BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Dimasa sekarang ini sampah merupakan permasalahan
yang sangat
baik bagi masyarakat juga mempunyai hasil buangan atau sampah yang dapat
merusak lingkungan.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan sampah tersebut terutama
permasalahan sampah nuklir dan elektronik maka kami berinisiatif untuk
membuat makalah dengan judul Pengelolaan Sampah Nuklir dan elektronik.
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka ada beberapa tujuan dari
makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Mendeksripsikan mengenai sampah da pengelolaan sampah
2. Mengetahui permasalahaan sampah yang ada dimasa kini
3. Memahami perundang-undangan yang mengatur mengenai sampah
4. Mengetahui bentuk pengelolaan sampah Elektronik dan Radioaktif
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Definisi Sampah
Secara umum Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak
mempunyai nilai ekonomi dan berasal dari sisa-sisa proses industri. (Faizah,
2010)
Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan
sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena berdampak pada sisi
kehidupan terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan terus ada dan tidak akan
berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan berbanding lurus
dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah dikota
besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah
menumpuk dan tidak dapat dikelola dengan baik. (Faizah, 2010)
Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a) Volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya
tampung
Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang
dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan demikian sampah mengandung
prinsip sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat
2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia
3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003)
Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah (UU-18/2008) adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. (Enri, 2008)
II.
Gambar 2.1
Skema Manajemen Pengelolaan Sampah
(Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, (SNI 19-2454-2002)
urutan
yang
berkesinambungan
yaitu:
penampungan/pewadahan,
Gambar 2.2
Teknis Operasional Pengelolaan Sampah
(Sumber: Standar Nasional Indonesi(SNI 19-2454-2002)
1) Penampungan sampah
Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber
sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara
penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang
ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga
tidak menggangu lingkungan. Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas
tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat
bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002)
2) Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari
tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola
pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola
individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
a. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian
diangkut
ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.
pemindahan
sampah
adalah
memindahkan
sampah
hasil
4) Pengangkutan sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah
yang telah
ASPEK KELEMBAGAAN
Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan,
mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup
bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam
sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi:
struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik
vertikal maupun horizontal dari badan pengelola (Widyatmoko dan Sintorini
Moerdjoko, 2002:29).
Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai sesuai
dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1
10
orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem
pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-24542002).
Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di
Indonesia disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut : (Faizah, 2010)
Tabel 2.1
Bentuk Kelembaggaan Pengelolaan Persampahan
ASPEK PEMBIAYAAN
Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan
sampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan
sampah perkotaan memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian diharapkan
sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari
retribusi (Dit.Jend. Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).
Menurut SNI T-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya operasional dan
pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari
biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut :
- biaya pengumpulan 20 % - 40 %
- biaya pengangkutan 40 % - 60 %
- biaya pembuangan akhir 10% - 30 %
Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan
Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara lain:
11
dasar pengelolaan
kebersihan
Peraturanperaturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab
pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan
pembayaran retribusi. (Faizah, 2010)
12
antara
lain:
pengetahuan
tentang
sampah/kebersihan,
rutinitas
III.
13
sampah
di
masa
lalu
dan
masa
kini
kurang
IV.
bekas
maupun
limbahnya
(e-waste)
membutuhkan
harus
dilakukan
sesuai
ketentuan
berlaku
agar
Pasal 15 :
Produsen wajib mengelola kemasan atau barang yang
diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Dan pasal 23 :
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
14
Sementara
itu
Departemen
Perdagangan
lewat
setrikaan,
dan
mesin
cuci.
(Kep.Menperindag
Dalam
kaitannya
dengan
Konvensi
Basel,
Indonesia
(20)
Undang-Undang No.
32
Tahun
2009
Tentang
15
peng
umpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan,
B. Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif umumnya ditimbulkan dari kegiatan
pengoperasian reaktor riset, pemanfaatan sumber radiasi dan bahan
radioaktif dalam bidang industri, pertanian, kedokteran dan penelitian
serta dari berbagai proses indusrti yang menggunakan bahan yang
mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive
Material, NORM). Sedangkan di negara-negara maju, limbah
radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir
(BBN) bekas dan dekomisioning instalasi/ fasilitas nuklir. Pengelolaan
limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya
radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan penyimpanan
lestari dan pembuangan limbah (Erwansyah, 2010)
16
V.
Sampah Elektronik
Seiring dengan perkembangan zaman yang mengakibat
perkembangan teknologi sehingga kebutuhan manusia akan barang
elektronik juga mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya
penggunaan barang elektronik mengakibatkan sampah elektronik yang
dihasilkan pun semakin meningkat. (Ganesha, 2008)
Sampah elektronik merupakan jenis sampah yang berasal
dari barang-barang elektronik yang telah rusak, maupun tidak dipakai
lagi oleh penggunanya. Contoh sampah elektronik adalah kulkas,
televise, handphone, computer, monitor, dan jenis sampah elektronik
lainnya.
17
18
khusus. Pada tahap akhir, tergantung dari jenis bubuk material yang
dihasilkan pada tahap kedua, material tersebut akan diproses di tempat
berbeda;
besi/logam
akan
diproses
di
pabrik
baja,
Amerika Serikat
Amerika
Serikat
mengatur
penanganan
e-waste
dalam
Enviromental ProtectingAgency (EPA) nomor EPA-HQ-RCRA-20040012, yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the
Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule.
Negara bagian di Amerika Serikar juga membuat peraturan
mengenai penanganan limbah elektronik sendiri. Contohnya negara
bagian California membuat sistem take back dalam pengumpulan
telepon genggam ang sudah mencapaiakhir masa pakai.
Saat ini sudah ada kegiatan daur ulang limbah Cathode Ray
Tubes (CRT) di Amerika Serikat, namun jumlah fasilita daur ulang
tersebut tidak cukup untuk mendaur ulang seluruh timbunan CRT yang
ada di Amerika Serikat. Contohnya hanya seribu unit TV dari 1,3 juta
19
Switzerland
Switzerland merupakan negara pertama di dunia yang memiliki
peraturan mengenai pengolahan sampah elektronik. Ada empat
organisasi yang menangani sampah elektronik di Switzerland yaitu:
Indonesia
Pengelolaan sampah elektronik di Indonesia ditangani oleh
sector informal. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh
pemulung, lalu dibawa ke agen sampah. Kemudian alat elektronik itu
diperbaiki, dibongkar, dan didaur ulang. Sampah elektronik yang telah
ditangani oleh agen sampah tersebut kembali memiliki nilai jual. Hasil
penanganan sampah elektronik tersebut dijual kembali ke konsumen,
sedangkan yang memang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang
20
India
Bagan di bawah ini menjelaskan proses sampah elektronik yang
ada di India bisa sampai ke tangan pengelola sampah elektronik.
Produsen/pabrik
Pedagang
Pembongkarang
Peleburan
Daur ulang
Sampah Radioaktif
Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau
terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang
21
22
radioaktif
umumnya
ditimbulkan
dari
kegiatan
(BBN)
bekas
dan
dekomisioning
instalasi/
fasilitas
hidup.Pengelolaan
pengelompokan,
limbah
radioaktif
pengolahan,
adalah
pengangkutan,
23
limbah
padat
(terkompaksi/tidak
terkompaksi,
<
104Ci/m3)
dan
limbah
aktivitas
tinggi
(LTT
>
24
transformasi
kondisioning
(insinerasi,
(integrasi
kalsinasi)
dengan
wadah,
dan
teknologi
imobilisasi,
di
negara-negara
industri
nuklir.Penelitian
dan
yang
ditetapkan.Dalam
upaya
meningkatkan
25
radiologi
terhadap
pekerja,
juga
diharapkan
akan
26
Pembuangan efluen
Dalam pengoperasian instalasi nuklir tidak dapat dihindarkan
terjadinya pembuangan efluen ke atmosfer dan ke badan-air.Efluen
gas/partikulat yang dibuang langsung ke atmosfer berasal dari sistem
ventilasi. Udara sistem ventilasi di tiap instalasi nuklir sebelum
dibuang ke atmosfer melalui cerobong, dibersihkan kandungan gas/
partikulat radioaktif yang terkandung di dalamnya dengan sistem
pembersih udara yang mempunyai efisiensi 99,9 %. Efluen cair yang
dapat dibuang langsung ke badan-air hanya berasal sistem ventilasi
dan dari unit pengolahan limbah cair radioaktif.Tiap jenis
radionuklida yang terdapat dalam efluen yang di buang ke
lingkungan harus mempunyai konsentrasi di bawah BME.BME tiap
jenis radioanuklida yang diperkenankan terdapat dalam efluen
radioaktif yang dibuang ke lingkungan untuk tiap instalasi nuklir di
PPTN Serpong telah dihitung dengan metode faktor konsentrasi
(concentration factor method) dan telah diterapkan semenjak reaktor
G.A.
Siwabessy
dioperasikan
pada
bulan
Agusutus
1987
Disposal limbah
Penyimpanan
lestari/disposal
limbah
radioaktif
hasil-olahan
27
Lokasi disposal
Pemilihan lokasi untuk pembangunan fasilitas disposal mengacu
pada proses seleksi yang direkomendasikan oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA). Faktor-faktor teknis yang
dipertimbangkan diantaranya faktor geologi, hidrogeologi, geokimia,
tektonik dan kegempaan, berbagai kegiatan yang ada di sekitar calon
lokasi, meteorologi, transportasi limbah, tata-guna lahan, distribusi
penduduk dan perlindungan lingkungan hidup.Faktor lainnya yang
sangat penting adalah penerimaan oleh masyarakat.P2PLR telah
melakukan berbagai penelitian dan pengkajian kemungkinan
kawasan nuklir PPTN Serpong dan calon lokasi PLTN di S.
Lemahabang dapat digunakan sebagai lokasi untuk disposal LTR,
LTS dan LTT. Hasil pengkajian dan penelitian ini sementara
menyimpulkan bahwa kawasan PPTN Serpong dikarenakan kondisi
lingkungan setempat (pola aliran air tanah, demographi, dll) hanya
memungkinkan untuk pembangunan sistem disposal eksperimental,
sedangkan di calon lokasi PLTN telah dapat diidentifikasi daerah
yang mempunyai kesesuaian yang tinggi untuk pembangungan
sistem disposal near-surface dan deep disposal. (Eka, 2011)
Rancang-bangun
Fasilitas disposal dibangun tergantung pada kondisi geologi,
persyaratan-persyaratan khusus dan pemenuhan regulasi.Fasilitas
disposal yang dibangun haruslah efektif menahan radionuklida untuk
tidak migrasi ke lingkungan hidup selama periode potensi bahaya
(hazard) maksimal, sehingga paparan radiasi terhadap pekerja dan
anggota
masyarakat
selama
operasi
dan
pasca-operasi
28
minimal.Tujuan
ini
dapat
dicapai
melalui
rancang-bangun
Pengkajian keselamatan
Pengkajian keselamatan pembuangan/disposal limbah radioaktif
bertujuan mengevaluasi unjuk-kerja dari sistem disposal baik untuk
kondisi saat ini maupun untuk kondisi yang akan datang, diantisipasi
juga mengenai kejadian-kejadian yang sangat jarang terjadi.
Berbagai faktor, seperti model dan parameter, periode waktu yang
lama, perilaku manusia dan perubahan iklim harus dievaluasi secara
konsisten, walaupun data kuantitatif yang diperlukan tidak/ belum
tersedia.Hal ini dapat diperoleh melalui formulasi dan analisis dari
berbagai skenario yang mungkin terjadi. Skenario adalah deskripsi
berbagai alternatif yang mungkin terjadi secara konsisten mengenai
evolusi dan kondisi dimasa yang akan datang. Proses pengkajian
keselamatan umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses,
seperti kontek perlunya pengkajian dilakukan (memilih lokasi,
perizinan, kriteria yang digunakan, dan waktu pengoperasian),
rincian rancang-bangun, pengembangan dan menenetapkan skenario,
memformulasikan dan penerapkan model. Melakukan analisis dan
menginterpretasikan hasil dengan membandingkan terhadap kriteria
yang direkomendasikan.Kemampuan untuk melakukan pengkajian
keselamatan ini perlu dukungan infrastruktur (organisasi, peralatan,
dll.) dan sumberdaya manusia yang handal serta disiapkan secara
berkesinambungan. Di P2PLR saat ini terdapat Bidang Kelompok
Penyimpanan Lestari dan Bidang Keselamatan dan Lingkungan,
29
telah
membuat
group-group
untuk
pengkajian
skenario,
30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Sampah elektronik merupakan jenis sampah yang berasal dari barangbarang elektronik yang telah rusak, maupun tidak dipakai lagi oleh
penggunanya. Pengelolaan sampah elektronik di negara maju lebih baik
daripada negara berkembang. Sebaiknya negara berkembang membuat
peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan sampah elektronik, dengan
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu
meningkatkan pengawasan kegiatan ekspor dan impor untuk menghindari
ekspor impor sampah elektronik.
2. Limbah
radioaktif
adalah jenis
limbah
31
DAFTAR PUSTAKA
Alfiyan Mokhamad, dan Yus Rusdian Akhmad.2010. Strategi Pengelolaan
Limbah Radioaktif di Indonesia Ditinjau Dari Konsep Cradle To Grave.
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management
Technology), Volume 13 nomor 2 desember 2010.
Badruddin, Nakih. 2007. http://nakih.blogdetik.com. Diakses tanggal 4 Maret
2014
Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah
Dokumen Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor
Dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah B3.
Eka. 2011. Metodelogi Pengelolaan Sampah Dan Sampah Nuklir Di Indonesia
(Online),ekacrudhgeograf.blogspot.com/2011/06/metodelogipengelolaansampah-dan.html, 28 Februari 2014 pukul 23.48 WITA.
Enri Damanhuri, Prof. 2010. Pengelolaan Sampah. ITB. Bandung
Faizah. 2008. Pengelolaan SampahRumah Tangga. Undip. Semarang
Ganesha, 2008. Ancaman Sampah Elektronik. http://ganeshapoek.blogspot.com.
Diakses tanggal 3 Maret 2014.
Leonardo. 2013. Paper Sampah Elektronik ( e-Waste ) di Indonesia.
http://leeyonardoisme.wordpress.com. 03 Maret 2014 pukul 20.30 WITA.
Erwansyah,
Lubis.
2010.
Pengolahan
Limbah
Radioaktif.
32
33