Anda di halaman 1dari 23

III- 3

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengenalan Besi
Besi merupakan logam paling biasa digunakan di antara semua logam,
yaitu sebanyak 95 % dari semua logam yang dihasilkan di seluruh dunia. Harga
yang murah serta kekuatannya membuat besi banyak digunakan, terutamanya
dalam pembuatan pada industri kereta, badan kapal bagi kapal besar, dan
komponen struktur pada bangunan.
Bijih besi yang utama adalah hematit (Fe2O3). Bijih lainnya adalah
magnetit, pirit dan siderit. Tempat penambangan bijih besi di indonesia ada di
Cilacap, Jawa tengah dan di beberapa tempat di jawa Timur sedang peleburan biji
besi dan industri baja terdapat di Cilegon, jawa barat.
Besi baja merupakan aloy besi yang paling banyak digunakan, dan jenisjenis dari besi yang lainnya adalah:

Besi mentah atau Pig iron yang mengandungi 4% 5% karbon dengan


sejumlah campuran seperti belerang, silikon dan fosforus. Fungsinya adalah
merupakan perantaraan daripada bijih besi kepada besi tuang dan besi baja.

Besi tuang (Cast iron) mengandungi 2% 3.5% karbon dan sejumlah kecil
mangan. Campuran yang terdapat di dalam besi mentah dapat memberikan
kesan buruk kepada sifat bahan, seperti belerang dan fosfor, telah mempunyai

III- 3

titik lebur pada suhu 14201470 K, yang lebih rendah berbanding dua
komponen utamanya, dan menjadikannya hasil pertama yang melebur apabila
karbon dan besi dipanaskan serentak. Sifat mekaniknya berubah-ubah,
bergantung kepada bentuk karbon yang diberikan ke dalam aloi. Besi tuang
'putih' mengandung karbon dalam bentuk cementite, atau besi karbida.
Sebagian keras dan rapuh ini mendominasi sifat-sifat utama besi tuang 'putih',
menyebabkannya keras, tetapi tidak tahan kejutan. Dalam besi tuang 'kelabu',
karbon hadir dalam bentuk serpihan halus grafit, dan ini juga menyebabkan
bahan menjadi rapuh kerana ciri-ciri grafit yang mempunyai pinggir-pinggir
tajam yang merupakan kawasan tegasan tinggi. Jenis besi kelabu yang baru,
yang dinamakan 'besi mulur', adalah dicampur dengan kandungan surih
magnesium untuk mengubah bentuk grafit menjadi sferoid, atau nodul, lantas
meningkatkan ketegaran dan kekuatan besi.

Besi karbon mengandungi antara 0.5% dan 1.5% karbon, dengan sejumlah
kecil mangan, belerang, fosfor, dan silikon.

Besi tempa (Wrought iron) mengandungi kurang daripada 0.5% karbon. Besi
tersebut

keras, mudah lentur. Besi tersebut mempunyai sejumlah kecil

karbon. Jika ditajamkan menjadi tirus, ia cepat kehilangan ketajamannya.

Besi aloi (Alloy steel) mengandungi kandungan karbon yang berubah-ubah


dan juga logam-logam lain, seperti kromium, vanadium, molibdenum, nikel,
tungsten dan sebagainya.

III- 3

Besi oksida (III) digunakan dalam penghasilan gelombang magnetik dalam


komputer. Besi ini sering dicampurkan dengan bahan lain, dan menghasilkan
ciri-ciri mereka dalam larutan.

3.2 Ganesa Besi


Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses
magmatisme berupa gravity settling dari besi dalam batuan dunit, kemudian diikuti
dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang diakhiri oleh proses hidrotermal
akibat terobosan batuan beku dioritik.
Besi yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi
dengan batuan peridotit yang telah mengalami pelapukan Bijih besi tipe laterit
umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau
mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor
utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada
proses mekanik.

3.3 Proses Penambangan Bijih Besi


Tahapan proses penambangan dari proses penambangan bijih besi hampir
sama dengan proses penambangan bijih mineral logam lainnya. Di mana aktivitas
penambangannya terdiri dari tahapan kegiatan sebagai berikut :

III- 3

1.Pembersihan Lahan (Land Clearing)


2. Pengeboran (Drilling)
3. Peledakan (Blasting)
4. Pemuatan dan Pengangkutan (Loading dan Hauling)
5. Penggilingan (Crushing)
6. Pengolahan (metallurgy)

3.4 Proses Pengolahan Besi


Ada dua tahap untuk mengolah besi, yaitu peleburan yang bertujuan
untuk mereduksi bijih besi sehingga menjadi besi dan peleburan ulang yang
berguna dalam pembuatan baja.
Dewasa ini, besi kasar diproduksi dengan menggunakan blast furnace
(tanur bijih besi) yang berisi kokas pada lapisan paling bawah, kemudian batu
kapur dan bijih besi. Kokas terbakar dan menghasilkan gas CO yang naik ke atas
sambil mereduksi oksida besi. Besi yang telah tereduksi melebur dan terkumpul
di bawah tanur menjadi besi kasar yang biasanya mengandung C, Si, Mn, P, dan
S. Kemudian leburan besi dipindahkan ke tungku lain (converter) dan diembuskan
gas oksigen untuk mengurangi kandungan karbon. Dengan cara ini dapat diproses
besi kasar menjadi baja sebanyak kurang lebih 300 ton dalam waktu 15-20 menit.
Untuk menghilangkan kembali kandungan oksigen dalam baja cair, ditambahkan
Al, Si, dan Mn.

III- 3

Proses ini disebut dioksidasi. Setelah dioksidasi, baja cair dialirkan dalam
mesin cetakan kontinu berupa slab atau dicor dalam cetakan berupa ingot. Slab
dan ingot itu diproses dengan penempaan panas, rolling panas, penempaan dingin,
perlakuan panas, pengerasan permukaan dan lain-lain untuk dibentuk menjadi
sebuah produk atau kerangka dasar dari sebuah produk.
Berbagai macam bijih besi yang terdapat di dalam kulit bumi berupa
oksida besi dan karbonat besi, diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1.

Bijih besi coklat (2Fe2O3 + 3H2O) dengan kandungan besi berkisar 40%.

2.

Bijih besi merah yang juga disebut hematit (Fe2O3), kandungan Fe 50 %

3.

Bijih besi magnetik (Fe3O4) berwarna hijau tua kehitaman, bersifat


magnetis dengan mengandung besi berkisar 60%.

4.

Bijih besi kalsit atau spat (FeCO3) yang juga disebut sferosiderit dengan
mengandung besi berkisar 40%.
Bijih besi dari tambang biasanya masih bercampur dengan pasir, tanah

liat, dan batu-batuan dalam bongkah-bongkahan yang tidak sama besar. Untuk
kelancaran proses pengolahan bijih besi, bongkah-bongkah tersebut dipecahkan
dengan mesin pemecah, kemudian disortir antara bijih bersih dan batu-batuan
ikutan dengan tromol magnet.
Pekerjaan

selanjutnya

adalah

mencuci

bijih

besi

tersebut

dan

mengelompokkan menurut besarnya, bijih bijih besi halus dan butir-butir yang
kecil diaglomir di dalam tanur sinter atau rol hingga berupa bola-bola yang dapat
dipakai kembali sebagai isi tanur.

III- 3

Setelah bijih besi itu dipanggang di dalam tanur panggang agar kering dan
unsur-unsur yang mudah menjadi gas keluar dari bijih kemudian dibawa ke tanur
tinggi diolah menjadi besi kasar. Tanur tinggi mempunyai bentuk dua buah
kerucut yang berdiri satu di atas yang lain pada alasnya. Pada bagian atas adalah
tungkunya yang melebar ke bawah, sehingga muatannya dengan mudah meluncur
ke bawah dan tidak terjadi kemacetan. Bagian bawah melebar ke atas dengan
maksud agar muatannya tetap berada di bagian ini.
Tanur tinggi dibuat dari susunan batu tahan api yang diberi selubung baja
pelat untuk memperkokoh konstruksinya. Tanur diisi dari atas dengan alat pengisi.
Berturut-turut dimasukkan kokas, bahan tambahan (batu kapur) dan bijih besi.
Kokas adalah arang batu bara yaitu batu bara yang sudah didestilasikan secara
kering dan mengandung belerang yang sangat rendah sekali. Kokas berfungsi
sebagai bahan bakarnya dan membutuhkan zat asam yang banyak sebagai
pengembus.
Agar proses dapat berjalan dengan cepat udara pengembus itu perlu
dipanaskan terlebih dahulu di dalam tanur pemanas udara. Proses reduksi bijih
besi pada tanur tinggi dapat dilihat pada (Gambar 3.1).
Besi cair di dalam tanur tinggi, kemudian dicerat dan dituang menjadi
besi kasar, dalam bentuk balok-balok besi kasar yang digunakan sebagai bahan
ancuran untuk pembuatan besi tuang (di dalam tanur kubah), atau dalam keadaan
cair dipindahkan pada bagian pembuatan baja di dalam konvertor atau tanur baja
yang lain, misalnya tanur Siemen Martin.

III- 3

GAMBAR 3.1
PROSES REDUKSI BIJIH BESI DALAM TANUR TINGGI
Secara sederhana proses pengolahan bijih besi dari tambang sampai
proses peleburannya menjadi besi cair dapat dilihat pada bagan alir proses
peleburan besi pada (Gambar 3.2).

III- 3

Bijih besi

Kadar tinggi
(> 55% Fe

Bongkah-bongkah

O 3)

Kadar rendah
(< 55% Fe

O 3)

PB G

Ukuran kecil

Ampas

Sintering, pelletizing
Kokas &
Blast furnace,
gas dijual

Flue
dust

flux

Peleburan di tanur tiup


(blast furnace)

Besi wantah
(pig iron / hot metal)
Scrap
Terak dibuang

Pemurnian di
hearth furnace
Open hearth steel

open

Pemurnian di L-D atau


Bessemer converter
Baja L-D atau Bessemer

GAMBAR 3.2
DIAGRAM ALIR PROSES PELEBURAN BESI

Terak dibuang

III- 3

3.5 Proses Perlakuan pada Besi dalam Pembuatan Baja


Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan
cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan
kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam yang
bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat
logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas
dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam.
Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur
mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah merupakan
transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom
yang lain. Pada temperatur dibawah 910 0C sel satuannya Body Center Cubic
(BCC), temperatur antara 910 dan 1392 oC sel satuannya Face Center Cubic
(FCC) sedangkan temperatur diatas 1392 sel satuannya kembali menjadi BCC.
Bentuk sel satuan ditunjukan pada gambar dibawah ini:

GAMBAR 3.3
BENTUK SEL SATUAN BCC

III- 3

GAMBAR 3.4
BENTUK SEL SATUAN FCC
Perubahan bentuk susunan atom (sel satuan) akibat pemanasan ditunjukan
pada gambar dibawah ini :

GAMBAR 3.5
PERUBAHAN BENTUK SEL SATUAN AKIBAT PEMANASAN
PADA LOGAM

III- 3

Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :


1.

Softening

(Pelunakan)

Adalah

usaha

untuk

menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan


material

yang

sudah

dipanaskan

didalam

tungku

(annealing)

atau

mendinginkan dalam udara terbuka (normalizing).


2.

Hardening

(Pengerasan)

Adalah

usaha

untuk

meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara selup cepat


(quenching) material yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching
berupa air, air garam, maupun oli.
3.5.1 Austenisasi Pada Perlakuan Panas
Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur
austenit yang homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenit akan
bertambah dengan naiknya suhu austenisasi, ini mempengaruhi karakteristik
isothermal. Bila kandungan karbon meningkat maka temperatur Ms menjadi
rendah, selain itu kandungan karbon akan meningkat pula jumlah grafit akan
membentuk senyawa karbida yang semakin banyak. Proses perlakuan panas
selalu diawali dengan transformasi dekomposisi austenit menjadi struktur
mikro yang lain.
Struktur mikro yang dihasilkan lewat transformasi tergantung pada
parameter proses perlakuan panas yang diterapkan dan jenis proses proses
perlakuan panas. Struktur mikro yang berubah melalui transformasi
dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain, dimaksudkan untuk

III- 3

memperoleh sifat mekanik dan fisik yang diperlukan untuk suatu aplikasi
proses pengerjaan logam. Proses selanjutnya setelah fasa tunggal austenit
terbentuk adalah pendinginan, dimana mekanismenya dipengaruhi oleh
temperatur, waktu, serta media yang digunakan. Pada pendinginan secara
perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan mekanisme difusi, dimana
kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan tergantung pada
kecepatan difusi.

GAMBAR 3.6
PENGARUH KECEPATAN PENDINGINAN PADA BAJA
TERHADAP STRUKUR MIKRO

III- 3

Pada gambar diatas Variasi dari pembentukan struktur mikro yang


merupakan fungsi dari kecepatan pendinginan pada baja dari temperatur
eutektoid. Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan
fasanya berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro dengan
sifat mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur mikro selama proses
pendinginan dapat merupakan paduan dari mekanisme difusi dan
mekanisme geser.
3.6 Jenis Perlakuan Panas pada Besi
3.6.1 Annealing
Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan
pendinginan lambat didalam tungku yang dimatikan. Temperatur pemanasan
annealing, untuk baja hypoeutektoid adalah sekitar sedikit diatas garis A3
(Gbr. 5.) dan untuk baja hypereutektoid adalah sedikit diatas garis Acm
(Gbr.5.). Tujuan dari annealing untuk memperbaiki ; mampu mesin, mampu
bentuk, keuletan, kehomogenan struktur, menghilangkan tegangan dalam,
dan lain sebagainya.
3.6.2 Normalizing
Normalizing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan
pendinginannya diudara terbuka. Tujuan normalizing antara lain untuk
memperbaiki sifat mampu mesin, memperhalus butir dan lain sebagainya.
Temperatur pemanasan normalizing, untuk baja hypoeutektoid dipanaskan
pada temperatur 30 oC sampai dengan 40 C diatas garis A3 agar diperoleh

III- 3

Austenit yang homogen. Setelah waktu penahanan pada temperatur


austenisasi selesai, kemudian baja didinginkan di udara sampai mencapai
temperatur kamar (27 oC). Struktur Metalurgi baja HypoEutektoid yang
dihasilkan terdiri dari ferit dan perlit.
Sifat mekanik baja yang dihasilkan setelah proses annealing dan
normalizing, tergantung pada laju pendinginan diudara. Laju pendinginan
yang agak cepat akan menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang lebih
tinggi. Daerah temperatur pemanasan untuk proses Annealing dan
Normalizing dari diagram fasa Fe-C, dapat dilihat pada Gbr berikut :

GAMBAR 3.7
TEMPERATUR PEMANASAN UNTUK ANNELING, NORMALIZING, HOT
WORKING DAN HOMOGENEZING PADA DIAGRAM Fe-Fe3C

III- 3

Siklus dari temperatur pemanasan dan kecepatan pendinginan dari


proses annealing dan normalizing, dapat dilihat pada gambar berikut :

GAMBAR 3.8
SKEMATIK SIKLUS TEMPERATUR WAKTU DARI
ANNELING DAN NORMALIZING
Struktur yang dihasilkan dari proses pemanasan dan pendinginan yang
lambat adalah fasa ferit dan fasa perlit.

GAMBAR 3.9
STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON MEDIUM HASIL AUSTENISASI
PADA TEMPERATUR 1095oC PENDINGINAN DI UDARA

III- 3

Dari gambar terlihat fasa ferit dan perlit. Fasa ferit adalah fasa yang
terlihat berwarna terang, fasa ini mempunyai mempunyai sifat lunak.
Sedangkan fasa perlit yang terlihat berwarna gelap adalah lapisan ferit dan
sementit, fasa ini mempunyai sifat mampu mesin yang baik.
Temperatur pemanasan austenisasi yang

semakin

tinggi (super

heating) diatas garis A3 akan menghasilkan pertumbuhan butir austenit yang


semakin besar, sehingga pada saat pendinginan yang lambat akan
menghasilkan butir ferit dan perlit yang semakin kasar. Pada Gbr.dapat
dilihat skema pengaruh temperatur austenisasi pada struktur mikro baja hasil
proses annealing dan normalizing.

GAMBAR 3.10
SKEMA PENGARUH TEMPERATUR AUSTENISASI YANG MENUNJUKAN
PERUBAHAN STRUKTUR BAJA DALAM
PROSES ANNEALING DAN NORMALIZING.

III- 3

Temperatur pemanasan yang sangat tinggi (overheating) pada proses


annealing dan normalizing ini sedikit berpengaruh pada kekuatan luluh,
kekuatan tarik dan kekerasan suatu baja. Persentase perpanjangan, reduksi
dan kekuatan impak akan meningkat dengan semakin meningkatnya besar
butir.
3.6.3 Proses Hardening
Proses ini berguna untuk memperbaiki kekerasan dari baja tanpa
dengan mengubah komposisi kimia secara keseluruhan. Proses ini
mencakup proses pemanasan sampai pada austenisasi dan diikuti oleh
pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat yang
diinginkan. Temperatur yang dipilih tergantung pada jenis baja yang
diproses, dimana temperatur pemanasan 50 C 100 C di atas garis A 3
untuk baja hypoeutektoid. Sedangkan proses pendinginannya bermacammacam tergantung pada kecepatan pendinginan dan media quenching yang
dikehendaki. Untuk pendinginan yang cepat akan didapatkan sifat logam
yang keras dan getas sedangkan untuk pendinginan yang lambat akan
didapatkan sifat yang lunak dan ulet.
Pada baja hypoeutektoid temperatur diatas garis Ac3, struktur baja
akan seluruhnya berkomposisikan butir austenit, dan pada saat pendinginan
cepat akan menghasilkan martensit. Quenching baja hypoeutektoid dari
temperatur diatas temperatur optimum akan menyebabkan terjadinya

III- 3

overheating. Overheating dalam hardening akan menghasilkan butir


martensit kasar yang mempunyai kerapuhan yang tinggi (Ref.4)
Proses ini sangat dipengaruhi oleh parameter tertentu seperti :
a. Temperatur pemanasan, yaitu temperatur austenisasi yang dikehendaki
agar dicapai transformasi yang seragam pada material.
b. Waktu pemanasan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk
mencapai temperatur pemanasan tertentu (temperatur austenisasi).
c. Waktu penahanan, yaitu lamanya waktu

yang diperlukan agar

didapatkan distribusi temperatur yang seragam pada benda kerja.


Waktu pemanasan ini merupakan fungsi dari dimensi dan daya
hantar panas benda kerja. Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan
pertumbuhan butir yang dapat menurunkan kekuatan material.

GAMBAR 3.11
GRAFIK PENGARUH PARAMETER PENGERASAN

III- 3

Berdasarkan faktor-faktor tadi maka selanjutnya pembentukan


austenit dan pengontrolan butiran austenit merupakan aspek penting dalam
proses hardening, karena transformasi austenit dan sifat mekanis dari
struktur mikro yang terbentuk ditentukan oleh ukuran butir austenit.
3.6.4 Quenching
Untuk memperoleh kekerasan yang diinginkan, maka dilakukan
proses quenching. Media quech yang biasa dipergunakan diantaranya :

Larutan Garam

Air

Oli
Pemilihan media quech untuk mengeraskan baja tergantung pada

laju pendinginan yang diinginkan agar dicapai kekerasan tertentu. Untuk


lebih memahami laju pendinginan dari setiap media queching, perlu
memeriksa kurva pendinginan seperti terlihat pada Gbr.17. Kurva ini
menyatakan perubahan temperatur benda kerja pada saat didinginkan atau di
quench dari temperatur pengerasannya. Pada pendinginan tersebut terjadi
dalam 3 tahap berbeda yang ditandai A, B, C, dimana masing-masing tahap
memiliki karakteristik pendinginan yang berbeda-beda.
Jika suatu benda kerja diquench ke dalam medium queching, lapisan
cairan disekeliling benda kerja akan segera terpanasi sehingga mencapai
titik didihnya dan berubah menjadi uap.

III- 3

GAMBAR 3.12
TAHAPAN DARI PENDINGINAN SELAMA QUENCHING
Pada tahap ini (tahap A) benda kerja akan segera dikelilingi oleh
lapisan uap yang terbentuk dari cairan pendingin yang menyentuh
permukaan benda kerja. Uap yang terbentuk menghalangi cairan pendingin
menyentuh permukaan benda kerja. Sebelum terbentuk lapisan uap,
permukaan benda kerja mengalami pendinginan yang sangat intensif.
Dengan adanya lapisan uap, akan menurunkan laju pendinginan, karena
lapisan terbentuk dan akan berfungsi sebagai isolator.
Pendinginan dalam hal ini terjadi efek radiasi melalui lapisan uap ini
lama-kelamaan akan hilang oleh cairan pendingin yang mengelilinginya.
Kecepatan menghilangkan lapisan uap makin besar jika viskositas cairan
makin rendah.

III- 3

Jika benda kerja didinginkan lebih lanjut, panas yang dikeluarkan oleh
benda kerja tidak cukup untuk tetap menghasilkan lapisan uap, dengan
demikian tahap B dimulai. Pada tahap ini cairan pendingin dapat menyentuh
permukaan benda kerja sehingga terbentuk gelembung-gelembung udara
dan menyingkirkan lapisan uap sehingga laju pendinginan menjadi
bertambah besar.
Tahap C dimulai jika pendidihan cairan pendingin sudah berlalu
sehingga cairan pendingin tersebut pada tahap ini sudah mulai bersentuhan
dengan seluruh permukaan benda kerja. Pada tahap ini pula pendinginan
berlangsung secara konveksi karena itu laju pendinginan menjadi rendah
pada saat temperatur benda kerja turun. Untuk mencapai struktur martensit
yang keras dari baja karbon dan baja paduan, harus diciptakan kondisi
sedemikian sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi melampaui
kecepatan pendinginan kritik dari benda kerja yang diquench, sehingga
transformasi ke perlit atau bainit dapat dicegah.
Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur
martensit, harus bersifat :
o

Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi.

Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang


rendah, misalnya di bawah temperatur 350C agar distorsi atau retak
dapat dicegah.

III- 3

Pada Tabel III.1 berikut dapat dilihat beberapa sifat dan keunggulan
dari setiap media quenching yang biasa digunakan.
TABEL III.1
NILAI KEKERASAN (SEVERITY) DARI MEDIA QUENCHING
Air
No Circulation of Fluid or Agitation of

Oil
0.25 to

Water
0.9 to

0.30
0.30 to

1.0
1.0 to

0.35
0.35 to

1.1
1.2 to

0.40

1.3
1.4 to

0.02
Piece
Mild Circulation

Brine
2
2 to

.
Moderate Circulation

Good Circulation

2.2

0.4 to 0.5

Strong Circulation

1.5
1.6 to

0.05

0.5 to 0.8

..
Violent Circulation

2.0

0.8 to 1.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Amstead, B,H. 1995. Ostwald, F, Philip. Myron, L, Begeman. 1995. Teknologi
Mekanik. Erlangga. Jakarta
2. Fusito. 2005. Rangkuman Materi Proses Produksi. Universitas Sriwijaya. Indralaya

III- 3

3. www.google.com/wikipeda

Anda mungkin juga menyukai