Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sampah merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh negara-

negara berkembang maupun negara-negara maju di dunia, termasuk Indonesia. Permasalahan

sampah bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan saja, akan tetapi sudah

menjadi masalah sosial yang berpotensi menimbulkan konflik (Damanhuri, 2010). Sistem

pengolahan sampah di Indonesia umumnya masih terbilang tradisional ini seringkali akhirnya

berubah menjadi praktek pembuangan sampah secara sembarangan tanpa mengikuti

ketentuan teknis di lokasi yang sudah ditentukan. Pengelolaan sampah saat ini berdasarkan

UU No 18 Tahun 2008 dan PP No 81 Tahun 2012 di lakukan dengan dua fokus utama yakni

pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah seperti yang di jelaskan di

dalam UU maupun PP yang telah disebutkan dilakukan mulai dari sumber sampah sampai

pada pengelolaan akhir. Pada dasarnya pengolahan sampah difokuskan pada TPS (Tempat

pengolahan sementara) dan TPA (Tempat Pengelolaan Akhir) yang sudah ditentukan oleh

pemerintah setempat, hal ini sebenarnya belum terlalu efektif dalam hal penanganan sampah.

Persampahan merupakan isu penting khususnya di daerah perkotaan, dimana jumlah

penduduk di daerah perkotaan yang cukup banyak dan relatif padat. Kehidupan manusia

dengan semua aktivitasnya tidak terlepas dengan namanya sampah. Karena sampah

merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas manusia baik berupa aktivitas rumahan

maupun aktivitas industri. Seiring dengan perkembangan waktu, jumlah penduduk di suatu

tempat tentunya akan semakin bertambah dan perkembangan teknologi pun semakin canggih

serta pertumbuhan industri juga cukup pesat sehingga banyak menghasilkan sampah dalam

1
berbagai macam. Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2021 indonesia

menghasilkan sampah sekitar 187.2

Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan adalah: Kumpul-

Angkut dan Buang seperti pada gambar 1.1, dan andalan utama sebuah kota dalam

menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA.

Berikut ini merupakan alur pengolahan sampah yang ada di masyarakat.

Gambar 1.1.
Pengelolaan sampah rumah tangga

Sumber: pengelolah sampah indonesia 2022

Dalam kerangka pengelolaan sampah, pemilihan lokasi dan pengoptimalan Tempat

Pengelolaan Akhir (TPA) yang memadai perlu dilakukan secara tepat, di wilayah Kabupaten

Wonogiri. Hal tersebut penting untuk dilaksanakan dan mendesak untuk diwujudkan,

mengingat semakin bertambahnya volume sampah di wilayah tersebut dan kesadaran

masyarakat mengenai lingkungan yang semakin meningkat. Buruknya pengelolaan sampah

berpotensi menimbulkan bencana sosial, yakni dampak bencana terhadap masyarakat.

2
Lokasi-lokasi tempat pengelolaan sampah tersebut, baik tempat pengelolaan sementara (TPS)

maupun tempat pengelolaan akhir (TPA) perlu ditentukan secara optimal dengan

mengakomodir berbagai aspek yang relevan, termasuk keberadaan TPS-TPA saat ini maupun

sebaran sumber-sumber penghasil sampah.

Saat ini untuk kelurahan tabona kota ternate selatan memiliki 13 RT dan 4 RW

keberadaan tempat pembuangan sampah yang berada di kelurahan tabona untuk ketiga belas

RT hanya 4 RT saja yang memiliki tempat pembuangan sampah yaitu RT tiga yang memiliki

satu tempat pembuangan sampah dan dan RT sepuluh, sebelas dan dua belas yang memiliki

tempat pembuangan sampah, sampai saat ini tempat pembuangan sampah masi sangat minim

untuk prosi masyarakat yang berada di kelurahan tabona. Hal ini dapat mengakibatkan tempat

penampungan sampah yang berada di kelurahan tabona memiliki kapasitas yang tidak

memadai dengan demikian maka manajemen untuk pengelolahan sampah akan semakin sulit.

Manajemen pengelolaan sampah yang kompleks dengan multi tahapan, mulai dari sampah

yang dihasilkan pada tingkatan rumah tangga, sampah industri atau sampah agraris,

pengumpulan sampah, transportasi sampah, fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah sampai

pada Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) sampah harus mendapat perhatian yang serius dari

instansi yang bertanggung jawab disetiap daerah untuk mencegah atau memperkecil

pencemaran yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu pada proses pengelolaan sampah, TPA

sampah memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat mengembalikan sampah ke

lingkungan, sehingga penentuan lokasi sampah yang optimal akan membuat pengelolaan

sampah menjadi baik.

Penelitian mengenai penentuan lokasi Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti dengan metode-metode yang berbeda antara lain penelitian

3
dengan menggunakan metode SIG (Sistem informasi Geografis) yaitu penelitian yang

menentukan lokasi TPA baru dengan bantuan letak geografis suatu lokasi (Mizwar, 2012).

metode AHP dan GIS penelitian yang menentukan lokasi TPA baru dengan bantuan letak

geografis suatu lokasi namun ditambah dengan metoe AHP untuk menentukan keputasan

pemilihan lokasi (Chabuk et al., 2016)

Berdasarkan latar belakang diatas kemudian dilakukan penelitian mengenai Persepsi

dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di kelurahan tabona kota

ternate selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan fenomena yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan

rumusan masalah sebagai berikut

1. Apakah presepsi masyarakat berpengaruh terhadap pengelolahan sampah rumah

tangga?

2. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengelolahan sampah rumah

tangga?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui apakah presepsi masyarakat berpengaruh terhadap pengelolahan sampah

rumah tangga.

2. Mengetahui apakah partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengelolahan

sampah rumah tangga.

4
1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan

mempunyai manfaat kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapa bermanfaat yaitu:

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat yang berada di kelurahan

tabona guna memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai pengelolahan bahan

kerajinan kreatifitas .

b. Memberikan sumbangan sumbangan pemikiran kepada masyarakat, yaitu cara

mengelolah sampah rumah tangga menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai

ekonomi.

c. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan pengolahan sampah ruma tangga.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengelolaan Sampah

2.1.1 Pengertian Sampah

Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah definisi

sampah yaitu sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Sedangkan menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang

tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari

kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006).

Dalam kamus Lingkungan Hidup (www.menlh.go.id) sampah memiliki dua arti yaitu

(1) bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama

dalam pembikinan atau pemakaian, barang rusak atau bercacat dalam pembikinan

(manufaktur), atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan, dan (2) waste

(sampah/limbah); proses teratur dalam membuang bahan tak berguna atau tak diinginkan.

Menurut Azwar (1990), sampah adalah sesuatu yang tidak dipergunakan lagi, yang

tidak dapat dipakai lagi, yang tidak disenangi dan harus dibuang, maka sampah tentu saja

harus dikelola dengan sebaikbaiknya, sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang negatif bagi

kehidupan tidak sampai terjadi. Kodoatie (2003) mendefinisikan sampah adalah limbah atau

buangan yang bersifat padat atau setengah padat, yang merupakan hasil sampingan dari

kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan

(Suryani, 2014).

6
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang

berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atas

volumenya memerlukan pengelolaan khusus (UU Nomor 18 Tahun 2008).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012), Sampah rumah tangga

adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak

termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah

rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,

fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, terlihat bahwa sampah adalah materi/sisa

bahan (baik oleh manusia maupun alam) yang tidak digunakan atau tidak mempunyai nilai,

yang dapat membahayakan fungsi lingkungan.

2.1.2. Sumber-sumber Sampah

Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), sumber-sumber timbulan sampah

adalah sebagai berikut:

a. Sampah dari Pemukiman Penduduk

Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang

tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya

cenderung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat basah, kering,

abu plastik, dan lainnya.

b. Sampah dari Tempat-Tempat Umum dan Perdagangan

Tempat-tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang

berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempattempat tersebut mempunyai potensi

yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan

7
seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-

sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas, dan kaleng-kaleng serta sampah

lainnya.

c. Sampah dari Sarana Pelayanan

Sampah yang dimaksud di sini misalnya sampah dari tempat hiburan umum,

pantai, mesjid, rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana pemerintah lainnya

yang menghasilkan sampah kering dan sampah basah.

d. Sampah dari Industri

Dalam pengertian ini termasuk pabrik-pabrik sumber alam perusahaan kayu dan

lain-lain, kegiatan industri, baik yang termasuk distribusi ataupun proses suatu

bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah,

sampah kering abu, sisa-sisa makanan, sisa bahan bangunan

e. Sampah Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian, misalnya sampah

dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan berupa bahan makanan

pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman (Siahaan, 2013).

2.1.3. Jenis-jenis Sampah

Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan asalnya sampah padat

dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:

a. Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang

dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan

mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian

8
besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah

dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik),

tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting.

b. Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati,

baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan

tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi: sampah logam dan produk-

produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik,

sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh

alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara,

sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis

ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan

kaleng (Siahaan, 2013).

c. Bentuk Sampah

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan

sampah cair. Berdasrkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka

dapat dibagi lagi menjadi:

1. Biodegradable adalah sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses

biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisasisa hewan, sampah

pertanian dan perkebunan.

2. Non-biodegradable adalah sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses

biologi. Dapat dibagi menjadi:

9
a. Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena

memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.

b. Non-recyclabel: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat

diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan

lain-lain. (Shobri, 2014).

2.2. Sampah Rumah Tangga

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, yang dimaksud dengan sampah rumah

tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan seharihari dalam rumah tangga yang tidak

termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga pertama-tama dapat dikelola

dengan cara dipilah. Pemilahan yang dimaksud adalah kegiatan mengelompokkan sampah

menjadi sedikitnya lima jenis sampah yang terdiri atas: a) sampah yang mengandung bahan

berbahaya; b) sampah yang mudah terurai; c) sampah yang dapat digunakan kembali; d)

sampah yang dapat didaur ulang; dan e) sampah lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 81

Tahun 2012 ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan

lingkungan. Pengelolaan sampah rumah tangga diharapkan bertumpu pada penerapan 3R

dalam rangka penghematan sumber daya alam, penghematan energi, pengembangan energi

alternatif dari pengolahan sampah, perlindungan lingkungan, dan pengendalian pencemaran.

Sampah yang sering dihasilkan oleh rumah tangga berupa sampah sisa makanan,

sampah kertas, sampah botol bekas, sampah kemasan, dan sampah plastik. Berdasarkan

sifatnya, sampah sisa makanan dan sampah kertas dapat digolongkan menjadi sampah

organik karena sampah-sampah tersebut dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang

relatif singkat, sedangkan sampah seperti botol bekas, kemasan, dan plastik adalah sampah

10
yang sulit terurai secara alami sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat

didegradasi.

2.2.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

(UUPS), yang dimaksud dengan sampah adalah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia

dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang merupakan sisa dari kegiatan

manusia harus dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan

kesehatan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengurangan sampah yang dimaksud dalam UUPS meliputi kegiatan pembatasan

timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Untuk dapat

mewujudkan kegiatan-kegiatan ini, masyarakat dan para pelaku usaha dalam melaksanakan

kegiatannya diharapkan dapat menggunakan bahan yang menimbulkan sampah sedikit

mungkin, dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, dan mudah diurai oleh proses alam.

Penanganan sampah yang dimaksud dalam UUPS adalah kegiatan yang diawali dengan

pemilahan dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah, dan sifat sampah. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dan pemindahan sampah

dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara, dan pengangkutan sampah dari

tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pemrosesan akhir. Kemudian

sampah yang telah terkumpul di tempat pemrosesan akhir dikelola dengan cara mengubah

karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dan/atau diproses untuk mengembalikan hasil

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

11
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan

kegiatan, yakni pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Aboejoewono (1985)

dalam Alfiandra (2009) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses

kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai ialah (a) pengumpulan, diartikan sebagai

pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum

menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah,

bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong, atau tempat pembuangan sementara. Untuk

melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan

sampah setiap periode waktu tertentu; (b) pengangkutan, yaitu mengangkut sampah dengan

menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu ke tempat pembuangan

akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu

mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir

(TPA); (c) pembuangan akhir, di mana sampah akan mengalami pemrosesan baik secara

fisik, kimia maupun biologis hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.

Menurut Yolarita (2011), paradigma baru dalam pengelolaan sampah lebih

menekankan pada pengurangan sampah dari sumber untuk mengurangi jumlah timbulan

sampah serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah. Maka dari itu,

prinsip 3R sejalan dengan pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada pengurangan

sampah dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Dinas Pekerjaan Umum (2007) menjelaskan

bahwa prinsip 3R dapat diuraikan sebagai berikut

1. Prinsip pertama adalah reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya untuk

mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan

sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi

12
sampah dengan cara mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan

dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat/efisien dan

hanya menghasilkan sedikit sampah.

2. Prinsip kedua adalah reuse yang berarti menggunakan kembali bahan atau

material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti

menggunakan kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman

untuk tempat air, dan lain-lain. Dengan demikian reuse akan memperpanjang usia

penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan kembali barang secara

langsung.

3. Prinsip ke tiga adalah recycle yang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah

tidak berguna menjadi bahan lain atau barang yang baru setelah melalui proses

pengolahan. Beberapa sampah dapat didaur ulang secara langsung oleh

masyarakat dengan menggunakan teknologi dan alat yang sederhana, seperti

mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki dan sebagainya,

atau sampah dapur yang berupa sisa-sisa makanan untuk dijadikan kompos.

Sistem pengelolaan sampah yang selama ini diterapkan di Indonesia adalah

dikumpulkan, ditampung di Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke

tempat penampungan akhir (TPA). Pola operasional konvensional ini dapat menyebabkan

terjadinya penumpukan sampah di rumah tangga, TPS dan TPA. Oleh karena itu, prinsip 3R

yang diterapkan langsung mulai dari sumber sampah menjadi sangat penting karena dapat

membantu mempermudah proses pegelolaan sampah. Pemilahan sampah yang dilakukan

sebagai bagian dari penerapan 3R akan mempermudah teknik pengolahan sampah

selanjutnya. Kegiatan pemilahan sampah memiliki keuntungan yaitu efisiensi sampah

13
menjadi bentuk baru yang lebih bermanfaat. Keuntungan lain dari kegiatain ini adalah dapat

memangkas biaya petugas dan transportasi pengangkut sampah serta mengurangi beban TPA

dalam menampung sampah (Yolarita 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa pengelolaan sampah merupakan kegiatan bertahap yang pada dasarnya dilakukan

untuk mengolah sampah agar dapat diproses menjadi bentuk lain yang memberikan manfaat

dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang dimaksud pada penelitian ini

adalah kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan pada tingkat rumah tangga, berupa

pengurangan pemakaian bahan yang sulit terurai, pemilahan sampah, pemindahan sampah

dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara, pemanfaatan kembali sampah, serta

kegiatan kebersihan seperti gotong royong untuk kerja bakti di lingkungan tempat tinggal.

2.3. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah,

strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul beban dalam pelaksanaan kegiatan, dan memetik

hasil dan manfaat kegiatan secara merata. Partisipasi juga berarti memberi sumbangan dan

turut serta menentukan arah atau tujuan yang akan dicapai, yang lebih ditekankan pada hak

dan kewajiban bagi setiap orang (Tjokroamidjojo 1990 dalam Manurung 2008).

Koentjaraningrat (1991) berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut

serta menentukan arah dan tujuan pembangunan, yang ditekankan bahwa partisipasi adalah

hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat.

Wibisono (1989) dalam Alfiandra (2009) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat

sering diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan kesamaan anggota masyarakat dalam

suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan,

14
perumusan kebijakan, pelaksanaan program dan evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti

anggota masyarakat ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan,

sedangkan partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan, dan

material yang diperlukan. Menurut Walgito (1999) dalam Alfiandra (2009), partisipasi

masyarakat memiliki hubungan yang erat antara individu satu dengan individu yang lain atau

sebaliknya, terdapat hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi.

Hubungan tersebut terdapat di antara individu dengan individu, individu dengan kelompok

atau kelompok dengan kelompok. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa tanpa partisipasi

masyarakat maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil.

Menurut murtadha muthahhari (2002:267) masyarakat adalah sekelompok manusia

yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang

sama dan hidup bersama. Pada dasarnya masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki

kedekatan baik secara fisik, sosial, dan psikologis serta kepentingan dan saling membutuhkan

satu sama lainnya.

Keefektifan partisipasi masyarakat diukur dari jumlah orang yang hadir dalam

sebuah pertemuan umum. Tetapi, ukuran efektif tidaknya partisipasi tidak hanya sekedar dari

jumlah kehadiran saja. Kepercayaan, komunikasi, kesempatan dan fleksibilitas merupakan

elemen penting yang menetukan efektif tidaknya program-program partisipasi masyarakat.

(bruce mitchell, 2000:259).

Kumorotomo (2005; 135-138) mengatakan partisipasi warga negara dapat dibedakan

menjadi 4 (empat) macam yaitu sebagai berikut:

1. Partisipasi dalam pemilih, merupakan corak partisipasi yang paling mudah dilihat

karena biasanya bersifat rasional. Aktivitas partisipasi masyarakat dalam hal ini

15
ditujukan untuk meinilih wakil-wakil rakyat, mengangkat pimpinan, atau

menerapkan ideologi pembangunan tertentu.Oleh karena itu, aktivitas yang

dilakukan antara lain kegiatan-kegiatan dalam partai, kampanye, mengisi kotak

suara, propaganda atau menyumbangkan uang pribadi. Partisipasi corak ini juga

bisa berupa keikutsertaan warga Negara dalam polingmelalui koran, selebaran

atau media masa lainya.

2. Partisipasi Kelompok, Warga negara bergabung dalam kelompokkelompok

tertentu untuk menyuarakan aspirasi mereka. Kelompok ni terdiri atas orang-

orang yang bekerjasama ingin memerangi keimiskinan, mengadukan

penyelewengan adininistratif kepada lembaga-lembaga kerakyatan, atau sekedar

membela kepentingan kelompok atau individu yang sama. Namun kelompok ini

sebenarnya dapatdirnanfaatkanoleh kelompok penengah (intermediary medium)

antarpejabat dan warga negara sekaligus dapat bertungsi sebagai saluran

mengkomunikasikan kepentingan warga negara kepada pejabat yang kompeten

3. Kontak antara Warga Negara dengan Pemerintah, Proses komunikasi dapat

terjalin antar warga negara dengan pemerintahnya dengan cara menulis surat,

menelepon atau pertemuan secara pribadi. Kontak langsung juga dapat

berlangsung melalui pertemuan di tingkat desa, atau rapat akbar yang melibatkan

seluruh warga dan sebuah kota atau lokakarya dan konferensi yang membahas

masalah-masalah khusus. Untuk mengukur kadar partisipan masyarakat,

pemerintah mengadakan survei mengenai pendapat masyarakat. Saluran

partisipasi masyarakat ini disebut Ombudsman. Lembaga ini merupakan sebagai

16
wadah setiap pendapat dan keluhan masyarakat terhadap kebijakan layanan yang

dilaksanakan oleh pejabat pemerintah.

4. Partsipasi waga negaa atau masyarakat secara langsung di lingkungan pemerintah,

partisipasi seperti ini memerlukan persyaratan keterlibatan langsung seorang

warga negara dalam pembuatan kebijakan pemerintah.Keterlibatan ini biasanya

melibatkan tokoh masyarakat yang didudukkan sebagai perwakilan masyarakat di

lembaga-lembaga pembuat kebijakan. Cara lain juga ada yang melibatkan

penggajian client dan suatu program untuk menjadi pelaksana program tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan, yang dimaksud dengan

partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama.

Partisipasi masyarakat dilakukan agar tujuan bersama dapat tercapai dan manfaatnya dapat

dirasakan oleh masyarakat. Dalam pelaksanaannya, partisipasi masyarakat juga melibatkan

komunikasi sebagai alat penghubung di dalam masyarakat dalam melakukan suatu kegiatan.

2.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Partisipasi masyarakat dalam konteks pengelolaan sampah dapat berupa pemilahan

antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan, atau melalui

pembuatan kompos dalam skala keluarga dan mengurangi penggunaan barang yang tidak

mudah terurai (Yolarita 2011). Candra (2012) mengungkapkan bahwa konsep partisipasi

dapat diukur melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemanfaatan. Bila

dikaitkan dengan pengelolaan sampah, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

sampah tidak hanya dilihat dari ikut sertanya masyarakat dalam proses pelaksanaan

17
mengelola sampah, tetapi juga ikut serta menjadi anggota organisasi yang berkaitan dengan

masalah sampah yang berperan dalam merencanakan sistem pengelolaan sampah yang baik.

Yuliastuti et al. (2013) menambahkan bahwa partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah dapat berupa partisipasi secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan

partisipasi tidak langsung ini adalah keterlibatan masyarakat dalam masalah keuangan, yaitu

partisipasi dalam pengelolaan sampah dengan cara melakukan pembayaran retribusi

pelayanan persampahan melalui dinas terkait yang secara langsung memberikan pelayanan

dalam kebersihan. Dalam penelitian Manurung (2008), salah satu bentuk partisipasi terhadap

pengelolaan sampah juga dapat dilihat dari kesediaan membayar (willingness to pay) untuk

peningkatan fasilitas pengelolaan sampah agar kebersihan dan kualitas lingkungan tetap

terjaga.

Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan keterlibatan masyarakat

secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya mengelola sampah menjadi suatu benda

lain yang memilki manfaat. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, baik dalam bentuk sumbangan tenaga, ide, pikiran,

maupun materi. Partisipasi merupakan modal yang penting bagi program pengelolaan sampah

untuk dapat berhasil mengatasi permasalahan mengenai sampah rumah tangga yang banyak

terdapat di lingkungan masyarakat, terutama di perkotaan.

Partisipasi masyarakat pada penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu

partisipasi secara langsung dan partisipasi secara tidak langsung. Partisipasi secara langsung

berupa pengurangan pemakaian bahan yang sulit terurai, pemilahan sampah, pemindahan

sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara, pemanfaatan kembali

18
sampah, serta kegiatan kebersihan seperti gotong royong untuk kerja bakti di lingkungan

tempat tinggal. Partisipasi secara tidak langsung dapat berupa pembayaran retribusi sampah,

mengikuti penyuluhan/pelatihan mengenai pengelolaan sampah, dan pemberian saran/kritik

kepada RT/RW terkait sistem pengelolaan sampah masyarakat.

2.5. Penelitian Terdahulu

Peneliti melakukan studi pustaka dengan membandingkan penelitian sekarang

dengan penelitian sebelumnya, adapun beberapa tinjauan pustaka terdahulu yaitu:

Tato (2012) melakukan identifikasi terhadap tingkat pencapaian pengelolaan sampah

di Kecamatan Sumba Opu. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara dan

kuisioner, dilanjutkan dengan membandingkan hasil melalui SPM. Hasil menunjukkan bahwa

sistem pengelolaan sampah di lokasi tersebut masih kurang baik (skor 3), mulai dari

pewadahan, hingga pengangkutan. Sehingga diperlukan penambahan 35 kontainer, serta

keharusan memiliki tong sampah dalam setiap rumah, kantor maupun toko agar pengelolan

sampah berjalan dengan baik

Penelitian terdahulu dari Sianturi (2015) mengkaji sistem pengelolaan sampah

dengan melakukan pemilahan di TPS sehingga dapat meningkatkan pelayanan aset

persampahan sampai tahun 2015 secara teknis operasional dan dari aspek keuangan. Analisa

teknis operasional aset pengelolaan sampah mulai dari pewadahan, pengumpulan dan

pengangkutan sedangkan analisa keuangan dan analisa kelayakan menggunakan Net Present

Value, Internal Rate of Return, Benefit/Cost Ratio, dan Payback Period. Dari hasil analisa

tersebut diperoleh suatu sistem pengelolaan sampah dengan pemilahan di TPS berdasarkan

zona pelayanan dengan skala prioritas secara bertahap dari tahun 2013-2017. Penggunaan

sistem tersebut diketahui dapat meningkatkan cakupan pelayanan sampah eksisting 6,69 %,

19
cakupan pelayanan TPS eksisting 8,29 %, dan cakupan pelayanan truk pengangkut sampah

eksisting 12,03 %. Kemudian diketahui bahwa sistem pemilahan di TPS tersebut investasinya

layak, ditunjukkan dengan Net Cashflow pada tahun 2020 sebesarRp 1.720.242.284,-, NPV

suku bunga 15 % bernilai positif, IRR > MARR 15 %, B/C Ratio > 1,dan PP 4,7 tahun, lebih

pendek dari periode investasi 10 tahun.

Saugi, dkk (2013) melakukan penelitian tentang evaluasi teknik operasional

persampahan di kecamatan Sambas. Pada penelitian ini dilakukan analisis umur zona

timbunan di TPA Sorat dengan mengevaluasi teknik operasional pada lokasi tersebut.

Evaluasi berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknis Operasioanl Persampahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur zona timbunan TPA Sorat diprediksi mencapai 9

tahun kedepan yaitu dari tahun 2016 sampai tahun 2025. Dengan akumulasi timbunan

sampah sebesar 122.315 m3 diperlukan penambahan zona timbunan seluas 1,25 Ha. Pada

teknik operasional persampahan, hanya pewadahan dan pemindahan yang dinilai hampir

seluruhnya memenuhi kriteria, sedangkan operasional pengumpulan dan pengangkutan

sampah masih belum memenuhi kriteria pada SNI 19-2454-2002.

Kurnia, dkk (2015) melakukan evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan sampah di

Kota Magelang, Kelurahan Wates (studi kasus paguyuban Legok Makmur) ditinjau dari lima

aspek pengelolan sampah. Proses evaluasi dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner

kepada responden (anggota paguyuban) dan melakukan wawancara. Dari kuesioner yang

disebar kepada responden, menunjukkan bahwa responden dalam mengelola sampah sudah

memenuhi aspek teknis yang meliputi pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan,

pengolahan, pembiayaan dan aspek peran serta masyarakat.

20
Sunarno (2012) melakukan kajian kinerja pelayanan pengelolaan sampah di kota

Karanganyar ditinjau dari aspek teknik operasional. Dalam penelitian ini, dilakukan

identifikasi sarana dan prasarana pengelolaan sampah dan persepsi masyarakat tentang

kinerja pelayanan pengelolaan sampah. Analisis persepsi masyarakat terhadap kinerja

pengelolaan sampah berdasarkan pada perhitungan skor yang diperoleh dari masing-masing

variable dengan menggunakan skala likert. Empat macam variabel yang digunakan yaitu:

sangat baik (skor 4), baik (skor 3), kurang baik (skor 2), dan tidak baik/buruk (skor 1). Dari

perhitungan skor didapatkan nilai rata-rata dalam setiap pertanyaan yang akan dianalisis

hasilnya. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap teknik

operasional kinerja pengelolaan sampah di Kota Karanganyar, sebagian besar kurang baik

Ernawati, dkk (2012), dalam penelitiannnyan dilakukan pengembangan strategi

pengelolaan sampah di wilayah pemerintah kota semarang berbasis analisis SWOT. Kondisi

pengelolaan sampah ditinjau dari aspek teknis operasional, kelembagaan, peraturan,

pendanaan, peran serta masyarakat dengan mengacu pada teori dan analisis Strength,

Weaknesess, Opportunity, dan Threath (SWOT). Dari hasil SWOT diketahui bahwa

pengelolaan sampah menyebutkan pengolahan sampah di TPA dengan control landfill,

pengurangan sampah sejak dari sumber belum optimal, pengelolaan sampah belum cost

recovery, lemahnya penegakan hukum, belum terintegrasi pengelolaan sampah, kesadaran

masyarakat dan kampanye kurang, pertambahan jumlah penduduk, ketersediaan sarana dan

prasarana persampahan, keberadaan lembaga pengelola sampah, keberadaan peraturan

sampah, pendanaan pengelolaan sampah dari APBD kota.

Pada penelitian Nugrahadi (2014), dilakukan evaluasi strategi penyediaan

infrastruktur sampah di Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Hasilnya diketahui bahwa target

21
capaian penyediaan infrastruktur persampahan seperti yang diamanatkan dalam RPJMD

tahun 2012 -2017 masih jauh dari target. Diperlukan upaya-upaya percepatan penyediaan

infrastruktur persampahan yang memperhatikan faktorfaktor yang berpengaruh.

Ragil Agus Prianto tahun 2011 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di

Kelurahan Jomblang Kota Semarang (Analisis Sosio Yuridis Pasal 28 Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah). salah satu bentuk peran serta

masyarakat dalam upaya perbaikan lingkungan yaitu dengan memberikan sumbangan tenaga

berupa kerja bakti. Selain itu, mereka juga mengadakan pertemuan warga yang dilakukan

satu kali dalam sebulan, yang dihadiri oleh sebagian warga untuk tingkat RW dan seluruh

warga untuk tingkat RT. Dalam hal ini tingkat RT cenderung berbentuk partisipasi langsung

sedangkan tingkat RW berbentuk partisipasi tak langsung. Warga melakukan kegiatan

tersebut tanpa merasa terpaksa sama sekali. Tingkat peran serta masyarakat yang terjadi di

Kelurahan Jomblang menurut kategori Arnstein dapat digolongkan pada tingkat

Informing/Pemberian Informasi. Bentuk peran serta masyarakat ini dipengaruhi oleh lamanya

tinggal. karena semakin banyak warga yang dikenal maka semakin kuat ikatan psikologis

dengan lingkunganya

Lasma Rohani tahun 2007 yang berjudul perilaku masyarakat dalam pengelolaan

sampah di desa Medan Sinembah Kabupaten Deliserdang dan di Kelurahan asam Kumbang

kota Medan. Dari hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa responden dalam pengelolaan

sampah berada pada kategori baik di medan yaitu, senembah 59,37% dan di asam kumbang

86,46%, sikap responden terhadap pengelolaan sampah berada pada kategori sedang di

medan senembah 100% dan di asam kumbang 100%, sedangkan tindakan responden dalam

pengelolaan sampah berada pada kategori sedang di medan senembah 85,42% dan di asam

22
kumbang 84,36%. Untuk meningkatkan perilaku pengelolaan sampah yang lebih baik

diharapkan pemberian informasi oleh petugas kesehatan lingkungan melalui penyuluhan

secara teratur dan berkesinambungan serta mensosialisasikan cara pembuangan sampah yang

baik dan benar kepada masing-masing daerah, baik desa maupun di kota oleh instansi terkait.

Bakhtiar Syah tahun 2011 yang berjudul analisis tingkat pasrtisipasi masyarakat

dalam membayar retribusi kebersihan Kota Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan

Pertama, bahwa pelaksanaan progran kebersihan Kota Pekanbaru telah berjalan dengan baik,

dimana kota pekanbaru mampu meraih penghargaan dibidang kebersihan berupa piala

adipura lima kali berturut-turut dan juga pelaksanaan kebersihan oleh petugas kebersihan

Kota Pekanbaru telah dirasakan langsung oleh masyarakat. Kedua, tingkat partisipasi

masyarakat dalam membayar retribusi kebersihan masih sangat rendah, hal ini dibuktikan 25

responden (25%), indikasinya yaitu pembayaran retribusi bukan atas kesadaran sendiri,

pembayaran menunggu jika diminta, masih banyak yang menolak jika dilakukan pemungutan

retribusi kebersihan, dan masih banyak masyarakat yang membayar retribusi tidak tepat pada

waktunya. Ketiga, yang menjadi faktor utama yang mempengeruhi partisipasi masyarakat

tersebut dalam membayar retribusi kebersihan Kota Pekanbaru adalah karna masih rendahnya

kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi kebersihan, kurang optimalnya pelaksanaan

sosialisasi Perda No. 4 Tahun 2000 tentang retribusi kebersihan dan juga kurang proaktifnya

upaya pemungutan retribusi kebersihan oleh petugas.

2.6. Kerangka pikir

Masalah mengenai sampah rumah tangga yang semakin meningkat jumlahnya harus

diselesaikan secara bersama-sama. Masyarakat sebagai penghuni suatu lingkungan adalah

pihak yang sudah sewajarnya bertanggung jawab atas keberlangsungan lingkungannya.

23
Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah suatu syarat

penting untuk mewujudkan lingkungan yang bebas dari sampah.

Persepsi merupakan salah satu penentu tingkat partisipasi masyarakat karena persepsi

merupakan hal yang mendasari seorang individu dalam setiap tindakannya. Dalam hal ini,

persepsi sebagai pembentuk sikap dan perilaku akan melandasi perilaku masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Ketika persepsi masyarakat terhadap pengelolaan

sampah rumah tangga positif, maka masyarakat akan cenderung memiliki tingkat partisipasi

yang tinggi dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Begitu pula sebaliknya, jika

masyarakat memiliki persepsi yang negatif terhadap pengelolaan sampah rumah tangga,

maka masyarakat akan cenderung untuk tidak berpartisipasi dalam pengelolaan sampah

rumah tangga.

Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga terbentuk melalui

proses penginderaan individu yang menerima stimulus dari lingkungan. Kemudian stimulus

tersebut diinterpretasikan sesuai dengan keadaan individu dan keadaan lingkungannya.

Diduga persepsi tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari internal dan

eksternal individu.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga merupakan

keterlibatan masyarakat dalam proses-proses pengelolaan sampah mulai dari diri sendiri,

yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Dilakukan secara langsung

berarti masyarakat secara langsung berurusan dengan sampah rumah tangga. Partisipasi

langsung dapat dilakukan melalui pemakaian bahan yang masih dapat digunakan untuk

mengurangi sampah, memilah sampah, mengangkutnya ke tempat pembuangan sementara,

memanfaatkan sampah kembali, dan mengikuti kegiatan kebersihan lingkungan. Sedangkan

24
partisipasi tidak langsung dapat berupa pembayaran retribusi untuk fasilitas pengelolaan

sampah, mengikuti penyuluhan/pelatihan mengenai pengelolaan sampah rumah tangga, dan

member saran/kritik kepada RT/RW mengenai sistem pengelolaan sampah masyarakat.

Tindakan berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga tidak

dapat terlepas dari berbagai faktor yang ada pada individu sebagai bagian dari masyarakat.

Faktor tersebut dapat berupa faktor internal maupun eksternal individu dan persepsi

masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Dalam penelitian ini, faktor internal

dan eksternal individu berhubungan secara tidak langsung terhadap partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Sebelum mencapai tindakan partisipasi, individu

akan mengalami proses psikologis berupa pembentukan persepsi, sehingga persepsi

masyarakat mengenai pengelolaan sampah merupakan hal yang berhubungan langsung

dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga.

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Status pekerjaan Persepsi masyarakat
5. Pendapatan
6. Pengetahuan
\ 7. pengalaman

Pengelolahan
1. Pemilahan sampah
sampah RT
2. Pemindahan sampah ke tempat pembuangan
sementara
3. Pemanfaatan kembali sampah
4. Mengikuti kegiatan kebersihan
Partisipasi
5. Pembayaran retribusi untuk fasilitas
pengelolaan sampah masyarakat
6. Mengikuti penyuluhan/pelatihan mengenai
pengelolaan sampah rumah tangga
7. Pemberian saran/kritik kepada RT/RW
mengenai sistem pengelolaan sampah
masyarakat

25
Keterangan:

berhubungan secara langsung

berhubungan secara tidak langsung (tidak dianalisis)

Gambar 2.1. Kerangka analisis hubungan persepsi dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah rumah tangga

2.7. Hipotesisi Penelitian

H1 : Diduga presepsi masyarakat berpengaruh terhadap pengelolahan sampah rumah tangga

H2 : Diduga Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengelolahan sampah rumah tangga

BAB III

26
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan Jan, kelurahan Tabona, Kota Ternate Selatan.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) di lingkungan Jan Rw 04 yang terdapat

tiga RT yaitu RT 10,11 dan 12, karena di lingkungan Rw 04 ini memiliki fasilitas tempat

pembungan sampah sebanyak 5 tempat pembungan sampah yang telah dibuat oleh

masyarakat lingkunag Rw 04 itu sendiri. Oleh karena itu, lokasi ini dianggap representatif

untuk mempelajari persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah

tangga.

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dilapangan. Kegiatan penelitian meliputi

penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan

analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dintaranya : kuisioner, kamera,

software analisis data SPSS for Windows versi 26

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei.

Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian yang dilakukan

adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research) yang

tergolong dalam metode penelitian survei. Penelitian pengujian hipotesis merupakan

penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian

hipotesis.

27
3.4. Pendekatan Penelitian

Pedekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif yang

didukung oleh data kualitatif. Singarimbun dan Effendi (1989) menyatakan bahwa dalam

upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha

untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. Data kualitatif digunakan

untuk mendeskripsikan bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah dan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Kunciran Indah, Kecamatan

Pinang, Kota Tangerang. Data kuantitatif digunakan untuk menganalisis hubungan antara

persepsi masyarakat dengan partisipasinya dalam pengelolaan sampah.

Data kuantitatif diperoleh dengan metode survei yang dilakukan secara sengaja

(purposive) dan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang ditujukan kepada responden.

Kuesioner yang diberikan kepada responden berisi pertanyaanpertanyaan mengenai

karakteristik, persepsi, dan partisipasi responden terhadap pengelolaan sampah. Data

kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih melalui

teknik snowball. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada

informan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Metode

wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih dalam dan untuk menunjang dalam

menginterprestasi data kuantitatif.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data

sekunder diperoleh dari studi literatur yang berkaitan dengan topik penelitian dan pihak-pihak

yang berkaitan dengan lokasi penelitian, seperti profil dan data demografi Kelurahan

Kunciran Indah. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan pengambilan data langsung di

28
lapangan melalui kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan.

Wawancara mendalam dilakukan dengan responden dan informan berdasarkan panduan

pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara tersebut digunakan untuk mengetahui lebih jauh

mengenai sistem pengelolaan sampah dan informasi-informasi lain mengenai masalah

persampahan di lingkungan Rw 04 jan kelurahan tabona

3.6. Teknik Pengambilan Sampel.

Teknik pengambilan sampel adalah suatu teknik atau cara dalam mengambil sampel

yang representatif dari populasi. Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah warga yang

bertempat tinggal di RW 04 Jan Kelurahan Tabona Ternate Selatan. Sampel yang akan

dijadikan sebagai responden penelitian adalah warga yang bertempat tinggal di RW 04

karena tempat tersebut merupakan lokasi terletaknya tempat pembungan sampah sebagai

sarana untuk pengelolaan sampah secara terpadu. RW 04 juga merupakan daerah

percontohan di bidang pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan tabona sehingga dianggap

representatif untuk menggambarkan karakteristik Kelurahan Tabona. Unit analisis pada

penelitian ini adalah 456 rumah tangga yang ada di RW 04 Kelurahan Tabona. Penentuan

responden dilakukan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) sesuai dengan

bilangan acak dari komputer. Jumlah sampel yang dijadikan sebagai responden adalah

sebanyak 60 orang. Penggunaan teknik ini dilakukan agar seluruh masyarakat memiliki

kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai responden. Dilakukan wawancara ringkas

dengan responden untuk mengetahui keadaan umum terkait dengan pengelolaan sampah

rumah tangga yang ada di lokasi penelitian.

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

29
Data yang telah dikumpulkan menggunakan kuesioner akan diolah secara kuantitatif

dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Science) for Windows versi 26.

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman.

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar

dua variabel dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Selain analisis data

kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung data kuantitatif. Data

kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan. Analisis data kualitatif diuraikan secara deskriptif sebagai

pendukung data kuantitatif.

30

Anda mungkin juga menyukai