Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sampah

II.1.1 Pengertian sampah

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan

bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (SNI 19-2454-

1993). Menurut Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk

padat dan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau

volumenya memerlukan pengelolaan khusus.

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dan merupakan hasil

aktivitas manusia maupun alam yang sudah tidak dapat digunakan lagi karena sudah

diambil unsur atau fungsi utamanya (Sejati, 2009)

II.1.2. Jenis-jenis sampah

Menurut Sejati (2009), ada beberapa macam penggolongan sampah.

Penggolongan ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: asal, komposisi,

bentuk, lokasi, proses, terjadinya, sifat dan jenisnya. Secara garis besar jenis sampah

yang dikenal oleh masyarakat hanya ada tiga jenis, yaitu:

8
9

1. Sampah organik/basah

Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-

daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, sisa buah, dan lain sebagainya.

Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk atau hancur) secara alami.

2. Sampah anorganik/ kering

Sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terdegradasi secara alami.

Contohnya: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol.

3. Sampah berbahaya

Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia, binatang, ataupun tumbuhan, dapat

terdiri dari:

a. Sampah patogen, yaitu sampah yang berasal dari rumah sakit dan klinik.

b. Sampah beracun, yaitu sisa pestisida, insektisida, kertas bungkus bahan beracun.

c. Sampah radioaktif, yaitu sampah bahan-bahan radioaktif, sisa pengolahan nuklir.

d. Sampah ledakan, yang berasal dari ledakan petasan, mesiu sampah perang.

Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus.

II.1.3 Sumber sampah

Menurut Damanhuri (2008), sampah di Indonesia bila dilihat dari sumbernya

sampah perkotaan yang dikelola oleh pemerintah kota di Indonesia sering

dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu:


10

1. Sampah dari pemukiman

Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah

tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok sumber

ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton atau dus,

kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti

dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri,

seperti mebel, TV bekas, kasur dan lainnya. Kelompok ini dapat meliputi rumah

tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada

dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah

susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan

berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterai, lampu, sisa obat-obatan, oli bekas,

dan lainnya.

2. Sampah dari daerah komersial

Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan,

pasar, hotel, perkantoran dan lain-lain. Dari sumber ini umumnya dihasilkan sampah

berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar

tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk.

Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi

dengan komposisi yang berbeda.


11

3. Sampah dari perkantoran/institusi

Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah sakit,

lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Dari sumber ini potensial dihasilkan sampah

seperti halnya dari daerah komersial non pasar.

4. Sampah dari jalan taman dan tempat umum

Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir,

tempat rekreasi, saluran darinase kota dan lain-lain. Dari daerah ini umumnya

dihasilkan sampah berupa daun pohon, pasir, lumpur, sampah umum seperti plastik,

kertas dan lainnya. Sampah yang dikelola di perkotaan adalah semua sampah yang

timbul di kota baik sampah domestik maupun non domestik dan tidak termasuk

sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Estimasi timbulan sampah merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan

pengkajian sistem pengelolaan sampah. Prediksi timbulan sampah merupakan

langkah awal yang dilakukan dalam tahap pengelolaan persampahan. Berikut adalah

perhitungan estimasi timbulan sampah

Menurut SNI 19-3983-1995, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka

untuk menghitung besaran sistem dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai

berikut:
12

Estimasi Timbulan Sampah

Vs = Po x v

Keterangan:

Po = Jumlah penduduk

v = Rata – rata volume sampah yang dihasilkan

Tabel II.1 Timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota

Voume
N
Klasifikasi Kota (L/Orang/Hari Berat
o
) (Kg/Orang/Hari)
Kota besar (500.000-1.000.000
1
jiwa) 2,75-3,25 0,70-0,80
Kota sedang (100.000-500.000
2
jiwa) 2,75-3,25 0,70-0,80
Kota kecil (20.000-100.000
3
jiwa) 2,50-2,75 0,625-0,70
(Sumber: SNI 19-3983-1995, Badan Standarisasi Nasional)

II.1.4 Pengelolaan dan penanganan sampah

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah

adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi

pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah adalah usaha untuk

mengatur atau mengelola sampah dari proses pengumpulan, pemisahan, pemindahan,

pengangkutan, sampai pengolahan dan pembuangan akhir.

Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponen-

komponen sub sistem yang saling mendukung satu dengan yang lain berinteraksi

untuk mencapai tujuan, yaitu kota bersih, sehat dan teratur.


13

II.2 Teknik Operasional Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

II.2.1 Sistem pengumpulan sampah

Menurut Bramono (2007), Sistem pengumpulan adalah proses penanganan

sampah dengan cara mengumpulkannya dari masing-masing sumber sampah untuk

diangkut ke tempat pembuangan sementara/transfer depo atau langsung ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) tanpa melalui proses pemindahan. Sistem pengumpulan

sampah juga dapat didefinisikan sebagai sistem pemindahan sampah dari sumber

sampah (kawasan permukiman, kawasan perdagangan, kawasan industri, dan lain-

lain) menuju ke Tempat Pembuangan Sementara atau langsung ke Tempat

Pembuangan Akhir.

Menurut Pramono (2008), Proses pengumpulan sampah dapat dilakukan

dengan sistem door to door, pick up the container atau partisipasi masyarakat. Sistem

door to door adalah sistem pengumpulan yang langsung datang dari satu rumah ke

rumah lainnya. Sedangkan sistem pick up the container adalah sistem pengumpulan

sampah dengan mengambil sampah yang berada di tempat sampah depan rumah.

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), Pola pengumpulan dapat dibagi

menjadi 5 pola pengumpulan sampah, yaitu:


14

Gambar II.2 Pola operasional persampahan

1. Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas umum

Kegiatan pengambilan sampah dari rumah-rumah sumber sampah dan

diangkut langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa melalui kegiatan

pemindahan. Dapat diterapkan di kota sedang dan kecil karena jarak ke TPA tidak

jauh, daerah pelayanan tidak luas dan tidak sulit dijangkau.

Persyaratannya adalah kondisi topografi bergelombang, yaitu kemiringan

lebih dari 15% sampai dengan 40%, hanya alat pengumpul mesin yang dapat

beroperasi, kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai

jalan lainnya, kondisi dan jumlah alat memadai, jumlah timbunan sampah > 0,3

m3/hari, bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.

2. Pola individual tidak langsung dari rumah ke rumah.

Kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing sumber sampah dibawa ke

lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir

(TPA). Persyaratannya adalah bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif,

lahan untuk lokasi pemindahan tersedia, bagi kondisi topografi relatif datar, yaitu
15

kemiringan rata-rata kurang dari 5%, dapat menggunakan alat pengumpul non

mesin seperti gerobak atau becak, alat pengumpul masih dapat menjangkau secara

langsung, kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu

pemakai jalan lainnya dan sudah ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.

3. Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial

Kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik komunal dan

diangkut ke lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Persyaratannya adalah bila

alat pengangkut terbatas, kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif

rendah, alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah individual (kondisi daerah

berbukit, gang jalan sempit), peran serta masyarakat tinggi, wadah komunal

ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah dijangkau oleh alat

pengangkut (truk), untuk permukiman tidak teratur.

4. Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat

Kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal

ke lokasi pemindahan untuk diangkut selanjutnya ke Tempat Pembuangan Akhir

(TPA). Persyaratannya adalah peran serta masyarakat tinggi, wadah komunal

ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah dijangkau alat

pengumpul, lahan untuk lokasi pemindahan tersedia, bagi kondisi topografi relatif

datar, kemiringan rata-rata kurang dari 5%, dapat mengunakan alat pengumpul non

mesin seperti gerobak atau becak. Sedangkan bagi kondisi topografi dengan

kemiringan lebih besar dari 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan,

kontainer kecil beroda dan karung, jalan atau gang dapat dilalui alat pengumpul
16

tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya dan sudah ada organisasi pengelola

pengumpulan sampah.

5. Pola penyapuan jalan

Penyapuan jalan adalah proses pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan

dengan menggunakan gerobak atau hasil penyapuan jalan dibuang ke bak sampah

terdekat pada ruas jalan tersebut. Persyaratannya adalah petugas sapu harus

mengetahui cara penyapuan untuk setiap pelayanan (badan jalan, trotoar dan bahu

jalan). Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada

fungsi dan nilai daerah yang dilayani, pengendalian personil dan peralatan harus

benar.

II.2.2 Pola pengangkutan sampah

Menurut Arinalhaq (2013), Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang

bertujuan membawa sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau dari

sumber sampah secara langsung menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan sampah yang

diterapkan. Pengangkutan sampah yang baik adalah dengan menggunakan kendaraan

pengangkutan sampah tertentu yang dilengkapi alat pengepres sehingga sampah dapat

dipadatkan 2-4 kali lipat (SNI 19-2454-2002). Tujuan pengangkutan sampah adalah

menjauhkan sampah dari perkotaan ke TPA yang terdapat jauh dari kawasan

perkotaan dan pemukiman.


17

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), Pola pengangkutan sampah dapat

dilakukan berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Berikut adalah beberapa proses

sistem pengangkutan sampah:

1. Sistem kontainer angkat (Hauled Container System = HCS)

Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat, pola

pengangkutan yang digunakan dengan sistem pengosongan kontainer dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

Gambar II.2 Pola pengangkutan sampah sistem kontainer angkat (Hauled


Container System = HCS)
Proses pengangkutan:

a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju lokasi

kontainer isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung

membawanya ke TPA

b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke

kontainer isi berikutnya.

c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.


18

2. Sistem pengangkutan dengan kontainer tetap (Stationary Container

System=SCS).

Pola pengangkutan sampah dengan sistem SCS biasanya untuk kontainer kecil

serta alat angkut berupa truk pemadat, dump truk dan truk biasa secara mekanis

atau manual. Pengangkutan dengan sistem SCS mekanis yaitu :

a. Kendaraan dari pool menuju TPS pertama, sampah dituangkan ke dalam truk

compactor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong.

b. Kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh untuk

kemudian menuju ke TPA

c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

Gambar II.3 Pola pengangkutan sampah sistem kontainer tetap (Stationary


Container System=SCS)
3. Pengangkutan dengan SCS manual yaitu :

a. Kendaraan dari pool menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk

compactor atau truk biasa.


19

b. Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk

kemudian menuju TPA.

c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

Gambar II.4 Pola pengangkutan sampah sistem SCS manual

II.2.3 Pemindahan sampah

Menurut SNI 19-2454-2002, Pemindahan sampah adalah memindahkan

sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA). Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah

adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan kontainer pengangkut,

kantor dan bengkel. Dalam pemindahan sampah transfer operation adalah kegiatan

pemindahan sampah baik yang berasal dari kontainer dan peralatan lainnya ke

transfer depo atau transfer station. Di transfer depo terjadi proses penyempurnaan

pembuangan sampah dari tempat kecil ke tempat yang lebih besar sehingga

mengefesiensikan pengangkutan ke TPA (Soma, 2010).


20

1. Transfer station tipe besar, berfungsi untuk menampung sampah sampai dengan

1000 ton/hari.

2. Transfer station tipe sedang, berfungsi untuk menampung sampah dengan jumlah

antara 100-500 ton/hari.

3. Transfer station tipe kecil, berfungsi untuk menampung sampah kurang dari 100

ton/hari.

Transfer station sebaiknya dilokasikan sedekat mungkin dengan titik berat dan

area produksi sampah individual. Lebih baik jika lokasinya berada antara rute jalan

raya yang memiliki akses tinggi menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tidak

banyak menghadapi tantangan dari masyarakat dan murah serta mudah dalam

pembangunan dan pengoperasiannya (Soma, 2010).

II.2.4 Sarana dan prasarana pengumpulan

1. Menurut PERMEN Pekerjaan Umum 03/PRT/M/2013, Jenis dan volume sarana

pengumpulan sampah:

a. Disesuaikan dengan kondisi setempat

b. Dilakukan sesuai dengan jadwal pengumpulan yang ditetapkan

c. Memenuhi ketentuan dan pedoman yang berlaku dengan memperhatikan

sistem pelayanan persampahan yang telah tersedia.

2. Jenis sarana pengumpulan sampah terdiri dari :

a. TPS
21

b. TPS 3R

c. Alat pengumpul untuk sampah terpilah

II.2.5 Penentuan sarana pengangkutan

Menurut Badan Standarisasi Nasional tahun (2002), Peralatan dan perlengkapan

untuk sarana pengangkutan sampah dalam skala kota adalah sebagai berikut:

1. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal

dengan jaring mengantisipasi agar sampah tidak berceceran ke jalanan.

2. Tinggi bak maksimum 1,6 m

3. Sebaiknya ada alat ungkit

4. Kapasitas disesuaikan dengan kondisi atau kelas jalan yang akan dilalui truk

pengangkut sampah

5. Bak truk atau kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah

mengantisipasi agar air dari sampah tersebut tidak berceceran ke jalanan.

Jenis peralatan pengangkutan sampah dapat berupa:

a. Truk (ukuran besar atau kecil)

b. Dump truk/tipper truk

c. Armroll truk

d. Truk pemadat

e. Truk dengan crane

f. Mobil penyapu jalanan

g. Truk kontainer.
22

Menurut PERMEN Pekerjaan Umum 03/PRT/M/2013, Pemilihan jenis

peralatan atau sarana yang digunakan dalam proses pengangkutan sampah antara

dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1) Umur teknis peralatan 5 – 7 tahun

2) Kondisi jalan daerah operasi

3) Jarak tempuh

4) Karakteristik sampah

5) Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan

6) Daya dukung pemeliharaan.

Pemilihan pemakaian peralatan tersebut tidak terlepas dari memperhatikan

segi kemudahan, pembiayaan, kesehatan, estetika, serta kondisi setempat:

a) Dari segi kemudahan, peralatan tersebut harus dapat dioperasikan dengan

mudah dan cepat, sehingga biaya operasional jadi murah.

b) Dari segi pembiayaan, peralatan tersebut harus kuat dan tahan lama serta

volume yang optimum, sehingga biaya investasi semurah-murahnya.

c) Dari segi kesehatan dan estetika, peralatan tersebut harus dapat mencegah

timbulnya lalat, tikus, atau binatang-binatang lain dan tersebarnya bau busuk.

II.2.6 Perencanaan dan perhitungan jumlah kebutuhan trip kendaraan

pengangkutan sampah

Menurut Nurul Angreliany (2014), Perencanaan dan perhitungan jumlah

kebutuhan trip/hari kendaraan pengangkutan sampah menggunakan sistem


23

Stationary Container System (SCS) digunakan persamaan- persamaan berikut :

1. Menghitung jumlah trip kendaraan per hari dengan pola sistem Stationary

Container System (SCS) adalah sebagai berikut:

TSCS= PSCS + x + S

Nd={ H ( 1−W ) −( t 2+t 1 ) } /T SCS

Keterangan:

Nd = Jumlah trip/hari

H = Waktu kerja per hari = 6 jam

t1 = Waktu pool ke lokasi TPS pertama

t2 = Waktu kendaraan pengangkut dari TPA/ lokasi terakhir kembali ke pool

x = Waktu tempuh rata-rata TPS-TPA

S = Waktu rata-rata pembongkaran di TPA

W = off route factor

Menurut Nurul Angreliany (2014), Perhitungan waktu off route

pengangkutan sampah dapat dilihat pada tabel II.3

Tabel II.3 Perhitungan waktu off route (W) pada kendaraan pengangkut:

No Uraian Kegiatan Menit jam


1 Persiapan, cheking rutin
kendaraan 12 0,2
2 Sarapan pagi 12 0,2
Pencucian bak sebelum
3 11 0,18
kembali lagi ke pool
24

4 Pengisian BBM 6 0,1


5 Ganti ban bocor 15 0,25
Jumlah   0,93
Rasio   0,93/6=0,15

2. Menghitung jumlah trip kendaraan per hari dengan pola sistem kontainer

angkat (Hauled Container System) digunakan persamaan-persamaan sebagai

berikut:

P hcs = pc + uc + dbc

T hcs = P hcs + h + S

Nd = {H(1-W)-(t2+t1)}/ Thcs

Keterangan:

H = Waktu dari TPS ke TPA ke kontainer berikutnya

t1 = Waktu tempuh dari pool ke kontainer

t2 = Waktu dari TPS ke lokasi terakhir kembali ke pool

W = Faktor off route

pc = Waktu mengambil/mengangkat kontainer (jam/menit)

uc = Waktu meletakkan kontainer (jam/menit)

dbc = Waktu antar kontainer (jam/menit)

S = Waktu menunggu dan membongkar di TPA (jam)

II.2.7 Perhitungan jumlah sampah terangkut dan kendaraan yang dibutuhkan

Menurut Satria Pramartha, I.K.T (2013), Perhitungan jumlah truk yang

dibutuhkan untuk sistem kontainer tetap/SCS (Stationary Container System)


25

dan Hauled Container System (HCS) yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah trip/hari :

Jumlah trip/hari = Timbulan sampah yang dihasilkan (m3)/hari/kapasitas

truk (m3)

2. Kebutuhan truk untuk melakukan trip/hari:

a. Menentukan waktu operasi jika menggunakan satu unit truk

pengangkutan sampah

Waktu operasi = jumlah trip/hari x waktu satu trip

b. Menentukan jumlah truk yang dibutuhkan:

Jumlah = (waktu operasi/waktu kerja sehari) x satu unit truk

pengangkut

II.3 Sistem Informasi Geografi (SIG)

Menurut Prasha (2009), Sistem informasi geografis merupakan suatu cabang

ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar perpaduan beberapa disiplin ilmu

seperti: geografi, ilmu komputer, matematika, dan statistik. SIG adalah sebuah

sistem yang menangani data dan informasi mengenai kebumian, baik yang

memiliki unsur ruang ataupun deskriptif. SIG mulai dikenal pada awal 1980-an,

sejalan dengan berkembangnya perangkat komputer.

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System


26

(GIS) adalah sebuah sistem yang didesain untuk menangkap, menyimpan,

memanipulasi, menganalisa, mengatur dan menampilkan seluruh jenis data

geografis. Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang

dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat

geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan

kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial)

bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Sustanugraha, 2013).

II.3.1 Data spasial

Menurut Sauqi (2012), Data spasial mempunyai dua bagian penting yang

membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi

lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.

Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk

mengidentifikasikan lokasi misalnya adalah kode pos (Yasin, 2012).

2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial. Suatu lokalitas bisa

mempunyai beberapa atribut atau properti yang saling berkaitan (Yasin,

2012).

II.3.2 Sumber data spasial

SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif.

Beberapa sumber data tersebut antara lain adalah :


27

1. Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan (antara lain peta topografi dan

peta tanah). Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi

sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata

angin. Peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan berbagai cara yang

akan dibahas pada bab selanjutnya. Referensi spasial dari peta analog

memberikan koordinat

sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta

analog direpresentasikan dalam format vektor (Sauqi, 2015).

2. Peta penginderaan jauh (antara lain: citra satelit, foto udara). Data penginderaan

jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena

ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di

ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing dapat menerima berbagai

jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya

direpresentasikan dalam format raster (Winarno, 2009).

3. Peta pengukuran dilapangan. Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah

data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak

pengusahaan hutan, yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri.

Pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut (Andi, 2005).

II.3.3 Sistem pencari koordinat (Global Positioning System)

Menurut Fitriani (2013), Sistem pencari posisi global (Global Positioning

System) adalah suatu jaringan satelit yang secara terus menerus memancarkan sinyal
28

radio dengan frekuensi yang sangat rendah. Alat penerima GPS adalah suatu sistem

yang dapat membantu untuk mengetahui posisi koordinat berada. Sedangkan untuk

menerima sinyal yang dipancarkan oleh GPS membutuhkan suatu alat yang dapat

membaca sinyal tersebut yang biasa disebut sebagai GPS. GPS sebenarnya

merupakan alat penerima, karena alat ini dapat memberikan nilai koordinat.

II.3.4 Avenza maps

Menurut Kaho (2017), Avenza Maps adalah aplikasi peta seluler yang

memungkinkan dalam mengunduh peta untuk penggunaan offline di iOS atau

smartphone Android. Salah satu keunggulan aplikasi avenza maps adalah setelah

diinstal dan disetting maka dalam penggunaannya di lapangan tidak lagi

membutuhkan koneksi internet atau dapat digunakan pada lokasi yang belum ada

sinyal internet maupun jaringan telekomunikasi.

Penggunaan avenza maps dimulai dengan menginstal aplikasi avenza maps

pada smartphone lalu menginpor peta dan menggunakan fungsi peta. Fungsi peta

tersebut terdiri dari penandaan lokasi, mengedit informasi (placemark), tracking,

mengukur jarak dan luas, dan mengekspor data file. (Rezky, 2018).

II.3.5 Network Analysis

Menurut Ristadi (2004), Network Analyst (NA) secara umum adalah pemodelan

transportasi untuk melihat hubungan antar objek yang dihubungkan oleh jaringan

transportasi. Network analyst menyediakan analisis spasial berbasis jaringan, seperti


29

rounting, rute armada, arah perjalanan, fasilitas terdekat, area layanan, dan dari satu

lokasi ke lokasi lainnya. Dengan menggunakan network analyst pada ArcGIS

memudahkan untuk membuat model kondisi jaringan yang dinamis dan realistis,

termasuk jalan satu arah, berbalik, pembatasan ketinggian, batas kecepatan, dan

kecepatan perjalanan variabel berdasarkan lalu lintas. Network Analyst memiliki

berbagai fungsi diantaranya adalah:

1. Mencari jalur dari satu titik ke titik lainnya seperti mencari rute dan

menentukan jalur terdekat

2. Menggunakan optimum routing yang digunakan untuk mencari rute-rute untuk

menuju banyak lokasi dalam sekali perjalanan

3. Dapat mencari fasilitas terdekat

4. Menentukan lokasi terdekat untuk fasilitas dengan melakukan analisis lokasi

yang ditentukan

5. Menghasilkan rute yang efektif dan efisien untuk kendaraan yang harus

mengunjungi banyak lokasi

6. Menentukan daerah layanan berdasarkan waktu tempuh dan jarak perjalanan

7. Membuat jaringan menggunakan data GIS yang ada.

Salah satu keunggulan dari SIG adalah aplikasi analisis jaringan yang sudah

banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Jaringan merupakan suatu susunan

garis edar yang terhubung dari berbagai titik. Salah satu jenis analisis jaringan

adalah menentukan rute. Untuk dapat menggunakan extention Networt Analyst (NA)
30

harus mempunyai data jaringan seperti shapefile garis dari arcview file gambar atau

data-data dari sumber lain yang dihasilkan dari proses digitasi.

II.4 Optimasi

Menurut Anka Sagara (2005), Optimasi merupakan suatu proses untuk

menjadikan sesuatu optimum dan sempurna. Definisi optimasi merupakan yang

tertinggi, sempurna, terbaik, paling menguntungkan. Jika dihubungkan dengan jalur

pengangkutan maka proses menentukan jalur atau rute pengangkutan yang terbaik

sehingga menguntungkan jika jalur dipakai atau diterapkan. Apabila dikaitkan

dengan optimalisasi jalur pengangkutan sampah bagaimana sistem jalur

pengangkutan sampah dibuat dengan jarak dan waktu meminimum mungkin. Jalur

pengangkutan sampah yang efektif dan effisien adalah jalur atau rute tercepat

dimana waktu perjalanan, jarak, dan biaya yang diperhitungkan.

II.5 Pemilihan Rute Pengangkutan

Menurut Tamin, O.Z. (2000), Proses pemilihan rute bertujuan untuk

memodelkan pergerakan dalam memilih rute yang terbaik. Dengan kata lain dalam

proses pemilihan rute dibebankan ke rute tertentu yang terdiri dari ruas jaringan

jalan tertentu. Jadi dalam pemodelan pemilihan rute dapat diidentifikasi rute yang

akan digunakan oleh setiap pengendara sehingga akhirnya didapat jumlah

pergerakan pada ruas jalan. Dengan mengasumsikan bahwa setiap pengendara

memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanan (bisa juga meminimumkan

jarak dan waktu tempuh), maka adanya penggunaan ruas yang lain disebabkan
31

presepsi biaya untuk menghindari kemacetan.

Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi

penggunaan jalan mengenai pemilihan rute perjalanan. Terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat melakukan perjalanan diantaranya

adalah jarak, waktu tempuh, biaya bahan bakar, kemacetan, jenis jalan (jalan

arteri, tol, atau lainnya), kelengkapan rambu dan marka jalan. Dalam memodelkan

semua faktor tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan sehingga harus

digunakan beberapa asumsi atau pendekatan. Salah satu pendekatan yang sering

digunakan adalah mempertimbangkan dua faktor utama dalam pemilihan rute

yaitu jarak dan waktu tempuh pengangkutan.

II.6 Kriteria Rute Pengangkutan Sampah dan Operasional Pengangkutan

Menurut Tamin, O.Z. (2000), Rute pengangkutan dibuat agar pekerja dan

peralatan pengangkut dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya rute

pengumpulan dicoba-coba, karena rute tidak dapat digunakan pada semua kondisi.

Pedoman yg dapat digunakan dalam membuat rute sangat tergantung dari beberapa

faktor yaitu:

1. Peraturan lalu lintas yang ada

2. Pekerja, ukuran dan tipe alat pengangkutan sampah

3. Jika memungkinkan rute dibuat mulai dan berakhir di dekat jalan utama,

digunakan topografi dan kondisi fisik daerah sebagai batas rute

4. Pada daerah berbukit diusahakan rute dimulai dari atas dan berakhir di bawah

5. Rute dibuat agar kontainer atau TPS terakhir yang akan diangkut yang terdekat
32

ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

6. Timbulan sampah pada daerah sibuk dan lalu lintas padat diangkut sepagi

mungkin

7. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah terbanyak diangkut lebih

dahulu

8. Daerah yang menghasilkan timbulan sampah sedikit, diusahakan terangkut

dalam hari yang sama.

II.7 Hubungan SIG dengan jalur pengangkutan

Menurut Aziz (2005), Pada dasarnya sistem informasi geografis (SIG) dan

jalur pengangkutan saling berkaitan, keduanya merupakan instrumen untuk

menciptakan suatu manajemen mutu dalam pengelolaan sampah. SIG terdiri atas

vektor, raster, peta analog, peta penginderaan jauh, alat penerima GPS, dan

kartografi. Pelakasanaan dukumen SIG sangat erat kaitannya dengan efektifitas jalur

pengangkutan sampah (Agustina, 2015). Evaluasi jalur eksisting pengangkutan

dilakukan dengan menggunakan instrumen SIG agar efektif dan efisien. Apabila

jalur pengangkutan efektif dan efisien maka berdampak juga pada anggaran

pembiayaan operasional dengan estimasi waktu bekerja dan pengadaan kendaraan

pengangkutan sampah (Widianto, 2011).

II.8 Penelitian Sebelumnya


33

Dibawah ini terdapat beberapa kajian mengenai penelitian sebelumnya yang

berkaitan dengan tinjauan terhadap studi yang telah dilakukan sebelumnya dapat

dilihat pada tabel II.3 dibawah ini.

Tabel II.3 Penelitian terdahulu

No Judul Penelitan Tahun Hasil Penelitian


1 Analisis Fiet Ribowo 2005 Rute yang didapatkan dari perhitungan
Pemilihan Rute Hasan metode shortest route setiap harinya
Kiriman Barang dalam satu kali perjalanan adalah : BKR
ke Wilayah – Moch Ramdan – Karapitan – Asia
Bandung Utara afrika – Banceuy – ABC – Braga –
di PT Dutafara Perintis Kemerdekaan – Wastu. Kencana
Abadi Bandung – Cipaganti – Setiabudhi Atas dengan
total jarak 25 km, waktu tempuh 51 menit
dan menghabiskan biaya sebesar Rp
18.400,-. · Biaya yang dikeluarkan
dengan rute DFA Express dalam satu
bulan adalah Rp 593.220,-. Sedangkan
dengan perhitungan shortest route adalah
Rp 552.000,- sehingga efisiensi yang
diperoleh dari penggunaan rute ini adalah
sebesar 6,9%.Dari perhitungan pads bab-
bab sebelumnya metode shortest route ini
sangat sesuai diterapkan di DFA Express
mengingat penggunaan metode ini dapat
34

menentukan jarak terpendek, menghemat


waktu tempuh, dan menekan biaya
operasional.
2 Penentuan Rute Sudrajat 2009 Dengan adanya rencana pembangunan
Truk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Pengangkut (PLTSa) Gedebage Kota Bandung maka
Sampah Kota yang ditimbulkan dari pembangunan
Bandung Dalam tersebut adalah perubahan rute
Mengantisipasi pengangkutan sampah yang dulunya
keberadaan menuju ke TPA Sarimukti Kecamatan
PLTSa Rajamandala Kabupaten Bandung Barat
Gedebage menjadi berubah arah menuju PLTSa
yang ada di Kecamatan Racasari
Gedebage Kota Bandung namun tidak
semua wilayah operasional menuju
PLTSa Gedebage hanya wilayah
operasional Selatan dan sebagian wilayah
timur karena sesuai dengan rencana yang
ada. Dimana untuk wilayah operasional
wilayah barat sampah akan dibuang ke
TPA Leuwi Gajah, wilayah operasional
utara dan timur akan dibuang ke Legok
Nangka, untuk wilayah operasional
selatan dan sebagian wilayah operasional
timur diarahkan menuju PLTSa
Gedebage.
3 Analisis I Komang 2013 Diperoleh hasil bahwa besar timbulan
Pengelolaan Trisna sampah yang dihasilkan di Kecamatan
Pengangkutan Satria Klungkung pada tahun 2011 adalah
Sampah di Pramartha, sebesar 217,05 m3/hari, dan diprediksi
Kecamatan Ida Ayu Rai akan meningkat menjadi 233,88 m3/hari
Klungkung Widhiawati pada tahun 2016. Kebutuhan kendaraan
Kabupaten dan Yenni pengangkut sampah adalah berupa dump
Klungkung Ciawi truck sebanyak 8 unit dan arm
roll truck sebanyak 3 unit. Jumlah trip
yang diperlukan untuk dump truck  adalah
26 trip/hari dari tahun 2012 – 2015, 27
trip/hari untuk tahun 2016, sedangkan
untuk arm roll truck adalah 2 trip/hari
dari tahun 2012 sampai tahun 2016.
4 Studi Optimasi M. Rasyid 2016 Hasil analisis menunjukkan bahwa
Rute Ridha, pengangkutan sampah eksisting
35

Pengangkutan Chairul menggunakan pola Stationary Container


Sampah Kota Abdi, dan System (SCS). Jarak rata-rata yang
Marabahan Rizqi Puteri ditempuh kendaraan pada rute eksisting
dengan Sistem Mahyudin adalah 72, 51 km. Hasil running
Informasi menghasilkan jarak rute alternatif yang
Geografis (SIG) lebih pendek dibandingkan dengan jarak
rute eksisting. Jarak rata-rata yang
ditempuh masing kendaraan pada rute
alternatif adalah 68,03 km. Rute dari
kendaraan 1 merupakan rute dengan
selisih paling kecil yaitu 1,696 km atau
terjadi pengurangan sebesar 3%. Rute
dengan selisih paling besar adalah rute
pada kendaraan 2 pada ritasi kedua
dengan selisih 7,841 km atau
pengurangan sebesar 11%. Total
keseluruhan selisih dari rute alternatif
dengan rute eksisting adalah sebesar
22,365 km/hari atau dengan rata-rata
pengurangan sebesar 6 %.
36

II.9 Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berfikir yang telah dikemukakan, maka

dapat dirumuskan hipotesis yaitu:

1. Dapat diketahui sebaran Tempat Pembuangan Sementara (TPS) pada 5

Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karawang.

2. Dapat diketahui jalur eksisting pengangkutan sampah, waktu operasi

pengangkutan sampah yang ada, pembagian TPS, dan rute pengangkutan sampah

pada 5 Kecamatan di Kabupaten Karawang dengan metode Sistem Informasi

Geografis (SIG).

3. Dapat dianalisis dan dievaluasi jalur optimum kendaraan pengangkut dalam

pengangkutan sampah dengan parameter jarak tempuh dan waktu pengangkutan

yang dilalui kendaraan pengangkut sampah kemudian setelah itu dapat

dibandingkan rute sebelum dan sesudah optimasi.


37

4. Dapat diketahui tingkat kebutuhan kendaraan pengangkutan sampah yang

dibutuhkan dan biaya konsumsi bahan bakar setiap kendaraan pengangkutan

sampah pada 5 Kecamatan di Kabupaten Karawang.

Anda mungkin juga menyukai