalam tungku putar juga dapat dilakukan
secara ekonomis dalam skala hanya 50 ton bijih per hari sebagimana banyak
diterapkan di India.
4
.
Gambar 1.1
Teknologi tungku putar skala kecil 50 t/h (Naik, A.N.)
Teknologi reduksi langsung dapat diterapkan baik untuk bijih besi maupun
bijih nikel untuk menghasilkan sponge ferronickel maupun sponge besi,
seperti yang diterapkan di India dan di Jepang, Nippon Yakin yang
mengasilkan luppen.
Untuk mengolah bijih nikel kadar rendah 0,5-1,5% Ni yaitu proses Krupp
Rann, bijih nikel kadar rendah direduksi dalam tanur putar untuk
menghasilkan crude ferronickel dengan kandungan nikel berkisar 2-8 kali
dari kandungan awal. Investasi proses ini relatif rendah sekitar US$ 41 jt
untuk menghasilkan 7000 ton crude ferronickel per tahun. Produk crude
ferronickel dapat dimurnikan untuk menghasilkan ferronickel di PT Aneka
Tambang, Pomalaa sehingga terjadi suatu integrasi industri kecil dan besar.
5
Aditif Bijih Nikel Laterite Reduktor
0.8 -2.5 % Ni
Pemanasan Awal
Reduksi
Peningkatan Kadar
Crude Ferronickel
Gambar 1.2
Diagram alir pembuatan crude/sponge ferronickel
Tahun 2012
Tahapan kegiatan penelitian bijih besi dan nikel pada tahun 2012 meliputi:
1. Modifikasi tungku putar (pemasangan blower udara)
2. Pembuatan hopper pengumpan bijih, reduktor batubara, bahan imbuh.
3. Pembuatan heat exchanger untuk efisiensi energi, gas buang di
kembalikan kembali ke sistem reduksi.
4. Pemasangan kontrol temperatur, komposisi gas buang, flow meter gas,
kecepatan pengumpanan, flow meter bahan bakar.
5. Penelitian reduksi bijih nikel menjadi crude/sponge ferronickel.
6. Penelitian reduksi bijih besi menjadi direct reduced iron (DRI)/iron
nugget.
Tahun 2013
Mendetailkan data laboratorium baik dari proses benefisiasi dan reduksi
dalam tungku putar. Penelitian tahun 2013 ditekankan pada proses reduksi
yang lebih terkontrol dengan pemasangan sistem kontrol yang dapat
dimonitor.
Tahun 2014
Perancangan tungku putar reduksi skala 7000 ton per tahun dengan melibatkan
perusahaan rekayasa proses seperti PT. KIEC.
6
1.2 Ruang Lingkup
1.3 Tujuan
Mendapatkan unit kondisi proses reduksi bijih nikel kadar rendah untuk
menghasilkan crude/sponge ferronickel dan kondisi reduksi bijih besi untuk
mendapat reduced iron/nugget iron dalam tungku putar yang terkontrol.
1.4 Sasaran
1.5 Lokasi
Penerima manfaat adalah industri pertambangan bijih nikel, besi yang saat
ini masih belum melakukan pengolahan dan pemurnian.
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Teknik reduksi adalah merubah sifat mineral oksida menjadi logam dengan
mereduksi bijih besi limonit/goethite/hematit menjadi magnetit. Pada
umumnya proses reduksi menggunakan gas alam. Reduktor lain yang dapat
digunakan sebagai sumber gas pereduksi adalah batubara kadar rendah (sub-
bituminous coal) yang banyak terdapat di Indonesia. Batubara yang
diharapkan adalah batubara dengan volatile matter tinggi, karena gas H2
yang terbentuk dapat bersifat sebagai pereduksi. Kelemahan menggunakan
batubara adalah sulit mengontrol suasana reduksi agar tidak terlalu
reduktif.
Hal yang penting dalam teknik reduksi adalah kondisi reduksi yang sangat
dipengaruhi oleh temperatur dan suhu. Gambar 2.1 memperlihatkan diagram
kesetimbangan Fe, Ni, Co dengan CO-CO2. Gas alam dan batubara sebagai bahan
pembentuk gas CO-CO2. Dari diagram ini dapat dilihat kemungkinan fasa yang
terbentuk dan dipengaruhi oleh nisbah konsentrasi CO-CO2 dan temperatur.
Gambar 2.1
Diagram kesetimbangan Fe, Ni, CO dengan CO-CO2( Purwanto, 2003)
Gambar 2.3, memperlihatkan bahwa fasa logam mulai terbentuk pada suhu 1000-
1500oC dengan komposisi gas CO/CO2 di atas 60%.
8
Metoda reduksi dapat dilakukan di dalam tungku putar, rotary hearth furnace
atau tungku unggun terfluidakan. Pada umunya proses reduksi di dalam tungku
putar membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan reduksi di
dalam tungku lainnya. Kandungan C tertinggal di dalam kalsin hasil reduksi
dengan batubara di dalam tungku putar relatif tinggi sekitar 3%.
Bijih nikel laterit merupakan hasil pelapukan. Terdapat dua tipe yaitu
limonitik dan serpentinik. Bijih nikel limonitik bercirikan nikel terdapat
di dalam mineral besi oksida hidrat (Fe,Ni)OOH, sedangkan bijih nikel
serpentinik bercirikan nikel terdapat di dalam magnesium silikat hidrat
(Mg,Ni)SiO2. Nikel tersebar di dalam mineral hidrat. Pada umumnya sulit
untuk dilakukan peningkatan kadar, karena bijih nikel laterit berukuran
lebih halus dan tidak mempunyai sifat kemagnetan serta tidak ada perbedaan
berat jenis yang signifikan. Proses metalurgi untuk mengekstraksi nikel
dari bijih nikel oksida tergantung dari kandungan nikel, kandungan besi dan
komposisi mineral pengotor.
- NiO + CO Ni + CO2
Daerah kestabilan Fe-O relatif lebih luas sehingga membutuhkan tingkat
reduksibilitas yang lebih tinggi. Daerah kestabilan magnetit murni dititik
9
A berdasarkan digram Kellog tersebut dapat direduksi menjadi FeO dengan
cara sebagai berikut :
peningkatan temperatur
peningkatan konsentrsai CO
kombinasi peningkatan temperatur dan konsentrasi CO.
Reduksi besi silikat dan nikel silikat dapat dilihat dari diagram
Kellog(1B). Tidak ada perubahan kondisi yang berarti dari sistem Ni-Si-O
dibandingkan sistem Ni-O. Sedangkan pada sistem besi silikat, kondisi
reduksi lebih tinggi bila dibandingkan kondisi reduksi sistem besi oksida.
Untuk mengubah besi magnetit menjadi FeO (wustit) dibutuhkan komposisi gas
reduksi yang lebih tinggi.
(A) (B)
Gambar 2.2
Diagram Kellog sistem Fe-Ni-O dan Fe-Ni-Si-O2)
10
2.2.2 Reduksi Garnerit
(A) (B)
Gambar 2.3
Diagram Kellog reduksi garnerit kandungan Ni 4% (A)
reduksi dengan gas alam(B)2)
11
olivin, sehingga kondisi reduksi di dalam tanur putar harus berlangsung
sangat mereduksi(Gambar 2.4B).
Gambar 2.4.
Diagram Kellog reduksi garnerit kandungan Ni 7% (A)
kandungan Ni 12% (B)2)
12
Gambar 2.5
Diagram terner sistem NiO-MgO-SiO22)
Kandungan besi yang tinggi memberikan efek yang positif terhadap metalisasi
bijih nikel silikat. Disebabkan kandungan besi yang tinggi meningkatkan
kestabilan pembentukan piroksen. Diagram terner sistem FeO-MgO-SiO2 (Gambar
2.6)menunjukkan grup piroksen (Fe,Mg)SiO3 hampir terdapat di setiap daerah
kestabilan FeO-MgO-SiO2, sehingga kombinasi kandungan besi oksida dan
silika tinggi akan menyebabkan garnerit yang kaya nikel tinggi
terdekomposisi menjadi piroksen dan metalisasi nikel berlangsung pada
kondisi yang moderat.
Sistem kontrol untuk reduksi besi dan nikel menggunakan sistem Programming
Logic Controller (PLC), yang bertujuan agar sistem dalam tungku putar
bertekanan negatif, Sistem terdiri atas beberapa unit yang harus di kontrol
meliputi :
13
- Suhu keluar stack
- Konsumsi bahan bakar
- Konsumsi batubara.
- Emergency stop status
Sementasi Logam
Larutan
Preparasi encer
Bijih Presipitasi Ion Senyawa
Logam
Pelindian
Larutan
Kristalisasi Senyawa
Pemurnian dan Purifikasi Logam
Larutan
Larutan
pekat Reduksi Gas Logam/
Senyawa
Perolehan Logam
Elektrolisis Logam
Gambar 2.6
Skematik proses ekstraksi melalui jalur hidrometalurgi (Habashi, 1993)
14
2.5 Proses Pemurnian Larutan
Selama proses pelindian dalam media asam nitrat, logam-logam yang terdapat
dalam bijih nikel laterit terlarut dalam larutan. Bahan penetral
(neutralizing agent) yang digunakan untuk mengatur pH adalah MgO dalam
bentuk sluri (Mg(OH)2). Reaksi-reaksi yang terjadi pada proses pemurnian
larutan hasil pelindian dan pembentukan MHP adalah sebagai berikut :
a. reaksi presipitasi besi
Fe(NO3)2 + Mg(OH)2 Fe(OH)3 + Mg(NO3)2
b. reaksi presipitasi aluminium
Al(NO3)3 + Mg(OH)2 Al(OH)2+ Mg(NO3)2
c. reaksi presipitasi campuran nikel dan kobalt
Ni(NO3)2 + Mg(OH)2 Ni(OH)2 + Mg(NO3)2
Co(NO3)2 + Mg(OH)2 Co(OH)2+ Mg(NO3)2
15
Bijih Nikel Larutan
Laterit HNO3
Kominusi
Pelindian
Penyaringan Residu
Hidrolisis/Presipitasi Besi
Penyaringan Residu Fe
Hidrolisis/Presipitasi Aluminium
HNO3
Penyaringan Residu Al
Penyaringan Thermal
Decomposition
Gambar 2.7
Proses ekstraksi bijih nikel laterit menggunakan media
asam nitrat (DNI Process, 2012)
16
Gambar 2.8
Grafik presipitasi selektif campuran hidroksida, (Monhemius, 1977)
17
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN
Program kegiatan dibagi dalam 8 (delapan) tahap kegiatan dan disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3.1
Tahapan Kegiatan
Tahapan I Persiapan
Sub-tahapan Penulisan RO, persiapan peralatan, studi literatur
Tahap II Simulasi laboratorium
Peningkatan kadar bijih besi dengan metode magnetic
separator
Tahap III Simulasi laboratorium
Penghilangan fosfor dan sulfur dalam konsentrat bijih
besi hasil magnetic separator.
Tahap IV Simulasi laboratorium
Proses reduksi bijih nikel dan konsentrat bijih besi
untuk mendapatkan kondisi semi-solid reduction yang
meminimalkan pembentukan ring slag.
Tahapan V Perbaikan dan modifikasi tungku putar untuk proses
reduksi besi dan nikel
Sub-tahapan Pemasangan alat kontrol suhu, kandungan gas buang,
perbaikan sistem lifting dalam tungku, penggantian
bata api, pembuatan scrubbing system untuk emisi gas
buang
Tahapan VI Percobaan reduksi bijih besi dan nikel
Sub-tahapan: Preparasi sample;
Percobaan reduksi dengan melakukan kontrol proses
seperti konsentrasi reduktor, suhu, dan waktu
Tahapan VII Percobaan pelarutan bijih nikel dengan pelarut asam
nitrat.
Tahapan VIII Penulisan dan pencetakan laporan
18
BIJIH BESI BONGKAH
Crushing
Milling
Konsentrat
Binder Peletasi
Gambar 3.2
Diagram alir percobaan proses reduksi bijih besi dan nikel
Sample dilakukan pemanggangan untuk merubah gutit menjadi hematit pada suhu
600oC agar mudah direduksi.
Variabel yang diamati meliputi suhu, waktu, komposisi fluks akan di bahas
secara detil masing-masing variabel.
19
Gambar 3.2
Diagram alir pembuatan sponge Fe-Ni
20
Gambar 3.3
Reaktor Pelindian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku putar, magnetic
separator, ball mill, alat alat karakterisasi terdiri atas: XRD,
Minaralogi, SEM, XRF, dan lain-lain.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Bahan Baku
4.1.1 Analisis Kimia Bijih Besi
Analisis bahan baku bijih besi dilakukan terhadap sample dengan kode
magnet kuat dan sedang. Hasil analisis kimia menunjukkan di dalam magnet
kuat terkandung 44,03% Fe total, 20,09% CaO, 10,72% SiO2, 0,79% S, 4,79%
Fluks-b, 0,68% TiO2 dan 1,09% MnO2 dan 0% P2O5, sedangkan dalam magnet
sedang terkandung 25,69% Fe total, 21,88% CaO, 21,58% SiO2, 2,51% S, 8,98%
Fluks-b, 2,25% TiO2 dan 0,38% MnO2 dan 0% P2O5.
Fluks-
No. CODE OF SAMPLE Wt, g Fet CaO SiO2 S b TiO2 MnO2 P2O5
1 DH-11 35-40M 8.600 41,80 23,79 10,27 0,80 4,91 0,50 1,58 0
2 DH-11 40-41M 6.000 41,00 23,79 11,98 0,80 4,16 0,50 1,27 0
3 DH-11 40-45M 5.800 39,60 23,79 12,62 0,90 5,67 0,84 1,42 0
4 DH-11 41-42M 6.600 57,60 7,70 5,78 0,00 3,40 0,17 0,32 0
5 DH-11 42-43M 5.600 56,50 8,81 5,35 1,00 5,29 0,50 0,32 0
6 DH-11 43-44M 5.800 46,00 18,47 10,27 0,00 4,16 0,50 0,95 0
7 DH-13 33-35M 8.400 36,80 25,89 13,48 1,60 6,05 1,34 1,27 0
8 DH-13 40-45M 9.200 38,90 23,37 13,69 0,90 4,53 0,84 1,27 0
TOTAL 56.000 44,03 20,09 10,72 0,79 4,79 0,68 1,09 0
MAGNET SEDANG (B)
Fluks-
No. CODE OF SAMPLE Wt, g Fet CaO SiO2 S b TiO2 MnO2 P2O5
1 DH 4 21,5-22,5M 2.000 36,90 20,43 17,12 3,30 0,00 1,85 0,47 0
2 DH 6 47-50M 10.300 23,70 15,53 29,31 2,60 11,34 2,86 0,16 0
3 DH 6 51-52M 4.000 20,00 19,45 26,10 2,10 10,20 2,52 0,32 0
4 DH 10 58-59M 2.200 23,70 13,29 31,24 2,30 10,96 2,86 0,47 0
5 DH 10 61-65M 2.000 23,10 26,03 19,25 0,90 12,09 1,34 1,11 0
6 DH 15 33,5-35M 7.600 37,50 25,19 10,91 3,30 7,56 0,84 0,79 0
7 DH 15 58-59M 10.400 20,00 27,98 19,25 2,20 7,94 2,69 0,16 0
TOTAL 38.500 25,69 21,88 21,58 2,51 8,98 2,25 0,38 0,00
Fluks-
No. CODE OF SAMPLE Wt, g Fet CaO SiO2 S b TiO2 MnO2 P2O5
1 COMPOSITE A+B 94.500 36,56 20,82 15,14 1,49 6,50 1,32 0,80 0,00
Tabel 4.1 Hasil analisis kimia
22
4.1.2 Analisis Mineralogi dan Derajat Liberasi
Tabel 4.2
Analisis komposisi mineral
KOMPOSISI MINERAL
Native
Magnetit, Bornit, Pirit, Kalkopirit, Gangue
NO. JENIS SAMPLE iron,
Fe3O4 Cu5FeS4 FeS2 CuFeS2 mineral
Fe
1. Magnet kuat 59,56 0,56 0,72 0,15 0,36 68,66
2. Magnet sedang 30,86 16,25 1,22 0,77 0,91 77,99
3. Komposit 47,87 6,95 0,92 0,40 0,58 72,46
Keterangan :
M=magnetit, B=bornit; KP=kalkopirit; NI=native iron, P=pirit,
GM=gangue mineral
23
Gambar 4.3
Fotomikrograf sayatan poles sample komposit magnet kuat, tampak magnetit
(warna terang), sebagian besar telah terliberasi.
M
GM
Gambar 4.4
Fotomikograf sayatan poles sample komposit magnet kuat, tampak magnetit
(M) berikatan dengan gangue mineral (GM).
24
B
Gambar 4.5
Fotomikograf sayatan poles sample komposit magnet kuat, tampak magnetit
(M) dan bornit (B) berikatan dengan gangue mineral (GM).
M
B
Gambar 4.6
Fotomikograf sayatan poles sample komposit magnet sedang, tampak
magnetit (M) dan bornit (B) dalam keadaan terliberasi.
25
M
Gambar 4.7
Fotomikograf sayatan poles sample komposit cor-magnet sedang,
tampak magnetit(M) berikatan dengan gangue mineral (GM).
GM
Gambar 4.8
Fotomikograf sayatan poles sample Komposit Cor-Magnet sedang.
Tampak bornit (B) berikatan dengan gangue mineral (GM).
Tabel 4.3, memperlihatkan hasil pengamatan derajat liberasi pada P80 150
mesh yang menunjukkan sekitar 93% mineral magnetit sudah terliberasi.
26
Tabel 4.3
Analisis derajat liberasi mineral magnetit
Analisis AAS terhadap bijih nikel laterit dilakukan terhadap contoh asal
bijih dan hasil proses pengecilan ukuran yaitu pada fraksi ukuran +60, -
60+100, -100+150, -150+200 dan -200 mesh. Hasil analisis kimia (tabel 4.4)
menunjukkan kandungan nikel dan kobal terdapat pada berbagai fraksi ukuran
dari 60 mesh sampai -200 mesh. Semakin kecil fraksi ukuran, semakin besar
kadar nikel, sedangkan kadar kobal hampir merata pada berbagai fraksi.
Kadar besi semakin besar mulai dari ukuran - 60 mesh sedangkan kadar
magnesium semakin kecil dengan kecilnya fraksi ukuran. Berdasarkan hasil
analisa komposisi kimia dengan kandungan Ni dan MgO yang besar menunjukkan
contoh bijih termasuk bijih nikel laterit jenis saprolit.
Tabel 4.4
Komposisi Kimia Bijih Nikel Laterit
Fraksi Kumulatif %-
Berat Kadar (%-Berat)
Ukuran Berat
%- Fe Fluks-
(Mesh) (gram) Berat Tertampung Lolos SiO2 total b MgO MnO Cr2O3 Ni Co
+60 278 2,51 2,51 97,49 49,60 7,68 5,51 11,09 0,37 2,60 0,74 0,034
-60+100 912 8,23 10,74 89,26 40,40 12,57 7,32 9,67 0,49 3,37 1,18 0,051
-100+150 824 7,44 18,18 81,82 38,40 13,26 6,87 7,12 0,51 3,12 1,25 0,056
-150+200 782 7,06 25,24 74,76 39,30 14,31 6,51 6,27 0,50 2,43 1,36 0,054
-200 8280 74,76 100,00 0,00 32,70 21,30 4,34 4,26 0,29 0,86 1,63 0,022
Contoh
Asal 11076 100 41,20 17,78 5,86 8,27 0,26 2,06 1,82 0,03
27
mineral silikat hidroksida yang berasosiasi dengan magnesium, sedangkan
besi terdapat sebagai besi oksida (hematit) dan besi hidroksida (gutit).
Terdeteksinya mineral magnesium silikat yang dominan menunjukkan bahwa
contoh bijih nikel laterit berasal dari zona saprolit.
Tabel 4.5
Jenis mineral yang teridentifikasi dari analisis XRD
28
Gambar 4.9
Difraktogram contoh asal bijih nikel laterit
29
4.1.5 Analisis SEM EDS
Gambar 4.10
Hasil analisis X-ray mapping contoh asal bijih
30
4.1.6 Analisis Mikroskop Optik
Tabel 4.6
Komposisi Mineral
Keterangan :
M=magnetit; Kr=kromit; Mn=mangan; L=limonit; FB=fragmen
batuan; FS=fragmen silika;
NI=native iron
31
Gambar 4.11
Fotomikrograf sayatan poles head sample
Kr
FB
Gambar 4.12
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi +20#,
tampak kromit (Kr) terdapat di dalam fragmen batuan (FB).
32
Kr
FB
Gambar 4.13
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -20+30#,
tampak kromit (Kr) terdapat di dalam fragmen batuan (FB).
FS
Gambar 4.14
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -30+40#,
tampak komponen fragmen silika (FS).
33
Gambar 4.15
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -40+60#,
tampak kromit (warna terang) dengan bentuk butir memanjang.
FB
Gambar 4.16
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -60+100#,
tampak komponen fragmen batuan (FB)
34
FB
Gambar 4.17
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -100+150#,
tampak komponen fragmen batuan serpentinit (FB).
Kr
Gambar 4.18
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -150+200#,
tampak kromit (Kr) dan magnetit (M).
35
Kr
Gambar 4.19
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -200#,
tampak kromit (Kr) sebagai butiran tunggal
36
Gambar 4.20
Analisis DTA terhadap contoh komposit
Gambar 4.21
Analisis DTA terhadap contoh komposit dengan 6% batubara
37
Gambar 4.22
Analisis DTA terhadap contoh dengan 8% batubara
38
4.2 PROSES BENEFISISI DENGAN PEMISAH MAGNETIK
39
Gambar 4.23
Material balance prores benefisiasi
bijih besi 40
Tabel 4.7
Hasil komposisi mineral tailing scavenging-2 (final tail)
Gambar 4.24
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetic,
tampak magnetit (M) sebagai butiran bebas.
41
P
Gambar 4.25
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetic,
tampak pirit (P) sebagai butiran bebas.
KP
Gambar 4.26
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik.
Tampak kalkopirit (KP) sebagai butiran bebas.
42
Gambar 4.27
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik,
tampak pirit (warna terang) sebagai butiran bebas.
Gambar 4.28
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik.
Tampak pirit (warna terang) sebagai butiran bebas.
43
L
Gambar 4.29
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik.
Tampak limonit (L) sebagai butiran bebas.
Tabel 4.8
Analisis komposisi mineral conc. Tailng rougher
Konsentrat
1. rougher 86,23 0,80 0,04 - - 12,93
44
Gambar 4.30
Fotomikrograf sayatan poles Konsentrat rougher
Tampak magnetit(warna terang) sebagian
besar telah terliberasi.
M
GM
Gambar 4.31
Fotomikrograf sayatan poles sample konsntrat rougher
Magnet kuat. Tampak magnetit (M) berikatan
dengan gangue mineral (GM).
45
GM
GM
Gambar 4.32
Fotomikrograf sayatan poles sample konsentrat rougher
Tampak magnetit (warna terang) berikatan
dengan gangue mineral (GM).
GM
Gambar 4.33
Fotomikrograf sayatan poles sample konsentrat rougher
Magnet kuat. Tampak magnetit (M) dan bornit (B)
Berikatan dengan gangue mineral (GM).
46
P M
Gamnbar 4.34
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing rougher
Magnet kuat. Tampak magnetit (M), bornit (B) dan pirit (P)
dalam keadaan terliberasi.
P GM
Gambar 4.35
Fotomikrograf sayatan poles sample konsentrat rougher.
Tampak pirit (P) dan magnetit (M) berikatan
dengan gangue mineral (GM).
47
M GM
KP
Gambar 4.36
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing rougher
Tampak kalkopirit (KP) dan magnetit (M) berikatan
dengan gangue mineral (GM).
M
GM
Gambar 4.37
Fotomikrograf sayatan poles tailing rougher.
Tampak magnetit (M) berikatan dengan gangue mineral (GM).
48
Performa Reduksi
Gambar 4.38
Performa reduksi bijih pellet magnetit suhu 1100oC, 1050oC
49
Gambar 4.39
Performa reduksi bijih pellet magnetit suhu 1000oC, 950oC
50
Gambar 4.40
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.Tampak
metalisasi terbentuk lebih padat pada bagian luar pellet.
Gambar 4.41
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.
Tampak metalisasi terbentuk kurang padat pada bagian
tengah pellet.
51
Gambar 4.42
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.
Tampak struktur metal yang terbentuk pada bagian
luar pellet.
Gambar 4.43
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.
Tampak struktur metal yang terbentuk pada bagian
tengah pellet.
52
4.2.2 Pengaruh Komposisi Batubara
Tabel 4.9
Kondisi percobaan pembuatan sponge ferroniockle
53
4.2.4 Pengaruh Waktu Reduksi
Suhu reduksi diamati pada suhu 1000, 1050, dan 1100oC. Tabel
12, memperlihatkan pengaruh suhu reduksi. Pada suhu reduksi
1200oC, kandungan nikel dalam konsentrat hanya mencapai 3,86%
Ni namun dengan meningkatnya suhu maka kandungan Ni dalam
konsentrat menjadi 6,91%.
54
Tabel 4.10
Kondisi pembuatan sponge Fe-Ni
55
namun SiO2 masih sekitar 20% sehingga diperlukan tambahan Fluks-B
untuk lebih menurunkan kandungan SiO2 dalam sponge FeNi(tabel 10)
Gambar 4.44
Analisis XRD konsentrat hasil reduksi akibat penambahan Fluks 1%
Gambar 4.45
Analisis XRD konsentrat hasil reduksi akibat penambahan Fluks-1 5%
56
Gambar 4.46
Analisis XRD konsentrat hasil reduksi dengan panambahan Fluks-1 2,5%.
Gambar4.47
Hasil analisis XRD dengan penambahan Fluks-A terbentuk fasa fosterit
57
Fe-Ni
Gambar 4.48
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag.dengan kondisi 1% Fluks-
o
1100 C -4 jam
Fe-Ni
Gambar 4.49
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag. 1% Fluks-1 1100oC-4 jam
58
Fe-Ni
Gambar 4.50
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag. 2,5% Fluks-1 1100oC -4
jam
Fe-Ni
Gambar 4.51
o
Mikrofoto sayatan poles sample Con. Mag. 2,5% Fluks-1 1100 C -4 jam
59
Fe-Ni
Gambar 4.52
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag. 5% Fluks-1100oC -4 jam
Fe-Ni
Gambar 4.53
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 1% Fluks-1100oC -4 jam
60
Gamar 4.54
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 2,5% Fluks-1 1100oC -4
jam
Fe-Ni
Gambar 4.55
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 2,5 % Fluks-1 1100oC -
4 jam
61
Fe-Ni
Gambar 4.56
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 5% Fluks-1 1100oC-4 jam
Fe-Ni
Gambar 4.57
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 5% Fluks-1 1100oC 4 jam
62
Gambar4.58
o
Butir-butir Fe-Ni yang bertukuran halus pada suhu reduksi 1000 C
selama 4 jam
Gambar 4.59
Butir-butir Fe-Ni yang bertukuran halus pada suhu reduksi 1050oC
selama 4 jam, muai menyatu
63
Gambar 4.60
o
Butir-butir Fe-Ni yang bertukuran halus pada suhu reduksi 1100 C
selama 4 jam, muai menyatu
64
4.2.10 Pengaruh Komposisi Semi-anthracite
65
Tabel 4.11
Kondisi percobaan pembuatan luppen ferronickle
66
4.3 PELINDIAN
67
pelindian terhadap persen ekstraksi dapat dilihat pada Gambar
4.61.
Gambar 4.61
Grafik Pengaruh Persen Padatan terhadap Persen Ekstraksi
Gambar 4.62
Grafik Pengaruh Waktu Pelindian terhadap Persen Ekstraksi pada
Persen Padatan 10%
68
Pengaruh Fraksi Ukuran Bijih
Gambar 4.63
Grafik Pengaruh Fraksi Ukuran terhadap Persen Ekstraksi
69
Pengaruh Konsentrasi Media Pelarut Asam Nitrat
Gambar 4.64
Grafik Pengaruh Konsentrasi asam Nitrat terhadap Persen
Ekstraksi
70
Pengaruh Suhu Pelindian
Gambar 4.65
Grafik Pengaruh Suhu terhadap Persen Ekstraksi
71
Gambar 4.67
Grafik Pengaruh Waktu Pelidian terhadap Persen Ekstraksi
0
Pada suhu 90 C
Gambar 4.68
Luppen produk semi solid reduction
72
KEGIATAN MODIFIKASI TUNGKU PUTAR
Gambar 4.69
Penggantian Bata Api
Gambar 4.70
Konstruksi penanggulangan gas buang
73
Gambar 4.71
Konstruksi tungku putart
Gambar 4.72
Konstruksi gas analyzer
74
Gambar 4.73
Konstruksi probe gas analyzer
Gambar 4.74
Konstruksi probe gas analyzer
74
75
Gambar 4.75
Konstruksi screew feeder
Gambar 4.76
Konstruksi pulverized coal injector
74
76
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Hasil analisis XRD contoh asal bijih nikel laterit menunjukkan keberadaan
nikel terdapat dalam mineral silikat hidroksida yang berasosiasi dengan
magnesium, sedangkan besi terdapat sebagai besi oksida (hematit) dan besi
hidroksida (gutit). Terdeteksinya mineral magnesium silikat yang dominan
menunjukkan bahwa contoh bijih nikel laterit berasal dari zona saprolit.
74
77
Hasil analisis Batubara dan MC, menunjukkan Batubara yang digunakan
sebagai reduktor memiliki komposisi FC 44%, VM 34,5% dan abu 17,5%, S 0,4%
dan P 0,005%. Hasil analisis FC menunjukkan kandungan air rata-rata dalam
bijih nikel 8,72%.
Pembuatan Luppen dilakukan pada suhu 1300 1400oC. Bijih nikel laterit
dikeringkan dalam furnace pada suhu 600oC selama 2 jam sehingga terjadi
kehilangan berat sebanyak 26,7%, kemudian dibuat pelet dengan menambahkan
kapur dan semi anthracite (antrasit digunakan karena diperlukan batubara
kualitas tinggi untuk membuat luppen). Kemudian kalsin nikel laterit
digerus bersama-sama semi anhtracite, kapur dan dibuat pelet dengan
katalis CMC 0,8%. Ke dalam kiln diinjeksikan batubara halus sebanyak 30%
78
74
untuk meningkatkan suhu kiln dan menjaga atmosfer dalam tungku menjadi
sangat reduktif. Kondisi terbaik dicapai pada suhu 1400oC dengan kualitas
luppen mencapai 4 17,4% Ni dan Fe 80,3% dan perolehannya mencapai
78,08%.
74
79
DAFTAR PUSTAKA
Holloway, P.C, Salt Roasting of Suncor Oil sands Fly Ash, Metallurgical
and Metal Transaction B, Volume 35, No. 6 (2004) pp.1051-1058.
Dalvi, A. D., Bacon,W. G., and Osborne, R. C., The Past and the Future of
Nickel Laterites, PDAC 2004 International Convention, March 7-10,
2004.
DN, Direct Nickel, News, 2012, http://www.directniathi Habashi. A Textbook
of Hydrometallurgy, 2nd edition, Quebec City, Canada: Mtallurgie
Extractive Qubec, 1999.
Monhemius, A.J., Precipitation Diagram for Metal Hydroxides, Sulphides,
Arsenates and Phosphates, Trans. Inst. Min. Metall. Sec. C, 1977.
74
80