PENDAHULUAN
Potensi sumberdaya ikan laut diseluruh Indonesia yang terdiri dari ikan
pelagis dan ikan demersal diduga sebesar 6,11 juta ton per tahun, sementara produksi
tahunan ikan laut Indonesia pada tahun 2000 mencapai 2,93 juta ton. Ini
47,93 persen (Boer, dkk., 2001). Pada tahun 2002 tingkat pemanfaatan telah
mencapai 70% dari potensi lestari atau dengan produksi sebesar 4,27 juta ton
berarti masih tersedia peluang pengembangan sebesar 20 % dari potensi lestari atau
perikanan yang paling melimpah (Merta, 1992) disamping ikan demersal, Ikan
pelagis paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari
berbagai kalangan dan juga sebagai produk unggulan ekspor ke berbagai negara.
Penyebaran ikan pelagis merata diseluruh perairan, namun ada beberapa yang
tertangkap di selat Bali, Layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makassar, Ambon
dan laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger kanagurta) di Selat Malaka dan
yang potensial akan ikan-ikan pelagis khususnya ikan Lemuru yang memiliki hasil
tangkapan cukup tinggi setiap tahun. Mertha (1992) menyatakan bahwa kepadatan
rata-rata ikan pelagis di Selat Bali sebesar 7,2 tons/km2. Berdasarkan data hasil usaha
dan penangkapan nelayan dari dinas perikanan propinsi Bali menunjukkan bahwa
pendaratan ikan lemuru sejak tahun 1950 2003 mengalami peningkatan. Potensi
lestari perairan Selat Bali di perkirakan sebesar 44,947 ton/tahun (Stasistik Perikanan,
2004). Pada tahun 2003 pemanfaatan ikan di kabupaten Jembrana yang merupakan
daerah pesisir propinsi Bali yang berada di sepanjang perairan Selat Bali sebesar
38,92 juta ton. Umumnya hasil tangkapan tersebut didominasi oleh ikan pelagis
khususnya ikan lemuru. Meskipun potensi perairan Selat Bali dapat diperkirakan dari
hasil tangkapan namun penyebaran ikan dilaut yang sebenarnya belum bisa
dipastikan karena lautan yang luas, sifat ikan yang dinamis dan keberadaannya
dipengaruhi oleh kondisi oseanografi dan ketersediaan makanan. Oleh karena itu
dibutuhkan data yang cepat dan akurat tentang kelimpahan dan penyebaran ikan
tangkapan dapat dikembangkan. Untuk memperoleh data dan informasi tersebut maka
teknologi.
Salah satu metode untuk mengetahui penyebaran ikan yang telah berkembang
saat ini adalah metode hidroakustik yang memanfaatkan gelombang suara, dimana
metode hidroakustik ini cukup efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi yang
akurat dan berkesinambungan. Disamping itu, dengan metode akustik, estimasi stok
secara langsung dalam wilayah yang luas tanpa harus bergantung pada data statistik
perikanan, tidak berbahaya/merusak lingkungan dan data dapat diproses dalam waktu
singkat.
Dalam penelitian ini sistem akustik yang digunakan adalah sistem akustik bim
terbagi (split beam acoustic). Sistem yang merupakan keunggulan teknologi yang
(Digital Echo Integrator) yang memiliki kelemahan dalam mendapatkan nilai in-situ
target strength. SIMRAD telah membuat echo sounder khusus untuk tujuan riset
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan daerah penangkapan ikan,
dengan menganalisis data densitas ikan-ikan pelagis yang telah diperoleh dengan
metode akustik yang dihubungkan dengan parameter oseanografi seperti suhu dan
salinitas.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai gambaran (data base) bagi
bergerak sehingga mereka tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air
yang disebabkan oleh angin (Nybakken, 1992). Ikan pelagis merupakan ikan yang
tidak terikat pada pantai atau perairan pantai sebagai persyaratan hidupnya, dapat
dimana ikan-ikan pelagis akan mencari kondisi lingkungan yang cocok dengan
kondisi tubuhnya. Daerah yang banyak diminati oleh ikan pelagis adalah daerah yang
masih mendapatkan cahaya matahari yang dikenal sebagai daerah fotik dimana suhu
yang optimal bagi ikan pelagis yaitu 28o C 30oC. Pada siang hari suhu lapisan
permukaan menjadi panas dari suhu optimal, akibatnya ikan pelagis akan beruaya
kelapisan agak bawah (kedalaman 12 22 meter). Pada malam hari, ikan pelagis
hampir menempati seluruh kolom perairan dengan merata dan biasanya jenis ikan
demersal akan beruaya ke lapisan atas dan berbaur dengan ikan pelagis (Gunarso,
1988).
1992).
Migrasi ikan-ikan pelagis dipengaruhi oleh arus laut. Artinya bahwa ikan-ikan
berdasarkan sebaran TS dan pendugaan panjang tubuh ikan, seperti tertera pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1. Kriteria ukuran panjang dugaan ikan Melalui Nilai Target Strength
Penyebaran ikan perlu untuk diketahui karena dapat berguna untuk menjawab
pertanyaan seperti dimana ikan berada pada suatu waktu tertentu, atau sebaliknya
kapan ikan akan muncul pada suatu tempat tertentu, bagaimana sifatnya, apakah
mereka membentuk kelompok atau menyebar, apakah ikan tersebut bersifat menetap,
sementara atau sekedar lalu saja, apa saja aktivitas ikan di tempat tersebut atau ada
berbagai sebab lainnya. Selain itu juga bagaimana reaksi ikan terhadap berbagai
tenaga ataupun faktor alami yang ada di daerah penangkapan tersebut (Gunarso,
1988).
Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi
ini meliputi faktor fisik, kimia dan biologi lingkungan (Gunarso, 1988).
terhadap keberadaan sumberdaya ikan adalah faktor suhu dan salinitas. Kedua faktor
ini menarik untuk diamati karena berperan dalam kelangsungan hidup ikan. Adanya
Nontji (1987), menyatakan bahwa suhu air laut merupakan faktor yang
tersebut bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut tetapi juga
Pada dasarnya suhu air laut dipengaruhi oleh panas matahari yang diterima
oleh lapisan permukaan air laut, selain faktor tersebut faktor lain yang
A A A
Gambar 1. Diagram pengaruh Suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan
distribusi ikan (Laevastu and Hayes, 1981)
Pengaruh suhu secara langsung pada kehidupan laut adalah pada laju
metabolisme dan siklus reproduksinya, sehingg cara makan dan pertumbuhannya juga
banyak ditentukan oleh susunan suhunya secara vertikal. Ikan pelagis akan berenang
sedikit ke sebelah dalam pada wktu suhu permukaan lebih tinggi dari pada biasanya.
Jadi dalam suatu operasi penangkapan ikan terutama ikan pelagis, sangat penting
untuk mengetahui suhu optimum dari jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan
(Gunarso, 1988).
II.2.2 Salinitas
Dalam literatur oseanologi dikenal istilah salinitas (yang sering juga disebut
kadar garam atau kegaraman). Yang dimaksud salinitas adalah jumlah berat semua
garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam
Salinitas lingkungan
Dewasa Distribusi
Ketersediaan ikan
Variasi salinitas di laut lepas relatif kecil, lain halnya dengan daerah pesisir
yang mempunyai variasi yang lebih besar, yang diakibatkan oleh adanya run off dari
sungai. Salinitas di laut secara fisiologis mempengaruhi kehidupan biota laut karena
erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel
dilaut relatif stabil yaitu berkisar antara 30 %o sampai dengan 36 %o kecuali untuk
larva-larva yang tidak bisa menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik. Namun
demikian ikan akan cenderung memilih medium dengan kadar salinitas yang sesuai
dengan tekanan osmotik tubuh masing-masing, sehingga hal ini akan mempengaruhi
Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut Selat sebelah utara sangat
sempit yaitu sekitar 1 mil laut, yang melebar kearah selatan. Mulut selat yang
menghadap Samudera Hindia lebih lebar, yaitu sekitar 28 mil laut. Dengan bentuk
demikian maka perairan selat Bali cenderung untuk lebih dipengaruhi oleh massa air
Samudera Hindia dibandingkan oleh massa air dari Laut Flores atau Selat Madura.
Perairan ini dangkal di sebelah utara (sekitar 50m), akan menjadi sangat dalam
bahwa pada musim barat, terjadi arus pantai Jawa yang bergerak kearah timur
sepanjang pantai selatan Jawa. Arus ini mencapai kedalaman 250 meter dan
merupakan arus kuat, sebagian dari arus kuat ini memasuki Selat Bali. Massa air ini
ditandai dengan salinitas sekitar 35 %o dan suhu tinggi (sekitar 30 oC). Pada musim
pantai selatan pulau Jawa dan Pulau Sumbawa. Pada saat yang sama arus khatulistiwa
selatan meluas ke arah utara dan mendesak arus pantai Jawa. Di Selat Bali keadaan
ini menyebabkan upwelling yang menyebabkan kondisi air dengan salinitas tinggi di
negara maju dan pada beberapa lembaga penelitian. Peralatan echo integrator
digunakan untuk mendapatkan integrasi sinyal echo dari echo sounder bim tunggal,
bim ganda maupun bim terbagi atau sonar konvensional. Tingkat ketepatan teknik ini
didapat dengan menggunakan peralatan dan metode akustik dalam pendugaan dan
Teknik bim terbagi pertama kali dimasukkan dalam ES 3800 oleh SIMRAD
di awal tahun 1980-an dan pada tahun 1985 diperkenalkan kepada nelayan Jepang
sebagai alat bantu dalam menentukan lokasi penangkapan ikan. Echo sounder bim
terbagi terdiri dari dua kabinet dan sebuah transducer bim terbagi. Kabinet pertama
adalah display berwarna beresolusi tinggi untuk menampilkan echogram secara real
time, kabinet ini juga berfungsi sebagai pengontrol untuk menjalankan echo sounder.
Kabinet kedua adalah Transceiver terdiri dari unit echosounder elektronik, yang
terdiri dari transmiter dan receiver. Kabinet ini juga dilengkapi dengan sarana
hubungan pararel input output untuk berhubungan dengan bagian luar echo sounder
(SIMRAD, 1993).
terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), Aft (buritan kapal), Port (sisi
pada waktu yang bersamaan. Sinyal yang terpantul dari target diterima secara terpisah
menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transducer terletak
pada pusat bim suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh
keempat bagian transducer pada waktu yang bersamaan. Tetapi jika target yang
terdeteksi tidak terletak tepat pada sumbu pusat dari bim suara, maka echo yang
kembali akan diterima lebih dahulu oleh bagian transducer yang paling dekat dari
target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari fullbeam.
Split beam echo sounder modern memiliki fungsi time varied gain (TVG) di
dalam sistem perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara otomatis untuk
dan absorbsi suara ketika merambat kedalam air. Ada dua tipe fungsi TVG yaitu TVG
yang bekerja untuk echo ikan tunggal yang disebut fungsi TVG 40 log R dan fungsi
ukuran ikan yang sama tanpa tergantung dari jarak target terhadap transducer
sehingga kekuatan echo hanya bergantung dari echo target strength yang
bersangkutan. Begitu juga fungsi TVG 20 log R yang menghasilkan sinyal amplitudo
yang sama untuk kelompok ikan dengan ukuran yang sama tanpa tergantung dari
Pengolahan data yang tepat dari split beam echosounder sangat tergantung
menghubungkan komputer dengan split beam echo sounder dan software digunakan
untuk mengukur data dari echo sounder pada komputer. Posisi target yang terdeteksi
dalam bim suara diberikan dalam bentuk informasi sudut alongship dan atwartship.
Informasi sudut ini sangat membantu untuk menentukan target strength ikan in-situ
oleh sounder SIMRAD EY 500 dan EK 500. Data diterima dari sounder dan disimpan
pada harddisk dalam struktur telegram dasar EP 500 kemudian memproses data ini
Versi software yang digunakan untuk mengolah data ini adalah EP 500 versi
1. Bagian Menu
Bagian teratas 1 cm dari screen akan selalu berisi main menu. Jika menu ini aktif
2. Bagian Echogram
informasi yang berhubungan dengan file yang sedang ditampilkan dan beberapa
meter dari pusat akustik target dan berbanding terhadap intensitas suara yang
mengenai target.
melalui sebuah alat transduser dan mengenai atau membentur target di dalam kolom
air, maka akan terjadi pemantulan gema (echo) energi dari target itu. Akan tetapi tidak
semua energi yang membentur target tersebut dapat dipantulkan, karena ada juga
yang diabsorb dan ada pula yang melewati target itu. Banyak faktor yang
mempengaruhi nilai target strength dari ikan, antara lain ukuran dan bentuk ikan,
sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap transduser, keberadaan gelembung renang,
acoustic impedance dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit, distribusi dari
sirip dan ekor) walaupun pengaruh faktor terakhir ini kecil karena nilai kerapatannya
suara, yang dapat dinyatakan dalam bentuk intensity target strength dan energy target
strength. Nilai dan karakteristik target strength ikan ini ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu ukuran ikan (panjang badan), bentuk tubuh, spesies ikan, gelembung
diartikan sebagai 10 kali nilai logaritma dari intensitas suara yang di pantulkan (Ir)
pada jarak satu meter dari target, dan dibagi dengan intensitas suara yang membentur
backscattering cross section (bs) dari target yang mengembalikan sinyal, seperti
TS = 10 log Ir Ii
10 log ( 4 )
10 log bs . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (03)
Intensitas dari echo yang dipantulkan kembali oleh target tunggal dapat
Untuk mendapatkan target strength atau bs, maka faktor skala, peredaman
dan beam pattern harus terlebih dahulu dieliminir. Faktor skala dan peredaman dapat
akustik dual beam, faktor beam pattern dieliminir dengan menggunakan narrow
beam dan wide beam, sedangkan pada sistem akustik split beam dilakukan pembagian
transduser atas empat kuadran secara elektrik, seperti pada Gambar 3 ini:
kuadran secara simultan, tapi pada saat menerima echo yang kembali dari target,
kuadran digabungkan kembali membentuk full beam dan dua set split beam untuk
FS FP Sum Amplitudo
Compensator Output
AS AP Signal
Transducer Phase
Detector
diperbesar secara terpisah dalam empat saluran receiver yang memungkinkan arah
datangnya echo dapat ditentukan. Sinyal echo sampai ke transduser pada waktu yang
berbeda di empat kuadran, sehingga dengan adanya phase detector, maka phase
angle dari tiap kuadran dapat dibedakan (Simrad EY500, 1997). Sudut lokasi dari
suatu target tunggal dapat ditentukan dari perbedaan phase electric antara separuh
transduser. Pada sisi alongship, beda phase dapat diperoleh dengan cara
Dengan diketahuinya beda phase 1 dan 2, maka koordinat sudut (,) dari
Setelah diperoleh nilai sudut 1 dan 2, maka faktor beam pattern dapat dihitung,
= b0 L2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (06)
TS = 20 lo L + b0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (07)
Coates (1990) merumuskan persamaan yang menghubungkan backscattering
cross section (), panjang ikan (L) dan panjang gelombang ():
/2 = a ( L/ )b ( dB ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (08)
dimana:
a dan b adalah konstanta yang tergantung dari anatomi, ukuran ikan dan
panjang gelombang.
Namun dari hasil penelitian yang dilakukan Foote (1987), menunjukkan tidak ada
diformulasikanlah suatu hubungan antara target strength dengan panjang ikan sebagai
berikut:
strength) dimana tergantung dari spesies ikan. Menurut Foote dalam Arnaya (1991 b)
pada pengukuran in-situ target strength ikan dengan survey akustik, nilai rata-rata
target strength mempunyai hubungan linear dengan nilai rata-rata panjang ikan
(dalam cm). Untuk target dengan gelembung renang tertutup (physoclist) nilai A
adalah 67,4, ikan dengan gelembung renang terbuka (physostome) nilai A adalah
membedakan spesies ikan, namun untuk mengetahui spesies ikan yang sebenarnya,
sebagainya.
dianggap membentuk suatu lapisan perairan dengan tebal perairan sesuai dengan
ketebalan kelompok ikan. Lapisan perairan ini merupakan bidang-bidang datar dan
integrasi echo dilakukan untuk bidang datar berlapis-lapis dan berturut-turut hingga
berada pada suatu volume air tertentu yang diinsonifikasi secara sesaat oleh
gelombang suara dapat disebut multiple target, selanjutnya dikatakan jika individu
target menyebar normal, maka total power yang dipantulkan oleh multiple target akan
Untuk suatu kelompok target sebanyak n target akan dapat diduga nilai rata-
r = Ii / 4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (13)
sehingga: Ir total = ( n / 4) Ii ................... (14)
Persamaan (15) ini merupakan dasar untuk menduga secara kuantitatif stok ikan
dengan hidroakustik dan apabila ditulis dalam bentuk logaritmik akan menjadi:
SV = 10 log n + TS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (16)
dimana:
SV adalah volume backscattering strength.
Ir Ii
Ir total n Ii
Gambar 6. Pemantulan suara (echo) dari single dan multiple target (Burczynski, 1982)
Menurut Johanesson dan Mitson (1983) bahwa untuk sebuah integrasi pada
dari suatu ukuran intensitas akustik, direfleksikan dari tiap m3 air yang dijumlahkan
SV = 10 log v + TS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (17)
n N
(Vo 2
)n
SV n 1
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (18)
Ci( R2 R1 )
dimana:
Ci : menggambarkan parameter SL, SRT, dan lain-lain.
N = R/(C/2) : jumlah panjang pulsa yang terjadi dalam R
(Vo2)n : kuadrat dari keluaran voltase ke-n
Jika SV diketahui, maka rataan densitas ikan untuk suatu integrasi dapat
Vo
2
.dR
dr . . . . . . . . . . . . . . . . . (19)
M = Ge R1
dimana:
Ge : faktor gain echo integrator
Vo : keluaran voltase yang diperoleh dari VR yang langsung masuk ke input
terminal dari integrator
SV R = M/Ci.Ge . . . . . . . . . . . . . . . . . (20)
v / R = A ....................... (22)
Selanjutnya dalam sistem akustik bim terbagi (split beam), persamaan (22)
diaplikasikan dengan:
A = SA / bs ...................... (23)
bs = rata-rata ( / A) . . . . . . . . . . . . . . . (26)
menjadi:
R2
Sv.dr . . . . . . . . . . . . (28)
Sa= 4 R2 R1 (1852 m/nm)2
Koefisien area backscattering (Sa) dari persamaan (28) dikalkulasi untuk setiap area
terpilih yang dideteksi secara hidroakustik, dan dari nilai tersebut diperoleh nilai
SaS A
. . . . . . . . . . . . (29)
Sv = 4R2 ( R2R1)
.R (1852m / nm) 2(R2
2
R1 )
Jangka waktu tersebut mencakup survei lapangan, penelitian lapangan, analisis data
Sulawesi Selatan sedang analisis data akustik dan CTD dilaksanakan di Pusat
Propinsi Sulawesi-Selatan.
1. Kapal Penelitian
Kapal yang digunakan untuk penelitian ini adalah Kapal Motor Trevally
milik Balai Penelitian Perikanan Laut Semarang. Kapal ini dilengkapi dengan
peralatan navigasi dan peralatan penelitian lainnya, spesifikasi dan gambar dari kapal
bim terbagi (split beam echo sounder) dimana transducer-nya terbagi menjadi empat
kuadran.
Alat yang digunakan untuk sampling ikan adalah purse seine, sedangkan
untuk mengukur distribusi frekuensi panjang ikan digunakan mistar atau meteran.
- Archview 3.2
6. Peta Laut
7. Global Positioning System (GPS) Merek FURUNO, yang digunakan dalam
penentuan posisi pengambilan data pada saat survei akustik, penentuan titik
1. Desain Survei
Dalam prakteknya karena keterbatasan waktu yang tersedia untuk melakukan survei,
hanya sebagian kecil dari volume perairan yang dapat diamati dengan akustik. Jadi
pengukuran akustik adalah contoh yang diasumsikan mewakili distribusi ikan yang
lebih luas. Desain survei adalah rencana cruise track, yang perlu dipertimbangkan
dengan baik untuk kemajuan survei itu sendiri. Tujuannya untuk menjamin bahwa
digunakan untuk menghasilkan yang terbaik dan semua informasi yang dibutuhkan
d. Merencanakan panjang dari cruise track pada peta, pastikan bahwa sampel
yang representatif akan dikumpulkan dari semua bagian area sepanjang area
Jika survei didesain dengan baik, hal ini akan mempermudah untuk analisis
data kemudian dan menghasilkan hasil yang memuaskan. Ide buruk untuk memulai
survei tanpa strategi atau rencana bagaimana survei itu akan dilakukan. Hal ini hanya
Pada penelitian ini desain bentuk jalur survei yang digunakan adalah bentuk
pararel line grid dimana model ini dianggap mewakili untuk mendapatkan data
akustik perairan Selat Bali secara keseluruhan. Bentuk ini merupakan jalur survei
yang dibuat oleh Pusat Riset dan Teknologi Kelautan (PRTK) pada survei Riset
Peningkatan Informasi Peta Fishing Ground Melalui Validasi dan Verifikasi Data
2. Kalibrasi Alat
target yang telah diketahui target strength-nya diturunkan kedalam air tepat ditengah-
tengah bim suara. Reference target umumnya berupa bola logam. Simrad menetapkan
pemakaian bola logam dari bahan tembaga (Cu) dimana untuk setiap frekuensi
dibutuhkan, maka echosounder perlu untuk dikalibrasi. Kalibrasi sebelum dan setelah
kalibrasi dilakukan sedikitnya satu kali dalam satu tahun dan untuk area yang
mempunyai musim panas dan musim dingin sekurang-kurangnya 2 kali dalam satu
tahun.
Pada saat kalibrasi diperlukan setting alat pada sounder unit Simrad EY500
yaitu :
- Noise margin : 0 dB
Kalibrasi pada saat dilapangan harus berada pada kondisi perairan yang
memungkinkan kapal untuk diam/stabil. Kapal harus turun jangkar diperairan yang
tenang.
Reference target terbuat dari bahan tembaga yang khusus dibuat simrad untuk
memberikan keelektrikan yang murni. Tali yang dipakai adalah monofilamen untuk
mengurangi pantulan atau noise. Untuk frekuensi transducer yang digunakan pada
penelitian ini yaitu 38 KHz maka diameter sphere yang dipakai untuk kalibrasi yaitu
3. Data Akustik
SIMRAD EY500 yang ditempatkan diatas kapal dengan penempatan transducer bim
terbagi yang menggunakan metode side mounted yaitu transducer ditempatkan pada
CTD+ (Model 606+) dengan menurunkan probe untuk pengukuran suhu dan salinitas
pada setiap strata kedalaman dari tiap-tiap stasiun pengamatan yang telah ditentukan
4. Sampling Ikan
Sampling ikan dilakukan dengan menggunakan purse seine pada salah satu
stasiun pengambilan data oseanografi, yang dianggap mewakili seluruh perairan selat
Bali. Sampling ikan ini hanya dilakukan satu kali dengan tujuan untuk mendapatkan
data panjang ikan (L) yang selanjutnya digunakan sebagai validasi data Echo
Sounder.
Purse seine adalah salah satu bentuk alat tangkap ikan dengan metode
penyaringan. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil yang
sudah umum digunakan oleh nelayan di Selat Bali untuk menangkap ikan pelagis
terutama Lemuru. Alat tangkap ini dioperasikan pada malam hari menjelang pagi
yang membawa/menarik salah satu ujung jaring. Sementara perahu kecil melingkari
schooling ikan, kapal tetap diam ditempat hingga ujung jaring yang ditarik oleh
perahu kecil telah melingkari gerombolan ikan secara penuh (ujung jaring yang
dikapal dihubungkan dengan ujung jaring yang dibawa oleh perahu kecil.
sedangkan jaring bawah dihubungkan oleh cincin yang terbuat dari logam. Cincin ini
juga berfungsi sebagai pemberat sehingga purse seine tenggelam sampai kedalaman
lebih dari 25 m. Setelah ujung jaring dihubungkan perahu kecil berpindah kesisi
yang berlawanan dengan lokasi alat tangkap kemudian mesin Derek diatas geladak
kapal menangkap kedua ujung jaring kemudian ditarik secara perlahan-lahan keatas
Setelah purse seine dinaikkan keatas kapal, ikan hasil tangkapan dimasukkan
kedalam cool box yang berisi es, kemudian diukur panjangnya yaitu untuk ikan
pelagis kecil dengan menggunakan mistar sedangkan untuk ikan yang berukuran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2002 Laporan Statistik Perikanan. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi
Sul-Sel, Makassar.
Anonim., 2004. Kabupaten Barru dalam Angka. Kerja sama BPS dan BAPPEDA
Kab. Barru, Makassar.
Budiarti, T., 2001. Budidaya Udang Windu (Peneus monodon Fab) Berwawasan
Lingkungan. Program Pasca Sarjana Isntitut Pertanian Bogor, Bogor.
Lathrop, Jr. R.G. dan J. A. Bognar., 1998. Applying GIS and Landscape Ecological
Principles to Evaluate Land Conservation Alternative. Rutgers University,
New Brunswick, USA.
Mastra R., 1992. Pemenuhan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia Sebagai
Pemakai GIS. Seminar Nasional SIG. Ikatan Mahasiswa Geodesi ITB,
Bandung.
Murai Shunji., 1992. Remote Sensing Note. National Space Development Agency of
Japan (NASDA)/Remote Sensing Technology Center of Japan (RESTE),
Japan.
Selamat, M.B (2002). Penuntun Praktikum Sistem Informasi Geografis. Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Suseno. S., 1982. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT. Gramedia,
Jakarta.
Tim Kerja Survey Dasar., (1995). Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan
Marin Sulawesi Selatan. BAKOSURTANAL, Jakarta.