Anda di halaman 1dari 62

0

YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DAERAH RIAU


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DALAM PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI PROGRAM
BANK SAMPAH OLEH DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEBERSIHAN KOTA PEKANBARU
(STUDI KASUS BANK SAMPAH INDUK BUKIT HIJAU BERLIAN)

Kajian Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah


Melalui Program Bank Sampah Di Kota Pekanbaru

USULAN PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Guna Penyusunan Skripsi
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Riau

OLEH :

Dicky Hardiansyah
NPM : 187310079

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


PEKANBARU
2022
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh negara indonesia yang

adalah masalah sampah. Sampah dapat diartikan sebagai salah satu bentuk

aktifitas manusia. Sampah dianggap sebagai material sisa yang tidak lagi berguna.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk, perubahan gaya hidup dan pola

konsumsi masyarakat akan berdampak pula pada sampah yang akan dihasilkan.

(Bakti, 2018). Konsentrasi penduduk di wilayah perkotaan semakin bertambah

besar dan padat serta terus berkembang dengan pesat dan bisa melampaui jumlah

penduduk di wilayah pedesaan. Sejalan dengan itu dalam pertumbuhan volume

sampah di Indonesia maka sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan

penduduk, tingkat kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat yang bisa menjadikan

jumlah timbunan sampah meningkat pesat, terutama di wilayah perkotaan. (Fitria,

2021)

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(KLHK), sampah di Indonesia pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 64

juta ton (Syafruddin, 2020). Tidak dapat dipungkiri bahwa sampah yang tidak

dikelola dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Secara umum

sampah dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Sampah organik dan sampah

anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat terurai atau membusuk

secara alamiah, misalnya sisa sayur-sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan.


3

Sampah ini merupakan bagian yang terbesar dari sampah rumah tangga (+ 70%).

SedangkanSampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat terurai atau

membusuk secara alamiah dan memerlukan waktu yang sangat lama sekali untuk

terurai, misalnya kertas, plastik, kayu-kayuan, kaca, kain, logam, dan lain-lain.

Erviana dalam (Tanjung, 2022)

Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) populasi masyarakat

Indonesia hingga September 2020 sebanyak 270,2 juta jiwa. Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat produksi sampah pada

tahun 2020 mencapai 67,8 juta ton. Artinya setiap penduduk memproduksi

sekitar 0,68 kilogram sampah per hari. Angka tersebut meningkat dibanding

tahun-tahun sebelumnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini

menandakan bahwa populasi masyarakat sangat mempengaruhi jumlah sampah

yang dihasilkan. Bila diasumsikan timbunan sampah rata-rata 800 g/kapita/hari

dengan kondisi jumlah kependudukan yang terus meningkat sebagaimana hasil

proyeksi jumlah penduduk, maka diduga akan terjadi peningkatan produksi

sampah sebesar sebesar 12% sampai 24% selama 10 sampai 20 tahun ke depan

atau meningkat sekitar 164.674 ton/hari. Pada tahun 2015 terdapat produksi

sekitar 198.544 ton/hari maka pada tahun 2025 diperkirakan akan terdapat

218.921 ton/hari. Munawir (dalam Fatiah, 2021).

Saat ini pengelolaan sampah sebagian besar kota masih menimbulkan

permasalahan yang sulit dikendalikan terutama bagi daerah perkotaaan dengan

tingkat kepadatan yang tinggi dan jumlah konsentrasi sampah yang besar. Selain

itu cara masyarakat dalam mengelola sampah yang masih bertumpu pada
4

pendekatan kumpul, angkut, dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir.

Disamping itu Masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang

tidak berguna dan tidak memiliki nilai sebagai sumber daya yang bisa

dimanfaatkan. (Santifa, 2020)

Sama hal nya dengan Kota Pekanbaru yang merupakan salah satu kota

besar di Indonesia juga mengalami masalah yang serupa. Pekanbaru masih

dibelenggu oleh masalah sampah yang tak kunjung usai karena semakin

bertambahnya penduduk yang mengadu nasib di kota ini. Pemandangan sampah

yang berserakan seakan menjadi hal yang lumrah di lihat di berbagai tempat

seperti di jalan dan juga pemukiman tanah kosong, bahkan terdapat juga

tumpukan sampah di jalan-jalan protokol. Menurut data dari Dinas Lingkungan

Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Pekanbaru 2021 meyebutkan bahwa sektor

rumah tangga merupakan penyumbang sampah terbesar yakni sekitar 48 %

disusul pasar tradisional sebesar 24 % dan jalan 7 %. (Irfan, 2021).

Persoalan sampah yang terjadi di Kota Pekanbaru pada dasarnya sudah

cukup lama terjadi, permasalahan tersebut di akibat oleh beberapa hal diantaranya

yaitu mulai dari persoalan internal pemerintah Kota Pekanbaru terhadap pihak

ketiga pengelola sampah, hingga kondisi masyarakat yang kurang kesadaran

terhadap kebersihan lingkungan di Kota Pekanbaru. Volume atau banyaknya

penumpukan sampah yang terjadi di Kota Pekanbaru saat ini juga merupakan

akibat padatnya jumlah penduduk yang lebih dari 1,1 juta jiwa saat ini. Maka

dengan jumlah penduduk di Kota Pekanbaru yang begitu padat serta perubahan

pola konsumsi masyarakat, tentu dapat menimbulkan bertambahnya volume, jenis


5

dan karakteristik sampah yang semakin beragam, permasalahan semakin komplek.

Maka diperkirakan volume sampah yang dihasilkan adalah lebih dari 585.429

liter/hari. (Hadi, 2020)

Sejauh ini, satu-satunya cara yang dilakukan oleh masyarakat di Kota

Pekanbaru dalam pengelolahan sampah adalah dengan membuang sampah

tersebut dari tempat sampah pemukiman serta membuangnya ke tempat

pembuangan sampah atau membakar sampah. Namun cara seperti ini kurang

efektif untuk mengatasi masalah sampah karena masih dapat menimbulkan

pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara, tanah dan air. Permasalahan

sampah timbul karena produksi sampah yang tidak seimbang dengan

pengolahannya dan daya dukung alam semakin menurun untuk dijadikan sebagau

tempat pembuangan sampah. Jumlah sampah juga terus bertambah dengan cepat,

sedangkan di lain pihak kemampuan pengolahan sampah masih belum memadai.

(Rambey Riantika, 2020)

Penyelengaaraan pengolahan sampah merupakan domain pelayanan publik

dimana pemerintah bertanggung jawab dalam penyediaan dan sarana pengolahan

sampah yang dalam pelaksanaannya, dapat melibatkan pihak ketiga dan

partisipasi masyarakat. Pengolahan sampah ini diharapkan dapat memperkecil

masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sampah terhadap lingkungan hidup dan

kesehatan masyarakat serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Maka

dengan adanya permasalahan ini pemerintah melalui Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan

tentang kegiatan penangganan sampah meliputi :


6

a) Pemilihan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai


dengan jenis, jumlah, dan sifat sampah.
b) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ketempat penampunagan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpandu.
c) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ketempat pemrosesan akhir.
d) Pengolahan dalam bentuk mengubah karekteristik, komposisi, dan jumlah
sampah.
e) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembaliaan sampah atau
residu hasil pengolahan sebelumnya kemedia lingkungan secara aman.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dipahami bahwa pada

dasarnya pengelolaan sampah dengan baik merupakan tanggung setiap individu

dengan tetap adanya keterlibatan pihak pemerintahan sebagai pemeran utama.

Namun walau demikian saat ini masih banyak masyarakat yang kurang kesadaran

akan hal tersebut. Kondisi tersebut dibuktikan dengan tidak sedikitnya kota-kota

di Indonesia saat ini yang mengalami permasalahan sampah berserakan di pinggir

jalan, sehingga perlu adanya responsible yakni membangun kesadaran masyarakat

melalui pemberdayaan atau pembinaan dengan tujuan agar masyarakat tahu dan

memahami secara mendalam tentang masalah sampah dan mampu mengelola

dengan baik (Riyadi, 2021).

Sesuai dengan filosofi dasar dari undang-undang tersebut bahwa perlu

adanya perubahan cara pandang masyarakat mengenai sampah dan cara

memperlakukan atau mengelola sampah, yakni seharusnya masyarakat tidak lagi

memandang sampah sebagai hasil buangan yang tidak berguna namun sebagai

sesuatu yang mempunyai nilai guna dan manfaat. Heruma dalam (Riyadi, 2021).

Berangkat dari kondisi permasalahan sampah yang terjadi di Kota

Pekanbaru saat ini, maka perlu adanya peran Pemerintah Daerah dalam mengatasi
7

persoalan sampah yang terjadi. Namun walau demikian saat ini pengendalian

pemanfaatan lahan yang di strategikan seringkali mengalami benturan atau

penyimpangan dengan berbagai bidang lainnya. Keterlibatan pemerintah dalam

pembangunan masih hanya sebatas fungsi koordinatif, mesti ditingkatkan sampai

pada aspek dan dimensi operasional aplikatif. Sehingga dalam menangani

permasalahan sampah tersebut sebagaimana yang terjadi di Kota Pekanbaru saat

ini. Maka perlu dikelola secara professional yaitu mengacu pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup Nomor 14 Tahun 2021 serta Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8

Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah. Pratama dalam. (Rambey Riantika,

2020)

Selaras dengan hal tersebut Heruman (2020) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah sebagai pihak yang berwewenang dalam

pengelolaan sampah memiliki tanggung jawab besar dalam menyelesaikan

persoalan pengelolaan sampah di daerahnya masing-masing. Selanjutnya

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Sampah Pasal 5 maka diketahui bahwa tugas Pemerintah Daerah

dalam Pengelolaan Sampah meliputi beberapa hal. diantaranya yaitu :

a) Menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran dan partisipasi


masyarakat dalam pengelolaan sampah.
b) Melakukan penelitian, pengembangan teknologi, pengurangan dan
penanganan sampah.
c) Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan,
penanganan dan pemanfaatan sampah.
d) Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
e) Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah.
8

f) Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada


masyarakat setempat untuk mengurangi dan mengani sampah; dan
g) Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Adapun terkait implementasi program pengelolaan sampah tersebut maka

dapat dilaksanakan oleh dinas-dinas terkait sebagai pihak satuan kerja yang turut

bertanggung jawab yang dibawahi oleh pemerintah daerah Kota Pekanbaru. Salah

satunya adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). Dinas

Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru (Nomor 9 Tahun 2016) tentang Pembentukan

dan Susunan Perangkat Daerah Kota Pekanbaru serta Peraturan Walikota

Pekanbaru (Nomor 103 Tahun 2016) tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,

Tugas dan Fungsi serta tata kerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota

Pekanbaru. Maka berdasarkan putusan tersebut menyebutkan bahwa tugas dari

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru, diantaranya yaitu :

“Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru mempunyai


tugas membantu Walikota dalam melaksanakan urusan pemerintahan
dilingkungan hidup, kebersihan dan sub urusan kehutanan serta tugas pembantuan
lainnya”.

Selanjutnya berdasarkan peraturan tersebut juga, sebagaimana yang

terlampir pada (Nomor 02 Pasar 15). Menjelaskan bahwa tugas Bidang

Pengelolaan Sampah pada satuan kerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan

Kota Pekanbaru, diantaranya yaitu sebagai berikut :

a) Perumusan kebijakan dan penyusunan informasi pengelolaan sampah


tingkat kota;
b) Perumusan dan penetapan target pengurangan sampah;
9

c) Perumusan kebijakan pengurangan dan pemanfaatan sampah;


d) Pembinaan pembatasan timbunan sampah, penggunaan bahan baku
produksi dan kemasan yang mampu diurai oleh proses alam,
pendaurulangan sampah dan pemanfaatan kembali sampah dari produk
dan kemasan produk.
e) Perumusan kebijakan penanganan dan pemrosesan akhir sampah tingkat
kota;
f) Pelaksanaan koordinasi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan
pemrosesan akhir sampah;
g) Pelaksanaan penetapan lokasi tempat penampungan sementara (tps),
tempat pengolahan sampah terpadu (tpst) dan tempat pembuangan akhir
(tpa) sampah;
h) Pengawasan terhadap tempat pemrosesan akhir dengan system
pembuangan open dumping;
i) Perumusan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah;
j) Perumusan pembenan kompensasi dampak negatif kegiatan pemrosesan
akhir sampah;
k) Pelaksanaan kerja sama dengan kabupaten/kota lain dan kemitraan dengan
badan usaha pengelola sampah dalam menyelenggarakan pengelolaan
sampah;
l) Pengembangan investasi dalam usaha pengelolaan sampah;
m) Perumusan kebijakan dan penyelenggaraan perizinan pengolahan sampah,
pengangkutan sampah dan pemrosesan akhir sampah yang
diselenggarakan oleh swasta;
n) Perumusan kebijakan dan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kinerja
pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain (badan usaha);
o) Pelaksanaan perencanaan, penyediaan dan pemeliharaan fasilitas
pendaurulangan sampah dan sarana prasarana penanganan sampah;
p) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
tugas dan fungsinya;

Pada dasarnya untuk mencapai tujuan dari program atau kebijakan terkait

pengelelolaan sampah sebagaimana yang telah dibuat oleh pemerintah pusat

maupun daerah tersebut, maka tidak akan dapat berjalan secara optimal jika tidak

didukung oleh peran masyarakat. Maka untuk mendukung pelaksanaan program

tersebut perlu adanya forum-forum pada masyarakat yang peduli terhadap

sampah, sehingga implementasi peraturan daerah tentang pengelolaan sampah

dapat benar-benar terlaksanakan dan berjalan dengan sebaik mungkin serta


10

mampu mengatasi permasalahan sampah yang ada di Kota Pekanbaru saat ini.

Purwadi dalam (Rambey, 2021).

Pada dasarnya dalam Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang

pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

Menekankan bahwa terkait praktek mengolah dan memanfaatkan sampah harus

menjadi langkah nyata dalam mengelola sampah. Masyarakat harus membiasakan

untuk memilah, memilih dan menghargai sampah sekaligus mengembangkan

ekonomi kerakyatan melalui pengembangan bank sampah. Tallei dalam (Asteria

& Heruman, 2016).

Selanjutnya didukung dengan adanya Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah

Pada Bank Sampah, maka aparat pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama

dalam melaksanaan pengelolaan sampah untuk mewujudkan lingkungan yang

bersih dan sehat. Sehingga berdasarkan kedua peraturan ini, kebijakan

pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya bertumpu pada pendekatan

kumpul,angkut, buang dengan mengandalkan keberadaan Tempat Pemrosesan

Akhir (TPA), maka berubah pada Pendekatan Reduse at source dan resource

recyle melalui penerapan 3R (Iswanto, 2021).

Sehingga pada kondisi saat ini, salah satu alternatif yang dapat di lakukan

oleh pemerintah Kota Pekanbaru dalam mengatasi jumlah timbulan sampah

adalah dengan menerapkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui

program bank sampah. Program bank sampah merupakan kegiatan yang bersifat

sosial engineering yang mengajarkan masyarakat untuk dapat memilah dan


11

memilih sampah dengan bijak sehingga akan mengurangi penumpukan sampah

(Buswijaya, 2019).

Pengembangan bank sampah ini juga akan membantu pemerintah lokal

dalam pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sampah berbasis komunitas

secara bijak dan dapat mengurangi sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan

Akhir (TPA). Inovasi pengolahan sampah dengan program bank sampah menjadi

inovasi di tingkat akar rumput yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

miskin perkotaan Purba dalam (Asteria & Heruman, 2016).

Hal tersebut sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 18 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 2 bahwa pegelolaan sampah bertujuan

untuk mengurangi dan menangani sampah yang berwawasan lingkungan agar

tercipta lingkungan hidup yang baik, bersih, dan sehat. Undang-undang tersebut

mendefinisikan pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,

dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah,

pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab,

berkelanjutan, keselamatan, keamanan dan nilai ekonomi. (Mustarifin, 2021)

Tujuan berdirinya Bank Sampah sebenarnya bukan Bank Sampah itu

sendiri, karena pada dasarnya program bank sampah tersebut bertujuan untuk

membangun kepedulian masyarakat terhadap sampah dengan sudut pandang yang

lebih berbeda sehingga masyarakat terkesan lebih berteman dengan sampah.

Implementasi yang berjalan dengan baik dari program Bank Sampah tersebut

tentunya dapat menjadikan solusi untuk mencapai pemukiman yang bersih dan

nyaman bagi warganya sehingga dengan pola ini maka masyarakat tidak hanya
12

akan disiplin dalam mengelola sampah namun juga mendapatkan tambahan

pemasukan dari sampah-sampah di kumpulkan dan dikelola tersebut atau

mendapatkan manfaat secara ekonomi dari sampah tersebut (Buswijaya, 2019).

Adapun sasaran sebagai pelaksana maupun pelaku yang akan terlibat

dalam implementasi program Bank Sampah tersebut, diantaranya yaitu :

a) Ketua bank sampah


b) Masyarakat
c) Rt dan rw (untuk di pemukiman masyarakat)
d) Camat (untuk tingkat kecamatan)
e) Lurah (untuk tingkat kelurahan)
f) Kepala sekolah (untuk bank sampah disekolah)
g) Siswa/i berada dibawah naungan sekolah (untuk lingkungan sekolah)

Dalam menjalankan kegiatan pengelelolaan sampah melalui program bank

sampah tersebut, maka saat ini di Kota Pekanbaru telah berdiri beberapa bank

sampah unit maupun bank sampah induk, baik yang di Kelola oleh swadaya

masyarakat maupun oleh pemerintah daerah Kota Pekanbaru. Berdasarkan data

yang di publish oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN)

Tahun 2022 menyebutkan, bahwa terdapat 5 unit bank sampah induk yang ada di

Kota Pekanbaru saat ini, diantaranya yaitu : Bank Sampah Induk Bukit Hijau

Berlian, Bank Sampah Induk Berlian Labuai, Bank Sampah Induk Dalang

Collection, Bank Sampah Induk Mitra Karya dan Bank Sampah Induk Hijau

Lestari. berikut merupakan lampiran data jumlah bank sampah induk di Kota

Pekanbaru :
13

Tabel 1.1 Jumlah Bank Sampah Induk di Kota Pekanbaru :

Sampah
Nama Bank Sampah Masuk
No Lokasi Terkelola
Sampah (ton/thn)
(ton/thn)
Tahun 2020
1 Bukit Hijau Berlian Jl. Hr Soebrantas 24,00 23,46
2 Berlian Labuai Embun Pagi 0,00 0,00
3 Dalang Collection Jalan Gajah 12,00 11,67
4 Mitra Karya Jl. Bakti 18,00 18,00
Tahun 2021
1 Bukit Hijau Berlian Jl. Hr Soebrantas 106,98 0,00
2 Berlian Labuai Embun Pagi 91,16 0,00
3 Dalang Collection Jalan Gajah 6,00 4,97
4 Mitra Karya Jl. Bakti 0,00 0,00
5 Hijau Lestari Terus Jl.Rawamangun 66,13 0,00
Sumber : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, 2022

Sebagaimana yang terlampir pada tabel tersebut, maka diketahui bahwa

pada tahun 2020 terdapat 4 unit bank sampah induk dan selanjutnya pada tahun

2021 terdapat penambahan 1 unit bank sampah induk, sehingga pada tahun 2021 –

2022 terdapat 5 unit bank sampah induk di Kota Pekanbaru. Berdasarkan data

tersebut juga di ketahui bahwa secara keseluruhan, tidak semua bank sampah

induk tersebut dapat melaksanakan kegiatan pengelolaan sampah terus secara

aktif. Hal tersebut berdasarkan perbandingan jumlah sampah terkelola antara

tahun 2020 dan 2021, dimana pada tahun 2020 diketahui hanya Bank Sampah

Berlian Labuai yang tidak menghasilkan jumlah sampah yang terkelola.

Sedangkan pada tahun 2021 terjadi penurunan, dimana hanya Bank Sampah

Dalang Collection yang terlihat aktif dan terus menghasilkan jumlah sampah yang

terkelola yaitu sebanyak 4,97 ton pada tahun 2021dan bank sampah induk lainya

tidak menghasilkan jumlah sampah yang terkelola sama sekali.


14

Luvita dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pengelolaan Bank

Sampah Dallang Collection adalah dilakukan secara mandiri serta melalui

swadaya masyarakat namun tetap berada dibawah naungan dan Pengawasan

Pemerintah Kota Pekanbaru (Luvita, 2018). Bank Sampah Dallang Collection

telah memiliki cabang bank unit yaitu sebanyak 74 unit bank sampah sekolah

maupun perumahan. Serta mampu mengajak masyarakat untuk berpartisipasi

dalam kegiatan pengelolaan sampah, sehingga bank sampah Dalang Collection

tersebut tidak hanya berkontribusi dalam penanganan sampah namun juga dalam

pemberdayaan masyarakat di Kota Pekanbaru. Hal tersebut terlihat berdasarkan

kemampuan Bank Sampah Dalang Collection yang telah mempekerjakan hingga

35 pengrajin yang aktif setiap hari dalam memproduksi kerajinan tangan dari

limbah sampah serta dapat membantu masyarakat dari keluarga kurang mampu

dengan tujuan untuk menaikkan pendapatan mereka dengan usaha mandiri.

(Nur’asia, 2020).

Selanjutnya berdasarkan informasi kegiatan organisasi perangkat daerah

(OPD) yang dipublish oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota

Pekanbaru tahun 2021. Menyebutkan bahwa sebelumnya terdapat dua Bank

Sampah Induk dan 109 Bank Sampah Unit yang dikelola dibawah binaan DLHK

Kota Pekanbaru, namun pada tahun 2021 terjadi penambahan bank sampah induk

yaitu Bank Sampah Hijau Lestari yang di resmikan oleh pemerintah Kota

Pekanbaru pada bulan September 2021. Sehingga saat ini terdapat 3 unit Bank

Sampah Induk yang berada dalam pengawasan atau dibawah binaan Dinas
15

Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru. dalam (dlhk.pekanbaru.go.id,

2021).

Adapun tiga unit Bank sampah Induk yang dimaksudkan tersebut,

diantaranya yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.2 Jumlah Bank Sampah Induk di Bawah Binaan DLHK Kota
Pekanbaru :

No Nama Bank Sampah Lokasi Kecamatan


1 Hijau Lestari Terus Jl. Rawamangun Bukit Barisan
2 Bukit Hijau Berlian Jl. HR Soebrantas Binawidya
3 Berlian Labuai Jalan Gajah Bukit Raya
Sumber : Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Kota Pekanbaru, 2022

Maka berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa bank sampai induk

yang dikelola oleh DLHK Kota Pekanbaru baru hanya tersebar pada 3 Kecamatan

yang ada di Kota Pekanbaru. Selanjutnya dapat digambarkan terkait bagaimana

kinerja pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah melalui program bank sampah

tersebut, dimana berdasarkan perbandingan jumlah sampah yang terkelola antara

bank sampah induk dibawah binaan DLHK Kota Pekanbaru serta bank sampah

induk yang kelola oleh swadaya masyarakat, maka terdapat perbedaan yang

signifikan (Iswanto, 2021).

Perbedaan sebagaimana yang dimaksud yaitu berdasarkan implentasi

kinerja kegiatan bank sampah induk tersebut, dimana bank sampah induk yang

kelola oleh masyarakat terlihat cendrung lebih aktif dan banyak mengahasilkan

sampah yang terkelola. Sedangkan bank sampah induk yang berada dibawah

binaan DLHK Kota Pekanbaru terlihat hanya menghasilkan jumlah sampah yang

terkelola pada tahun 2020 namun pada tahun 2021 jumlah tersebut cenrung

menurun bahkan tidak ada sama sekali. Sehingga berdasarkan kondisi tersebut
16

dapat di asumsikan bahwa implementasi kegiatan pengelolaan sampah melalui

program Bank Sampah oleh Pemerintah Kota Pekanbaru serta Dinas Lingkungan

Hidup dan Kebersihan (DLHK) saat ini secara menyeluruh masih belum berjalan

dengan optimal (Iswanto, 2021).

Afriadi dalam penelitianya menyebutkan terkait gambaran kondisi

pelaksanaan pengelolaan sampah melalui program Bank Sampah yang ada di Kota

Pekanbaru, yaitu masih mendapati kendala-kendala tertentu dalam menjalankan

kegiatan tersebut salah satunya yaitu, sebagian masyarakat masih belum

memanfaatkan bank sampah untuk mengelola sampah rumah tangga, sebagian

lagi belum mengetahui keberadaan bank sampah. Faktor jarak bank sampah dari

rumah, tidak adanya alat pengangkutan sampah oleh pengelola, dan sikap

masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan, adalah beberapa kendala yang

dihadapi oleh pengelolaan bank sampah. (Zukri Afriadi, 2019).

Selaras dengan kondisi tersebut, permasalahan timbunan sampah yang

masih terus terjadi di Kota Pekanbaru dapat diasumsikan bahwa tujuan dan target

dari implementasi kegiatan pengelolaan sampah melalui bank sampah masih

belum tercapai dan terlaksana secara baik. Walau pada dasarnya kondisi

permasalahan timbunan sampah tersebut juga sebagai salah satu akibat dari

pertambahan penduduk karena sejalan dengan hal tersebut timbulan sampah di

Kota Pekanbaru juga turut menjadi semakin meningkat. Dinas Kebersihan dan

Lingkungan Hidup Kota Pekanbaru, menjelaskan bahwa sebagian besar sampah di

Kota Pekanbaru bersumber dari sampah rumah tangga, pasar, daerah komersial,

perkantoran, tempat wisata, dan tempat-tempat umum lainnya (Abdianai, 2019).


17

Selanjutnya Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN)

melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru,

menyebutkan bahwa timbulan sampah Kota Pekanbaru pada tahun 2019 adalah

sebesar 1.036,51 ton/hari dan 378,324 ton/tahun. Sedangkan pada tahun 2020

terjadi peningkatan jumlah timbulan sampah di Kota Pekanbaru yaitu sebanyak

400.462 ton/tahun dengan jumlah timbunan dalam perhari yaitu sebanyak adalah

1.097 ton/hari.

Kota Pekanbaru saat ini memiliki 15 kecamatan dan 83 kelurahan dan

jumlah penduduk sebanyak 1.045.039 jiwa. Salah satu kecamatan yang paling

pesat penduduknya di kota Pekanbaru yaitu Kecamatan Binawidya (dalam Jannah,

2021). Kecamatan Binawidya juga merupakan Kecamatan Induk dari pemekaran

Kecamatan Tampan tersebut dengan wilayah administratif adalah terdiri dari 5

kelurahan diantaranya yaitu : Kelurahan Simpangbaru, Kelurahan Delima,

Kelurahan Tabekgodang, Kelurahan Binawidya dan Kelurahan Sungaisibam.

Adapun dasar keputusan tersebut adalah Peraturan Daerah Kota Pekanbaru

(Nomor 02 Tahun 2020 Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 9) Tentang Penataan

Kecamatan, maka menetapkan pemekaran Kecamatan Tampan menjadi dua

kecamatan yakni Kecamatan Binawidya dan Kecamatan Tuahmadani.

Maka sebelum terjadi pemekaran tersebut diketahui bahwa Kecamatan

Tampan adalah sebagai kecamatan dengan permasalahan tumpukan sampah

terbesar di Kota Pekanbaru dengan volume tumpukan sampah adalah sebanyak

121,54 ton/hari (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru,

2019). Kondisi timbulan sampah yang cukup besar di Kecamatan Tampan,


18

merupakan merupakan akibat dari pengembangan perumahan maupun kawasan

perekonomian yang sangat aktif seperti pasar tradisional, pusat pertokoan,

kawasan pergudangan, kawasan pendidikan tinggi, pusat kegiatan olah raga dan

beberapa perkantoran. Namun Kecamatan Tampan tersebut juga memiliki

beberapa infrastruktur lingkungan, diantaranya yaitu : Unit pengolahan sampah

kompos, tps terpadu, bak sampah, bank sampah unit serta bank sampah induk

(Afriadi, 2019).

Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa terdapat 3 bank sampah induk

yang berada di bawah binaan DLHK Kota Pekanbaru. Maka berdasarkan hasil

observasi lapangan diketahui bahwa terdapat bank sampah induk yang di kelola

oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru pada Kecamatan

Tampan tersebut yaitu bank sampah “Bukit Hijau Berlian”. Setelah pelaksanaan

pemekaran kecamatan Kota Pekanbaru, maka diketahui bahwa Bank sampah

induk tersebut berada di jalan HR. Soebrantas pada Kecamatan Binawidya yang

merupakan sebagai kecamatan induk dari pemekaran Kecamatan Tampan

sebelumnya.

Bank sampah induk Bukit Hijau Berlian telah berdiri sejak tahun 2013 dan

diresmikanlah oleh pemerintah Kota Pekanbaru pada tahun 2015. Berdasarkan

data yang diperoleh maka diketahui sampai saat ini bank sampah induk Bukit

Hijau Berlian telah memiliki kurang lebih 100/nasabah, dimana para nasabah

tersebut merupakan masyarakat yang berada atau tinggal disekitar bank sampah

Bukit Hijau Berlian. Selanjutnya juga diketahui bahwa bank sampah Bukit Hijau
19

Berlian telah membina 17 Bank Sampah unit pada beberapa kelurahan sekitar

Kecamatan Tampan yang kini dikenal sebagai Kecamatan Binawidya.

Namun berdasarkan kondisi yang terjadi saat ini menunjukan bahwa tidak

semua Bank sampah yang telah didirikan aktif mengelola Bank sampah, dari hasil

observasi yang dilakukan secara sekunder, maka diketahui bahwa partisipasi

masyarakat untuk mengelola sampah masih tergolong rendah, bahkan berdasarkan

fakta yang terjadi terdapat temuan kondisi infrastruktur lingkungan seperti tempat

sampah yang disediakan pemerintah Kota Pekanbaru, banyak ditemukan rusak

berat dan hilang. Beberapa tempat sampah dipenuhi oleh sampah yang ditumpuk

tanpa proses pemilahan bahkan terdapat penumpukan sampah yang memakan

badan jalan.

Zukri dalam penelitiannya yaitu terkait (Analisis Partisipasi Masyarakat

Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Melalui Program Bank Sampah Di

Kecamatan Tampan, 2019). Menyatakan bahwa implementasi kegiatan sosialisasi

oleh pemerintah Kota Pekanbaru kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah

melalui bank sampah masih belum memberikan hasil secara optimal. Sebagian

masyarakat masih belum memanfaatkan bank sampah untuk mengelola sampah

rumah tangga bahkan masih terdapat masyarakat yang belum mengetahui

keberadaan bank Sampah. Kondisi paradigma masyarakat terkait pengelolaan

sampah secara umum adalah “kumpul - angkut - buang” sehingga timbulan

sampah di beberapa TPS masih sangat besar. Proses pemilahan sampahpun tidak

terjadi, hal ini terlihat dari penumpukan sampah dari berbagai jenis sampah, mulai

dari sampah plastik, logam, kaca, sisa sampah organik bahkan sampah B3.
20

Ella Buswijaya (2019), dalam penelitiannya menyatakan bahwa bank

sampah Bukit Hijau Berlian juga memiliki beberapa norma yang harus dipatuhi.

Bank sampah memiliki sistem sama seperti bank konvensional pada umumnya.

Sebagai bank, bank sampah juga memiliki sistem tabungan dimana para nasabah

yang menjualkan sampah uang nya akan masuk ke buku tabungan para nasabah.

Nasabah hanya diperbolehkan mencairkan tabungannya jika sudah 6 bulan

menjadi nasabah. Namun berdasarkan kondisi yang terjadi jika dibandingkan

harga jual sampah pada bank sampah induk Bukit Hijau Berlian cendrung lebih

murah dibanding pengepul sampah (Buswijaya, 2019).

Sejalan dengan kondisi tersebut. Nurhasanah (2021) dalam penelitiannya

juga menjelaskan bahwa pada dasarnya hadirnya Bank Sampah Bukit Hijau

Berlian adalah sesuatu yang sangat baik karena, hal program tersebut merupakan

langkah tepat yang dapat memberikan dampak positif baik dari segi sosial,

ekonomi, dan yang terpenting yaitu kelestarian lingkungan. Namun dalam

pelaksanaannya kontribusi yang dilakukan Bank Sampah Bukit Hijau Berlian saat

ini masih terbilang kecil (Nurhasanah, 2021).

Program pemberdayaan melalui program bank sampah ini menjadi sangat

penting dan strategis sebagai upaya pembangunan lingkungan berbasis

masyarakat, yaitu mengupayakan peran serta atau partisipasi masyarakat. Namun

walau demikian pihak Pemerintah Kota Pekanbaru masih fokus hanya pada

pengangkutan sampah sedangkan untuk hulu atau sumber penghasil sampah

belum tersentuh sama sekali. Implementasi pelaksanaan program bank sampah di

Kota Pekanbaru saat ini masih manual. Para tenaga harian, sehari-hari keliling
21

dari rumah ke rumah untuk mengambil sampah dan langsung menimbang di

tempat. Selanjutnya, dibawa ke unit-unit bank sampah untuk diambil induknya

dan dari sini, sampah selanjutnya akan dijual ke para penampung (Aprizal &

Mirfan, 2018).

Sistem pengelolaan sampah terkait kedalam beberapa aktivitas, pelaku,

proses dan regulasi. Secara umum terdapat 6 (enam) tahapan dalam sistem

pengelolaan sampah perkotaan yakni mulai dari sampah dihasilkan hingga menuju

ke TPA. Namun, jumlah sampah yang dihasilkan tidak sebanding dengan kinerja

pemerintah untuk menangani, berbagai faktor yang menyebabkan diantaranya

adalah alokasi pendanaan yang minim, jumlah pekerja yang banyak namun tidak

memadai secara profesional, sarana prasarana yang terbatas dan sulitnya akses

menjadi kendala utama, disamping rendah prioritas dalam penanganan sampah

menyebabkan produktifitas sektor formal cenderung rendah. Ahmed dalam (Putra,

2019).

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru

menjelaskan, bahwa pengelolaan sampah bukan hanya perkara angkut dan buang

saja, sehingga diperlukan strategi dan sistem pengelolaan yang komprehensif serta

melibatkan berbagai pihak. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan diharuskan

untuk melakukan pengelolaan sampah dari hulu dan ke hilir, pengelolaan sampai

dari hulu yaitu meliputi pengangkutan sampah dari sumber sampah, namun tidak

hanya sebatas pengangkutan semata namun harus dapat melibatkan masyarakat

untuk melakukan pemilahan sampah, mengelola sampah sederhana melalui

kompos dan lubang biopori. Sedangkan pengelolaan di hilir yaitu merupakan


22

manajemen sampah di Tempat Pemrosesan Akhir. Marzuki dalam

(dlhk.pekanbaru.go.id, 2021).

Maka mengacu pada Rancangan Awal Rencana Kerja oleh Dinas

Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru tahun 2022.

Menjelaskan bahwa salah satu pencapaian penting dalam pelaksanakan kegiatan

program pengelolaan persampahan adalah “Peningkatan Peran serta Masyarakat

dalam Pengelolaan Persampahan”. Namun dalam implementasi program tersebut

juga perlu adanya kegiatan pembinaan dan pengawasan oleh DLHK Kota

Pekanbaru. Maka selanjutnya kegiatan pembinaan dan pengawasan tersebut

terbagi pada beberapa sub kegiatan, yaitu sebagai berikut :

1) Fasilitasi Pemenuhan Ketentuan terkait Izin Usaha dan Standar Teknis


Pengelolaan Sampah
2) Penyusunan dan Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Sampah
3) Monitoring dan Evaluasi Pemenuhan Target dan Standar Pelayanan
Pengelolaan Sampah

Edukasi masyarakat mengenai permasalahan lingkungan yang bersifat

kompleks akibat timbulan sampah diperlukan untuk membentuk kesadaran

masyarakat. Faktor penyebab kepedulian lingkungan didasari cara berpikir dan

perilaku manusia. Partisipasi aktif warga menjadi hal yang penting untuk

diidentifikasikan dalam aksi pengelolaan sampah. Upaya menjaga kelestarian

lingkungan harus bermula dari diri individu dengan memulai dengan melakukan

hal-hal kecil. Perubahan yang dilakukan kemudian dapat ’ditularkan’ menjadi

kebiasaan dalam keluarga ataupun masyarakat, sehingga terjadi perubahan besar

(Asteria, 2016).
23

Berdasarkan Rencana Strategis Perubahan tahun (2021 – 2022) Dinas

Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru menjelaskan.

Pengolahan sampah adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan/atau

jumlah sampah, seperti pemanfaatan sampah menjadi energi melalui biodigester

atau proses termal lainnya. Dalam Rencana Strategis tersebut juga menyebutkan

bahwa Pemerintah Kota Pekanbaru telah menetapkan Kebijakan dan Strategi

Daerah (Jakstrada) pengelolaan sampah Kota Pekanbaru 2018 – 2025 melalui

Peraturan Walikota (Perwako) Pekanbaru Nomor 154 Tahun 2018. Maka dalam

Perwako tersebut menetapkan bahwa terdapat dua target dalam pengelolaan

sampah yaitu Pengurangan dan Penanganan sampah Kota Pekanbaru 2018 - 2025.

Pengurangan dalam layanan pengolahan sampah, sebagaimana disebut

diatas adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah

melalui upaya pembatasan timbulan sampah, pendaurulangan sampah dan/atau

pemanfaatan kembali sampah. Adapun yang dimaksud dengan “Pendaurulangan

dan pemanfaatan kembali sampah”. yaitu kegiatan tersebut dilaksanakan melalui

bank sampah, dimana bank sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan

sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai

ekonomi. Selanjutnya pada target kedua yaitu terkait “Penanganan”. Maka

Penanganan sampah merupakan segala kegiatan yang bertujuan untuk mengelola

sampah melalui upaya pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan

pemprosesan akhir sampah.

Berdasarkan kondisi pengelolaan sampah rumah tangga melalui bank

sampah di Kota Pekanbaru, Husna (2019), dalam penelitiannya menyebutkan


24

bahwa bank sampah merupakan salah satu pengelolaan sampah berbasis

masyarakat dengan menerapkan prinsip 3R. Kegiatan bank sampah dilakukan

dari, oleh dan untuk masyarakat dan dikelola menggunakan sistem seperti

perbankan. Maka usaha penting yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah Kota

Pekanbaru dalam menerapkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui

program bank sampah tersebut salah satunya adalah memperbanyak bank sampah

di setiap RT/ RW di wilayah kota Pekanbaru (Husna Yetti, 2019).

Pelaksanaan kegiatan pengelolaan bank sampah di Kota Pekanbaru

dimulai dari tahap pengenalan, pelatihan, pelaksanaan, evaluasi dan tahap

pengembangan bank sampah. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengenalan

sejalan dengan tahap pelatihan, yaitu masyarakat diperkenalkan tentang bank

sampah, cara pemilahan sampah, cara pengolahan atau daur ulang dan cara

menabung sampah di bank sampah. Pada tahap pelaksanaan, dilakukan sejak

pengumpulan dan pemisahan sampah di tingkat rumah tangga, penimbangan

sampah, pencatan dalam tabungan sampah, sampai dengan pencairan tabungan

nasabah. Tahap evaluasi, rata-rata pengelola bank sampah unit, hanya melakukan

evaluasi terhadap biaya operasional, keuntungan dan pencairan tabungan nasabah,

belum ada evaluasi yang dilakukan bersama nasabah. Tahap pengembangan, rata-

rata bank sampah unit hanya membahas mengenai ide pembuatan kerajinan daur

ulang sampah (Zukri Afriadi, 2019).

Bank sampah memiliki peran yang cukup besar dalam menangani

permasalahan sampah dimasyarakat, selain itu bank sampah membuat sampah

memiliki nilai lebih. Dengan membentuk kreasi baru dari sampah, bank sampah
25

merupakan salah satu bentuk gerakan ekonomi kreatif dan juga memiliki nilai

lebih karena menyelamatkan lingkungan hidup. Sehingga dapat dilihat bahwa

bank sampah merupakan salah satu jenis Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008

tentang UMKM, yaitu menyebutkan bahwa UMKM adalah usaha produktif yang

dimiliki orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang bertujuan

menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun

perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan (Linda,

2018).

Selaras dengan pernyataan tersebut Aryenti (2020), menjelaskan bahwa

Metode Bank Sampah berfungsi untuk memberdayakan masyarakat agar peduli

terhadap kebersihan. Tetapi konsep bank sampah ini belum banyak diketahui

masyarakat. Jadi pelaksanaanya belum bisa optimal. Ini dikarenakan kurangnya

sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat Aryenti dalam (Suryani, 2020).

Pemberdayaan tersebut tidak hanya diberikan kepada masyarakat yang tidak

berdaya namun juga kepada masyarakat yang berdaya hingga mencapai

kemandirian. Pelaksanaan pemberdayaan tersebut dapat dikatakan berhasil jika

masyarakat telah memiliki keberdayaan dan partisipasi yang baik sehigga

tercapainya tujuan yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan kapasitas serta

kemandirian masyarakat serta memiliki kekuatan atau pengetahuan dan

kemampuan untuk menanggapinya (Ismaniar, 2020).

Berdasarkan penjabaran fenomena pengolahan sampah melalui program

bank sampah di Kota Pekanbaru maka dapat di simpulkan, diantaranya yaitu :


26

1. Pelaksanaan program bank sampah oleh Pemerintah Kota Pekanbaru

melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota

Pekanbaru masih belum berjalan dengan baik.

2. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah

maupun dalam memanfaatkan sampah, masyarakat cenderung membakar

sampah dari pada menabungkan sampahnya ke bank sampah.

3. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah

khususnya melalui Bank Sampah yang di Kelola oleh Dinas Lingkungan

Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru.

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian sebagaimana yang telah di

uraikan juga di ketahui bahwa terdapat 3 bank sampah induk yang di kelola oleh

pihak dinas lingkungan hidup dan kebersihan kota pekanbaru salah satu dari tiga

bank sampah tersebut adalah bank sampah Bukit Hijau Berlian yang kini berada

di Kecamatan Binawidya sebagai Kecamatan Induk dari Pemekaran Kecamatan

Tampan sebelumnya. Selanjutnya berdasarkan seluruh uraian penelitian

sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian khususnya pada

salah satu bank sampah yang sampah yang dikelola oleh dinas lingkungan hidup

dan kebersihan kota pekanbaru dengan judul penelitian yaitu : “Pelaksanaan

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Melalui

Program Bank Sampah Oleh Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan

Kota Pekanbaru (Studi Kasus Bank Sampah Induk Bukit Hijau Berlian)”.

B. Rumusan Masalah
27

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka terdapat rumusan masalah

yang di simpulkan oleh peneliti yaitu : “Bagaimana Pencapaian Pemberdayaan

Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Melalui Program Bank Induk Bukit

Hijau Berlian oleh Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Kota Pekanbaru”.

C. Tujuan Penelitian

Berikut merupakan beberapa tujuan yang terdapat dalam penelitian ini,

diantaranya yaitu :

1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran masyarakat terhadap permasalahan

sampah yang diukur melalui tingkat pastisipasi masyarakat terhadap

kegiatan pengelolahan sampah pada bank sampah Induk Bukit Hijau

Berlian.

2. Untuk mengetahui pencapaian pelaksanaan program bank sampah

terhadap keberdayaan masyarakat oleh Dinas Lingkungan Hidup dan

Kebersihan Kota Pekanbaru (Studi Kasus Bank Sampah Induk Bukit Hijau

Berlian).

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari pada penelitian ini, diantaranya yaitu :

1. Secara teorotis, hasil penelitian ini dilakukan agar dapat bermanfaat dalam

bidang ilmu pengetahuan khususnya ilmu pemerintahan dan dapat menjadi

bahan pertimbangan dalam penelitian-penelitian yang mempunyai

kesamaan.
28

2. Secara akademis, yaitu sebagai informasi lanjutan bagi peneliti lainnya,

terutama penelitian yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan

penelitian yang sama dengan penelitian ini.

3. Secara praktis, merupakan sumber yang menjadi informasi bagi pihak-

pihak yang berperan penting dalam pelaksanaan pengawasan sampah oleh

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru (Studi Pasar

Pagi Arengka).

Selanjutnya disebutkan PIHAK PERTAMA

Nama :ADIL PUTRA,ST,MT

Jabatan : Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup

dan Kebersihan Kota Pekanbaru

(https://drive.google.com/file/d/1P6lnjeyieOSsMN2NX61IM5b9SHIGCYpq/vie)

- domestik perlu dikelola secara mandiri (Riswan dkk, 2011).


29

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

2. Manfaat Penelitian

a) Secara teoritis, hasil penelitian ini berguna menambah wawasan

pemikiran bagi studi Ilmu Pemerintahan, khususnya yang berkaitan

dengan pengelolaan sampah.

b) Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan

masukanatau informasi terhadap penyelenggaraan pemerintah

desa,khususnya bagipihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan

(DLHK) Kota Pekanbaru.

c) Sebagai bahan akademis, bahan referensi dan informasi bagi pihak

lain yang akan melakukan penelitian pada permasalahan yang akan

datang.

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Studi Kepustakaan

1. Pemerintahan

Pemerintahan adalah suatu ilmu dan seni. Dikatakan sebagai seni karena

berapa banyak pemimpin pemerintahan yang tanpa Pendidikan pemerintahan,


30

mampu berkiat serta dengan kharismatik menjalankan roda pemerintahan.

Sedangkan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan adalah karena memenuhi

syarat-syaratnya yaitu dapat dipelajari, dan diajarkan, memiliki objek, baik objek

materiaa maupun formal, universal sifatnya, sistematis serta spesifik/khas. Syafiie

(dalam Adriasahlan, 2021).

Pemerintahan mengendung arti Lembaga atau Organisasi yang

menjalankan kekuasaan Pemerintahan, sedangkan Pemerintahan adalah proses

berlangsungnya kegiatan atau perubahan Pemerintah dalam mengatur kekuasaan

suatu Negara (Napitupulu 2012). Sedangkan Menurut Erlina (2005) Pemerintahan

adalah organisasi yang memiliki hak untuk melaksanakan kewenangan berdaulat

atau tertinggi. Pemerintahan dalam arti luas merupakan suatu yang lebih besar

dari pada suatu Kementrian yang diberi Tanggung Jawab Memelihara Perdamaian

dan Keamanan Negara.

Menurut Maulidiah dalam (Rauf, 2017) mengemukakan bahwa;

“pemerintahan secara umum merupakan suatu organisasi atau lembaga yang

diberikan legitimasi (keabsahan) oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan

tertintggi untuk menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan (kekuasaan negara)

pada suatu negara, sert dilengkapi dengan alat-alat kelengkapan negara. Manan

dalam Susilo dan (Roesli, 2018) mengemukakan, bahwa, Pemerintahan diartikan

sebagai keseluruhan lingkungan jabatan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi

negara pemerintahan sebagai lingkungan jabatan adalah alat-alat kelengkapan

negara seperti jabatan eksekutif, legislatif, yudikatif dan jabatan suprastruktur

lainnya.
31

Rasyid (dalam Adriasahlan, 2021) membagi fungsi pemerintahan menjadi

4 bagian, diantaranya yaitu :

1) Pelayanan (Public Service)

2) Pembangunan (Development)

3) Pemberdayaan (Empowering),

4) Pengaturan (Regulation)

Ermaya Suradinata (dalam Amaliyyah, 2021), mengemukan bahwa

Pemerintahan adalah semua kegiatan lembaga atau badan-badan publik tersebut

dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara. namun tujuan utama

dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban didalam

masyarakat. Dalam tugas dan fungsi pemerintahan dalam pelayanan masyarakat,

maka mencakup tujuh bidang pelayanan, diantaranya yaitu sebagai berikut :

1) Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok- gontokan

diantara warga masyarakat.

2) Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar dan

menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat

menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan.

3) Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial

4) Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan

lingkunganhidup.

5) Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakatluas,


32

6) Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga

masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi

keberadaanmereka.

7) Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang

yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non-pemerintahan, atau yang

lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintahan.

2. Konsep Kebijakan

Kebijakan adalah sebuah instrumen pemerintah, bukan saja dalam arti

government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula gevernance

yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik.Kebijakan pada

intinyamerupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang

secaralangsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam,

finansialdan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak,

penduduk,masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya

sinergi,kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideology

dankepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.

(Syahputra, 2021).

Kebijakan adalah sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan

oleh seseorang actor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau

persoalan yang dihadapi. Dalam pernyataan lain yang di kemukakan oleh salah

satu ahli yaitu Thomas R Dye menyatakan bahwa kebijakan adalah apa saja yang

dipilih untuk tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam

pengertian ini maka pusat perhatian oleh kebijakan publik tidak hanya dilakukan
33

oleh pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itulah yang

memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan

tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. (dalam Kurniawan, 2019).

Sedangkan kebijakan publik adalah : “Serangkaian keputusan yang saling

berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor

berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya

dalam dalam suatu situasi.Keputusan-keputusan yang diambil pada prinsipnya

masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tesebut”.

W.I Jenkis (dalam Kurniawan, 2019).

Dalam pengertian lain menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah suatu

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau negara yang ditujukan untuk

kepentingan masyarakat dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan yang

ada pada masyarakat. Kebijakan publik juga sebagai suatu program yang

diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai dan praktek-praktek

tertentu. pada dasarnya kebijakan tersebut bisa berupa rangkaian tindakan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu yang didasari pada kondisi ancaman dan peluang yang ada. Soetopo

(dalam Adriasahlan, 2021).

3. Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan dijelaskan adanya dua pendekatan guna

memahami Implementasi Kebijakan, yaitu Pendekatan Top Down dan Bottom

Down misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi Kebijakan,


34

Walaupun dikemudian hari terdapat perbedaan-perbedaan sehingga mengeluarkan

pendekatan Bottom Down, namun pada dasarnya dua pendekatan ini bertitik-tolak

pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang

studi Implementasi. inti dari dua pendekatan ini adalah sejauh mana tindakan para

pelaksana sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh pembuat

kebijakan. (Yanti, 2019).

Menurut Van Meter (dalam Dharma, 2019) menyebutkan bahwa

implementasi kebijakan adalah tindakan yang dilakukan baik oleh individu,

pejabat maupun kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. adapun

implementasi kebijakan tersebut menyangkut tiga hal, yaitu sebagai berikut :

1) Adanya tujuan atau sasaran

2) Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan

3) Adanya hasil kegiatan

Dalam pendapat lain yang kemukakan oleh Mazmanian (dalam Dharma,

2019) menyebutkan bahwa implentasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan

kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang. Namun dapat pula dalam

bentuk perintah atau keputusan eksekutif maupun badan peradilan lainnya,

keputusan tersebut mengedentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan

secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk

mengatur proses implentasinya. Selanjutnya oleh pendapat yang dikemukan oleh

Ripley (dalam Dharma, 2019) menyatakan bahwa terdapat tiga cara dominan

terhadap suksesnya implementasi suatu kebijakan tertentu, yaitu :


35

1) Tingkat kepatuhan tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku (the

degree compliance on the statute), tingkat keberhasilan implementasi

kebijakan dapat ukur dengan melihat tingkat kepatuhan terhadap isi

kebijakan dengan mandat yang telah diatur.

2) Lancarnya pelaksanaan lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi, (smoothly

functioning rouctoning routine and the absence of problem), keberhasilan

implementasi kebijakan dapat ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan

tindak adanya masalah yang dihadapi.

3) Kinerja dan dampak terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki (the

leading of the desired performance and impact), bahwa dengan adanya

kinerja dan dampak yang baik merupakan wujud keberhasilan implementasi

kebijakan. Kebijakan perspektif tersebut digunakan untuk mengukur

keberhasilan implementasi kebijakan, sehingga menjadi lebih mudah untuk

di identifikasi.

4. Konsep Pengelolaan Sampah

Berdasarkan perda Kota Pekanbaru nomor 8 tahun 2014 menyebutkan

bahwa sampah adalah segala barang atau benda yang telah berubah baik warna

atau bentuk maupun ukuran akibat telah dipakai/dimanfaatkan atau segala benda,

barang/bahan yang tidak dapat digunakan dan atau dipelihara secara patut.banyak

masalah yang ditimbulkan oleh sampah seperti bau yang tidak sedap,sumber

penyakit, tersumbatnya saluran pembuangan air, parit, sungai yang dapat

menyebabkan banjir dan merusak.


36

Sedangkan pada undang-undang nomor 18 Tahun 2008 pasal 1 tentang

pengelolaan sampah, menyebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-

hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat

organic bersifat dapat terurai atau tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

Sampah didefinisikan sebagai suatu benda yang tidak dapat dgunakan atau tidak

dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan dari kegiatan manusia.

Selanjutnya berdasarkan undang-undang yang sama yaitu (UU No 18

Tahun 2008) pada pasal 1 ayat 5 juga menyebutkan bahwa yang dimaksudkan

dengan pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Bentuk

kegiatan pengelolaan sampah dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 19 yaitu terdiri

atas pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah yang

dimaksudkan tersebut meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran

ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan

penanganan sampah meliputi :

1) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesusai


dengan jenis, jumlah, dan sifat sampah
2) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dam pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu
3) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ketempat pemrosesan akhir
4) Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah
5) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengambalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
37

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

tentang “Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan

Persampahan” Tahun 2006. Menyebutkan. bahwa sistem pengelolaan sampah

yang efektif harus terdiri dari beberapa tahapan yang merupakan rantai dari

pengelolaan sampah, yaitu tahap pemilahan sampah dan pengelolaan pada

sumber, pengumpulan, pembuangan sementara, pengankutan, pengelolaan dan

pembuangan akhir. Keberhasilan setiap tahap tersebut sangat ditentukan oleh

dukungan dari beberapa aspek yaitu pembiayaan, aspek peran serta masyarakat,

dan aspek hukum dan peraturan yang mendukung.

Pada Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 Pasal 13,

menyebutkan bahwa terdapat beberapa tujuan dari penyelenggaraan pengelolaan

sampah, diantaranya yaitu :

1) Mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih


2) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat
3) Meningkatkan peran aktif masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan
sampah di daerah
4) Menjadikan sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai tambah.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tersebut juga menjelaskan

terkait penyelenggaraan pengelolaan sampah, sebagaimana yang terlampir pada

Pasal 11 menyebutkan bahwa penyelenggaraan program pengelolaan sampah

maka perlu dilakukan secara terpadu dengan menggerakkan unsur komponen

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan masyarakat terkait untuk

mendukunng pengelolaan sampah yang efektif dan efisien. Keterpaduan

penyelenggaraan pengelolaan sampah yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

melalui program dan kegiatan serta anggaran, keterpaduan program, kegiatan dan
38

anggaran dalam bentuk program pendidikan pengelolaan sampah, pemberdayaan

masyarakat dan bantuan sosial, penyebarluasan informasi, pengendalian dan

pencegahan pencemaran lingkungan akibat sampah, penegakan hukum dan

penerapan teknologi dalam penanganan sampah.

Selanjutnya mengacu berdasarkan pendapat yang kemukakan oleh Rofiah

(dalam Notadmodjo, 2014) menjelaskan bahwa terdapat dua tujuan dalam

pengelolan sampah, yaitu mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai

ekonomis dan mengolah sampah menjadi material yang tidak membahayakan

lingkungan dan masyarakat sekitar. Hal tersebut selaras dengan pendapat yang di

kemukakan oleh Murthado (dalam, Kurniawan, 2019) menjelaskan bahwa

pengelolaan sampah perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus

memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan juga menghasilkan

kegunaan baru, dimana pandangan tersebut melihat sampah sebagai sumber daya

yang manfaat dan nilai guna serta ekonomis setelah diolah.

5. Konsep Bank Sampah

Bank sampah merupakan sebuah sebutan atau julukan yang diberikan

kepada sebuah aktivitas pngolaan sampah. Istilah ini muncul karena sistem

penanganan sampah satu ini menggunakan manajemen seperti bank-bank pada

umumnya. Bank sampah menjadi metode alternatif pengelolaan sampah yang

efektif, aman, sehat dan ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan pada bank

sampah, masyarakat menabung dalam bentuk sampah yang sudah dikelompokkan

sesuai jenisnya sehingga dapat memudahkan pengelolaan bank sampah dalam

melakukan pengelolaan sampah seperti pemilahan dan pemisahan sampah


39

berdasarkan jenisnya sehingga tidak terjadi pencampuran antara sampah organik

dan non organik yang membuat bank sampah lebih efektif, aman, sehat dan ramah

lingkungan. Poltak (dalam Fathihani, 2021).

Dalam konsep bank sampah hal yang paling ditekankan adalah terkait

bagaimana sampah yang dianggap tidak berguna dapat memberikan manfaat

tersendiri dalam bentuk uang. Sehingga masyarakat termotivasi untuk memilah

sampah yang dihasilkan serta melalui proses pemilahan. Pada dasarnya

pencapaian penting melalui konsep bank sampah adalah membangun kesadaran

masyarakat terkait sampah yang memiliki nilai, sehingga mereka peduli untuk

mengelolanya, mulai dari pemilahan, pengomposan, hingga menjadikan sampah

sebagai barang yang bisa digunakan kembali dan bernilai ekonomis. Ratnah

(dalam Hikmah, 2021).

Maka berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah Pada Bank

Sampah. Menjelaskan bahwa bank sampah adalah fasilitas untuk mengelola

Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle), sebagai sarana edukasi,

perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah, dan pelaksanaan Ekonomi

Sirkular yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat, badan usaha, dan/atau

pemerintah daerah. Selanjutnya dalam peraturan tersebut pada pasal 1 nomor 7-8

menjelaskan bahwa bank sampah terdiri dari dua jenis, yaitu :

1) Bank Sampah Unit (BSU)


40

BSU adalah Bank Sampah yang area pelayanannya mencakup wilayah

administratif setingkat rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, atau

desa/sebutan lainnya.

2) Bank Sampah Induk (BSI)

BSI adalah Bank Sampah yang area pelayanannya mencakup wilayah

administratif kabupaten/kota.

Bank sampah adalah suatu tempat dimana terjadi kegiatan pelayanan

terhadap penabung sampah yang dilakukan oleh teller bank sampah, dimana

tujuan dibangunnya bank sampah sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri

namun adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat

“berkawan” dengan sampah untuk mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari

sampah. Sehingga bank sampah tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus

diintegrasikan dengan gerakan 3R di kalangan masyarakat yang ada (dalam

Suwerda, 2019). Maka dalam pelaksanaan kegiatan bank sampah tersebut,

terdapat tiga hal penting sebagai komponen utama terhadap implementasi program

bank sampah tersebut . Adapun tiga komponen utama tersebut diantaranya, yaitu :

1) Nasabah atau Penabung, yaitu seluruh warga baik secara individual


maupun kelompok yang menjadi anggota penabung sampah yang
dibuktikan dengan kepemilikan nomor rekening dan buku tabungan yang
sampah serta berhak atas hasil tabungan sampahnya.
2) Teller adalah petugas bank sampah yang bertugas melayani penabung
sampah. Bentuk layanan yang dilakukan yatu menimbang berat sampah,
melabeli jenis sampah, mencatat dalam buku induk dan berkomunikasi
dengan pengepul.
3) Pengepul adalah perseorangan atau lembaga yang menilai secara ekonomi
setiap sampah yang ditabung oleh warga, baik individual maupun
komunal.
41

Pada dasarnya cara kerja pada bank sampah umumnya hampir sama

dengan bank lainnya yaitu adanaya nasabah, pencatatan pembukuan serta

manajemen pengelolaannya. Maka secara pelayanan menabung juga akan sama

seperti menabung uang pada perbankan umumnya, dimana setiap penabung akan

mendapat nomor rekening dan buku tabungan sampah, hanya yang disetor oleh

nasabah bukan uang namun adalah sampah yang mempunyai nilai ekonomis

Siregar (dalam Perkasa, 2021).

Dalam pelaksanaan kegiatan menabung pada bank sampah, terdapat dua

mekanisme, diantaranya yaitu : Menabung sampah secara individual yaitu,

nasabah tersebut memilih sampah kertas, plastik, kaleng/botol dari rumah dan

secara berkala ditabung ke bank sampah. Selanjutnya adalah mekanisme

menabung sampah secara komunal yaitu, pihak nasabah terdiri sebagai kelompok

yang memilih sampah kertas, plastik, kaleng/botol dari rumah dan secara berkala

ditabung di TPS yang ada di tiap RT (kelompok masyarakat), kemudian petugas

bank sampah mengambil sampah di tiap TPS. (dalam Bambang, 2019).

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah Pada Bank Sampah.

Menjelaskan bagaimana pelayaanan nasabah terkait sistem tabungan dan

penarikan yaitu setiap sampah yang ditabung akan ditimbang dan dihargai sesuai

harga pasaran, dimana uang tersebut dapat langsung diambil penabung atau

dicatat dalam buku rekening yang dipersiapkan oleh BSI, namun baru dapat

diambil paling cepat dalam 3 (tiga) bulan. Maka dalam setiap buku rekening
42

tercantum kolom kredit, debit, dan balance yang mencatat setiap transaksi yang

pernah dilakukan dengan tujuan adalalh untuk memudahkan sistem administrasi.

6. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Istilah pemberdayaan semakin popular dalam konteks pembangunan dan

pengentasan kemiskinan. Konsep pemberdayaan ini berkembang dari realitan

individu atau masyarakat yang tidak berdaya atau pihak yang lemah. Ketidak

berdayaan atau memiliki kelemahan dalam berbagai aspek : pengetahuan,

pengalaman, sikap, keterampilan, modal usaha, networking, semangat, kerja

keras, ketekunan, dan aspek lainnya. Kelemahan dalam berbagai aspek tadi

mengakibatkan ketergantungan, keidakberdayaan, dan kemiskinan (M. Anwas,

2014).

Hakikat pemberdayaan adalah bagaimana membuat masyarakat mampu

membangun dirinya dan memperbaiki kehidupannya sendiri. Istilah mampu disini

mengandung makna: berdaya, paham, termotifasi, memiliki kesempatan, melihat

dan memanfaatkan peluang, beenergi, bekerjasama, tau sebagai alternative,

mampu mengambil sebagai keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari

dan menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai inisiatif. Sedangkan

indikator pemberdayaan maka paling tidak terdapatt empat hal, yaitu : merupakan

kegiatan yang terencana, yang kolektif, memperbaiki kehidupan masyarakat,

prioritas bagi kelompok lemah atau kurang beruntung, serta dilakukan melalui

program peningkatan kapasitas. Suharto (dalam Slamet, 2003)

Menurut salah-satu pendapat yang dikemukakan oleh Irmawita (dalam

Putra, 2020), menjelaskan terkait pemberdayaan masyarakat yaitu pemberdayaan


43

masyarakat merupakan proses pemberian semangat kepada individu yang belum

memiliki akses ke sumber daya pembangunan untuk menjalani dan

mengembangkan kehidupannya. Pada dasarnya implementasi dari kegiatan

pemberdayaan masyarakat adalah untuk menumbuhkan kualitas dan taraf hidup

pada masyarakat yang berfokus terhadap kebutuhan, potensi, serta keunikan dari

masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan pendapat lain yang dikemukakan oleh Mardikanto (dalam

Fitria, 2021) menjelaskan bahwa konsep pemberdayaan masyarakat berarti suatu

upaya untuk mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat

perekonomian masyarakat dengan melihat potensi yang ada pada masing-masing

masyarakat. Maka terdapat beberapa indikator keberhasilan yang dapat digunakan

untuk mengukur hasil dari pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat,

diantaranya yaitu :

1) Jumlah warga yang secara nyata tertarik untuk hadir dalam tiap kegiatan
yang dilaksanakan.
2) Frekuensi kehadiran tiap-tiap warga pada pelaksanaan tiap jenis kegiatan
3) Tingkat kemudahan penyelenggaraan program untuk memperoleh
persetujuan warga atas ide dikemukakan.
4) Adanya jumlah dan jenis ide yang dikemukakan oleh masyarakat
5) Meningkatnya kepedulian dan respon masyarakat terhadap program
pemberdayaan yang di laksanakan.
6) Berkurangnya permasalahan pada lingkungan masyarakat (sesuai tujuan
dari program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan).
7) Meningkatnya kemandirian masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat pada prinsip dasarnya bertujuan untuk

menciptakan suasana, kondisi atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

untuk berkembang dan dapat berperan aktif dalam pembangunan keberdayaan

secara berkelanjutan. Sedangkan pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi


44

kreatif bertujuan untuk membantu masyarakat agar mampu untuk membuat usaha

atau keterampilan yang dapat menghasilkan dan menguntungkan. Soeharsono

(dalam Hayrani, 2019).

Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata konsep ekonomi,

tetapi sering kali ditujukan untuk tujuan pengentasan kemiskinan dan

kesejahteraan masyarakat. Untuk berdaya dalam melawan factor-faktor yang

menyebabkan kemiskinan. Kegiatan pemberdayaan tersebut dilakukan melalui

berbagai kegiatan yang dapat : mendorong kemampuan dan keterampilan yang

sesuai dengan potensi dan kebutuhuan masyarakat, menciptakan berbagai

kesempatan kerja, menghidupkan kembali budaya dan kearifan-kearifan lokal

sebagai modal sosial, serta mengubah pola pikir masyarakat untuk berdaya dan

mandiri Chambers (dalam Margayaningsih, 2016).

Selanjutnya Suharto (dalam Sanjaya, 2016). Menjelaskan bahwa untuk

tercapainya tujuan dari suatu pelaksanakan pemberdayaan masyarakat, maka

diperlukan penerapan pendekatan pemberdayaan yang kemudian disingkat 5P,

diantaranya yaitu :

1) Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan


potensi masyarakat berkembang secara optimal.
2) Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.
3) Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompokkelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat ) antara yang kuat dan
lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap
kelompok lemah.
4) Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya.
45

5) Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi


keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat
Menurut pendapat yang kemukakan oleh Wrihatnolo (dalam Anggraini,

2019), menyebutkan bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat maka

beberapa tahapan, diantaranya yaitu sebagai berikut :

1) Tahap Penyadaran dan pembentukan, tahapan ini bertujuan agar


masyarakat menuju prilaku sadar dan peduli sehinggga merasa butuh
untuk meningkatan kapasitas diri, maka pada tahap ini biasanya dilakukan
dengan pendampingan. Pada dasarnya tahapan pertama ini merupakan
tahap persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat, dimana pihak
terkait dalam hal ini yaitu pemerintah sebagai pelaku pemberdayaan harus
berusaha menciptakan prakondisi, supaya dapat memfasilitasi
berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif.
2) Tahap Pengkapasitasan, memampukan masyarakat kurang mampu agar
memiliki ketrampilan untuk mengambil peluang yang diberikan dengan
melakukan pelatihan - pelatihan dan kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat. Maka pada tahapan kedua ini
masyarakat harus melewati proses pembelajaran terkait pengetahuan dan
kecakapan.
3) Tahap Pendayaan, pada tahapan ini dimana masyarakat diberi peluang
sesuai kemampuan melalui partisipasi aktif dan berkelanjutan dengan
memberikan peran yang lebih besar pada masyarakat sesuai kapasistas dan
kapabilitas serta akomodasi aspirasi dan dipandu untuk melakukan
evaluasi diri terhadap hasil pelaksanaan. Pada dasarnya tahapan
dimaksudkan untuk meningkatkan intelektualitas, kecakapan serta
keterampilan masyarakat dengan tujuan untuk membentuk kemampuan
dan kemandirian masyarakat. Sehingga masyarakat tersebut akan lebih
inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di pada
lingkungannya.

Pada dasarnya dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, maka

diperlukan strategi yang tepat, menurut Ginanjar (dalam Najiyati, 2005)

menyebutkan bahwa implementasi pemberdayaan terhadap masyarakat akan dapat

terlaksana jika pihak-pihak terkait telah mampu melalui tiga upaya ini,

diantaranya yaitu sebagai berikut :


46

a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat


untuk berkembang.
b. Memperkuat potensi yang dimilki oleh masyarakat dengan menerapkan
langkah-langkah nyata, menyediakan lingkungan, prasarana, dan sarana
baik fisik maupun sosial yang dapat dia akses oleh masyarakat.
c. Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah untuk mencegah
persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi terhadap yang lemah.

7. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Bank Sampah

Pemberdayaan masyarakat melalui bank sampah merupakan langkah awal

dari gerakan untuk bisa memberdayakan masyarakat. Hal tersebut karena melalui

kegiatan masyarakat dalam pengeleloaan dan pemanfaatan sampah pada program

bank sampah, dapat menjadi salah satu solusi alternatif dalam memperbaiki

kualitas lingkungan masyarakat. disisi lain melalui program bank sampah ini juga

akan membangun kolaborasi yang saling mendukung antara masyarakat dan pihak

kepemerintahan. (Fauziah, 2021).

Pola pengelolaan sampah melalui program bank sampah diperlukan

adanya keterlibatan masyarakat sebagai aktor yang dapat berperan aktif dalam

mengurangi volume sampah merupakan keputusan yang tepat dalam

mengantisipasi peningkatan jumlah volume sampah perkotaan yang terus

meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk. Sistem bank sampah (wasted

bank) dilihat sebagai inovasi yang tepat dalam mewujudkan pola perlindungan

lingkungan yang baik dan mulai digunakan pada berbagai daerah di Indonesia

Nugraha (dalam Aniq, 2019). Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor

pendukung keberhasilan Bank Sampah, di lain pihak, juga dapat dikatakan bahwa

kegiatan Bank Sampah dalam meningkatkan kapasitas warga, termasuk dalam

berpartisipasi (Mawaddah, 2013).


47

Selaras dengan pendapat lain yang di kemukakan oleh (Garindra, 2016)

menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat melalui program bank sampah

dapat menciptakan lingkungan bersih, sehat dan bebas dari sampah, mengurangi

resiko gangguan kesehatan. Selain itu, kegiatan pemberdayaan masyarakat

tersebut juga dapat menambah wirausahawan baru karena masyarakat dapat

membuat dan menjual hasil kerajinan daur ulang sampah dan pembuatan kompos

skala rumah tangga. Pada dasarnya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola

sampah melalui program bank sampah merupakan proses yang panjang dan

berkelanjutan. Maka diperlukan adanya pendampingan dan pembinaan secara

terus-menerus agar dapat memelihara dan meningkatkan motivasi masyarakat

dalam mengelola sampah serta dapat menjaga kegiatan tetap terarah sesuai tujuan

yang telah di tetapkan.

Menurut Bambang (dalam Garindra, 2016) menyebutkan bahwa dalam

menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan tabungan sampah atau bank

sampah dibagi kedalam beberapa tahapan kegiatan, diantaranya yaitu :

1) Sosialisasi tahap pertama


Sosialisasi tahap pertama ini bertujuan untuk menginformasikan kepada
masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga dan
disosialisasikan tentang konsep pengelolaan sampah serta mekanisme
dalam menabung sampah.
2) Membentuk tim pengelola sampah
Tim pengelola bank sampah yang sudah dibentuk akan bertanggung jawab
dalam melaksanakan dan mengawal keberlangsungan program tabungan
sampah di bank sampah. Pengelola bank sampah juga menentukan teknis
pelayanan tabungan sampah, seperti jadwal kegiatan, lokasi pelaksanaan
bank smapah, jadwal petugas piket bank sampah, penentuan pengepul
yang akan menjadi rekan kerja dan mekanisme penabungan sampah di
bank sampah.
3) Melakukan pelatihan tabungan sampah pada tim pengelola bank sampah
agar pengelola memahami dan dapat melaksanakan tugasnya dalam
48

pelayanan tabungan sampah dengan baik dan benar sesuai dengan


mekanisme yang telah ditetapkan.
4) Mendirikan bank sampah sebagai wadah kegiatan setelah tim pengelola
bank sampah terbentuk dan menerima pelatihan mengenai pengelolaan dan
mekanisme penabungan sampah.
5) Sosialisasi tahap kedua dilakukan dengan menyebarkan brosur dan
pemasangan leaflet tentang adanya sistem pengelolaan sampah dengan
bank sampah.
6) Melakukan pelayanan tabungan sampah oleh pengelola bank sampah
sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
7) Melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap kegiatan di bank
sampah berbasis masyarakat.
8) Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan sampah dengan
tabungan sampah yang dilaksanakan setiap sebulan sekali.

B. Penelitian Terdahulu

Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu atau kajian sebelumnya

yang selaras dengan penelitian ini, diantaranya yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

Dinas lingkungan hidup


Kota Pekanbaru belum - Metode Deskriptif - Jadwal atau waktu
Implementasi sepenuhnya memberi Kualitatif penelitian
Pengelolaan Bank kebijakan terhadap bank - PERDA Kota - Teori yang
Dharma Sampah Oleh sampah sekolah sehingga Pekanbaru No 08 digunakan
1. Yanti Pemerintah Kota masih belum tercapainya Tahun 2014 - Fokus terhadap
(2019) Pekanbaru (Studi tujuan dari peraturan daerah Tentang permasalahan
Kasus Bank tentang Peraturan Daerah Pengolahan bank sampah
Sampah Sekolah) untuk mewujudkan Kota Sampah sekola
Pekanbaru sebagai kota
sehat dan bersih
2. Aprizal Pemberdayaan Hasil penelitian - Metode Deskriptif - PERDA yang
(2018) Masyarakat menunjukkan bahwa Kualitatif digunakan
Melalui Daur kegiatan ini telah berhasil - Object penelitian
Ulang Sampah memberdayakan masyarakat - Lokasi penelitian
Plastik Pada Bank setempat untuk merubah - Jadwal atau waktu
Sampah Unit (Bsu) sampah menjadi barang penelitian
Mutiara di kerajinan yang bernilai,
Kelurahan keberhasilan kegiatan ini
Rappokalling berpengaruh pada
Kecamatan Tallo lingkungan disekitar Jl.
Kota Makassar Dg.Tantu 1 dan juga
berpengaruh pada aspek
ekonomi warga yang
bergabung dalam
49

kegiatan di bank sampah


Mutiara.
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa tahapan
pemberdayaan masyarakat
yang di laksanakan oleh
Bank Sampah Yayasan Pulo
Pemberdayan - Object dan tempat
Kambing Jakarta Timur
Masyarakat penelitian
berjalan dengan baik. - Metode Deskriptif - Jadwal atau waktu
Muna Melalui Bank
Sehingga terjadi perubahan Kualitatif
3. Fauziah Sampah Di penelitian
pola pikir masyarakat yang
(2021) Yayasan Pulo
lebih sadar, memiliki
Kambing Jakarta
kemauan dan merasa bahwa
Timur
hal tersebut kebutuhan
masyarakat dalam
mengatasi masalah
lingkungan.

Hasil dari penelitian ini


yaitu proses pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan
oleh Bank Sampah Induk
Berkah Jaya Plastindo
melalui tiga tahap yaitu
Pemberdayaan penyadaran, pembentukan
- Metode Deskriptif
Masyarakat dan transformasi - PERDA yang
Kualitatif
Melalui Bank pengetahuan, serta tahap digunakan
- Sama-sama
Sampah Berkah peningkatan kemampuan - Lokasi dan
membahas terkait
Mustafirin Jaya Plastindo intelektual. Dampak wilayah penelitian
4. bank induk
(2021) Oleh pemberdayaan masyarakat - Jadwal atau waktu
- mengkaji instansi
Dinas Lingkungan melalui Bank Sampah penelitian
yang sama yaitu
Hidup Kabupaten Induk Berkah Jaya
Dinas Lingkungan
Kotawaringin Plastindo yakni mampu
Hidup
Barat menambah pendapatan
ekonomi masyarakat,
lingkungan yang bersih
dan sehat, timbulnya
solidaritas yang tinggi, dan
mampu menjadi inspirasi
bank sampah lainnya.
Sumber : Data Modifikasi Penelitian, 2022

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran bertujuan untuk memberikan gambaran secara lebih

rinci terkait variabel penelitian beserta indikator yang digunakan sebagai alat ukur

terhadap variabel tersebut. Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang

digunakan dalam penelitian ini terkait “Pemberdayaan Masyarakat Dalam


50

Pengelolaan Sampah Melalui Program Bank Sampah Oleh Dinas Lingkungan

Hidup dan Kebersihan (Studi Kasus Bank Sampah Induk Kota Pekanbaru)”. Maka

dapat disimpulkan bahwa program bank sampah adalah sebagai salah satu

alternatif untuk memberdayakan masyarakat baik dari sisi peningkatan ekonomi

serta menciptakan lingkungan bersih dan sehat.

Berikut merupakan kerangka pikiran yang terdapat dalam penelitian ini,

yaitu sebagaimana terlampir dibawah ini :

Gambar II.1 : Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Masyarakat Dalam


Pengelolaan Sampah Melalui Program Bank Sampah Oleh
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (Studi Kasus Bank
Sampah Induk Kota Pekanbaru

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia


Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah
Pada Bank Sampah.

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru


Nomor 8 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Sampah

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan


Kota Pekanbaru

Tahapan Pelaksanaan dan Kegiatan


Program Bank Sampah

Implementasi Pemberdayaan Masyarakat


Melalui Program Bank Sampah
51

Sumber : Modifikasi Penelitian, 2022

D. Konsep Operasional

Konsep operasional adalah suatu unsur penelitian yang bertujuan sebagai

petunjuk terkait bagaimana suatu variabel penelitian akan diukur. Pada dasarnya

hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan proses pelaksanaan penelitian di

lapangan, maka diperlukan adanya operasionalisasi terhadap masing-masing

konsep yang digunakan, dimana operasionalisasi tersebut dimaksudkan untuk

menggambarkan baik perilaku, gejala maupun suatu fenomena yang diamati

dengan kata-kata serta dapat diuji dan diketahui kebenarannya. Berikut

merupakan uraian terkait konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini,

diantaranya yaitu :

a) Kebijakan merupakan serangkaian tindakan/kegiatan yang

direkomendasikan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam

konteks tertentu yang didasari oleh hambatan serta kemungkinan

kebijakan tersebut dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Adapun kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan

pemerintah terkait pengelolaan sampah.

b) Pengelolaan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume

sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat antara lain yaitu

pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendauran ulang.

c) Kebijakan pemerintah tersebut salah satunya adalah Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2021 Tentang Pengelolaan Sampah Pada Bank Sampah.


52

d) Peraturan pemerintah lainnya adalah Peraturan Daerah Kota Pekanbaru

Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah.

e) Pemberdayaan merupakan proses penguatan individu-individu atau

masyarakat untuk lebih berdaya serta memotivasi masyarakat tersebut agar

mempunyai kemampuan untuk lebih baik lagi.

f) Pemberdayaan masyarakat yaitu adalah suatu proses upaya dalam

menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam

mengenali, mengatasi, memlihara, melindungi, serta meningkatkan

kesejahteraan mereka sendiri.

g) Bank Sampah adalah konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah

sebagai tempat bagi masyarakat untuk dapat menambung sampah dengan

diberikannya pelayanan seperti pendataan melalui buku tabungan oleh

pengurus bank sampah layaknya perbankan namun yang ditabung bukan

uang melainkan sampah.

h) Dinas terkait yang bertugas melaksanakan kebijakan tersebut adalah Dinas

Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru.

i) Pelaksanaan kegiatan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan

secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan dan sasaran

dari program yang ditetapkan.

j) Pengawasan sebagai proses untuk menerapkan tugas pekerjaan yang sudah

dilaksanakan, maka diperlukan pengawasan pelaksanan kerja baik dengan

menilai maupun mengoreksi.


53

k) Dampak program bank sampah terhadap pemberdayaan masyarakat yang

dimaksud dalam penelitian ini yaitu melihat implementasi pelaksanaan

kegiatan berdasarkan rutinitas fungsi, partisipasi masyarakat serta masalah

yang dihadapi oleh bank tersebut.

l) Pemberdayaan masyarakat melalui bank sampah yaitu dimaksudkan untuk

mengukur dan mengetahui keberhasilan atas pelaksanaan program bank

sampah tersebut melalui dampak pelaksanaan secara ekonomi dan

lingkungan hidup.

E. Operasional Variabel

Tabel 2.2 : Operasional Variabel Penelitian “Pemberdayaan Masyarakat


Dalam Pengelolaan Sampah Melalui Program Bank Sampah
Oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (Studi Kasus
Bank Sampah Induk Kota Pekanbaru)”

Konsep Variabel Indikator Item yang dinilai


Pemberdayaan
Masyarakat
Dalam
Pengelolaan
Sampah Melalui
Program Bank
Sampah

Sumber : Modifikasi Penelitian, 2022


54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dimana penelitian kualitatif

lebih menunjukan suatu penelitian yang bersifat melibatkan subjek yang ada di

lokasi dan bersifat eksplisit dalam suatu situasi yang sedang terjadi, maka dari itu

penelitian kualitatif lebih dominan berinteraksi langsung dengan sumber.

Menurut John W. Cresswell penelitian kulitatif melihat suatu kejadian

yang terjadi yaitu kejadian yang realistis terjadi dalam situasi sosial oleh

kelompok yang ikut telibat, bahasa yang formal atau santai dan juga intens

digunakan dalam penelitian kulitatif (Creswell, 2015). Oleh karna itu penelitian

ini tidak berupa angka-angka tetapi berwujud sebuah kumpulan kata-kata atau

tulisan yang biasanya digunakan dalam sebuah penelitian sosial yang

menggambarkan Kajian Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Bank

Sampah Oleh Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan (Dlhk) Kota Pekanbaru

(Studi Kasus Bank Sampah Dalang Collection), Adapun pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan deskriptif yaitu pendekatan yang
55

mencoba untuk menjelaskan penggunaan bahasa secara aktual di lapangan,

dengan kata lain, pengunaan kata bahasa berdasarkan siapa yang menuturkannya.

Pendekatan deskriptif mengenai bahasa, atau disebut juga dengan lingustik

deskriptif adalah sebuh pendekatan yang objektif untuk menganalisa dan

menerangkan bagaimana bahasa diujarkan oleh narasumber atau pembicara saat

itu atau masa lampau. (Hutabarat, 2019). Pendekatan penelitian yang sedang

dilakukan di Bank Sampah Dalang Collection Pekanbaru.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Tuah Karya

KecamatanTampan Kota Pekanbaru, penulis memilih tempet ini sebagai tempat

lokasi penelitian karena di kelurahan Tuah Karya kecamatan Tampan Kota 41

Pekanbaru masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan pada

hal tempat pembuangan sampah telah ditetapkan. Sehingga peneliti melihat belum

terlaksananya dengan baik Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung

Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2014 tentang Pegelolaan Sampah

dikelurahan Tuah karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru.

C. Informan Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah

2. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah


56

D. Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan informan penelitian melalui

key informan dimana peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek

penelitian maupun informan penelitian dengan menggunakan purposive sampling.

Purposive sampling menurut (Hutabarat, 2019) yaitu teknik pengambilan

sampling yang ditetapkan dengan menyesuaikan pada tujuan atau pertimbangan

tertentu.

E. Jenis dan Sumber Data

Guna memperoleh data yang dibutuhkan, maka penulis membagi kedalam

dua bagian yaitu :

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber

dilapangan melalui wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang

berkenaan dengan

2. Data Sekunder yaitu data yang diambil dari Seksi Penanganan Dan

Pemrosesan Akhir Sampah......................................... dengan melakukan

riset kepustakaan meliputi :

a. Gambaran umum Seksi Penanganan Dan Pemrosesan Akhir

Sampah Kota Pekanbaru

b. Gambaran umum
57

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain :

1. Observasi

Yang penulis lakukan langung melakukan survei ke tempat penelitian

lokasi. Dengan melakukan observasi langsung dilapangan, penulis

dapat mengetahui kejadian sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Observasi dilakukan pada

2. Wawancara

mengumpulan jumlah-jumlah data yang dilakukan dengan cara

memberikan peranyaan-pertanyaan langsung terhadap responden yang

akan menerimanya sesuai dengan objek yang akan di teliti oleh penulis.

Adapun wawancara dilakukan dengan

3. Dokumentasi

Adalah data yang di kumpulkan melalui data-data yang di kutip dari

sebuah catatan, seperti dokumentasi dan administrasi sesuai dengan

masalah yang akan diteliti. Dengan begitu dokumentasi dapat di peroleh

dengan melalui arsip-arsip/dokumen-dokumen pada lembaga yang

ingin diteliti.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Nazir (1999 : 149 ) “Analisis data adalah mengelompokkan, membuat

suatu urutan, memanipulasi, serta menyingkirkan data sehingga mudah untuk

dibaca”. Dalam menganalisis data, data hasil dokumentasi dihubungkan dan

dilengkapi dengan data hasil wawancara.


58

Setelah data berhasil dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data diatas, maka

peneliti akan mengelompokkan sesuai dengan jenis data. Kemudian data tersebut

akan diolah dan dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan menggambarkan dan

memaparkan data yang berdasarkan kenyataan dilapangan dengan kondisi yang

terjadi saat penelitian.

H. Jadwal Waktu Kegiatan Penelitian

Tabel 2.1 Jadwal Waktu Penelitian

Bulan dan Minggu Tahun 2022


Jenis
No Februari Maret April Mei Juni Juli Ket
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan dan
1 penyusunan
UP
2 Seminar UP

3 Perbaikan UP
Perbaikan
4 daftar
kuisioner
Pengurusan
rekomendasi
5
penelitian
(riset)
Penelitian
6
Lapangan
Penelitian
7 dan analisis
data
Penyusunan
laporan
8
Peneltian
(Skripsi)
Konsultasi
9 Perbaikan
Skripsi
10 Ujian Skripsi

11 Refisi dan
59

Pengesahan
skripsi
Penggandaan
serta
12
Penyerahan
skripsi

DAFTAR KEPUSTAKAAN

a. Buku-buku

Abidin, Z.S., 2002, Kebijakan Publik, Jakarta, Yayasan Pancur Siwah.

Agus Purwanto, Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2012, Metode Penelitian
Kuantitatif, Untuk Admnisitrasi Publik, dan Masalah-masalah Sosial,
Gaya Media Jogyakarta

Dwijowijoto, R.N, 2008, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan


Evaluasi, Jakarta : Elex Media Komputindo.

Edwards III George. 1980. Implementing Public Policy. Washington, D.C. Robert
L. Peabody

Ehrenberg, Ronald G., dan Smith, Robert S, 2003. Modern Labor Economics:
Theoryand Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc. New
York City.

Feriyanto, Andri, 2015. Pengantar Manajemen (3 In 1). Yogyakarta. Mediatera.

Gie The Liang, 2000, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara


RepublikIndonesia; suatu analisa tentang masalah-masalah
desentralisasi dancara-cara penyelesaiannya, Jilid I, Gunung Agung,
Jakarta

Hamidi Jazim, 1999, Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang


Layak(AAUPL) Di Lingkungan Peradilan Administrasi Indonesia,
Cetakan I, Citra Aditya Bakti, Bandung

Hanif, Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah.
Jakarta:Grasindo.
60

Ibrahim Jimmy Mohamad, 2004, Prospek Otonomi Daerah; Dalam


RangkaMemberikan Peranan Yang Lebih Besar Kepada Pemerintah
DaerahTingkat II, Cetakan I, Dahara Prize, Semarang

Ikram,dkk.1990. Peranan Pasar Terhadap Masyarakat

Islamy, M. Irfan, 2000, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta:


Sinar Grafika.

Kaho Joseph Riwu, 1997, Prospek Otonomi Daerah Di Negara


RepublikIndonesia; identifikasi beberapa faktor yang
mempengaruhipenyelenggaraannya, Edisi I, Cetakan IV, RajaGrafindo
Persada, Jakarta

Koentjoro Diana Halim, 2004, Hukum Administrasi Negara, Cetakan 1, Ghalia


Indonesia

Kuper Adam & Yessica Kuper, 2000, “Ensiklopedia Ilmu-Ilmu Sosial”, PT


RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Labolo, Muhadam. 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Rajagrafindo


Persada

Manan, Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum
(PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta.

Mardiasmo, 2002, “Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah”. Penerbit


ANDI, Yogyakarta.

Murti Sumarni dan Salamah W. 1995. Metodologi Penelitian Bisnis. Penerbit


Andi Offset.

Munaf, Yusri, 2016. Hukum Administrasi Negara, Marpoyan Tujuh. Pekanbaru

Nazir. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta :


Rineka Cipta

Ndraha, Taqliziduhu, 1997, Pembangunan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

Nyimas Dwi Koryati;dkk. 2005. Kebijakan dan Manajemen Pembangunan


Wilayah. Yogyakarta : YPAPI
61

Pressman, J.L. and Wildavsky, 2012. Implementation. Barkley and Los Angeles:
University of California Press

Rasyid Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan. Jakarta: Mutiara Sumberdaya

Sedarmayanti. 2004. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan


Kepemimpinan Masa Depan. Bandung: Refika Aditama

Suharto, Edi, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT. Refika


Aditama, Bandung.

Supriatna, Tjahya, 1996, Birokrasi, Pemberdayaan, dan PengentasanKemiskinan,


Humaniora Utama Press, Bandung.

Suryadi. 1975. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT. Reflika


Aditama.

Syafiie, Inu Kencana, 2005. Ilmu Pemerintatym (edisi revisi). Mondar Maju,
Bandung.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. Drs. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi.


Lukman Offset & YPAPI. Yogyakarta.

Van Meter, D.S. and Van Horn, C.E. 1975. The Policy Implementation Process :
A Conceptual framework.” Administration And Society. February

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan:Dari Formulasi ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta:PT. Bumi Aksara

Yudoyono, Bambang. 2001. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

b. Dokumentasi :

Undang-undang Dasar 1945

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 11 Tahun 2001 Tentang Penataan Dan
Pembinaan Pedagang Pedagang Kaki Lima

Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 13 Tahun 2009 tentang susunan Organisasi,


Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Pasar
Kota Pekanbaru

Wikipedia Indonesia (www.wikipedia.com)


62

Anda mungkin juga menyukai