Anda di halaman 1dari 81

Puslitbang tekMIRA Telp : 022-6030483

Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 Fax : 022-6003373


E-mail : Info@tekmira.esdm.go.id

LAPORAN

Kelompok Teknologi Pengolahan


dan Pemanfaatan Mineral

Optimasi Reduksi Bijih Besi, Nikel dengan


Rotary Kiln Skala Semi Pilot

Oleh :

Nuryadi Saleh, dkk

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN


BATUBARA tekMIRA

0
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.1.1 Dasar Hukum

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara

Pasal 626 ayat (e) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

Pasal 46 Keputusan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan


Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 23.K/70/BLP/2006 tanggal 12
April 2006 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral
dan Batubara.

Permen No.7 Tahun 2012, Permen No.11 Tahun 2013, Permen No.20
Tahun 2013
Peningkatan nilai tambah untuk besi adalah pig iron dan sponge
iron, (DRI) sedangkan untuk nikel salah satunya adalah sponge
ferronickel, luppen ferronickel.

Misi Penelitian dan Pengembangan ESDM adalah memberikan pelayanan


di bidang penelitian dan pengembangan kepada pemerintah,
industri, dan masyarakat, agar pengelolaan energi dan sumber daya
mineral dapat dilaksanakan sesuai amanat yang terkandung dalam
pasal 33, UUD 1945.

Misi Puslitbang tekMIRA adalah menyelenggarakan litbang teknologi


penambangan, pemanfaatan & pengolahan, teknologi informasi dan
studi tekno-ekonomi mineral dan batubara, menyediakan layanan jasa
teknologi dan informasi untuk pengembangan mineral dan batubara
serta membantu perumusan kebijakan pemanfaatan mineral dan
batubara.

1.1.2 Potensi Sumber daya Mineral

Indonesia memiliki potensi deposit mineral besi dan nikel yang cukup besar,
sebagimana disajikan pada Tabel 1. Mineral besi mencapai 1,2 milyar ton
(Yusuf, 2008) dan mineral nikel mencapai 1,6 milyar ton (Inco, 2009).
Mineral besi terdiri dari bijih besi magnetit, hematit, bijih besi
lateritik (gutit, limonit) dan pasir besi. Bila memperhitungkan tudung besi

1
(iron cap) sebagai sumber mineral besi yang mencapai 0,5 milyar ton maka
potensi sumberdaya besi akan bertambah besar.

Potensi mineral besi lainnya yang dapat dijadikan cadangan mineral besi
adalah red mud dari proses Bayer yang berdiri di Kalimantan Barat, dengan
teknologi peningkatan kadar yang tepat maka red mud dengan kandungan besi
yang rendah dapat ditingkatkan menjadi konsentrat besi dengan kandungan Fe
yang tinggi sebagai sumber bijih besi.

Penyebaran mineral besi berupa bjih besi primer (magnetit, hematit)


terdapat di Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Barat,
Aceh mencapai 25,5 juta ton. Sedangkan mineral besi lateritik terdapat di
Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara
dan Papua dengan potensi deposit mencapai 1 milyar ton.

Pasir besi terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta
dan Jawa Timur dengan potensi mencapai 163 juta ton. Hasil eksplorasi
terakhir yang dilakukan oleh PT Jogja Magasa Steel, di daerah Jogja deposit
pasir besi di Jogjakarta mencapai 188 juta ton.Tabel 1, memperlihatkan
potensi bijih besi.

Tabel 2 memperlihatkan potensi deposit nijih nikel Indonesia mencapai 1,6


milyar ton dengan kandungan nikel rata-rata mencapai 1,57%. Bijih nikel
berupa nikel lateritik yang tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah
dan Halmahera.

1.1.3 Kondisi Pertambangan Bijih Besi dan Nikel

Produksi bijih besi saat ini masih diekspor terutama ke Cina dan India
mencapai 6 juta ton pertahun. Sedangkan produk nikel baik dalam bentuk mate
nikel maupun ferronickel mencapai 140.000 ton nikel per tahun yang
dihasilkan oleh PT Aneka Tambang dan PT Inco. Sedangkan pemegang IUP lain
masih diekspor dalam bentuk bijih nikel baik ke Cina maupun ke Jepang.Tahun
2012 ekspor bijih nikel mencapai 47 juta ton. Sehingga diperlukan suatu
kajian teknologi yang memungkinkan pemegang IUP skala kecil dapat melakukan
pengolahan di dalam negeri. Ekspor berlebihan menyebabkan harga Nikel
turun dengan drastic menjadi 6,5 USD/lb.

Dengan adanya Permen No. 7 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah
mineral maka semua bahan baku tambang harus diolah menjadi produk sebagai
bahan baku industri. Sehingga diperlukan kajian teknologi terutama untuk
mineral besi dan nikel yang memungkinkan produk memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam permen tersebut, sebagimana disajikan pada Tabel 3.

2
Tabel 1.1
Potensi Bijih Besi di Indonesia (Yusuf, 2008)

Tipe Bijih Lokasi Cadangan (dalam ribuan ton) Kadar Fe (%)


Kalimantan Selatan 11.675 43,3-66.04
Bijih primer Kalimantan Barat 1.000 55,00
Belitung 7.400 62,25
(kadar besi tinggi, dalam
Lampung 5.243 42,50-63,50
bentuk bongkah)
Sumatera Barat 1.500
Total 25.478
Kalimantan Selatan 565.233
Bijih Lateritik
Sulawesi Tengah 375.200 38,00-59,00
(Mengandung Ni dan Cr) Papua Barat 123.410
Total 1.058.600
Pasir Besi Jawa Barat 3.097 38,00-58,32
Jawa Tengah 82.267 59,00
(saat ini digunakan di
pabrik semen, banyak Jogjakarta 30.668 59,00
mengandung titanium) Jawa Timur 15.979 51,29-51,51

Total 163.311

Total 1.237.389

Tabel 1.2
Potensi bijih nikel dunia (Inco, 2008)

3
Tabel 1.3
Permen No.07 tahun 2012 batasan peningkatan nilai tambah mineral

1.1.4 Perkembangan Penelitian di tekMIRA

Tahun 2012 dilakukan penelitian reduksi bijih nikel dan bijih besi menjadi
sponge ferronickel dan Direct Reduction Iron (DRI) dengan menggunakan
tungku putar. Tungku putar yang terdapat disentra pengembangan pengolahan
dan pemanfaatan mineral, Cipatat merupakan tungku putar yang dipergunakan
untuk proses kalsinasi sehingga diperlukan banyak modifikasi bila
dipergunakan sebagai tungku putar reduksi.

Modifikasi belum dapat dilakukan secara optimal pada tahun anggaran 2012
karena terbatasnya anggaran.

1.1.5 Perkembangan Teknologi Reduksi Bijih Besi dan Nikel Di Dunia

Proses reduksi langsung untuk menghasilkan DRI-sponge ferronickle maupun


nikel pig iron berkembang ke arah skala yang lebih kecil. Di Cina
berkembang pembuatan nickel pig iron (NPI) dengan mini blast furnace dengan
kapasitas hanya 38m3 yang membutuhkan 150 ton bijih per hari untuk
menghailkan NPI 30 ton per hari. Namun demikian penggunaan kokas sebegai
sumber energi dan pereduksi menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan
teknologi blast furnace.

Sedangkan proses reduksi langsung dalam tungku putar juga dapat dilakukan
secara ekonomis dalam skala hanya 50 ton bijih per hari sebagimana banyak
diterapkan di India.

4
.

Gambar 1.1
Teknologi tungku putar skala kecil 50 t/h (Naik, A.N.)

Teknologi reduksi langsung dapat diterapkan baik untuk bijih besi maupun
bijih nikel untuk menghasilkan sponge ferronickel maupun sponge besi,
seperti yang diterapkan di India dan di Jepang, Nippon Yakin yang
mengasilkan luppen.

Untuk mengolah bijih nikel kadar rendah 0,5-1,5% Ni yaitu proses Krupp
Rann, bijih nikel kadar rendah direduksi dalam tanur putar untuk
menghasilkan crude ferronickel dengan kandungan nikel berkisar 2-8 kali
dari kandungan awal. Investasi proses ini relatif rendah sekitar US$ 41 jt
untuk menghasilkan 7000 ton crude ferronickel per tahun. Produk crude
ferronickel dapat dimurnikan untuk menghasilkan ferronickel di PT Aneka
Tambang, Pomalaa sehingga terjadi suatu integrasi industri kecil dan besar.

5
Aditif Bijih Nikel Laterite Reduktor
0.8 -2.5 % Ni

Pemanasan Awal

Reduksi

Peningkatan Kadar

Crude Ferronickel

Gambar 1.2
Diagram alir pembuatan crude/sponge ferronickel

Peta Jalan Pengolahan Mineral Nikel, Besi


Penelitian reduksi dalam tungku putar untuk pemanfaatan mineral besi dan
nikel akan berlangsung selama 3 tahun dengan pentahapan sebagai berikut:

Tahun 2012
Tahapan kegiatan penelitian bijih besi dan nikel pada tahun 2012 meliputi:
1. Modifikasi tungku putar (pemasangan blower udara)
2. Pembuatan hopper pengumpan bijih, reduktor batubara, bahan imbuh.
3. Pembuatan heat exchanger untuk efisiensi energi, gas buang di
kembalikan kembali ke sistem reduksi.
4. Pemasangan kontrol temperatur, komposisi gas buang, flow meter gas,
kecepatan pengumpanan, flow meter bahan bakar.
5. Penelitian reduksi bijih nikel menjadi crude/sponge ferronickel.
6. Penelitian reduksi bijih besi menjadi direct reduced iron (DRI)/iron
nugget.

Tahun 2013
Mendetailkan data laboratorium baik dari proses benefisiasi dan reduksi
dalam tungku putar. Penelitian tahun 2013 ditekankan pada proses reduksi
yang lebih terkontrol dengan pemasangan sistem kontrol yang dapat
dimonitor.

Tahun 2014
Perancangan tungku putar reduksi skala 7000 ton per tahun dengan melibatkan
perusahaan rekayasa proses seperti PT. KIEC.

6
1.2 Ruang Lingkup

Pada tahun 2013 akan dilakukan kegiatan :

1. Simulasi skala laboratorium proses benefisiasi bijih besi, pasir besi


dengan metode magnetic separator.
2. Simulasi skala laboratorium proses flotasi untuk menghilangkan sulfur
dan fospor dalam konsentrat magnetic separator.
3. Simulasi skala laboratorium proses reduksi konsentrat bijih besi dan
bijih nikel dalam tungku putar.
4. Pembuatan dan pemasangan screw feeder baru
5. Pembuatan dan pemasangan burner batubara baru
6. Pembuatan dan pemasangan scoop feeder batubara baru
7. Modifikasi dan perbaikan tungku putar, pemasangan bata api dan
penambahan alat-alat kontrol.
8. Optimasi reduksi bijih nikel menjadi crude/sponge ferronickel skala
pilot.
9. Reduksi bijih besi menjadi direct reduced iron/nugget iron skala pilot.
10. Percobaan hidro metalurgi dengan pelarut asam nitrat.

1.3 Tujuan

Mendapatkan proses up griding bijih besi dengan metode magnetic separator,


flotasi untuk mendapatkan kualitas konsentrat yang memenuhi persyaratan
proses reduksi.

Mendapatkan unit kondisi proses reduksi bijih nikel kadar rendah untuk
menghasilkan crude/sponge ferronickel dan kondisi reduksi bijih besi untuk
mendapat reduced iron/nugget iron dalam tungku putar yang terkontrol.

1.4 Sasaran

Diperoleh crude/sponge ferronickel berkadar 5-10% Ni dan reduced iron


dengan metalisasi mencapai 70%. Kadar Fe diatas 70 %

1.5 Lokasi

Pengambilan sample biih nikel di Pomala (Sulawesi Tenggara), studi banding


teknologi tungku putar di PT. Vale Indonesia dan PT. Meratus Jaya Iron and
Steel, PT. Delta Prima Steel di Pulau Kalimantan Selatan. Sedangkan proses
reduksi dan karakterisasi sample dilakukan Sentra Pengolahan Mineral,
Citatah, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

1.6 Penerima Manfaat

Penerima manfaat adalah industri pertambangan bijih nikel, besi yang saat
ini masih belum melakukan pengolahan dan pemurnian.

7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Reduksi Besi Oksida

Teknik reduksi adalah merubah sifat mineral oksida menjadi logam dengan
mereduksi bijih besi limonit/goethite/hematit menjadi magnetit. Pada
umumnya proses reduksi menggunakan gas alam. Reduktor lain yang dapat
digunakan sebagai sumber gas pereduksi adalah batubara kadar rendah (sub-
bituminous coal) yang banyak terdapat di Indonesia. Batubara yang
diharapkan adalah batubara dengan volatile matter tinggi, karena gas H2
yang terbentuk dapat bersifat sebagai pereduksi. Kelemahan menggunakan
batubara adalah sulit mengontrol suasana reduksi agar tidak terlalu
reduktif.

Hal yang penting dalam teknik reduksi adalah kondisi reduksi yang sangat
dipengaruhi oleh temperatur dan suhu. Gambar 2.1 memperlihatkan diagram
kesetimbangan Fe, Ni, Co dengan CO-CO2. Gas alam dan batubara sebagai bahan
pembentuk gas CO-CO2. Dari diagram ini dapat dilihat kemungkinan fasa yang
terbentuk dan dipengaruhi oleh nisbah konsentrasi CO-CO2 dan temperatur.

Gambar 2.1
Diagram kesetimbangan Fe, Ni, CO dengan CO-CO2( Purwanto, 2003)

Gambar 2.3, memperlihatkan bahwa fasa logam mulai terbentuk pada suhu 1000-
1500oC dengan komposisi gas CO/CO2 di atas 60%.

Reduksi dengan batubara menjadi sulit dalam mengatur komposisi pembentukan


gas CO-CO2. Reaksi pembentukan gas CO-CO2 disajikan pada persamaan :

2C(s) + O2(g) 2CO(g) .(1)

C(s) + CO2(g) 2CO(g) .(2)

8
Metoda reduksi dapat dilakukan di dalam tungku putar, rotary hearth furnace
atau tungku unggun terfluidakan. Pada umunya proses reduksi di dalam tungku
putar membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan reduksi di
dalam tungku lainnya. Kandungan C tertinggal di dalam kalsin hasil reduksi
dengan batubara di dalam tungku putar relatif tinggi sekitar 3%.

2.2 Reduksi Bijih Nikel

Bijih nikel laterit merupakan hasil pelapukan. Terdapat dua tipe yaitu
limonitik dan serpentinik. Bijih nikel limonitik bercirikan nikel terdapat
di dalam mineral besi oksida hidrat (Fe,Ni)OOH, sedangkan bijih nikel
serpentinik bercirikan nikel terdapat di dalam magnesium silikat hidrat
(Mg,Ni)SiO2. Nikel tersebar di dalam mineral hidrat. Pada umumnya sulit
untuk dilakukan peningkatan kadar, karena bijih nikel laterit berukuran
lebih halus dan tidak mempunyai sifat kemagnetan serta tidak ada perbedaan
berat jenis yang signifikan. Proses metalurgi untuk mengekstraksi nikel
dari bijih nikel oksida tergantung dari kandungan nikel, kandungan besi dan
komposisi mineral pengotor.

Proses konvensional dalam proses ekstraksi bijih nikel adalah reduksi di


dalam tanur putar dan peleburan di dalam tungku listrik. Produk dapat
berupa ferronickel maupun matte yang ditambahkan sulfur ke dalam proses
peleburan.Energi yang dibutuhkan untuk mendapatkan slag dan logam
ferronickel, sangat tinggi. Penurunan energi peleburan sangat tergantung
dari keberhasilan proses reduksi di dalam tanur putar. Tingkat
reduksibilitas yang tinggi akan menurunkan energi per ton hot metal.

2.2.1 Reduksi bijih oksida dan silikat

Pemahaman karakteristik nikel di dalam mineral pengotor pada kondisi


temperatur tinggi dan atmosfir reduktif merupakan dasar yang penting dalam
ekstraksi nikel dari bijih laterit, baik secara proses pirometalurgi mapun
hidrometalurgi.Termodinamika diagram kestabilan sistem nikel oksida Fe-Ni-O
maupun sistem nikel silikat Fe-Ni-Si-O sangat penting untuk memahami proses
reduksi bijih nikel. Diagram Kellog dapat digunakan untuk memahami proses
reduksi untuk sistem Fe-O dan Ni-O seperti terlihat pada Gambar 2.2. Pada
Gambar 2.2A, tampak bahwa daerah kestabilan NiO menjadi logam sangat kecil
dipojok bawah-kanan diagram Kellog. Tingkat reduksibilitas yang lemah dapat
dengan mudah mereduksi nikel oksida (NiO) menjadi Ni. Dibutuhkan
perbandingan CO/CO2 hanya 1/99, cukup untuk mereduksi nikel oksida, dengan
persamaan kesetimbangan sebagai berikut :

- NiO + CO Ni + CO2
Daerah kestabilan Fe-O relatif lebih luas sehingga membutuhkan tingkat
reduksibilitas yang lebih tinggi. Daerah kestabilan magnetit murni dititik

9
A berdasarkan digram Kellog tersebut dapat direduksi menjadi FeO dengan
cara sebagai berikut :

peningkatan temperatur
peningkatan konsentrsai CO
kombinasi peningkatan temperatur dan konsentrasi CO.

Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :

- Fe2O3 + CO Fe2O3 + CO2


- Fe2O3.FeO + 4CO 3Fe + 4CO2
- Fe2O3.FeO + CO 3FeO + CO2
- FeO + CO Fe + CO2
- CO2 + C CO

Reduksi besi silikat dan nikel silikat dapat dilihat dari diagram
Kellog(1B). Tidak ada perubahan kondisi yang berarti dari sistem Ni-Si-O
dibandingkan sistem Ni-O. Sedangkan pada sistem besi silikat, kondisi
reduksi lebih tinggi bila dibandingkan kondisi reduksi sistem besi oksida.
Untuk mengubah besi magnetit menjadi FeO (wustit) dibutuhkan komposisi gas
reduksi yang lebih tinggi.

(A) (B)

Gambar 2.2
Diagram Kellog sistem Fe-Ni-O dan Fe-Ni-Si-O2)

10
2.2.2 Reduksi Garnerit

Salah satu mineral nikel yang penting adalah garnerit, (Ni,Mg)3Si2O7.2H2O.


Selama proses kalsinasi terjadi dehidroksilasi yaitu penghilangan air
o
kristal yang dimulai pada suhu 600 C menghasilkan senyawa yang amorfous dan
melepaskan SiO2 membentuk olivin (Ni,Mg)SiO4 atau kombinasi SiO2 membentuk
piroksen (Ni,Mg)SiO3.Karakteristik reduksi garnerit dengan kandungan nikel
4% disajikan pada Gambar 2.4A. Pada proses tersebut bila terdekomposisi
akan menjadi olivin (Ni0,06Mg0,94)SiO2 dan/atau piroksen (Ni0,06Mg0,94)SiO3. Reduksi
olivin terjadi pada kondisi reduksi yang sangat mereduksi dan diperlukan
kandungan 75% CO untuk memulai reduksi. Reduksi magnetit menjadi wustit
terjadi sebelum reduksi nikel,sedangkan piroksen akan mulai tereduksi pada
atmosfer tanur dengan komposisi 10% CO. Metalisasi 50% dapat tercapai pada
o
kondisi 20% CO dengan suhu 900 C. Reduksi dengan gas alam terlihat bahwa
piroksen dengan metalisasi 50% Ni tercapai pada suhu yang lebih rendah di
atas 820oC, seperti terlihat pada Gambar 2.3B.

(A) (B)

Gambar 2.3
Diagram Kellog reduksi garnerit kandungan Ni 4% (A)
reduksi dengan gas alam(B)2)

Kondisi reduksi piroksen untuk Garnerit dengan kandungan nikel 7% terjadi


pada komposisi CO yang lebih rendah dibandingkan dengan garnerit 4% Ni.
namun reduksi olivin tetap berlangsung pada reduksibilitas tinggi (Gambar
2.4A). Garnerit dengan komposisi nikel 12% akan terdekomposisi menjadi

11
olivin, sehingga kondisi reduksi di dalam tanur putar harus berlangsung
sangat mereduksi(Gambar 2.4B).

Diagram terner sistem NiO-MgO-SiO2 (Gambar 7) memperlihatkan kemungkinan


garnerit terdekomposisi menjadi olivin. Olivin memiliki kandungan SiO2 yang
lebih tinggi sehingga dapat terdekomposisi menjadi MgSiO2 murni dan NiSiO2
murni, sedangkan piroksen memiliki kandungan SiO2 yang terbatas sehingga
hanya terdekomposisi menjadi MgSiO3 murni dan (Ni0,12Mg0,88)SiO2. Dalam hal ini,
garnerit dengan kandungan nikel yang kaya di atas garis ObS hanya akan
terdekomposisi menjadi olivin dan silika.

Gambar 2.4.
Diagram Kellog reduksi garnerit kandungan Ni 7% (A)
kandungan Ni 12% (B)2)

12
Gambar 2.5
Diagram terner sistem NiO-MgO-SiO22)

Kandungan besi yang tinggi memberikan efek yang positif terhadap metalisasi
bijih nikel silikat. Disebabkan kandungan besi yang tinggi meningkatkan
kestabilan pembentukan piroksen. Diagram terner sistem FeO-MgO-SiO2 (Gambar
2.6)menunjukkan grup piroksen (Fe,Mg)SiO3 hampir terdapat di setiap daerah
kestabilan FeO-MgO-SiO2, sehingga kombinasi kandungan besi oksida dan
silika tinggi akan menyebabkan garnerit yang kaya nikel tinggi
terdekomposisi menjadi piroksen dan metalisasi nikel berlangsung pada
kondisi yang moderat.

2.3 Sistem Kontrol Tungku Putar

Sistem kontrol untuk reduksi besi dan nikel menggunakan sistem Programming
Logic Controller (PLC), yang bertujuan agar sistem dalam tungku putar
bertekanan negatif, Sistem terdiri atas beberapa unit yang harus di kontrol
meliputi :

- Suhu pada ujung pengumpanan materail.


- Suhu ujung lidah api buner.
- Suhu per segmen kiln
- Putaran kiln
- Tekanan kiln
- Suhu masuk ke stack
- Tekanan di stack
- Kandungan CO
- Kandungan CO
- Kandungan O2
- Debit gas buang

13
- Suhu keluar stack
- Konsumsi bahan bakar
- Konsumsi batubara.
- Emergency stop status

2.4 Proses Pelindian Bijih Nikel Laterit

Proses ekstraksi bijih melalui jalur hidrometalurgi terdiri atas 2 tahap


utama yaitu pelindian dan perolehan (recovery) logam berharga[4](Habashi,1993)
(Gambar 2.6). Proses ekstraksi bijih nikel laterit menggunakan media asam
nitrat secara skematik yang dikembangkan oleh direct nickel Australia[3]
terlihat pada Gambar 2.7.

Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pelindian menggunakan media asam


nitrat (HNO3) adalah:

- NiO + 2HNO3 Ni(NO3)2 + H2O


- CoO + 2HNO3Co(NO3)2+ H2O(l)
- FeO*OH + 3HNO3 Fe(NO3)3 + 2H2O
- Fe2O3 + 6HNO3 2Fe(NO3)3 + 3H2O
Fluks-b + 6HNO3 2Al(NO3)3+ 3H2O
- Cr2O3 + 6HNO3 2Cr(NO3)3 + 3H2O
- Mg3Si2O5(OH)4 + 6HNO3 3Mg(NO3)2+ 2SiO2 + 5H2O

Sementasi Logam
Larutan
Preparasi encer
Bijih Presipitasi Ion Senyawa
Logam
Pelindian
Larutan

Kristalisasi Senyawa
Pemurnian dan Purifikasi Logam
Larutan
Larutan
pekat Reduksi Gas Logam/
Senyawa
Perolehan Logam
Elektrolisis Logam

Gambar 2.6
Skematik proses ekstraksi melalui jalur hidrometalurgi (Habashi, 1993)

14
2.5 Proses Pemurnian Larutan

Selama proses pelindian dalam media asam nitrat, logam-logam yang terdapat
dalam bijih nikel laterit terlarut dalam larutan. Bahan penetral
(neutralizing agent) yang digunakan untuk mengatur pH adalah MgO dalam
bentuk sluri (Mg(OH)2). Reaksi-reaksi yang terjadi pada proses pemurnian
larutan hasil pelindian dan pembentukan MHP adalah sebagai berikut :
a. reaksi presipitasi besi
Fe(NO3)2 + Mg(OH)2 Fe(OH)3 + Mg(NO3)2
b. reaksi presipitasi aluminium
Al(NO3)3 + Mg(OH)2 Al(OH)2+ Mg(NO3)2
c. reaksi presipitasi campuran nikel dan kobalt
Ni(NO3)2 + Mg(OH)2 Ni(OH)2 + Mg(NO3)2
Co(NO3)2 + Mg(OH)2 Co(OH)2+ Mg(NO3)2

Kondisi terjadinya presipitasi logam-logam terlarut dari campuran


hidroksida dapat dilihat di diagram kesetimbangan spesies logam
terlarut[5](Monheimus,1997) (Gambar 2.8). Berdasarkan data kelarutan spesies logam
yang berada dalam larutan, memungkinkan terpisahnya spesies logam sebagai
hidroksidanya. Ion logam pengotor seperti Fe, Al dan Cr dapat
terpresipitasi pada pH rendah sedangkan nikel dan kobal terpresipitasi pada
pH tinggi (sekitar 8).

15
Bijih Nikel Larutan
Laterit HNO3

Kominusi

Pelindian

Penyaringan Residu

Hidrolisis/Presipitasi Besi

Penyaringan Residu Fe

Hidrolisis/Presipitasi Aluminium

HNO3
Penyaringan Residu Al

Presipitasi HNO3 Recovery


Nikel/Kobalt System

Penyaringan Thermal
Decomposition

Mixed Hydroxide Barren


Precipitate (MHP) solution Evaporasi MgO

Gambar 2.7
Proses ekstraksi bijih nikel laterit menggunakan media
asam nitrat (DNI Process, 2012)

16
Gambar 2.8
Grafik presipitasi selektif campuran hidroksida, (Monhemius, 1977)

17
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN

Program kegiatan dibagi dalam 8 (delapan) tahap kegiatan dan disajikan pada
Tabel 3.

Tabel 3.1
Tahapan Kegiatan

Tahapan I Persiapan
Sub-tahapan Penulisan RO, persiapan peralatan, studi literatur
Tahap II Simulasi laboratorium
Peningkatan kadar bijih besi dengan metode magnetic
separator
Tahap III Simulasi laboratorium
Penghilangan fosfor dan sulfur dalam konsentrat bijih
besi hasil magnetic separator.
Tahap IV Simulasi laboratorium
Proses reduksi bijih nikel dan konsentrat bijih besi
untuk mendapatkan kondisi semi-solid reduction yang
meminimalkan pembentukan ring slag.
Tahapan V Perbaikan dan modifikasi tungku putar untuk proses
reduksi besi dan nikel
Sub-tahapan Pemasangan alat kontrol suhu, kandungan gas buang,
perbaikan sistem lifting dalam tungku, penggantian
bata api, pembuatan scrubbing system untuk emisi gas
buang
Tahapan VI Percobaan reduksi bijih besi dan nikel
Sub-tahapan: Preparasi sample;
Percobaan reduksi dengan melakukan kontrol proses
seperti konsentrasi reduktor, suhu, dan waktu
Tahapan VII Percobaan pelarutan bijih nikel dengan pelarut asam
nitrat.
Tahapan VIII Penulisan dan pencetakan laporan

18
BIJIH BESI BONGKAH

Crushing

Milling

Bijih Besi Halus

Tailing Magnetik Separator

Konsentrat

Flotasi Mineral Sulfida ( P&S )


Konsentrat cleaner

Binder Peletasi

Batubara Proses Reduksi

DRI / Sponge Besi

Gambar 3.2
Diagram alir percobaan proses reduksi bijih besi dan nikel

3.1 Percobaan Reduksi Bijih Nikel Laterit

Sample dilakukan pemanggangan untuk merubah gutit menjadi hematit pada suhu
600oC agar mudah direduksi.

Variabel yang diamati meliputi suhu, waktu, komposisi fluks akan di bahas
secara detil masing-masing variabel.

19
Gambar 3.2
Diagram alir pembuatan sponge Fe-Ni

3.2 Percobaan Pelarutan Bijih Nikel Laterit

Penelitian ekstraksi bijih nikel laterit dilakukan dengan proses pelindian


dalam media larutan asam nitrat pada tekanan atmosferik. Sebelum pelindian,
bijih nikel laterit dilakukan preparasi yang meliputi pengecilan ukuran
(kominusi) dan pengayakan untuk memperoleh fraksi ukuran bijih tertentu
serta pemercontohan (sampling) sehingga diperoleh conto yang representatif
sebagai umpan bahan pelindian.

Pelindian skala batch dilakukan dalam reaktor kapasitas 2 liter dengan


sistem pengaduk dan pengatur suhu seperti pada Gambar 3.3. Parameter yang
dipelajari dalam pelindian adalah persen solid, konsentrasi asam, fraksi
ukuran, suhu dan lamanya waktu pelindian.

Larutan hasil pelindian yang mengundung logam-logam terlarut dianalisa


menggunakan metode AAS untuk mengetahui jumlah unsur nikel, kobal,
aluminiuam, besi dan magnesium yang terlarut. Sedangkan residu hasil
pelidian dianalisa menggunakan metoda AAS untuk mengetahui kandungan unsur-
unsur yang tidak terlarut.

Selain itu residu hasil pelindian dianalisa menggunakan XRD untuk


mengetahui jenis-jenis senyawa mineral dan analisa SEM untuk mengetahui
karakteristik unsur-unsur dan mineral yang berada dalam residu.

20
Gambar 3.3
Reaktor Pelindian

3.3 Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku putar, magnetic
separator, ball mill, alat alat karakterisasi terdiri atas: XRD,
Minaralogi, SEM, XRF, dan lain-lain.

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Studi Bahan Baku
4.1.1 Analisis Kimia Bijih Besi

Analisis bahan baku bijih besi dilakukan terhadap sample dengan kode
magnet kuat dan sedang. Hasil analisis kimia menunjukkan di dalam magnet
kuat terkandung 44,03% Fe total, 20,09% CaO, 10,72% SiO2, 0,79% S, 4,79%
Fluks-b, 0,68% TiO2 dan 1,09% MnO2 dan 0% P2O5, sedangkan dalam magnet
sedang terkandung 25,69% Fe total, 21,88% CaO, 21,58% SiO2, 2,51% S, 8,98%
Fluks-b, 2,25% TiO2 dan 0,38% MnO2 dan 0% P2O5.

Sample magnet kuat dan sedang digabungkan untuk mendapatkan komposisi Fe


total sekitar 35%. Pencampuran 59,62% magnet kuat dan 40,74% magnet sedang
menghasilan komposisi komposit yang terdiri atas 36,56% Fe total, 20,82%
CaO, 15,14% SiO2, 1,48% S, 6,50% fluks-B, 1,32% TiO2 dan 0,80% MnO2 dan 0%
P2O5. Tabel 4.1 menunjukkan hasil analisis kimia.

MAGNET KUAT (A)

Fluks-
No. CODE OF SAMPLE Wt, g Fet CaO SiO2 S b TiO2 MnO2 P2O5
1 DH-11 35-40M 8.600 41,80 23,79 10,27 0,80 4,91 0,50 1,58 0
2 DH-11 40-41M 6.000 41,00 23,79 11,98 0,80 4,16 0,50 1,27 0
3 DH-11 40-45M 5.800 39,60 23,79 12,62 0,90 5,67 0,84 1,42 0
4 DH-11 41-42M 6.600 57,60 7,70 5,78 0,00 3,40 0,17 0,32 0
5 DH-11 42-43M 5.600 56,50 8,81 5,35 1,00 5,29 0,50 0,32 0
6 DH-11 43-44M 5.800 46,00 18,47 10,27 0,00 4,16 0,50 0,95 0
7 DH-13 33-35M 8.400 36,80 25,89 13,48 1,60 6,05 1,34 1,27 0
8 DH-13 40-45M 9.200 38,90 23,37 13,69 0,90 4,53 0,84 1,27 0
TOTAL 56.000 44,03 20,09 10,72 0,79 4,79 0,68 1,09 0
MAGNET SEDANG (B)
Fluks-
No. CODE OF SAMPLE Wt, g Fet CaO SiO2 S b TiO2 MnO2 P2O5
1 DH 4 21,5-22,5M 2.000 36,90 20,43 17,12 3,30 0,00 1,85 0,47 0
2 DH 6 47-50M 10.300 23,70 15,53 29,31 2,60 11,34 2,86 0,16 0
3 DH 6 51-52M 4.000 20,00 19,45 26,10 2,10 10,20 2,52 0,32 0
4 DH 10 58-59M 2.200 23,70 13,29 31,24 2,30 10,96 2,86 0,47 0
5 DH 10 61-65M 2.000 23,10 26,03 19,25 0,90 12,09 1,34 1,11 0
6 DH 15 33,5-35M 7.600 37,50 25,19 10,91 3,30 7,56 0,84 0,79 0
7 DH 15 58-59M 10.400 20,00 27,98 19,25 2,20 7,94 2,69 0,16 0
TOTAL 38.500 25,69 21,88 21,58 2,51 8,98 2,25 0,38 0,00
Fluks-
No. CODE OF SAMPLE Wt, g Fet CaO SiO2 S b TiO2 MnO2 P2O5
1 COMPOSITE A+B 94.500 36,56 20,82 15,14 1,49 6,50 1,32 0,80 0,00
Tabel 4.1 Hasil analisis kimia

22
4.1.2 Analisis Mineralogi dan Derajat Liberasi

Analisi mineralogi untuk menentukan komposisi mineral dan derajat liberasi


pada ukuran P80 150 mesh. Tabel 4.2, memperlihatkan hasil komposisi mineral.
Sample magnetit kuat terdiri atas 59,56% magnetit, 0,56% bornit, 0,72%
pirit, 0,15% kalkopirit, 0,365 native iron dan 68% gangue mineral.

Sedangkan sample magnet sedang memiliki komposisi 30,86% magnetit, 16,25%


bornit, 1,22% pirit, 0,77% kalkopirit, 0,91% native iron dan 77,99% gangue
mineral. Komposit yang merupakan campuran sample magnet kuat dan sedang
terkandung (kalkulasi) magnetit 47,87%, bornit 6,95%, pirit 0,92%,
kalkopirit 0,40%, native iron 0,58% dan gangue mineral 72,46%.

Tabel 4.2
Analisis komposisi mineral

KOMPOSISI MINERAL
Native
Magnetit, Bornit, Pirit, Kalkopirit, Gangue
NO. JENIS SAMPLE iron,
Fe3O4 Cu5FeS4 FeS2 CuFeS2 mineral
Fe
1. Magnet kuat 59,56 0,56 0,72 0,15 0,36 68,66
2. Magnet sedang 30,86 16,25 1,22 0,77 0,91 77,99
3. Komposit 47,87 6,95 0,92 0,40 0,58 72,46

Keterangan :
M=magnetit, B=bornit; KP=kalkopirit; NI=native iron, P=pirit,
GM=gangue mineral

Gambar 4.3-4.8, adalah fotomikrograf hasil pengamatan di bawah mikroskop


optik. Pada ukuran P80 150 mesh sebagaian besar mineral magnetit sudah
terliberasi.Gambar 4.4 dan 4.5, memperlihatkan keberadaan satu partikel
magnetit yang berikatan dengan gangue mineral, sedangkan untuk magnet (
Gambar 4.6) terlihat adanya mineral magnetit yang terliberasi.Gambar 4.7
memperlihatkan mineral magnetit yang terikat dengan gangue mineral.

23
Gambar 4.3
Fotomikrograf sayatan poles sample komposit magnet kuat, tampak magnetit
(warna terang), sebagian besar telah terliberasi.

M
GM

Gambar 4.4
Fotomikograf sayatan poles sample komposit magnet kuat, tampak magnetit
(M) berikatan dengan gangue mineral (GM).

24
B

Gambar 4.5
Fotomikograf sayatan poles sample komposit magnet kuat, tampak magnetit
(M) dan bornit (B) berikatan dengan gangue mineral (GM).

M
B

Gambar 4.6
Fotomikograf sayatan poles sample komposit magnet sedang, tampak
magnetit (M) dan bornit (B) dalam keadaan terliberasi.

25
M

Gambar 4.7
Fotomikograf sayatan poles sample komposit cor-magnet sedang,
tampak magnetit(M) berikatan dengan gangue mineral (GM).

GM

Gambar 4.8
Fotomikograf sayatan poles sample Komposit Cor-Magnet sedang.
Tampak bornit (B) berikatan dengan gangue mineral (GM).

Tabel 4.3, memperlihatkan hasil pengamatan derajat liberasi pada P80 150
mesh yang menunjukkan sekitar 93% mineral magnetit sudah terliberasi.

26
Tabel 4.3
Analisis derajat liberasi mineral magnetit

NO. KODE DERAJAT LIBERASI, %


1. Magnet kuat 93,45

2. Magnet sedang 92,73

4.1.3 Komposisi Kimia Bijih Nikel Laterit

Analisis AAS terhadap bijih nikel laterit dilakukan terhadap contoh asal
bijih dan hasil proses pengecilan ukuran yaitu pada fraksi ukuran +60, -
60+100, -100+150, -150+200 dan -200 mesh. Hasil analisis kimia (tabel 4.4)
menunjukkan kandungan nikel dan kobal terdapat pada berbagai fraksi ukuran
dari 60 mesh sampai -200 mesh. Semakin kecil fraksi ukuran, semakin besar
kadar nikel, sedangkan kadar kobal hampir merata pada berbagai fraksi.
Kadar besi semakin besar mulai dari ukuran - 60 mesh sedangkan kadar
magnesium semakin kecil dengan kecilnya fraksi ukuran. Berdasarkan hasil
analisa komposisi kimia dengan kandungan Ni dan MgO yang besar menunjukkan
contoh bijih termasuk bijih nikel laterit jenis saprolit.

Tabel 4.4
Komposisi Kimia Bijih Nikel Laterit

Fraksi Kumulatif %-
Berat Kadar (%-Berat)
Ukuran Berat
%- Fe Fluks-
(Mesh) (gram) Berat Tertampung Lolos SiO2 total b MgO MnO Cr2O3 Ni Co
+60 278 2,51 2,51 97,49 49,60 7,68 5,51 11,09 0,37 2,60 0,74 0,034
-60+100 912 8,23 10,74 89,26 40,40 12,57 7,32 9,67 0,49 3,37 1,18 0,051
-100+150 824 7,44 18,18 81,82 38,40 13,26 6,87 7,12 0,51 3,12 1,25 0,056
-150+200 782 7,06 25,24 74,76 39,30 14,31 6,51 6,27 0,50 2,43 1,36 0,054
-200 8280 74,76 100,00 0,00 32,70 21,30 4,34 4,26 0,29 0,86 1,63 0,022
Contoh
Asal 11076 100 41,20 17,78 5,86 8,27 0,26 2,06 1,82 0,03

4.1.4 Analisis XRD

Analisis XRD dilakukan untuk mengidentifikasi mineral mineral yang ada


dalam bijih nikel laterit. Hasil analisis XRD contoh asal bijih nikel
laterit seperti ditunjukkan pada Tabel 4.5, sedangkan hasil difraktogram
sinar-X dapat dilihat pada Gambar 4.9. Keberadaan nikel terdapat dalam

27
mineral silikat hidroksida yang berasosiasi dengan magnesium, sedangkan
besi terdapat sebagai besi oksida (hematit) dan besi hidroksida (gutit).
Terdeteksinya mineral magnesium silikat yang dominan menunjukkan bahwa
contoh bijih nikel laterit berasal dari zona saprolit.

Tabel 4.5
Jenis mineral yang teridentifikasi dari analisis XRD

No. Jenis Mineral Rumus Kimia


1 Magnesium silicate hydroxide Mg3Si4O10(OH)2
2 Goethite FeO(OH)
3 Hematite Fe2O3
4 Nickel silicate hydroxide (Ni, Mg)3Si4)O10(OH)2
5 Calcium iron magnesium aluminium (Ca,Na)2(Fe2,Mg)5(Si,Al)8O22(OH)2
silicate
6 Sodium calcium aluminium silicate (Ca,Na)0,3Al2(Si,Al)4O10(OH)2.xH2O
hydroxide
7 Quartz SiO2

28
Gambar 4.9
Difraktogram contoh asal bijih nikel laterit

29
4.1.5 Analisis SEM EDS

Analisis SEM-EDS dilakukan untuk mengetahui keberadaan unsur-


unsur dalam bijih dan distribusinya. Analisis tersebut berupa X-
ray mapping terhadap contoh asal bijih nikel laterit yang
menunjukkan unsur terdeteksi terdiri atas silikon (Si), besi
(Fe), dan nikel (Ni). Adanya unsur Si yang dominan menunjukkan
bahwa nikel laterit ini berasal dari zona saprolit. Hasil X-ray
mapping seperti ditunjukkan pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10
Hasil analisis X-ray mapping contoh asal bijih

30
4.1.6 Analisis Mikroskop Optik

Tabel 4.6, memperlihatkan komposisi mineral hasil pengamatan


mikroskop optik

Tabel 4.6
Komposisi Mineral

KOMPOSISI KOMPONEN (%w)


NO.
Komposit M Kr Mn L FB FS NI

+20# 1,46 0,95 1,51 0,80 89,68 5,60 -


-20+30# 1,67 2,03 0,27 0,73 85,42 9,56 0,32
-30+40# 2,14 3,71 0,27 0,31 87,53 5,25 -
-40+60# 2,05 5,03 0,56 0,75 87,27 4,01 0,33
-60+100# 1,99 8,06 0,53 0,48 84,87 4,07 -
-100+140# 0,73 1,20 0,15 0,67 93,97 3,28 -
-140+200# 0,35 2,69 - - 95,20 1,76 -
-200# 0,32 1,11 - - 98,57 - -
Head Sample 0,12 0,21 - - 99,06 0,61 -

Keterangan :
M=magnetit; Kr=kromit; Mn=mangan; L=limonit; FB=fragmen
batuan; FS=fragmen silika;
NI=native iron

Hasil analisis menunjukkan mineral pembawa nikel goethite


(Fe,Ni)O(OH) dan serpentine (Mg,Fe,Ni)3Si2O5(OH)4 terperangkap
dalam fragmen batuan (FB) sehingga proses reduksi membutuhkan
energi tingg agar nikel dan besi dapat tereduksi.

31
Gambar 4.11
Fotomikrograf sayatan poles head sample

Kr

FB

Gambar 4.12
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi +20#,
tampak kromit (Kr) terdapat di dalam fragmen batuan (FB).

32
Kr
FB

Gambar 4.13
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -20+30#,
tampak kromit (Kr) terdapat di dalam fragmen batuan (FB).

FS

Gambar 4.14
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -30+40#,
tampak komponen fragmen silika (FS).

33
Gambar 4.15
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -40+60#,
tampak kromit (warna terang) dengan bentuk butir memanjang.

FB

Gambar 4.16
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -60+100#,
tampak komponen fragmen batuan (FB)

34
FB

Gambar 4.17
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -100+150#,
tampak komponen fragmen batuan serpentinit (FB).

Kr

Gambar 4.18
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -150+200#,
tampak kromit (Kr) dan magnetit (M).

35
Kr

Gambar 4.19
Fotomikrograf sayatan poles sample fraksi -200#,
tampak kromit (Kr) sebagai butiran tunggal

4.1.7 Analisis DTA

Pengujian differential thermal analysis (DTA) dilakukan


terhadap contoh bijih nikel tanpa batu bara dan dengan
penambahan batubara batubara 6% dan 8%. Hasil analisis DTA tanpa
batubara menunjukkan terdapat dua puncak endotermik yaitu pada
suhu sekitar 300 dan 600oC dan puncak reaksi eksotermik pada
suhu sekitar 800oC. Puncak pertama menunjukkan terjadi
pengurangan kandungan air, sedangkan puncak kedua menunjukkan
reaksi dehydroxylation kristal gutit menjadi hematit. Puncak
eksotermik pada suhu 800oC menunjukkan fenomena rekristalisasi
nickel ferrous serpentin. Penambahan batu bara 6 dan 8%, reaksi
dehidrasi dimulai pada suhu yang lebih tinggi terkait dengan
pengurangan air dalam batubara juga.

36
Gambar 4.20
Analisis DTA terhadap contoh komposit

Gambar 4.21
Analisis DTA terhadap contoh komposit dengan 6% batubara

37
Gambar 4.22
Analisis DTA terhadap contoh dengan 8% batubara

4.1.8 Analisis Batubara dan MC

Batubara yang digunakan sebagai reduktor memiliki komposisi FC


44%, VM 34,5% dan abu 17,5%, S 0,4% dan P 0,005%. Hasil analisis
FC menunjukkan kandungan air rata-rata dalam bijih nikel adalah
8,72%

38
4.2 PROSES BENEFISISI DENGAN PEMISAH MAGNETIK

Filosofi proses pemisahan magnetik yang diterapkan adalah


mineral magnetit dapat terambil secara optimal dengan
mempertimbangkan kadar Fe total 66% dan perolehan yang optimal
sehingga tailing dari proses rougher dilakukan 2 (dua) kali,
yaitu scavenging-1 (Sc-1) dan scavenging-2 (Sc-2). Intensitas
magnetit yang diterapkan pada tahap roughing adalah 2000 gauss
dan 4300 gauss.Material balance disajikan pada Gambar 9.Tahap
scavenging-2 menggunakan intensitas magnet yang lebih tinggi
karena yield yang dihasilkan pada tapan scavenging-1 sangat
rendah yaitu 1,79% (%wt) dengan meningkatkan intensitas magnet
yield nail menjadi 7% (%wt). Tahap cleaning dilakukan untuk
membersihkan konsentrat dan diterapkan 1 (satu) kali dengan
intensitas magnet 1000 gauss.

Material balance disajikan pada Gambar 17. Bijih besi dengan


kadar 36,56% Fe total, 20,82% CaO, 15,14% SiO2, 1,48% S, 6,50%
Fluks-b, 1,32% TiO2 dan 0,80% MnO2 dan 0% P2O5, dengan proses
rangkaian pemisah magnetik dapat ditingkatkan kadarnya menjadi
68% Fe, 1,62% SiO2,1,18% Fluks-b dan 2,28% CaO dengan perolehan
Fe mencapai 75,63% dan yield (rendemen) mencapai 40,6% (%wt).
Final tail berkadar 12,13% Fe, 26,7% SiO2, 11,1% Fluks-b dan
36,7% CaO. Tailing cleaner sebanyak 5,82% (%wt) dikembalikan
sebagai umpan proses rougher. Kadar tailing cleaner adalah 35,5%
Fe, 2,3% SiO2, 2,35% Fluks-b dan 3,71% CaO. Nisbah konsentrasi
mencapai 2,45 sehingga untuk menghasilkan 1 ton konsentrat
berkadar 68% Fe dibutuhkan bijih besi sebanyak 2,45 ton berkadar
36,56% Fe.

4.2.1 Analisis Mikroskop Optik Final Tailing

Hasil analisis mikroskop optik terhadap tailing scavenging-2


menunjukkan kandungan magnetit cukup rendah hanya (0,76%)
sedangkan bornit meningkat dari 6,95 menjadi 10,56 % dan pirit
meningkat dari 0,92 menjadi 4,44%. Tabel 5 menunjukkan hasil
komposisi mineral dari pengamatan mikroskop optik.

39
Gambar 4.23
Material balance prores benefisiasi
bijih besi 40
Tabel 4.7
Hasil komposisi mineral tailing scavenging-2 (final tail)

KOMPOSISI MINERAL (%W)


NO KODE Pirit, Magnetit Bornit, Kalkopirit, Gangue
Limonit
FeS2 Fe3O4 Cu5FeS4 CuFeS2 mineral
Tail
1. 4,44 0,76 10,56 1,87 0,56 94,18
scavenging-2

Gambar 4.24-4.29, memperlihatkan mineral-mineral sulfidis yang


terlihat dalam pengamatan mikroskop optik, Mineral-mineral
sulfida sudah dalam keadaan terliberasi.

Gambar 4.24
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetic,
tampak magnetit (M) sebagai butiran bebas.

41
P

Gambar 4.25
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetic,
tampak pirit (P) sebagai butiran bebas.

KP

Gambar 4.26
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik.
Tampak kalkopirit (KP) sebagai butiran bebas.

42
Gambar 4.27
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik,
tampak pirit (warna terang) sebagai butiran bebas.

Gambar 4.28
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik.
Tampak pirit (warna terang) sebagai butiran bebas.

43
L

Gambar 4.29
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing magnetik.
Tampak limonit (L) sebagai butiran bebas.

Analisis Mineragrafi Konsentrat dan Tailing Rougher

Tabel 4.8, memperlihatkan komposisi mineral dari konsentrat dan


tailing dari rougher magnetik separator, tampak bahwa pada tahap
rougher dihasilkan konsentrat dengan kandungan magnetit 86,23%
dan mineral pengotor mencapai 12,93%. Sedangkan tailingnya
terkandung mineral magnetit 10,38% dan mineral sulfida 8,06%
bornit, 1,92% pirit dan mineral pemgotor 86,64%.

Tabel 4.8
Analisis komposisi mineral conc. Tailng rougher

KOMPOSISI MINERAL (%W)


NO. KODE SAMPLE

Magnetit, Bornit, Pirit, Kalkopirit, Native Gangue


Fe3O4 Cu5FeS4 FeS2 CuFeS2 iron, Fe mineral

Konsentrat
1. rougher 86,23 0,80 0,04 - - 12,93

2. Tailing 10,38 8,06 1,92 - - 86,64


rougher

44
Gambar 4.30
Fotomikrograf sayatan poles Konsentrat rougher
Tampak magnetit(warna terang) sebagian
besar telah terliberasi.

M
GM

Gambar 4.31
Fotomikrograf sayatan poles sample konsntrat rougher
Magnet kuat. Tampak magnetit (M) berikatan
dengan gangue mineral (GM).

45
GM

GM

Gambar 4.32
Fotomikrograf sayatan poles sample konsentrat rougher
Tampak magnetit (warna terang) berikatan
dengan gangue mineral (GM).

GM

Gambar 4.33
Fotomikrograf sayatan poles sample konsentrat rougher
Magnet kuat. Tampak magnetit (M) dan bornit (B)
Berikatan dengan gangue mineral (GM).

46
P M

Gamnbar 4.34
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing rougher
Magnet kuat. Tampak magnetit (M), bornit (B) dan pirit (P)
dalam keadaan terliberasi.

P GM

Gambar 4.35
Fotomikrograf sayatan poles sample konsentrat rougher.
Tampak pirit (P) dan magnetit (M) berikatan
dengan gangue mineral (GM).

47
M GM

KP

Gambar 4.36
Fotomikrograf sayatan poles sample tailing rougher
Tampak kalkopirit (KP) dan magnetit (M) berikatan
dengan gangue mineral (GM).

M
GM

Gambar 4.37
Fotomikrograf sayatan poles tailing rougher.
Tampak magnetit (M) berikatan dengan gangue mineral (GM).

48
Performa Reduksi

Keberhasilan proses reduksi untuk dalam pembuatan DRI


ditunjukkan oleh metalisasi di atas 90%, tampak bahwa semua
rangkaian percobaan reduksi pellet magnetit dengan
o
memvariasikan C/Fe dari 0,22-0,52 dan suhu 950-1100 C, belum
mencapai metalisasi di atas 90%. Metalisasi terbaik dicapai
pada suhu 1100oC dan FC/Fe 0,52 dicapai metalisasi hanya 84,54%
dengan kandungan Fe metal mencapai 74,68% dan Fe total dalam
DRI mencapai 88,34% sehingga masih terdapat 13,66% Fe dalam
bentuk oksida. Sebagaimana ditunjukaan pada Gambar 29 dan 30.

Gambar 4.38
Performa reduksi bijih pellet magnetit suhu 1100oC, 1050oC

49
Gambar 4.39
Performa reduksi bijih pellet magnetit suhu 1000oC, 950oC

50
Gambar 4.40
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.Tampak
metalisasi terbentuk lebih padat pada bagian luar pellet.

Gambar 4.41
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.
Tampak metalisasi terbentuk kurang padat pada bagian
tengah pellet.

51
Gambar 4.42
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.
Tampak struktur metal yang terbentuk pada bagian
luar pellet.

Gambar 4.43
Fotomikrograf sayatan poles contoh sponge besi.
Tampak struktur metal yang terbentuk pada bagian
tengah pellet.

52
4.2.2 Pengaruh Komposisi Batubara

Pengaruh komposisi batubara disajikan pada Tabel 12, Terlihat


bahwa kondisi terbaik ada pada 0.35 C/Fe, dicapai kandungan Ni
dalam konsentrat mencapai 6,98% Ni dan Fe 29,52% dengan
perolehan 73,62%.

4.2.3 Pengaruh Penambahan Fluks-1

Dalam usaha peningkatan kinerja proses reduksi telah dilakukan


usaha penambahan fluks-1 ke dalam sitem reduksi. Dasar dari
pemikiran ini adalah terbentuknya segregasi partikel-partikel
logam nikel sebagai mana dinyatakan dalam reaksi.

Tabel 4.9, memperlihatkan pengaruh penambahan fluks-1 dalam


proses reduksi bijih nikel, terlihat bahwa penambahan fluks-1
meningkatkan reduksibilitas Ni dan menurunkan reduksibilitas
Fe. Kandungan nikel dalam konsentrat yang optimal dicapai pada
penambahan 5% Fluks dengan kandungan 11,65% Ni, 34,70% Fe dan
kandungan silika 11,20%.

Tabel 4.9
Kondisi percobaan pembuatan sponge ferroniockle

Kondisi Konsentrat Tail PERFORMA


Wt.% Fe.% Ni.% Wt.% Fe.% Ni.% ReC. ReC.
Ni. % Fe. %
0.25 C/F 33.14 24.16 3.53 60.37 10.45 1.04 63.92 62.4
0.35 C/F 18.24 29.52 6.98 60.7 12.31 0.92 69.56 41.96
0.45 C/F 19.5 33.31 6.91 50.23 11.95 0.92 73.62 50.62
Fluks-1, 6% 13.45 35.08 10.24 70.55 11.2 0.59 75.26 36.78
Fluks-1, 4% 12.35 34.7 11.65 67.15 10.21 0.58 78.62 33.4
Fluks-1, 2% 39.62 14.82 2.06 58.21 11.97 1.48 44.6 36.96
1 jam 38.56 15.93 3.05 59.65 9.81 1.07 64.27 29.48
3 jam 29.46 14.82 1.9 68.57 11.85 1.54 30.59 34.03
4 jam 19.5 33.31 6.91 50.23 11.95 0.92 73.62 50.62
1000oC 27.6 16.68 2.45 67.23 9.92 1.11 36.95 35.88
1050oC 26.9 27 3.86 54.54 10.78 0.9 56.74 56.61
1100oC 19.5 33.31 6.91 50.23 11.95 0.92 73.62 50.62

53
4.2.4 Pengaruh Waktu Reduksi

Waktu reduksi sangat terkait dengan perbesaran butir logam Fe-


Ni yang terbentuk selama proses reduksi. Hasil reduksi dengan
mengamati waktu reduksi disajikan pada Tabel 4.9 Waktu reduksi
di bawah 4 jam belum memenuhi spesifikasi sponge Fe-Ni yang
diharapkan masih di bawah 4 % dengan penambahan menjadi 4 jam
terjadi peningkatan reduksibilitas di tandai dengan kadar Ni
dalam konsentrat mencapai 6,91%.

4.2.5 Pengaruh Suhu Reduksi

Suhu reduksi diamati pada suhu 1000, 1050, dan 1100oC. Tabel
12, memperlihatkan pengaruh suhu reduksi. Pada suhu reduksi
1200oC, kandungan nikel dalam konsentrat hanya mencapai 3,86%
Ni namun dengan meningkatnya suhu maka kandungan Ni dalam
konsentrat menjadi 6,91%.

4.2.6 Pengaruh Penambahan Fluks-A

Pengaruh penambahan fluks disajikan pada tabel 4.10, Penambahan


Fluks-A sebesar 2,5 dan 5%. Terlihat penambahan Fluks-A
memberikan efek negatif terhadap proses reduksi bila
penambahannya di atas 1%. Pada kondisi proses 1% fluks tanpa
penambahan Fluks-A, kadar Ni dalam konsentrat mencapai 7,06%,
dengan penambahan 1% Fluks-A terjadi peningkatan kandungan Ni
menjadi 7,4% namun peningkatan penambahan menyebabkan
penurunan kandungan Ni dalam konsentrat menjadi 5,23% dan 4,73%
Ni. Hal ini disebabkan pembentukan senyawa fosterit semakin
banyak sehingga nikel oksida menjadi lebih sulit untuk
tereduksi, seperti ditunjukkan dalam Gambar 25 hasil analisis
XRD terhadap konsentrat. Puncak-puncak MgSiO2,(fosterit)
menjadi lebih tinggi.

54
Tabel 4.10
Kondisi pembuatan sponge Fe-Ni

KODE KALSIN-53 KALSIN-54 KALSIN-55 KALSIN-56 KALSIN-57 KALSIN-58 KALSIN-59 KALSIN-60


Coal. % 15 15 15 15 15 15 15 15
Kapur.% 8.72 8.72 8.72 8.72 2.5 5 8.72 8.72
Fluks-B.% 0 0 0 0 0 0 0 4
Waktu. jam 4 4 4 4 4 4 4 4
Sulfur.% 0 0 0 0 0 0 2.4 0
Suhu.oC 1250 1250 1250 1250 1250 1250 1250 1250
Fluks-A.% 1 2.5 5 0 0 0 0 0
Fluks-1 1 1 1 0 0 0 0 0
Berat Feed. g (WC 8.72%) 1866.61 1790 1914.23 1868.79 2108.32 1952.21 1814.08 1861.53
Berat kalsin. (dry) 1604.67 1546 1658.18 1678.34 1822.12 1737.17 1580.84 1650.2
Reduction ratio 1.16 1.16 1.15 1.11 1.16 1.12 1.15 1.13
% wt loss 14.03 13.63 13.38 10.19 13.57 11.02 12.86 11.35
Duplikat kalsin. g 173.88 115.59 111.52 183.39 170.95 110.98 173.52 113.28
Magnetic separation Charge.
g 1430.79 1430.41 1546.66 1494.95 1651.17 1626.19 1407.32 1536.92
Magnetik. Fe-Ni 233.1 374.02 343.31 264.38 255.91 299.35 220.79 222.51
Non magnetik. tailing 1197.69 1056.39 1203.35 1230.57 1395.26 1326.84 1186.53 1314.41
MAGNETIK . SPONG Fe-Ni
Fe.% 23.34 26.23 18.86 20.3 20.66 29.14 20.52 26.77
Ni.% 7.4 5.23 4.73 6.03 3.91 6.65 3.76 11.29
SiO2. % 14.79 22.1 26.3 26.2 31.6 26.1 30.5 20.5
Recovery total Ni. % 55.32 65.42 50.78 51.07 28.41 61.04 27.4 80.79
Recovery Fe. % 24.91 46.84 28.9 24.54 21.43 38.18 21.34 27.34
FEED
Fe. % 12.83 12.83 12.83 12.83 12.83 12.83 12.83 12.83
Ni.% 1.82 1.82 1.82 1.82 1.82 1.82 1.82 1.82

4.2.7 Pengaruh Penambahan Kapur

Pengaruh penambahan kapur disajikan pada 4.10 sebanyak


penambahan 2,5, 5 dan 8,72%. Penambahan 5% kapur memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi nikel dalam
konsentrat; kadar konsentrat sekitar 6% namun kandungan SiO2
dalam konsentrat masih cukup tinggi.

4.2.8 Pengaruh Penambahan Fluks-B

Gambar 4.10, memperlihatkan kemungkinan terbentuk mineral-


mineral pengotor membentuk fasa anortit pada temperatur 1100oC.
Penambahan fluks-b memberikan peranan penting dalam pembentukan
fasa tersebut, seperti terlihat pada reaksi antara fluks-B
dengan silika yang dapat berlangsung pada suhu 1250oC.Penambahan
4% Fluks-B ke dalam sistem menaikan kadar nikel dalam sponge Fe-Ni
cukup signifikan menjadi 11% di bandingkan tanpa penambahan Fluks-B

55
namun SiO2 masih sekitar 20% sehingga diperlukan tambahan Fluks-B
untuk lebih menurunkan kandungan SiO2 dalam sponge FeNi(tabel 10)

Gambar 4.44
Analisis XRD konsentrat hasil reduksi akibat penambahan Fluks 1%

Gambar 4.45
Analisis XRD konsentrat hasil reduksi akibat penambahan Fluks-1 5%

56
Gambar 4.46
Analisis XRD konsentrat hasil reduksi dengan panambahan Fluks-1 2,5%.

Gambar4.47
Hasil analisis XRD dengan penambahan Fluks-A terbentuk fasa fosterit

57
Fe-Ni

Gambar 4.48
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag.dengan kondisi 1% Fluks-
o
1100 C -4 jam

Fe-Ni

Gambar 4.49
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag. 1% Fluks-1 1100oC-4 jam

58
Fe-Ni

Gambar 4.50
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag. 2,5% Fluks-1 1100oC -4
jam

Fe-Ni

Gambar 4.51
o
Mikrofoto sayatan poles sample Con. Mag. 2,5% Fluks-1 1100 C -4 jam

59
Fe-Ni

Gambar 4.52
Fotomikrograf sayatan poles sample Con. Mag. 5% Fluks-1100oC -4 jam

Fe-Ni

Gambar 4.53
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 1% Fluks-1100oC -4 jam

60
Gamar 4.54
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 2,5% Fluks-1 1100oC -4
jam

Fe-Ni

Gambar 4.55
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 2,5 % Fluks-1 1100oC -
4 jam

61
Fe-Ni

Gambar 4.56
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 5% Fluks-1 1100oC-4 jam

Fe-Ni

Gambar 4.57
Fotomikrograf sayatan poles sample Tail. Mag. 5% Fluks-1 1100oC 4 jam

62
Gambar4.58
o
Butir-butir Fe-Ni yang bertukuran halus pada suhu reduksi 1000 C
selama 4 jam

Gambar 4.59
Butir-butir Fe-Ni yang bertukuran halus pada suhu reduksi 1050oC
selama 4 jam, muai menyatu

63
Gambar 4.60
o
Butir-butir Fe-Ni yang bertukuran halus pada suhu reduksi 1100 C
selama 4 jam, muai menyatu

4.2.9 Pembuatan Luppen

Pembuatan luppen dilakukan pada suhu 1300-1400oC. Bijih nikel


laterit dikeringkan dalam furnace pada suhu 600oC selama 2 jam
sehingga terjadi kehilangan berat sebanyak 26,7%, kemudian
dibuat pelet dengan penambahan kapur dan batubara semi
anthracite. Kalsin nikel laterit digerus bersama dengan semi
anthracite dan kapur kemudian dibuat pelet dengan binder CMC
0,8%. Ke dalam kiln di injeksikan batubara halus untuk
meningkatkan suhu dalam kiln dan menjaga atmosferik dalam
tungku sangat reduktif, penambahan batubara halus sebanyak
30%. Tabel 14, memperlihatkan hasil percobaan pembuatan luppen.
Kondisi terbaik dicapai pada suhu 1400oC dengan kualiitas
luppen mencapai 17,4% Ni dan Fe 80,3% dengan perolehan mencapai
78,08%.

Semi anthracite mempunyai reaktifitas yang tinggi di bandingkan


dengan batubara sub bituminous, Dengan reaktifitas yang tinggi
diharapkan pada inti pelet terjadi pelelehan yang signifikan
dari partikel-partikel logam yang tereduksi. Tekanan dalam
tungku putar juga memberikan peranan yang penting dalam
terbentuknya luppen, pasangan damper sangat diperlukan dalam
tungku putar.

64
4.2.10 Pengaruh Komposisi Semi-anthracite

Komposisi semi-anthracite terhadap proses luppen di amati pada


konsentrasi batubara 0.25 C/Fe, 0.5 C/Fe dan 0.75 C/Fe
Peningkatan semi-anthracite di atas 12,69% menyebabkan semakin
meningkatnya besi yang tereduksi sehingga terjadi penurunan
kandungan di dalam luppen yang dihasilkan. Kandungan Ni menurun
dari 17,45 menjadi 14,5%.

4.2.11 Pengaruh Suhu Reduksi

Suhu reduksi dalam pembuatan luppen harus lebih tinggi di atas


1.300oC agar terjadi proses peleburan material-material
pengotor seperti SiO2, MgO, CaO, Fluks-B membentuk fasa slag,
suhu 1.400oC merupakan suhu optimum dalam pembuatan luppen,
Dalam hal ini bisa dihasilkan luppen dengan kandungan Ni
mencapai 17%.

4.2.12 Pengaruh Penambahan Kapur

Penambahan kapur berfungsi untuk menurunkan suhu liquidus dari


fasa anortit (CaO-SiO2-Fluks-B) namun demikian penambahan kapur
menyebabkan viskositas dari slag meningkat sehingga butir-
butir luppen yang halus banyak terperangkap dalam fasa slag,
terlihat yield luppen menurun dengan peningkatan penambahan
kapur, dari 10,62 menjadi 10,26% (Tabel 4.11).

65
Tabel 4.11
Kondisi percobaan pembuatan luppen ferronickle

1400oC 1350oC 1350oC


KOMPONEN luppen -1 luppen -2 luppen -3 luppen -4 luppen -5 luppen -6 luppen -7 luppen -8
Elemen % % % % % % % %
Fe 80.3 80.3 82.3 83.7 81.1 80.7 85.3 84.2
Ni 14.8 17.4 14.5 13.7 8.5 13.4 13.3 13.2
Cr 4.1 1.9 2.7 1.7 6.6 3.7 1.3 1.9
Co 0.3 0.3 0.4 0.1 0.3 0.2 0.1 0
Zn 0.2 0 0 0 2.3 0 0 0
Ti 0.1 0 0 0 0 0.1 0 0
Zr 0.1 0 0.1 0.6 0.6 1.3 0 0.3
V 0.1 0 0 0 0 0 0 0
Mn 0 0 0 0 0.5 0 0 0
%Wt. feed 100 100 100 100 100 100 100 100
%Wt.
Luppen 10.05 8.21 10.62 11.52 12.02 10.68 10.37 10.26
%Wt. Slag 89.95 91.79 89.38 88.48 88 89.32 89.63 89.74
Rec Ni. % 81.25 78.08 84.14 86.21 83.69 78.19 75.36 74.03
Rec Fe. % 62.9 51.4 68.1 75.1 76 67.2 68.9 67.4
Waktu. h 4 4 4 4 4 4 4 4
Fluks. % 2 2 2 2 2 2 5 8
C/F 0.25 C/F 0.5 C/F 0.75 C/F 0.25 C/F 0.5 C/F 0.75 C/F 0.25 C/F 0.5 C/F

Komponen Luppen-9 Luppen-10 Luppen-11 Luppen-12 Luppen-13 Luppen-14 Luppen-15


SiO2, % 2.18 0.4 2.35 2.8 2.45 2.55 2.9
Fluks-b, % 0.087 0.061 0.058 0.055 0.047 0.071 0.06
Fe, % 80.5 81.9 85 86.3 78.4 78.1 78.1
Ni, % 7.01 7.06 8.25 8.52 7.67 7.81 4.34
Co, % 0.13 0.13 0.13 0.15 0.12 0.12 0.098
Komponen Slag-9 Slag-10 Slag-11 Slag-12 Slag-13 Slag-14 Slag-15
SiO2, % 28 26 27.6 30.7 29.7 31.2 36.8
Fluks-b, % 9.04 8.85 9.23 8.41 8.62 8.84 8.15
CaO, % 18.57 18.88 19.11 19.79 19.25 20.2 22.6
MgO, % 12.36 12 12.98 12.33 12.07 12.3 11.67
Fe, % 3.69 3.81 3.19 4.87 4.03 3.14 3.34
Ni, % 0.002 0.004 0.003 0.019 0.007 0.003 0.017
Co, % 0.001 <0.001 <0.001 <0.001 0.002 <0.001 <0.001
SiO2+Fluks-
b/CaO+MgO 1.2 1.13 1.15 1.22 1.22 1.23 1.31

66
4.3 PELINDIAN

Percobaan pelindian dilakukan untuk mengetahui pengaruh


variabel yang mempengaruhi proses pelindian yaitu, persen
padatan, fraksi ukuran umpan, konsentrasi media pelindi (asam
nitrat) dan lamanya waktu pelindian.

4.3.1 Pengaruh Persen Padatan dan Waktu Pelindian

Percobaan pengaruh persen padatan terhadap persen ekstraksi


unsur nikel, kobal, besi, aluminium dan magnesium dilakukan
pada persen padatan 10, 20 dan 30. Kondisi tetap adalah suhu
(700C), konsentrasi asam nitrat 2,5 Molar dan fraksi ukuran -
200 mesh dengan volume larutan 2,1 liter dan lamanya pelindian
2 jam. Pengaruh persen padatan terhadap persen ekstraksi dapat
dilihat pada Gambar 4.59. Grafik pada gambar tersebut
menunjukkan persen ekstraksi unsur nikel, kobal, besi,
aluminium dan magnesium menurun dengan naiknya jumlah padatan
dalam larutan. Persen ekstraksi nikel dan kobal tertinggi
dicapai pada 10 persen padatan yaitu sebesar 68,58 persen
ekstraksi nikel dan 76,86 persen ekstraksi kobal.

Sedangkan persen ekstraksi unsur pengotor besi, aluminium dan


magnesium tertinggi dicapai pada 10 persesn padatan dengan
persen ekstraksi berturut-turut yaitu 27,17 %, 29,43 % dan
71,26 %. Persen ekstraksi yang lebih tinggi pada jumlah padatan
yang lebih rendah karena pada persen padatan yang lebih rendah
kemungkinan reaksi antara padatan dan pelarut lebih
besar.Perbedaan persen ekstraksi antara unsur nikel dan kobalt
dengan persen ekstraksi unsur pengotar besi, aluminium dan
magnesium lebih besar pada kondisi persen padatan yang lebih
rendah.

Hal ini menunjukkan pada jumlah padatan 10 % lebih selektif


melarutkan unsur nikel dan kobal.Pelindian unsur nikel, kobal,
besi, aluminium dan aluminium mempunyai karakteristik yang sama
dengan bertambahnya waktu pelindian sampai 2 jam, seperti
terlihat pada Gambar 4.60.

Pengaruh Waktu Pelindian

Percobaan pengaruh waktu pelindian terhadap persen ekstraksi


unsur nikel, kobal, besi, aluminium dan magnesium dilakukan
pada persen padatan 10 suhu 700C, konsentrasi asam nitrat 2,5
Molar dan fraksi ukuran -200 mesh. Pengaruh lamanya waktu

67
pelindian terhadap persen ekstraksi dapat dilihat pada Gambar
4.61.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa persenekstraksi nikel dan


kobal dengan persen ekstraksi diatas 90 % dapat dicapai pada
suhu pelindian 90 0C dan waktu pelidian lebih dari 90 menit.

Gambar 4.61
Grafik Pengaruh Persen Padatan terhadap Persen Ekstraksi

Gambar 4.62
Grafik Pengaruh Waktu Pelindian terhadap Persen Ekstraksi pada
Persen Padatan 10%

68
Pengaruh Fraksi Ukuran Bijih

Percobaan pelindian untuk melihat pengaruh fraksi ukuran bijih


dilakukan terhadap empat fraksi ukuran yaitu -60+100, -100+150,
-150+200, dan -200 mesh. Kondisi percobaan yang dibuat tetap
adalah 10 % padatan, 2,5 M asam nitrat dan pada suhu 700C.
Grafik pengaruh fraksi ukuran terhadap persen ekstraksi unsur-
unsur terlarut (Ni, Co, Fe, Al dan Mg) dapat dilihat pada
Gambar 4.63.

Persen ekstraksi nikel tertinggi dicapai pada fraksi ukuran -


200 mesh yaitu sebesar 68,58 %. Persen ekstraksi nikel, kobal,
besi, aluminium dan magnesium yang diperoleh dari berbagai
fraksi ukuran menunjukkan kenaikan pada fraksi ukuran -100+150
mesh dan penurunan pada fraksi ukuran -150+200 mesh, sedangkan
pada fraksi -200 mesh persen ekstraksi unsur unsur tersebut
naik kembali.

Hal ini dikarenakan dari hasil analisa kandungan unsur


sebelumnya terhadap berbagai fraksi ukuran, kadar unsur-unsur
tesebut hampir terdistribusi merata pada berbagai fraksi
ukuran.

Gambar 4.63
Grafik Pengaruh Fraksi Ukuran terhadap Persen Ekstraksi

69
Pengaruh Konsentrasi Media Pelarut Asam Nitrat

Percobaan pengaruh konsentrasi asam nitrat dilakukan pada


konsentrasi 0,7 M, 1,4 M, 2,1 M dan 2,5 M. Kondisi tetap
percobaan adalah suhu 700C dan 10 persen padatan. Unsur-unsur
yang terlindi yaitu nikel, kobal, besi, aluminium dan magnesium
mempunyai karakteristik yang sama yaitu persen ekstraksinya
meningkat dengan naiknya konsentrasi pelarut asam nitrat.
Grafik pengaruh persen ekstraksi unsur-unsur terlarut terhadap
persen ekstraksi seperti ditunjukkan di Gambar 4.64.

Peningkatan persen ekstraksi unsur nikel, kobal dan magnesium


hampir sama pada konsentrasi asam mulai dai 0,7 M sampai 2,5 M.
Sedangkan persen ekstraksi besi dan aluminium peningkatannya
tidak terlalu signifikan. Naiknya jumlah magnesium yang
terlarut yang diikuti oleh kenaikan jumlah nikel dan kobal
menunjukkan bahwa untuk melarutkan nikel perlu melarutkan
magnesium lebih dulu karena mineral pembawa nikel adalah
magnesium silikat.

Berdasarkan percobaan pengaruh konsentrasi asm nitrat juga


dapat dilihat bahwa asam selain yang dibutuhkan untuk
melarutkan nikel dan kobal, asam dikonsumsi oleh unsur pengotor
lainnya seperti besi dan aluminium.

Gambar 4.64
Grafik Pengaruh Konsentrasi asam Nitrat terhadap Persen
Ekstraksi

70
Pengaruh Suhu Pelindian

Percobaan pelindian untuk melihat pengaruh suhu dilakukan pada


suhu 35 0C sampai suhu 900C. Kondisi percobaan yang dibuat tetap
adalah persen padatan 10 %, konsentrasi asam nitrat 2,5 M dan
lamanya pelindian 2 jam. Hasil persen ekstraksi unsur nikel,
kobal, besi, aluminium dan magnesium dapat dilihat pada Gambar
4.64. Persen ekstraksi unsur nikel, kobal, besi, aluminium dan
magnesium meningkat dengan naiknya suhu pelindian.

Persen ekstraksi nikel dan kobal tertinggi dicapai pada suhu 90


0
C sebesar 99,19 persen ekstraksi nikel dan 98,07 persen
ekstraksi kobal. Sedangkan pada kondisi yang sama persen
ekstraksi unsur pengotor besi, aluminium dan magnesium
tertinggi dicapai pada suhu 90 0C dengan persen ekstraksi
berturut-turut yaitu 66,85 %, 45,67 % dan 97,04 %. Kenaikan
suhu pelindian menyebabkan peningkatan persen ekstraksi yang
signifikan terhadap jumlah unsur-unsur yang terlarut terutama
unsur nikel, kobal dan magnesium.

Gambar 4.65
Grafik Pengaruh Suhu terhadap Persen Ekstraksi

71
Gambar 4.67
Grafik Pengaruh Waktu Pelidian terhadap Persen Ekstraksi
0
Pada suhu 90 C

Gambar 4.68
Luppen produk semi solid reduction

72
KEGIATAN MODIFIKASI TUNGKU PUTAR

Gambar 4.69
Penggantian Bata Api

Gambar 4.70
Konstruksi penanggulangan gas buang

73
Gambar 4.71
Konstruksi tungku putart

Gambar 4.72
Konstruksi gas analyzer

74
Gambar 4.73
Konstruksi probe gas analyzer

Gambar 4.74
Konstruksi probe gas analyzer

74
75
Gambar 4.75
Konstruksi screew feeder

Gambar 4.76
Konstruksi pulverized coal injector

74
76
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis kimia menunjukkan di dalam magnet kuat terkandung 44,03% Fe


total, 20,09% CaO, 10,72% SiO2, 0,79% S, 4,79% Fluks-b, 0,68% TiO2 dan
1,09% MnO2 dan 0% P2O5, sedangkan dalam magnet sedang terkandung 25,69% Fe
total, 21,88% CaO, 21,58% SiO2, 2,51% S, 8,98% Fluks-b, 2,25% TiO2 dan
0,38% MnO2 dan 0% P2O5. Berdasarkan hasil analisa komposisi kimia dengan
kandungan Ni dan MgO yang besar menunjukkan contoh bijih termasuk bijih
nikel laterit jenis saprolit.

Hasil analisis XRD contoh asal bijih nikel laterit menunjukkan keberadaan
nikel terdapat dalam mineral silikat hidroksida yang berasosiasi dengan
magnesium, sedangkan besi terdapat sebagai besi oksida (hematit) dan besi
hidroksida (gutit). Terdeteksinya mineral magnesium silikat yang dominan
menunjukkan bahwa contoh bijih nikel laterit berasal dari zona saprolit.

Hasil analisis SEM-EDS menunjukkan unsur terdeteksi terdiri atas silikon


(Si), besi (Fe), dan nikel (Ni). Adanya unsur Si yang dominan menunjukkan
bahwa nikel laterit ini berasal dari zona saprolit. Hasil analisis
mikroskopik menunjukkan mineral pembawa nikel goethite (Fe,Ni)O(OH) dan
serpentine (Mg,Fe,Ni)3Si2O5(OH)4 terperangkap dalam fragmen batuan (FB)
sehingga proses reduksi membutuhkan energi tingg agar nikel dan besi dapat
tereduksi. Sedangkan hasil pengujian differential thermal analysis (DTA)
menunjukkan puncak eksotermik pada suhu 800oC menunjukkan fenomena
rekristalisasi nickel ferrous serpentin.

74
77
Hasil analisis Batubara dan MC, menunjukkan Batubara yang digunakan
sebagai reduktor memiliki komposisi FC 44%, VM 34,5% dan abu 17,5%, S 0,4%
dan P 0,005%. Hasil analisis FC menunjukkan kandungan air rata-rata dalam
bijih nikel 8,72%.

Ujicoba pengolahan dengan proses rangkaian pemisah magnetik dapat


ditingkatkan kadarnya menjadi 68% Fe, 1,62% SiO2,1,18% Fluks-b dan 2,28%
CaO dengan perolehan Fe mencapai 75,63% dan yield (rendemen) mencapai
40,6% (%wt). Final tail berkadar 12,13% Fe, 26,7% SiO2, 11,1% Fluks-b dan
36,7% CaO. Tailing cleaner sebanyak 5,82% (%wt) dikembalikan sebagai umpan
proses rougher. Kadar tailing cleaner adalah 35,5% Fe, 2,3% SiO2, 2,35%
Fluks-b dan 3,71% CaO. Nisbah konsentrasi mencapai 2,45 sehingga untuk
menghasilkan 1 ton konsentrat berkadar 68% Fe dibutuhkan bijih besi
sebanyak 2,45 ton berkadar 36,56% Fe.

Performa keberhasilan proses reduksi dalam pembuatan DRI (Direct Reduced


Iron) ditunjukkan oleh capaian metalisasi di atas 90%. Tampak bahwa semua
rangkaian percobaan reduksi pelet magnetit dengan memvariasikan C/Fe dari
0,22 0,52 dan suhu 950 1100o C belum mencapai metalisasi di atas 90%.
o
Metalisasi terbaik dicapai pada suhu 1100 C dan C/Fe 0,52 sebesar 84,54%
dengan kandungan Fe-metal 74,68% dan Fe total dalam DRI mencapai 84,34%
sehingga masih terdapat 13,66% Fe dalam bentuk oksida.

Pembuatan Luppen dilakukan pada suhu 1300 1400oC. Bijih nikel laterit
dikeringkan dalam furnace pada suhu 600oC selama 2 jam sehingga terjadi
kehilangan berat sebanyak 26,7%, kemudian dibuat pelet dengan menambahkan
kapur dan semi anthracite (antrasit digunakan karena diperlukan batubara
kualitas tinggi untuk membuat luppen). Kemudian kalsin nikel laterit
digerus bersama-sama semi anhtracite, kapur dan dibuat pelet dengan
katalis CMC 0,8%. Ke dalam kiln diinjeksikan batubara halus sebanyak 30%

78
74
untuk meningkatkan suhu kiln dan menjaga atmosfer dalam tungku menjadi
sangat reduktif. Kondisi terbaik dicapai pada suhu 1400oC dengan kualitas
luppen mencapai 4 17,4% Ni dan Fe 80,3% dan perolehannya mencapai
78,08%.

74
79
DAFTAR PUSTAKA

Cirpar, Cigdem, Heat Treatment of Iron Ore Agglomerate with Microwave


Energy, A thesis submitted to Graduated School of Natural and Applied
Sciences of Middle East Technical University, 2005.

Holloway, P.C, Salt Roasting of Suncor Oil sands Fly Ash, Metallurgical
and Metal Transaction B, Volume 35, No. 6 (2004) pp.1051-1058.

Park, Eungyeul and Oleg Ostrovski, Effect of Preoxidation of Titania-


ferrous Ore on the ore Structure and Reduction Behaviour, ISIJ
International, Vol. 44 (2004) No.1 pp. 74-81.

Park, Eungyeul and Oleg Ostrovski, Reduction of Titania-Ferrous Ore by


Carbon Monoxide, ISIJ International, Vol. 43 (2003) No.9 pp. 1316-
1325.

Tathavadkar, V., A. Jha, T. Fulop. T.I.Torok and A Redey, Comparison of


the Mineralogical Characteristic and Alkali Roasting Behaviour of Red
Mud Different Origins, REWAS (2004), Global Symposium on Recycling,
Waste Treatment and Clean Technology.
http://www.insg.org/presents/Mr_Mulshaw_Apr11.pdf

Dalvi, A. D., Bacon,W. G., and Osborne, R. C., The Past and the Future of
Nickel Laterites, PDAC 2004 International Convention, March 7-10,
2004.
DN, Direct Nickel, News, 2012, http://www.directniathi Habashi. A Textbook
of Hydrometallurgy, 2nd edition, Quebec City, Canada: Mtallurgie
Extractive Qubec, 1999.
Monhemius, A.J., Precipitation Diagram for Metal Hydroxides, Sulphides,
Arsenates and Phosphates, Trans. Inst. Min. Metall. Sec. C, 1977.

74
80

Anda mungkin juga menyukai