Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DAUR ULANG SAMPAH

“PERAN PEMERINTAH, BANK SAMPAH, PEMULUNG/ LAPAK, TPS


3R, TPST, PERUSAHAAN SWASTA/ MANUFAKTUR”

OLEH :

KELOMPOK I

ANGGOTA :

RADIX HARITZA (1510941021)

ANUGRAH ANDIKMON (1610942002)

JUMITA RAHMI (1610941011)

FIQI ARKAN SHADIQ (1610942011)

MELIA ANNISA AKMAL (1610943011)

DOSEN :

SLAMET RAHARJO

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah perkotaan dapat dibedakan menjadi sampah rumah tangga, sampah


sejenis sampah rumah tangga dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga adalah
sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah
sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
Sedangkan sampah spesifik merupakan timbulan Sampah yang perlu penanganan
secara spesifik, baik karena karakteristiknya, volumenya, frekuensi timbulnya
ataupun karena faktor lainnya yang memerlukan cara penanganan yang tidak
normatif berurutan, tetapi memerlukan suatu metodologi yang hanya sesuai
dengan situasi dan kondisi tertentu.

1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan

1.2.1 Maksud Penulisan

Maksud dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
pilihan Daur Ulang Sampah.

1.2.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui tentang peranan-
peranan beberapa pihak terkait dengan pengelolaan sampah di Indonesia

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai peran serta dari
beberapa pihak terkait dengan pengelolaan sampah di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota, khususnya di kota-kota besar


di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, mengakibatkan
munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah
sampah. Tanaka (2008) mengungkapkan bahwa konsumsi energi di dunia dapat
dijadikan indikator terhadap peningkatan kenaikan jumlah limbah yang dihasilkan
secara menyeluruh. Jumlah komposisi dan karakteristik sampah tidak terlepas dari
pola kecendrungan konsumsi masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kenaikan
jumlah penduduk, maka kenaikan jumlah sampah yang dihasilkan tidak terlepas
dari pola dan kecendrungan konsumsi masyarakat itu sendiri. (Damanhuri, 2016)

Sampah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan
yang berbentuk padat, lumpur, cair maupun gas yang dibuang karena tidak
dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Sampah perkotaan dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu (PP 27, 2020) :

1. Sampah Rumah Tangga


Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
3. Sampah Spesifik
Sampah spesifik adalah timbulan sampah yang perlu penanganan secara
spesifik, baik karena karakteristiknya, volumenya, frekuensi timbulnya
ataupun karena faktor lainnya yang memerlukan cara penanganan yang tidak
normatif berurutan, tetapi memerlukan suatu metodologi yang hanya sesuai
dengan situasi dan kondisi tertentu.
Setiap kota, termasuk kota yang sedang berkembang memiliki tantangan seperti
pada tantangan tata kelola infrastruktur lingkungan. Tantangan tata kelola
infrastruktur lingkungan meliputi air bersih, sanitasi, dan sampah. Seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, tingkat konsumsi masyarakat juga semakin
tinggi. Akibatnya, jumlah timbulan sampah akibat aktivitas manusia juga semakin
banyak. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan sampah lingkungan
dengan tujuan utama untuk mengurangi sampah dan mendayagunakan sampah
agar tidak menjadi barang yang benar-benar tidak berguna dan dibuang (United
Nation: 2006).

2.2 Permasalahan Sampah

Sebagian besar pengelolaan sampah di Indonesia masih belum sesuai dengan


metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Selain itu, penanganan sampah masih bertumpu pada pemerintah terlihat masih
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menciptakan kebersihan lingkungan.
Potensi sampah juga masih belum banyak diketahui oleh masyarakat yang
sebenarnya merupakan potensi usaha bagi masyarakat dengan pengolahan yang
tepat guna sesuai potensi dan kegunaan masyarakat.

Secara normatif, pengelolaan sampah telah diundang-undangkan dalam UU. No.


18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang dimaksud
disini adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Dalam undang-undang ini juga
disebutkan tugas dan kewajiban pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.
Kebijakan nasional dan provinsi dalam pengelolaan sampah selanjutnya dapat
dirumuskan oleh pemerintah daerah sebagai bentuk pengurangan dan penanganan
sampah dari sumber timbulan sampah itu sendiri. (Tri Kharisma Jati, 2013)

Walaupun undang-undang no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah (UU


18/2008) telah diberlakukan sejak tahun 2008 di Indonesia, sampai saat ini
paradigma pengelolaan sampah yang digunakan di Indonesia umumnya adalah :
kumpul, angkut, buang (Damanhuri, 2000), dan andalan utama sebuah kota
dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah penyingkiran dan pengurukan
pada sebuah TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang
dipunyainya dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus memberi
perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. TPA dapat menjadi bom
waktu bagi pengelola kota. (Damanhuri, 2016)

2.3 Dampak Akibat Permasalahan Sampah

Pengelolaan persampahan mempunyai beberapa tujuan yang sangat mendasar.


Sampah yang dibuang ke lingkungan akan menimbulkan masalah bagi kehidupan
dan kesehatan lingkungan, terutama kehidupan manusia. Permasalahan sampah
menjadi isu yang hangat dan banyak disoroti karena memerlukan penanganan
yang serius; beberapa diantaranya adalah (Damanhuri, 2016) :

1. Estetika
Sampah yang berserakan dan kotor, atau tumpukan sampah yang berserakan
dimana saja adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagian besar
masyrakat
2. Vektor penyakit
Sampah apabila terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar, merupakan
sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi
vektor penyakit, seperti lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dsb. Juga
merupakan sumber dari mikroorganisme pathogen penyakit menular.
3. Bau dan debu
Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari udara.
Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organic dan debu yang
beterbangan akan mengganggu pernapasan serta penyakit lainnya.
4. Pencemaran air
Lindi (leachate), sebagai efek pembilasan dan dekomposisi biologis dari
timbunan sampah berpotensi mencemari badan air sekelilingnya, terutama air
tanah.
5. Bahaya kebakaran
Sampah ringan akan mudah beterbangan dan mudah terbakar. Tumpukan
sampah kertas kering akan mudah terbakar, misalnya karena punting rokok
yang masih membara.
6. Menyumbat saluran
Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air
hujan (drainase) dan sungai. Kondisi ini dapat menimbulkan bahaya banjir
akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.

2.4 Pengelolaan Sampah

Menurut Undang-Undang no. 18 tahun 2008, pengelolaan sampah rumah tangga


dan sampah sejenis rumah tangga dapat dilakukan dengan mengurangi dan
menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Salah satu konsep
pengurangan sampah sudah menjadi kecendrungan di dunia adalah 3R. Pengertian
3R, yaitu pembatasan (reduce), daur-guna (reuse) dan daur-ulang (recycle)
sebenarnya bukan hanya sekedar bagaimana menggunakan kembali sampah atau
bagaimana mendaur-ulang sampah yang dihasilkan. Konsep reduksi sampah
melalui pembatasan (reduce) penggunaan bahan, seperti pengemas, banyak
menjadi perhatian di negara-negara yang telah dianggap berhasil mengelola
sampah perkotaannya, seperti di negara Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan untuk
di negara Asia Timur. Upaya reduksi dan daur-ulang sangat signifikan dapat
menurunkan jumlah yang diangkut untuk menurunkan jumlah sampah yang harus
diangut untuk dikelola (Damanhuri, 2016)

Kegiatan untuk penanganan sampah yang digunakan untuk pengelolaan sampah


rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dapat dilakukan dengan cara (PP
81, 2012) :

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai


dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu;
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah; dan/atau
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu
hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga yang pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga, pengaturan pengelolaan sampah spesifik jauh lebih
kompleks dan beragam. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan sampah menyebutkan bahwa sampah spesifik terdiri atas:
sampah yang mengandung B3, sampah yang mengandung limbah B3, sampah
yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara
teknologi belum dapat diolah, dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik.
Pengelolaan sampah spesifik juga didasarkan pada dua pendekatan utama yaitu:
pengurangan yang mencakup pembatasan, pendauran ulang dan pemanfaatan
kembali, serta penanganan yang meliputi kegiatan pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.

Namun karena adanya perbedaan dari masing- masing jenis sampah spesifik yang
cukup signifikan, maka penyelenggaraan pengelolaan jenis sampah spesifik
tersebut diatur dalam pasal dan ayat yang berlainan. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, dalam setiap pengelolaan jenis
sampah spesifik, diupayakan adanya tahap pengurangan ataupun pembatasan,
kecuali untuk jenis sampah yang timbul akibat bencana. Demikian pula untuk
tahap pemanfaatan kcmbali dalam rangka mengurangi beban lingkungan dan
efisiensi pendayagunaan sumber daya alam juga didorong agar dilakukan, namun
untuk jenis sampah yang mengandung B3 dan/atau sampah yang mengandung
limbah B3 perlu dilakukan secara tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pengeloaan sampah di mulai dari tempat awal pembuangan sampah baik di


tingkat rumah tangga, institusi maupun pembuangan sementara. Keterlibatan
pemerintah sangat dibutuhkan dalam kegiatan operasional persampahan, meliputi
tahap pengangkutan, pengolahan, pembuangan akhir, dan pemanfaatan sampah.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya aspek
sosial politik. Keterlibatan pihak-pihak lain, seperti Bank Sampah, pemulung/
lapak, TPS 3R, TPST, perusahaan daur ulang dan perusahaan swasta/ manufaktur
juga berperan sangat pentik dalam pengelolaan sampah.

2.5 Peran Pemerintah

Peran pemerintah dalam pengelolaan sampah seperti yang disebutkan diatas, dapat
dilakukan dari seluruh skala (skala kota dan skala lingkungan). Menurut SNI 19-
2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah Perkotaan, pelayanan
pemerintah pada pengelolaan sampah terkait pada alur penanganan sampah yaitu
pengumpulan, pemindahan, pengolahan, dan pengangkutan. Pada masing-masing
tahap penanganan sampah pemerintah bertugas untuk memberikan pelayanan dan
fasilitas hingga sampah tersebut sampai ke TPA dan atau diolah sebagai bentuk
pengurangan dan pemanfaatan sampah, mengumpulkan sampah rumah tangga di
tiap rumah untuk dipindahkan ke TPS. Dalam pelaksanaannya, pemerintah
memiliki beberapa peran penting, seperti (Tri Kharisma Jati, 2013) :

1. Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur terdiri dari pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Pemerintah mempersiapkan dan mengimplementasikan kebijakan dan
memberikan pelayanan publik sebagai bentuk manajemen sektor publik.
Pemerintah dan swasta bekerja sama dalam menciptakan dan mengembangkan
lingkungan yang memungkinkan untuk pertumbuhan sektor swasta.
Sedangkan masyarakat mencakup partisipasi pemangku kepentingan dan
penerima manfaat dari kebijakan pembangunan. Berikut peran pemerintah
dalam pelayanan infrastruktur
 Pemerintah memiliki tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
infrastruktur yang bersifat public goods sesuai prinsip Public Service
Obligation atau Universal Service Obligation (PSO dan USO)
 Menyiapkan regulasi bagi partisipasi swasta
 Menetapkan standar pelayanan dan sertifikasi
 Memberikan lisensi operator yang diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip
yang optimal dan transparan bagi kepentingan publik dan investor
Untuk mengatasi permasalahan pembangunan infrastruktur seperti
pemerataan pembangunan infrastruktur, anggaran pembangunan dan
pemeliharaan, serta adanya tumpang tindih antar kepentingan stakeholder
diperlukan suatu perencanaan pembenahan secara menyeluruh (Dukun,
2003:46). Upaya pembenahan dapat dimulai dari proses perencanaan,
pembangunan, pemeliharaan, dan pengoperasian yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan. Proses tersebut juga harus
mempertimbangkan kebutuhan daerah, kemampuan daerah untuk turut serta
dalam pembangunan, pemeliharaan, dan pengoperasian.

2. Pengelolaan Sampah Lingkungan Permukiman


tanggung jawab utama pemerintah daerah dalam mengelola sampah yaitu
mengatur sampah rumah tangga, didaur ulang, atau dibuang dengan benar.
Selain itu, peran lainnya termasuk menginformasikan adanya komunitas yang
dapat membantu mengelola sampah. Sedangkan menurut Fiona (2001:416),
pemenuhan infrastruktur lingkungan seperti air bersih, sanitasi, dan limbah
padat (sampah) untuk masyarakat berpenghasilan rendah diselenggarakan oleh
multi-stakeholder seperti pemerintah daerah, swasta, LSM, dan lembaga
donor. Pemerintah daerah memiliki peran khusus tepatnya pada pengelolaan
sampah, yaitu :
 Pengatur kebijakan (regulator)
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintah daerah
memiliki wewenang menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan
sampah berdasarkan kebijakan nasional. Penyelenggaraan pengelolaan
sampah tersebut juga berdasar norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat. Selain itu, peran pemerintah sebagai
pengatur kebijakan ini juga dapat dilakukan dengan pembinaan dan
pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pihak lain.
Peraturan daerah yang harus ada dalam pengelolaan sampah adalah
peraturan umum ketentuan kebersihan, perda mengenai bentuk institusi
formal pengelolaan kebersihan, dan perda yang khusus menentukan
struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan kebersihan.
 Penyedia layanan (service provider)
Peran pemerintah sebagai penyedia pelayanan dalam pengelolaan sampah
terkait dengan pengelolaan sampah. Pelayanan pemerintah dalam
pengelolaan sampah tersebut sebagai bentuk upaya memfasilitasi,
mengembangkan, dan melaksanakan pengurangan, penanganan, dan
pemanfaatan sampah. Pada pelaksanaannnya, pemerintah juga
memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
Pemerintah juga turut serta dalam mengembangkan hasil dari pengelolaan
dan pemanfaatan sampah. Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi
penerapan tekonologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat.
Peran pemerintah dalam pengelolaan sampah tidak hanya dilihat dari tugas
dan tanggung jawabnya saja, tetapi juga produk-produk yang dihasilkan
dalam kaitannya dengan kebijakan yaitu salah satunya program.

2.6 Peran Pemulung atau Lapak

Seiring bertambahnya penduduk di Indonesia, maka jumlah timbulan sampah


akan bertambah besar, dimana tingkat pertumbuhan setiap tahunnya adalah
sebesar 4%. Permasalahan ini dimanfaatkan oleh beberapa kelompok masyarakat,
yakni pemulung, untuk melangsungkan kehidupannya. Pemulung dikenal sebagai
orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta
memanfaatkan barang– barang bekas (seperti puntung rokok, plastik, kardus
bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha atau lapak yang
akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi. Dalam aktivitasnya,
pemulung tersebut mencari dan memisahkan sampah yang bernilai ekonomi.
Pemulung melakukan aktivitas ini di tempat-tempat sampah, baik di TPA, TPS
maupun di tong sampah jalanan (Marpaung, 2012).

2.7 Peran TPS 3R

TPS 3R dikonsepkan untuk Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali)


dan Recycle (daur ulang), dan ditujukan untuk melayani suatu kelompok
masyarakat (termasuk di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah) yang terdiri
dari minimal 400 rumah atau kepala keluarga. Konsep utama pengolahan sampah
pada TPS 3R adalah untuk mengurangi kuantitas dan/atau memperbaiki
karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) sampah.

Oleh karena itu, TPS 3R diharapkan berperan dalam menjamin kebutuhan lahan
yang semakin kritis untuk penyediaan TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan
dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan TPA sampah pada hirarki terbawah,
sehingga meminimalisir residu saja untuk kemudian diurug dalam TPA. Dalam
sistem perkotaan, maka TPS 3R berperan sebagai infrastruktur dalam penanganan
sampah. Jumlah, kapasitas, dan keberfungsiannya harus dipastikan, karena
merupakan upaya untuk mengurangi kuantitas dan/atau karakteristik sampah yang
masih harus diproses lebih lanjut pada TPA sampah, dimana pengurangan sampah
dilakukan dari sumber sampah (wadah sampah di lokasi sumber sampah) ke
wadah sampah yang ada di luar sumber sampah, sebelum dikumpulkan atau
diangkut melalui sistem kota ke TPS 3R. (PUPR, 2017)

2.8 Peran TPST

TPST atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu adalah tempat dilaksanakannya


kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,
pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Jika dilihat dari tahapan prosesnya
tingkatannya, TPST memiliki sistem proses sampah yang lebih
kompleks dibandingkan dengan TPS 3R (Tempat Pemrosesan Sampah Reduce-
Reuse-Recycle), karena TPST mengelola sampai pada pemrosesan akhir sampah
sehingga aman untuk dikembalikan ke media lingkungan. TPST atau Material
Recovery Facility (MRF) didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan
pemisahan dan pengolahan sampah secara terpusat . Kegiatan pokok di MRF ini
adalah:

• pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya


• pemisahan & pengolahan langsung komponen sampah kota
• peningkatan mutu produk recovery/recycling

Dalam pengolahan sampah, TPST atau MRF berperan untuk :


1. Transformasi fisik yaitu : pemisahan sampah dengan berbagai metoda seperti
pemisahan secara manual maupun pemisahan secara mekanik menggunakan
beberapa peralatan, seperti rotating screen, magnetic separation dan lain-lain.
2. Transformasi biologi yaitu proses pengomposan yang bisa diterapkan baik
dalam skala TPST mapun IPST. Proses pengomposan ini bisa menggunakan
beberapa metoda seperti windrow composting atau komposter angin dan
proses pengomposan yang lain. Pemilihan teknologi sangat tergantung pada
beberapa faktor antara lain : ketersediaan lahan dan kemudahan operasional
proses pengomposan serta meminimalkan dampak negatif yang mungkin
timbul.
3. Transformasi kimia, dengan mengubah sampah menjadi briket sampah.
Sampah dapat digunakan sebagai sumber energi dengan memanfaatkan nilai
kalor yang ada di dalam sampah.

Jadi peran TPST adalah sebagai tempat berlangsungnya pemisahan,


pencucian/pembersihan, pengemasan, dan pengiriman produk daur ulang sampah.

2.9 Peran Perusahaan Daur Ulang

Bisnis persampahan adalah suatu bisnis yang menjual belikan sampah dari para
pemasok ke para konsumennya. Kemunculan bisnis ini dapat mengurangi jumlah
timbunan sampah di suatu kota sekitar 18% per-minggu. Bisnis ini memiliki
peluang bisnis yang menjanjikan bagi para pelakunya. Dimana aktivitas dari
bisnis ini adalah :

1. Kegiatan Pemasokan Sampah


Kegiatan pemasokan bahan baku sampah ini menjadi titik awal (input) dari
kegiatan bisnis persampahan. Kegiatan pemasokannya biasanya terdapat suatu
tawar menawar antara pemasok dengan pelaku bisnis persampahan. Kawasan
permukiman menjadi salah satu pemasok sampah bisnis ini, karena para warga
sebagaian besar menjual sampah sisa rumah tangganya yang berjenis
anorganik ke bisnis persampahan ini.
2. Kegiatan Pengelolaan Sampah merupakan proses pengumpulan dan
pembuangan sampah dengan cara sistematis, teratur dan dalam jangka waktu.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 20 Tentang
Pengeloaan Sampah, Penanganan sampah adalah suatu kegiatan pemilahan
sampah dengan cara mengelompokkan dan memisahkan sampah sesuai jenis,
warna dan sifat sampah tersebut. Kegiatan pengelolaan sampah bertujuan
untuk mengurangi volume sampah di TPS dan TPA perkotaan.
3. Kegiatan Pemasaran Sampah, adalah suatu kegiatan yang mempengaruhi
beberapa faktor baik dari individu maupun kelompok masyarakat yang
memiliki nilai komoditas dan ekonomis

2.10 Peran Perusahaan Swasta atau Manufaktur

Pemerintah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat


bermitra dengan swasta/badan usaha dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana
persampahan. Kemitraan dapat dilakukan pada tahap pengangkutan, pengolahan,
dan pemrosesan akhir sampah pada sebagian atau seluruh wilayah pelayanan.
Dalam hal ini, perusahaan swasta dapat berperan dalam menyumbang dana
ataupun pengadaan alat pada tahap pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan
akhir sampah pada sebagian atau seluruh wilayah pelayanan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dapat
dilakukan dengan mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang
berwawasan lingkungan. Sedangkan pengelolaan sampah spesifik
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.
2. Pengolahan sampah di Indonesia umumnya adalah konsep 3R, pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan (mengubah karakteristik,
komposisi dan jumlah sampah) dan pemrosesan akhir.
3. Pengelolaan sampah di Indonesia melibatkan beberapa oknum, yakni
Pemerintah, Bank Sampah, Pemulung atau Lapak, TPS 3R, TPST,
Perusahaan Daur Ulang dan Perusahaan Swasta atau Manufaktur.
3.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan, antara lain:


1. Semua oknum dan juga masyarakat harus bekerja lebih ekstra dalam
mengatasi permasalahan sampah di Indonesia
2. Pemerintah bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang ada di Indonesia
untuk menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap sampah
3. Mensosialisasikan bank sampah agar masyarakat tertarik untuk memilah
dan menabung sampahnya di bank sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Enri. 2016. Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung : ITB.

Jati, T. K. (2013). Peran Pemerintah Boyolali dalam pengelolaan sampah


lingkungan permukiman perkotaan (Studi kasus Perumahan Bumi Singkil
Permai), Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 1(1), 1-16.
doi:10.14710/jwl.1.1.1-16.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2017). Petunjuk Teknis


TPS 3R.

Marpaung, L., 2012. Komunikasi Kelompok Pemulung Untuk Bertahan Hidup Di


TPA Namo Bintang Pancur Batu. Diakses 5 September 2020;
http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/34240.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah


Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Sampah


Spesifik

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengeloaan Sampah

Anda mungkin juga menyukai