Anda di halaman 1dari 33

JODOHKU KE TIBAN ENERGI

Singkat cerita : http://energikitaonline.wix.com/sadarenergi2014


Ada dua sejoli yang udah lama menjalin sebuah hubungan tapi karakter mereka
begitu berbeda. Perbedaan yang mencolok itu yah janji janji manis (PHP). Si
cowonya tuh selalu banget janji-janji ini itu yang ga ada kepastian, hingga saatnya
cewe itu sudah ga betah banget kalau si cowo itu tetap pada kebiasaannya yang
boros termasuk boros energi. Cewenyakan tegas banget kalau masalah yang
nyangkut masa depan ditambah lagi dia jurusannya emang di lingkungan, jadi
malu banget sama teman-temannya kalau si cowo tuh selalu nunjukin sikap yang
boros-boros apalagi nyangkut energy. Hingga akhirnya si cwenya tuh udah capek
banget dengar janjinya yang akan rubah sifatnya itu, tapi ga ada hasil nyatanya
krn cewenya mkir hal sepele gini aja susah amat di rubah, gimana janjinya mau
nikah barengkan. Jadi sih cewe tuh udah ga terlalu mkirin tentang hubungannya
dan memutuskan untuk masuk sebuah komunitas yang semacam earth hour
yang pastinya akan sibuk banget urus ini itu, padahal dia udah tau si cwo
cemburuan banget, ga suka lihat dia terlalu sibuk dengan kebiasaan dulunya yang
selalu gabung dengan komunitas dan berorganisasi gitu. Nah singkat cerita cewe
tuh nemuin org yang klop dengan apa yang dia impikan, udah cowo ala-ala korea,
romantis dan khusunya mempunyai karakter yang ga jauh sama dia tegas gitu dan
sepemikiran mengenai hal-hal yang mengenai masa depan baik itu hubungannya
dan sadar akan dampak lingkungan yang harusnya segera di tindak lanjuti (Bukan
diam diri aja). Jadinya cowonya tuh sebel banget krn diputusin gara-gara sepele
gitu nyangkut hemat energy, akhirnya diapun merubah pola pikirnya untuk
dapatin si cewenya kembali lagi. Sekian inspirasi yang datang ketika ga mood
untuk belajar di kakla final melanda dan memutuskan untuk tidur , tapi oh tapi
kepikiran lomba nulis cerita mengenai festival sadar energy. Ga ada editing
langsung dari pemikiran yang emang sadar sih biasa aja dan ceritanya bisa
ditambahin untuk adegan humoris dan segala macamnya, tapi musim final jadi ga
sempat. Cerita ini cuman sekedar berbagi ide hehe. Selamat membaca :D

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Dimasa sekarang ini sampah merupakan permasalahan

yang sangat

mendasar di Indonesia, tidak hanya di Indonesia sampahpun menjadi masalah


disetiap negara. Peningkatan jumlah penduduk dan semakin canngihnya teknologi
dimasa sekarang menjadi salah satu pemicu meningkatnya jumlah sampah. Tidak
bisa kita pungkiri bahwa dampak buruk atau sampah buangan tidak dapat
ditiadakan sama sekali namun kita hanya dapat mengurangi seminimalisir
mungkin sampah tersebut ataupun dimanfaatkan untuk hal lain agar sampah yang
menjadi permasalahan yang mendasar dapat berkurang.
Sampah dapat didefinisikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan
setelah berakhirnya sebuah proses. Menurut kamus Lingkungan tahun 1994
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk
digunakan secara biasa atau khusus dalam produksi atau pemakaian, barang rusak
atau cacat selama manufaktur atau materi berlebih atau buangan. Terkadang kita
tidak menyadari bahwa buangan atau sampah kecil yang kita hasilkan berdampak
besar bagi kehidupan dimasa yang akan datang.
Karena perkembangan teknologi yang begitu pesat dan canggih dimana
di setiap tahunnnya teknologi selalu berkembang menjadi lebih baik dan tanpa
kita sadari sebenarnya semakin canggih alat yang digunakan semakin besar pula
dampak buruknya,begitu pula sampah buangannya. Masyarakat sekarang kurang
menyadari hal tersebut, kebanyakan masyarakat berfikir bahwa semakin canggih
alat yang mereka gunakan semakin bagus pula alat tersebut. Tidak hanya itu
dalam sumber daya energi, pemerintahpun telah mencari alternatif lain yang lebih
canggih seperti energi nuklir dimana energi nuklir ini selain memiliki dampak

baik bagi masyarakat juga mempunyai hasil buangan atau sampah yang dapat
merusak lingkungan.
Dengan adanya permasalahan-permasalahan sampah tersebut terutama
permasalahan sampah nuklir dan elektronik maka kami berinisiatif untuk
membuat makalah dengan judul Pengelolaan Sampah Nuklir dan elektronik.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada, maka kami merumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Jelaskan definisi sampah dan pengelolaan sampah ?
2. Seperti apakah permasalahan sampah masa kini ?
3. Jelaskan perundang-undangan yang mengatur mengenai sampah ?
4. Jelaskan pengelolaan sampah Elektronik dan Radioaktif ?

I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka ada beberapa tujuan dari
makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Mendeksripsikan mengenai sampah da pengelolaan sampah
2. Mengetahui permasalahaan sampah yang ada dimasa kini
3. Memahami perundang-undangan yang mengatur mengenai sampah
4. Mengetahui bentuk pengelolaan sampah Elektronik dan Radioaktif

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Definisi Sampah

Secara umum Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak
mempunyai nilai ekonomi dan berasal dari sisa-sisa proses industri. (Faizah,
2010)
Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan
sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena berdampak pada sisi
kehidupan terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan terus ada dan tidak akan
berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan berbanding lurus
dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah dikota
besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah
menumpuk dan tidak dapat dikelola dengan baik. (Faizah, 2010)
Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a) Volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya
tampung

tempat pembuangan sampah akhir (TPA)

b) Lahan TPA semakin sempit karena tergeser penggunaan lain


c) Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat
membusuknya, hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume
sampah lebih besar dari pembusukannya oleh karena itu selalu diperlukan
perluasan area TPA baru
d) Sampah yang sudah layak menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA
karena beberapa pertimbangan
e) Managemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga seringkali
menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat

f) Pengelolaan sampah disarakan tidak memberikan dampak positif terhadap


lingkungan
g) Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah dalam memanfatkan
produk sampingan sehingga tertumpuknya produk tersebut di lahan TPA.

Ratio timbunan sampah dikota besar umumnya dihasilkan tiap-tiap jiwa


adalah 0.7 kg/kapita/hari termasuk kota medan. Kota yang memiliki jumlah
penduduk

tetap mencapai 2.125.591 jiwa dan komutter yang diperkirakan

mencapai 600.000 jiwa. jika diestimasikan timbunan sampah yang mampu


diproduksi adalah 6806 m3/hari setara dengan 1701 ton/hari. Jumlah volume
sampah di Kota Medan tergolong besar sehingga perlu ada penanganan khusus,
bila tidak cepat maka kota tersebut akan terus ditimbun oleh tumpukan sampah
dan berbarengan dengan efek negatif yang ditimbulkan. (Faizah, 2010)
Definisi sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Chandra, 2006). (Enri, 2008)
Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat.
Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari
sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang
yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk
kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste)
tidak termasuk kedalamnya.
Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak
digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh
kegiatan manusia.

Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste)


adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau
sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi
dengan sendirinya.

Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang
dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan demikian sampah mengandung
prinsip sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat
2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia
3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003)

Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah (UU-18/2008) adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. (Enri, 2008)

II.

Sistem Pengelolaan Sampah


Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang

meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu


dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan
Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis
operasional , aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek
bembiayaan, aspek peran serta masyarakat. Kelima aspek tersebut di atas
ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis operasional, organisasi,
hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling terkait, tidak dapat berdiri
sendiri. (Faizah, 2010)

Gambar 2.1
Skema Manajemen Pengelolaan Sampah
(Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, (SNI 19-2454-2002)

ASPEK TEKNIK OPERASIONAL


Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat
dengan obyek persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan sistem
persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang
jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor
19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukikman. Teknik
operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai
dengan

urutan

yang

berkesinambungan

yaitu:

penampungan/pewadahan,

pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.

Gambar 2.2
Teknis Operasional Pengelolaan Sampah
(Sumber: Standar Nasional Indonesi(SNI 19-2454-2002)

Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol


pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan
pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan
lingkungan (Tchobanoglous,1997:363). (Faizah, 2010)

1) Penampungan sampah
Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber
sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara
penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang
ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga
tidak menggangu lingkungan. Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas
tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat
bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002)

2) Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari
tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola
pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola
individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
a. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian
diangkut
ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.

Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung


Sumber: SNI 19-2454-2002
b. Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat
penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang

menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses


pemindahan. (Faizah, 2010)

Pola Pengumpulan Sampah Komunal


Sumber: SNI 19-2454-2002
3) Pemindahan sampah
Proses

pemindahan

sampah

adalah

memindahkan

sampah

hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan


akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo
pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram
dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah
terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur
kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29).

4) Pengangkutan sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah

yang telah

dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah


ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga
tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah
yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres,
sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini
Moerdjoko, 2002:29). Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah
dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan
perkotaan dan permukiman. (Faizah, 2010)

5) Pembuangan akhir sampah


Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang
sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip

pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi


pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan
sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan
menjadi 3 metode yaitu : (Faizah, 2010)
a. Metode Open Dumping
Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun
sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem
ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.

b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)


Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan
sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan
sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau
setelah mencapai periode tertentu.

c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)


Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun
dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup.
Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

ASPEK KELEMBAGAAN
Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan,
mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup
bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam
sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi:
struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik
vertikal maupun horizontal dari badan pengelola (Widyatmoko dan Sintorini
Moerdjoko, 2002:29).
Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai sesuai
dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1

10

orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem
pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-24542002).
Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di
Indonesia disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut : (Faizah, 2010)
Tabel 2.1
Bentuk Kelembaggaan Pengelolaan Persampahan

ASPEK PEMBIAYAAN
Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan
sampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan
sampah perkotaan memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian diharapkan
sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari
retribusi (Dit.Jend. Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).
Menurut SNI T-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya operasional dan
pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari
biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut :
- biaya pengumpulan 20 % - 40 %
- biaya pengangkutan 40 % - 60 %
- biaya pembuangan akhir 10% - 30 %
Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan
Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara lain:

11

penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana


pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkanminimal 10 % dari
APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional pengelolaan
sampah (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).
Di Indonesia, besar retribusi yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah
tangga besarnya 0,5 % dan maksimum 1 % dari penghasilan per rumah tangga
per bulan (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil,
2003).

ASPEK PERATURAN/ HUKUM


Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa peraturanperaturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan yang
meliputi (Hartoyo, 1998:8) :
- Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan.
- Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan.
- Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif

dasar pengelolaan

kebersihan
Peraturanperaturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab
pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan
pembayaran retribusi. (Faizah, 2010)

ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT


Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah
suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses
dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan
sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia
untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat
guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-Clean
Up Bali, 2003).

12

Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan


sampah

antara

lain:

pengetahuan

tentang

sampah/kebersihan,

rutinitas

pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan


kerja bakti, penyediaan tempat sampah. (Faizah, 2010)

III.

Permasalahan Sampah Masa Kini


Telah lama sampah menjadi permasalahan serius di berbagai kota
besar di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia berbanding
lurus dengan sampah yang dihasilkan tiap harinya.
Menurut Soemirat (2003), pada saat ini terdapat beberapa kendala
dalam pengolaan sampah masa kini, yaitu: (Badruddin, 2007)
1. Cepatnya perrkembangan tingkat hidup masyarakat yang tidak sesuai
atau disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan.
2. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan
masyarakat untuk memahami persampahan dan mengelola.
3. Meningkatnya biaya operasi pengelolaan dalam konstruksi di segala
bidang termasuk persampahan.
4. Kebiasaan mengelola sampah yang tidak efisien dan tidak benar yang
pada akhirnya akan menimbulkan pencemaran udara, tanah dan air.
5. Kegagalan dalam daur ulang atau pemanfaatan kembali barang bekas
juga ketidakmampuan orang memelihara barangnya hingga cepat
rusak.
6. Semakin sulitnya mendapatkan lahan untuk TPA sampah, selain tanah
serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah juga
terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah serta
Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan daerahnya dipakai
sebagai tempat pembuangan sampah.
7. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan pemerintah.
8. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah
pada tempatnya dan memelihara kebersihan.

13

9. Pembiayaan yang tidak memadai megingat bahwa sampai saat ini


kebanyakan sampah masih dikelola oleh pemerintah.
10. Pengelolaan

sampah

di

masa

lalu

dan

masa

kini

kurang

memperhatiakan factor non-teknis seperti partisipasi masyarakat dan


penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.

IV.

Perundang-Undangan Tentang Sampah Elektronik dan Radioaktif


A. Sampah Elektronik (e-waste)
Selama 10 tahun terakhir jumlah barang elektronik, seperti
televisi, lemari pendingin, dan komputer di Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup drastis dan mengakibatkan limbah elektronik
juga terus meningkat. Beberapa komponen peralatan listrik dan
elektronik

bekas

maupun

limbahnya

(e-waste)

membutuhkan

pengelolaan yang memenuhi syarat, karena mengandung bahan


berbahaya dan beracun (B3).Peralatan elektronik bekas atau yang
telah menjadi limbah akan didaur-ulang, oleh karea itu diperlukan tata
cara daur-ulang yang ramah lingkungan. Bila akan dibuang ke
lingkungan,

harus

dilakukan

sesuai

ketentuan

berlaku

agar

pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan dapat terhindari.


Akan tetapi, hingga saat ini limbah elektronik belum diatur secara
spesifik dan rinci. Walaupun hukum yang mengatur pengelolaan
sampah sudah lama terbit, yaitu Undang-undang no. 18 tahun 2008
yang dengan jelas menyebutkan : (Leonardo, 2013)

Pasal 15 :
Produsen wajib mengelola kemasan atau barang yang
diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Dan pasal 23 :
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.

14

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.

Yang dimaksud sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat,


konsentrasi, dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus
(Pasal 1.2). Namun yang menjadi permasalahan sampai sekarang
adalah Kementerian Lingkungan Hidup belum membuat peraturan
pemerintah yang akan memandu kerja pihak pengelola sampah
elektronik.

Sementara

itu

Departemen

Perdagangan

lewat

Kep.Menperindag No.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum


di Bidang Impor menyebut secara tegas bahwa barang-barang yang
boleh diimpor hanya barang baru. Departemen Perdagangan melarang
impor barang-barang elektronik bekas, antara lain televisi, kulkas,
komputer,

setrikaan,

dan

mesin

cuci.

(Kep.Menperindag

No.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor)

Dalam

kaitannya

dengan

Konvensi

Basel,

Indonesia

menerapkan larangan impor Iimbah B3 dan sampah elektronik yang


masih terbatas hanya terhadap sampah elektronik yang terdapat dalam
Konvensi Basel 1989. Pengaturan tersebut ditetapkan dalam Pasal 1
Angka

(20)

Undang-Undang No.

32

Tahun

2009

Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 1 Angka


(2) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah B3 Iimbah B3, sampah elektronik tergolong sebagai Iimbah
berbahaya dan beracun (B3). Karenanya pengaturan dan pengelolaan
sampah elektronik mengacu kepada peraturan yang mengatur tentang
Iimbah B3. (UU RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

15

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 18 Tahun 1999 Tentang


Pengelolaan Limbah B3)
Pengelolaan Iimbah B3 menurut Pasal 1 Angka (23) UndangUndang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah Kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan,

peng

umpulan,

pengangkutan,

pemanfaatan,

pengolahan, dan/atau penimbunan. Ketentuan tersebut kemudian


diperjelas dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Limbah B3. Berdasarkan Pasal 2 Huruf (j)
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup, pengelolaan sampah elektronik dan
Iimbah B3 salah satunya di dasarkan pada asas pencemar pembayar.

B. Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif umumnya ditimbulkan dari kegiatan
pengoperasian reaktor riset, pemanfaatan sumber radiasi dan bahan
radioaktif dalam bidang industri, pertanian, kedokteran dan penelitian
serta dari berbagai proses indusrti yang menggunakan bahan yang
mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive
Material, NORM). Sedangkan di negara-negara maju, limbah
radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir
(BBN) bekas dan dekomisioning instalasi/ fasilitas nuklir. Pengelolaan
limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya
radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan penyimpanan
lestari dan pembuangan limbah (Erwansyah, 2010)

Pengaturan limbah radioaktif dan paparan radiasi secara


internasional ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency

16

(IAEA) dan juga oleh International Commission on Radiological


Protection (ICRP). Sedangkan di Indonesia diawasi oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan melalui peraturan,
perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan oleh
BAPETEN juga memperhatikan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UndangUndang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang
lainnya yang terkait beserta produk hukum dibawahnya. (UU RI No.
18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah)
Namun, dalam pasal 23 ayat (2), BATAN dalam melaksanakan
pengelolaan limbah radioaktif dapat bekerjasama dengan atau
menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Koperasi dan/ atau
Badan Usaha lainnya. Berdasarkan pasal ini, pemerintah membuka
pintu-pintu lebar-lebar bagi pihak swasta atau Badan Usaha lainnya
untuk berperan serta dalam pengelolaan limbah radioaktif yang aman
untuk generasi saat ini maupun untuk generasi yang akan datang.

V.

Sampah Elektronik
Seiring dengan perkembangan zaman yang mengakibat
perkembangan teknologi sehingga kebutuhan manusia akan barang
elektronik juga mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya
penggunaan barang elektronik mengakibatkan sampah elektronik yang
dihasilkan pun semakin meningkat. (Ganesha, 2008)
Sampah elektronik merupakan jenis sampah yang berasal
dari barang-barang elektronik yang telah rusak, maupun tidak dipakai
lagi oleh penggunanya. Contoh sampah elektronik adalah kulkas,
televise, handphone, computer, monitor, dan jenis sampah elektronik
lainnya.

17

Menurut estimasi Badan Program Lingkungan Hidup


PBB(UNEP), setiap tahun dihasilkan 20-50 juta ton limbah elektronik
dari seluruh penjuru dunia.Tingkat kemampuan daur ulangnya tak
lebih dari 10 persen. Sementara, peningkatan volumelimbah
elektronik per tahunnya diperkirakan mencapai 3-5 persen, atau tiga
kali lebih cepatdaripada limbah umum. Berdasarkan data UNEP,
Amerika Serikat tercatat sebagai produsen limbah elektronik
terbanyak, mencapai 3 juta ton. Sedangkan posisi kedua diduduki
Cina dengan jumlah 2,3 juta ton. (Lia Wanadriani Santosa, 2013).
Hal utama yang menjadi permasalahan adalah limbah-limbah
elektronik tersebut memiliki potensi bahaya karena kandungan logam
berat yang dimilikinya, misalnya Pb, Hg, Cd, Cr, PBB, dan PBDE.
Logam-logam tersebut memiliki efek karsinogen (zat pemicu kanker)
dan kandungan racun yang tinggi yang tidak hanya berbahaya bagi
lingkungan namun juga bagi kesehatan. Selain itu, dioksin paling
tinggi di dunia menjadi penyebab peningkatan pada kasus keguguran
pada wanita hamil. (Ganesha, 2008)
V.1 Pengelolaan sampah elektronik
Standard industri daur ulang sampah elektronik menurut UNEP
dibagi menjadi 3 tahap (Ayu Nindyapuspa,2008):
1. Pengumpulan (collection)
2. Pemisahan (sorting/dismantling)
3. Proses akhir (refining/disposal)
Pada tahap awal, sampah elektronik dikumpulkan, di bongkar
dan dipisahkan berdasarkan jenis komponennya masing-masing; kabel,
plastik, logam, papan sirkuit, bateri, bahan berbahaya. Selanjutnya,
grup-grup ini akan diproses lebih lanjut tergantung sifat materialnya.
Sebagai contoh, kabel, papan sirkuit, logam akan di cacah menjadi
bubuk sehingga lebih mudah di daur ulang di refining facility.
Sementara baterai, dan komponen yang mengandung merkuri atau
material berbahaya lainnya akan dipisahkan dan diperlakukan secara

18

khusus. Pada tahap akhir, tergantung dari jenis bubuk material yang
dihasilkan pada tahap kedua, material tersebut akan diproses di tempat
berbeda;

besi/logam

akan

diproses

di

pabrik

baja,

aluminum/tembaga/logam mulia di peleburan bijih logam, dan beberapa


material lain dapat digunakan untuk keperluan industri semen, jalan
raya, dll.Jika semua tahapan daur ulang ini dilakukan secara benar,
maka dampak negatif sampah elektronik dapat dikurangi secara
signifikan sekaligus menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa
studi menunjukkan bahwa nilai dari satu unit sampah TV tidak kurang
dari 25 USD, dan 27 USD untuk komputer. Sebagai contoh betapa
sampah elektronik adalah barang yang bernilai ekonomi tinggi, satu
study menunjukkan bahwa seluruh sampah handphone di Amerika
Serikat pada tahun 2005 (500 juta sampah handphone) bernilai tidak
kurang dari 314 juta USD.

V. 2 Pengelolaan sampah elektronik dari berbagai negara:


Beberapa teknik pengolahan sampah dari negara maju dan negara
berkembang (Ayu Nindyapuspa,2008)
1.

Amerika Serikat
Amerika

Serikat

mengatur

penanganan

e-waste

dalam

Enviromental ProtectingAgency (EPA) nomor EPA-HQ-RCRA-20040012, yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the
Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule.
Negara bagian di Amerika Serikar juga membuat peraturan
mengenai penanganan limbah elektronik sendiri. Contohnya negara
bagian California membuat sistem take back dalam pengumpulan
telepon genggam ang sudah mencapaiakhir masa pakai.
Saat ini sudah ada kegiatan daur ulang limbah Cathode Ray
Tubes (CRT) di Amerika Serikat, namun jumlah fasilita daur ulang
tersebut tidak cukup untuk mendaur ulang seluruh timbunan CRT yang
ada di Amerika Serikat. Contohnya hanya seribu unit TV dari 1,3 juta

19

TV using di Florida yang dapat didaur ulang. Hal ini menyebabkan TV


yang tidak dapat didaur ulang akan disimpan atau diekspor
2.

Switzerland
Switzerland merupakan negara pertama di dunia yang memiliki
peraturan mengenai pengolahan sampah elektronik. Ada empat
organisasi yang menangani sampah elektronik di Switzerland yaitu:

The Swiss Association for Information, Communication and


Organizational Tecnology (SWICO) yang mengelola limbah
elektronik seperti computer, TV, dan radio.

Stiftung Entsorgung Schweiz System (S.E.N.S) yang mengelola


limbah elektronik seperti mesin cuci, lemari es, dan oven.

Swiss Light Recycling Foundation (SLRF) yang mengelola


limbah elektronik jenis lampu.

Stakeholder Organization for Battery Disposal (INOBAT) yang


mengelola limbah elektronik jenis baterai.
Dalam sistem pengelolaan sampah elektronik di Switzerland,

produsen bertanggung jawab penuh terhadap penerapan dan operasional


pengelolaan beserta sistem finansial dalam pembiayaan daur ulang.
Biaya daur ulang dimasukkan ke dalam harga alat elektronik yang
dijual. Pedagang, importer, dan pabrik wajib mengambil kembali
produk mereka yang sudah tidak dipakai oleh konsumen tanpa dipungut
biaya dan dikelola secara ramah lingkungan.
3.

Indonesia
Pengelolaan sampah elektronik di Indonesia ditangani oleh
sector informal. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh
pemulung, lalu dibawa ke agen sampah. Kemudian alat elektronik itu
diperbaiki, dibongkar, dan didaur ulang. Sampah elektronik yang telah
ditangani oleh agen sampah tersebut kembali memiliki nilai jual. Hasil
penanganan sampah elektronik tersebut dijual kembali ke konsumen,
sedangkan yang memang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang

20

ke landfill, namun di landfill tidak ditemukan pengelolaan sampah


elektronik yang signifikan.
Pada sector informal, sampah elektronik yang timbul dikelola
oleh toko service, pemulung, dan toko pengumpul sampah skala
menengah. Kemudian didaur ulang atau dilebur, diserahkan ke toko
pengumpul sampah skala besar
4.

India
Bagan di bawah ini menjelaskan proses sampah elektronik yang
ada di India bisa sampai ke tangan pengelola sampah elektronik.
Produsen/pabrik
Pedagang

Rumah pribadi, bisnis, perkantoran, dan institusi pendidikan

Agen besi tua

Pembongkarang

Peleburan

Daur ulang

Pendaur ulang membongkar sampah elektronik sehingga


didapatkan bahan-bahan yang dapat digunakan kembali atau didaur
ulang seperti plastic, kaca, dan kabel tembaga. Bahan-bhan ini dijual
kembali ke penyuplai bahan baku untuk digunakan kembali. Selain itu,
sampag elektronik juga diolah untuk mendapatkan bahan-bahan bernilai
tinggi seperti tembaga, emas, perak, aluminium, dan lain-lain. Kegiatan
tersebut menghasilkan residu yang akan diinsinerasi atau dibuang ke
landfill, pembuangan secara open dumping, serta asam yang digunakan
untuk mengekstraksi logam tersebut dibuang ke badan air.
VI.

Sampah Radioaktif
Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau
terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang

21

melebihi batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh


Badan Pengawas Tenaga Nuklir.Definisi tersebut digunakan didalam
peraturan perundang-undangan. Pengertian limbah radioaktif yang lain
mendefinisikan sebagai zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan
lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau
menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat difungsikan/dimanfaatkan.
Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif
kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang
memanfaatkan radiasi pengion. (Lubis Erwansyah, 2010)

Pengawasan Pemanfaatan IPTEK Nuklir


Kegiatan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek nuklir
di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10
Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan
melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan
yang diberikan oleh Bapeten juga memperhatikan Undang-Undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang
Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UndangUndang lainnya yang terkait beserta produk hukum dibawahnya.
(Eka, 2011)
Izin pembangunan diberikan bila dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) yang disampaikan oleh pemrakarsa
disetujui oleh komisi Amdal.Hal ini dilakukan untuk memenuhi
Undang Undang No. 23/1997 Pasal 15.Dalam dokumen Analisis
Dampak Lingkungan (Amdal) dilakukan studi yang menyeluruh
antara komponen-komponen lingkungan hidup terhadap berbagai
jenis kegiatan pembangunan yang dimulai dari tahap pembebasan
dan penyiapan lahan sampai tahap dekomisioning. Hasil studi Amdal
adalah informasi mengenai berbagai kegiatan yang menimbulkan

22

dampak positif dan negatif serta komponen lingkungan hidup yang


terkena dampak. (Eka, 2011)

Pengelolaan Limbah Radioaktif


Limbah

radioaktif

umumnya

ditimbulkan

dari

kegiatan

pengoperasian reaktor riset, pemanfaatan sumber radiasi dan bahan


radioaktif dalam bidang industri, pertanian, kedokteran dan
penelitian serta dari berbagai proses indusrti yang menggunakan
bahan yang mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring
Radioactive Material, NORM). Sedangkan di negara-negara maju,
limbah radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar
nuklir

(BBN)

bekas

dan

dekomisioning

instalasi/

fasilitas

nuklir.Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah


timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan
lingkungan
pengumpulan,

hidup.Pengelolaan
pengelompokan,

limbah

radioaktif

pengolahan,

adalah

pengangkutan,

penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari dan pembuangan


limbah (disposal). (Eka, 2011)
Minimisasi Limbah
Dalam pemanfaatan iptek nuklir minimisasi limbah diterapkan mulai
dari perencanaan, pemanfaatan (selama operasi) dan setelah masa
operasi (pasca operasi).Pada tahap awal/perencanaan pemanfaatan
iptek nuklir diterapkan azas justifikasi, yaitu "tidak dibenarkan
memanfaatkan suatu iptek nuklir yang menyebabkan perorangan
atau anggota masyarakat menerima paparan radiasi bila tidak
menghasilkan suatu manfaat yang nyata". Dengan menerapkan azas
justifikasi berarti telah memimisasi potensi paparan radiasi dan
kontaminasi serta membatasi limbah/dampak lainnya yang akan
ditimbulkan pada sumbernya. Setelah penerapan azas justifikasi atas
suatu pemanfaatan iptek nuklir, pemanfaatan iptek nuklir tersebut
harus lebih besar manfaatnya dibandingkan kerugian yang akan

23

ditimbulkannya, dan dalam pembangunan dan pengoperasiannya


harus mendapat izin lokasi, pembangunan, dan pengoperasian dari
Badan Pengawas. (Eka, 2011)
Pengelompokan Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif yang ditimbulkan dari pemanfaatan iptek nuklir
umumnya dikelompokkan ke dalam limbah tingkat rendah (LTR),
tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Pengelompokan ini
didasarkan kebutuhan isolasi limbah untuk jangka waktu yang
panjang dalam upaya melindungi pekerja radiasi, lingkungan hidup,
masyarakat dan generasi yang akan datang. Pengelompokan ini
merupakan strategi awal dalam pengelolaan limbah radioaktif.Sistem
pengelompokan limbah di tiap negara umumnya berbeda-beda sesuai
dengan tuntutan keselamatan/peraturan yang berlaku di masingmasing negara.Di Indonesia, sesuai Pasal 22 ayat 2, U.U. No.
10/1997, limbah radioaktif berdasarkan aktivitasnya diklasifikasikan
dalam jenis limbah radioaktif tingkat rendah (LTR), tingkat sedang
(LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Di P2PLR, berdasarkan bentuknya
limbah radioaktif dikelompokkan ke dalam limbah cair (organik,
anorganik),

limbah

padat

(terkompaksi/tidak

terkompaksi,

terbakar/tidak terbakar) dan limbah semi cair (resin). Berdasarkan


aktivitasnya dikelompokkan menjadi limbah aktivitas rendah (106Ci/m3 < LTR < 10-3Ci/m3), limbah aktivitas sedang (10-3Ci/m3 <
LTS

<

104Ci/m3)

dan

limbah

aktivitas

tinggi

(LTT

>

104Ci/m3).Penimbul limbah radioaktif baik dari kegiatan Batan dan


diluar Batan (Industri, Rumah Sakit, industri, dll.) wajib melakukan
pemilahan dan pengumpulan limbah sesuai dengan jenis dan tingkat
aktivitasnya. Limbah radioaktif ini selanjutnya dapat diolah di Pusat
Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Serpong untuk pengolahan lebih
lanjut. (Eka, 2011)
Teknologi Pengolahan Limbah

24

Tujuan utama pengolahan limbah adalah mereduksi volume dan


kondisioning limbah, agar dalam penanganan selanjutnya pekerja
radiasi, anggota masyarakat dan lingkungan hidup aman dari paparan
radiasi dan kontaminasi. Teknologi pengolahan yang umum
digunakan antara lain adalah teknologi alih-tempat (dekontaminasi,
filtrasi, dll.), teknologi pemekatan (evaporasi, destilasi, dll.),
teknologi

transformasi

kondisioning

(insinerasi,

(integrasi

kalsinasi)

dengan

wadah,

dan

teknologi
imobilisasi,

adsorpsi/absorpsi). Limbah yang telah mengalami reduksi volume


selanjutnya dikondisioning dalam matrik beton, aspal, gelas,
keramik, sindrok, dan matrik lainnya, agar zat radioaktif yang
terkandung terikat dalam matrik sehingga tidak mudah terlindi dalam
kurun waktu yang relatif lama (ratusan/ribuan tahun) bila limbah
tersebut disimpan secara lestari/di disposal ke lingkungan.
Pengolahan limbah ini bertujuan agar setelah ratusan/ribuan tahun
sistem disposal ditutup (closure), hanya sebagian kecil radionuklida
waktu-paro (T1/2) panjang yang sampai ke lingkungan hidup
(biosphere), sehingga dampak radiologi yang ditimbulkannya
minimal dan jauh di bawah NBD yang ditolerir untuk anggota
masyarakat. (Eka, 2011)

Limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang


Teknologi pengolahan dan disposal limbah tingkat rendah (LTR) dan
tingkat sedang (LTS) telah mapan dan diimplementasikan secara
komersial

di

negara-negara

industri

nuklir.Penelitian

dan

pengembangan (litbang) yang berkaitan dengan pengolahan dan


disposal limbah ini sudah sangat terbatas.Negara-negara berkembang
dapat mempelajari dan mengadopsi teknologi pengolahan dan
disposal dari negara-negara industri nuklir.Teknologi pengolahan
dan disposal yang dipilih haruslah disesuaikan dengan strategi
pengelolaan

yang

ditetapkan.Dalam

upaya

meningkatkan

kepercayaan masyarakat, beberapa negara-negara industri nuklir saat

25

ini cenderung langsung mendisposal LTR dan LTS dari pada


menyimpannya di tempat penyimpanan sementara (strategi wait and
see). Penerapan disposal secara langsung selain akan memeperkecil
dampak

radiologi

terhadap

pekerja,

juga

diharapkan

akan

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan iptek


nuklir.P2PLR dalam pengelolaan LTR dan LTS telah mengadopsi
teknologi yang telah mapan dan umum digunakan di negara-negara
industri nuklir.Limbah hasil olahan disimpan di fasilitas IS-1,
sehingga limbah tersebut aman dan terkendali serta kemungkinan
limbah tersebut tercecer atau tidak bertuan dapat dihindarkan. (Eka,
2011)

Limbah tingkat tinggi


Kebijakan pengelolaan limbah radioaktif tingkat tinggi (LTT) dan
bahan bakar nuklir (BBN) bekas di tiap negara industri nuklir selain
berbeda juga masih berubah-ubah.Beberapa negara melakukan
pilihan olah-ulang (daur-tertutup) untuk pemanfaatan material fisil
dan fertil yang masih terkandung dan sekaligus mereduksi
volumenya. Sebagian negara lain melihat LTT sebagai limbah (daurterbuka), dan berencana untuk mendisposalnya dalam formasi
geologi tanah dalam (deep repository).BATAN dalam pengelolaan
LTT saat ini memilih daur tertutup.Limbah BBN bekas dan LTT dari
hasil uji fabrikasi BBN saat ini disimpan di Interim Storage for Spent
Fuel Element (ISSFE) yang ada di PPTN Serpong.Kapasitas ISSFE
mampu untuk menyimpan BBN bekas untuk selama umur operasi
reaktor G.A. Siwabessy.LTT dan Bahan Bakar Nuklir (BBN) bekas
yang dihasilkan dari pengoperasian reaktor Triga Mark II di
Bandung dan reaktor Kartini di Yogyakarta disimpan di kolam
pendingin reaktor. Dalam pengoperasian reaktor G.A.Siwabessy,
reaktor Triga Mark II dan reaktor Kartini, BBN bekas ataupun LTT
tidak ada yang keluar dari kawasan nuklir tersebut, seluruhnya
tersimpan dengan aman di kawasan nuklir tersebut. (Eka, 2011)

26

Pembuangan limbah radioaktif


Strategi pembuangan limbah radioaktif umumnya dibagi kedalam 2
konsep pendekatan, yaitu konsep "Encerkan dan Sebarkan" (EDS)
atau "Pekatkan dan Tahan" (PDT). Kedua strategi ini umumnya
diterapkan dalam pemanfaatan iptek nuklir di negara industri nuklir,
sehingga tidak dapat dihindarkan menggugurkan strategi zero
release. (Eka, 2011)

Pembuangan efluen
Dalam pengoperasian instalasi nuklir tidak dapat dihindarkan
terjadinya pembuangan efluen ke atmosfer dan ke badan-air.Efluen
gas/partikulat yang dibuang langsung ke atmosfer berasal dari sistem
ventilasi. Udara sistem ventilasi di tiap instalasi nuklir sebelum
dibuang ke atmosfer melalui cerobong, dibersihkan kandungan gas/
partikulat radioaktif yang terkandung di dalamnya dengan sistem
pembersih udara yang mempunyai efisiensi 99,9 %. Efluen cair yang
dapat dibuang langsung ke badan-air hanya berasal sistem ventilasi
dan dari unit pengolahan limbah cair radioaktif.Tiap jenis
radionuklida yang terdapat dalam efluen yang di buang ke
lingkungan harus mempunyai konsentrasi di bawah BME.BME tiap
jenis radioanuklida yang diperkenankan terdapat dalam efluen
radioaktif yang dibuang ke lingkungan untuk tiap instalasi nuklir di
PPTN Serpong telah dihitung dengan metode faktor konsentrasi
(concentration factor method) dan telah diterapkan semenjak reaktor
G.A.

Siwabessy

dioperasikan

pada

bulan

Agusutus

1987

Pembuangan efluent gas/partikulat dan efluen cair ke lingkungan di


PPTN Serpong telah sesuai dengan rekomendasi yang diberikan baik
secara nasional maupun internasional. (Eka, 2011)

Disposal limbah
Penyimpanan

lestari/disposal

limbah

radioaktif

hasil-olahan

merupakan penerapan strategi PDT.Strategi ini mempunyai potensi

27

meningkatkan peneriman dosis terhadap anggota masyarakat, dosis


maksimal yang diakibatkannya tidak boleh melebihi dosis pembatas
yang diperkenankan.Pengoperasian fasilitas disposal ini harus
mendapat izin lokasi, konstruksi dan operasi dari Badan Pengawas.
(Eka, 2011)

Lokasi disposal
Pemilihan lokasi untuk pembangunan fasilitas disposal mengacu
pada proses seleksi yang direkomendasikan oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA). Faktor-faktor teknis yang
dipertimbangkan diantaranya faktor geologi, hidrogeologi, geokimia,
tektonik dan kegempaan, berbagai kegiatan yang ada di sekitar calon
lokasi, meteorologi, transportasi limbah, tata-guna lahan, distribusi
penduduk dan perlindungan lingkungan hidup.Faktor lainnya yang
sangat penting adalah penerimaan oleh masyarakat.P2PLR telah
melakukan berbagai penelitian dan pengkajian kemungkinan
kawasan nuklir PPTN Serpong dan calon lokasi PLTN di S.
Lemahabang dapat digunakan sebagai lokasi untuk disposal LTR,
LTS dan LTT. Hasil pengkajian dan penelitian ini sementara
menyimpulkan bahwa kawasan PPTN Serpong dikarenakan kondisi
lingkungan setempat (pola aliran air tanah, demographi, dll) hanya
memungkinkan untuk pembangunan sistem disposal eksperimental,
sedangkan di calon lokasi PLTN telah dapat diidentifikasi daerah
yang mempunyai kesesuaian yang tinggi untuk pembangungan
sistem disposal near-surface dan deep disposal. (Eka, 2011)

Rancang-bangun
Fasilitas disposal dibangun tergantung pada kondisi geologi,
persyaratan-persyaratan khusus dan pemenuhan regulasi.Fasilitas
disposal yang dibangun haruslah efektif menahan radionuklida untuk
tidak migrasi ke lingkungan hidup selama periode potensi bahaya
(hazard) maksimal, sehingga paparan radiasi terhadap pekerja dan
anggota

masyarakat

selama

operasi

dan

pasca-operasi

28

minimal.Tujuan

ini

dapat

dicapai

melalui

rancang-bangun

komponen-komponen teknis seperti paket limbah, struktur teknis


fasilitas, lokasi itu sendiri dan kombinasi dari berbagai faktor-faktor
teknis tersebut.Saat ini beberapa jenis fasilitas disposal telah
dibangun dan beroperasi di negara-negara industri nuklir, 62 %
dibangun dekat permukaan tanah (engineered near-surface), 18 % di
permukaan tanah, 7 % dalam gua bekas tambang dan sisanya dalam
formasi geologi (deep disposal). (Eka, 2011)

Pengkajian keselamatan
Pengkajian keselamatan pembuangan/disposal limbah radioaktif
bertujuan mengevaluasi unjuk-kerja dari sistem disposal baik untuk
kondisi saat ini maupun untuk kondisi yang akan datang, diantisipasi
juga mengenai kejadian-kejadian yang sangat jarang terjadi.
Berbagai faktor, seperti model dan parameter, periode waktu yang
lama, perilaku manusia dan perubahan iklim harus dievaluasi secara
konsisten, walaupun data kuantitatif yang diperlukan tidak/ belum
tersedia.Hal ini dapat diperoleh melalui formulasi dan analisis dari
berbagai skenario yang mungkin terjadi. Skenario adalah deskripsi
berbagai alternatif yang mungkin terjadi secara konsisten mengenai
evolusi dan kondisi dimasa yang akan datang. Proses pengkajian
keselamatan umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses,
seperti kontek perlunya pengkajian dilakukan (memilih lokasi,
perizinan, kriteria yang digunakan, dan waktu pengoperasian),
rincian rancang-bangun, pengembangan dan menenetapkan skenario,
memformulasikan dan penerapkan model. Melakukan analisis dan
menginterpretasikan hasil dengan membandingkan terhadap kriteria
yang direkomendasikan.Kemampuan untuk melakukan pengkajian
keselamatan ini perlu dukungan infrastruktur (organisasi, peralatan,
dll.) dan sumberdaya manusia yang handal serta disiapkan secara
berkesinambungan. Di P2PLR saat ini terdapat Bidang Kelompok
Penyimpanan Lestari dan Bidang Keselamatan dan Lingkungan,

29

telah

membuat

group-group

untuk

pengkajian

skenario,

mendapatkan besaran-besaran fisika-kima untuk pengkajian dan


pengembangan perangkat lunak untuk pengkajian unjuk kerja
fasilitas disposal (performance assessment), diharapkan dalam
jangka panjang dapat dibangun capacity building dan confidence
building dalam keselamatan disposal limbah radioaktif. (Eka, 2011)

30

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Sampah elektronik merupakan jenis sampah yang berasal dari barangbarang elektronik yang telah rusak, maupun tidak dipakai lagi oleh
penggunanya. Pengelolaan sampah elektronik di negara maju lebih baik
daripada negara berkembang. Sebaiknya negara berkembang membuat
peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan sampah elektronik, dengan
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu
meningkatkan pengawasan kegiatan ekspor dan impor untuk menghindari
ekspor impor sampah elektronik.
2. Limbah

radioaktif

adalah jenis

limbah

yang mengandung atau

terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi


batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir. Pengelolaan Limbah Radioaktif dapat dilakukan
dengan minimisasi limbah, pengelompokan limbah radioaktif, serta
teknologi pengolahan limbah.

31

DAFTAR PUSTAKA
Alfiyan Mokhamad, dan Yus Rusdian Akhmad.2010. Strategi Pengelolaan
Limbah Radioaktif di Indonesia Ditinjau Dari Konsep Cradle To Grave.
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management
Technology), Volume 13 nomor 2 desember 2010.
Badruddin, Nakih. 2007. http://nakih.blogdetik.com. Diakses tanggal 4 Maret
2014
Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah
Dokumen Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor
Dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah B3.
Eka. 2011. Metodelogi Pengelolaan Sampah Dan Sampah Nuklir Di Indonesia
(Online),ekacrudhgeograf.blogspot.com/2011/06/metodelogipengelolaansampah-dan.html, 28 Februari 2014 pukul 23.48 WITA.
Enri Damanhuri, Prof. 2010. Pengelolaan Sampah. ITB. Bandung
Faizah. 2008. Pengelolaan SampahRumah Tangga. Undip. Semarang
Ganesha, 2008. Ancaman Sampah Elektronik. http://ganeshapoek.blogspot.com.
Diakses tanggal 3 Maret 2014.
Leonardo. 2013. Paper Sampah Elektronik ( e-Waste ) di Indonesia.
http://leeyonardoisme.wordpress.com. 03 Maret 2014 pukul 20.30 WITA.
Erwansyah,

Lubis.

2010.

Pengolahan

Limbah

Radioaktif.

http://puskaradim.blogspot.com. 03 Maret 2014 pukul 22.45 WITA.


Nindyapuspa, Ayu. 2008. Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik. ITS.
Surabaya.
Santosa, Lia Wanadriani. 2013. Sampah Elektronik. http://antarnews.com. 03
Maret 2014.
.

32

33

Anda mungkin juga menyukai