Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Perancangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) membutuhkan dasar-
dasar yang menunjang perencanaan. Pengertian tentang sampah dan klasifikasi
kategori sampah menjadi hal penting dalam penanganan sampah. Sampah dengan
jenis kategori rumah tangga oleh sampah yang berasal dari permukiman, akan berbeda
dengan sampah sejcenis sampah rumah tangga pada umumnya penanggungjawa
sampah adalah hubungan di dacrah terkait, contoh sampah tersebut terkait dengan
sampah pejalan kaki dari trotoar jalan utama hingga sampah-sampah pertokoan.
Secara komposisi dan karakteristik tentu juga akan berbeda antara permukiman dan
sampah jalanan. Hal tersebut akan berkaitan dengan kriteria desain TPST yang akan
dibangun.

2.2 Pengertian Sampah


Definisi sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
adalah kegiatan sehari-hari manusia danatauatau proses alam yang membentuk padat.
Sementara pengelolaan sampah adalah kegiatan yang lengkap, dan berkelanjutan yang
lengkap dengan bantuan dan penanganan sampah. Penghasil sampah adalah setiap
orang atau kelompok orang atau badan hukum yang menghasilkan timbulan sampah.
Sampah pada umumnya terdiri dari sisa makanan (dedaunan, ranting pohon, kertas,
plastik, kain bekas, logam, dan sebagainya. Yang mana berdasarkan sifatnya dibagi
menjadi dua yaitu organik dan anorganik. Dalam UU No. 18 Tahun 2008 juga
membahas tentang penghasil sampah, penghasil sampah setiap orang atau badan
hukum yang menghasilkan timbulan sampah. Sampah yang dimaksud dalam UU ini
adalah sebagai berikut:

1. Sampah rumah tangga


2. Sampah sejenis sampah rumah tangga
3. Sampah spesifik

Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
rumah tangga tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah
rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, danatauatau fasilitas lainnya.
Sementara sampah spesifik merupakan sampah yang mengandung bahan berbahaya,
sampah yang mengandung limbah berbahaya, sampah yang diakibatkan bencana, sisa
atau puing pembongkaran bangunan, sampah yang mengandung teknologi tidak dapat
diolah dan sampah timbul secara periodik.

2.3 Sumber Sampah


Sumber sampah dari kegiatan penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga,
pertokoan atau kegiatan komersil serta perdagangan, penyapuan jalan, taman atau
tempat umum lainnya, dan kagiatan lainnya seperti dari industri dengan limbah
sejenis sampah (Damanhuri & Tri Padmi, 2016). Dari sumber sampah yang
merupakan hasil dari kegiatan manusia yang berkaitan dengan sampah yang
mengandung limbah, seperti sisa baterai yang dapat mengandung logam, sisa
oliatauminyak rem mobil yang diproduksi oleh bengkel atau industri yang
menggunakan mesin mekanis, sisa pakai pemusnahan nyamuk. Hingga sisa biosida
tanaman (Damanhuri & Tri Padmi, 2016)

2.4 Klasifikasi Sampah


Klasifikasi jenis sampah dapat dilihat dari asal sumber sampah, salah satu
contohnya berbeda berdasarkan jenis sampah di Negara maju dengan memperbanyak
industri jenis sampah. Sampah permukiman, dimana pada umumnya sampah ini
terdiri dari rumah atau apartemen. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa
makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah kebun, kaca, logam, barang
bekas rumah tangga, limbah berbahaya dan sebagainya. Sampah yang berasal dari
daerah komersial, tempat sampah komersial diperluas pertokoan, rumah makan, pasar,
perkantoran, hotel, dan lain-lain. Sampah yang disetujui dari pendampingan.
Kawasan yang disetujui adalah sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan
lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah
komersial. Sampah dari hasil konstruksi bangunan, pembongkaran bangunan,
perbaikan bangunan konstruksi, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain. Sampah dari fasilitas
umum, sampah ini melengkapi sampah penyapuan atau lingkungan rumah tangga atau
sering disebut dengan istilah sampah domestik.
Dari grup sumber ini, dihasilkan sampah yang terdiri dari makanan, plastik,
kertas, karton atau dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah
yang dihasilkan seperti dahan pohon. Praktis tidak ada sampah yang biasa dijumpai
di negara industri, seperti mebel, bekas TV, kasur dan lain-lain. Grup ini dapat
memuat rumah tinggal yang ditempati oleh keluarga atau kelompok rumah yang
terletak di kawasan permukiman, atau unit rumah tinggal yang terdiri dari rumah
susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan
berbahaya dan percakapan), seperti misalnya baterei, lampu, sisa obat-obatan, oli
bekas, dan lain-lain. Sampah dari daerah komersial: sumber sampah dari kelompok
ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dan lain-lain.
Dari sumber ini, secara umum dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca,
logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan
sayur, buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini
mirip dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi yang berbeda. Sampah dari
perkantoran atau izin: sumber sampah dari kelompok ini menyertakan perkantoran,
sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dan lain-lain. Dari sumber ini,
potensi dihasilkan sampah seperti dari daerah komersial non pasar. Sampah dari jalan
atau taman dan tempat umum: sumber sampah dari kelompok ini dapat terdiri dari
jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota, dan lain-lain.
Dari daerah ini, dihasilkan sampah umum berupa dedaunan pohon, pasir atau lumpur,
sampah umum seperti plastik, kertas, dan lain-lain. Sampah dari industri dan rumah
sakit yang berkaitan dengan sampah kota: kegiatan umum di lingkungan industri dan
rumah sakit tetap menghasilkan ain- sampah sejenis sampah domestik, seperti sisa
makanan, kertas, plastik, dan lain-lain. Yang perlu mendapat perhatian adalah,
Bagaimana agar sampah yang pasang surut sampah kota ini tidak masuk dalam sistem
pengelolaan sampah kota.

2.5 Metode Pengelolaan Sampah


Menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yaitu kelompok
utama pengelolaan sampah, yaitu:

1. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari penggantian


sampah, gunaulang dan daur ulang.
2. Penanganan sampah, yang terdiri dari: Pemilahan: pengelompokan dan
penanganan sampah sesuai dengan jenis,

a. Jumlah, dan / atau sifat sampah.


b. Pengumpulan: mengambil dan memindahkan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah.
c. Pengangkutan: membawa sampah dari sumber dan / atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju tempat penyimpanan akhir.
d. Pengolahan: mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
e. Pemrosesan akhir sampah: mengembalikan sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Dalam terminologi pengelolaan sampah di Indonesia selama ini, penanganan


sampah dikenal sebagai teknik operasional persampahan. Dalam bahasan berikut
menjelaskan beberapa hal penting yang berkaitan dengan kegiatan penanganan
sampah dalam sistem pengelolaan sampah kota di Indonesia, khususnya:

1. Tingkat pengelolaan
2. Tingkat dan kualitas pelayanan
3. Daerah pelayanan
4. Jenis pelayanan.

Di samping sebagai bagian dari infrastruktur sebuah kota, pengelolaan sampah


merupakan salah satu dari sekian banyak upaya dalam pengelolaan lingkungan. Akan
tetapi dalam kenyataan di lapangan kadangkala terjadi penyimpangan pengelolaan,
sehingga timbul ekses yang menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan itu
sendiri. Kelemahan dalam manajemen dan keterbatasan biaya operasional ditAmbaah
dengan langkanya tenaga profesional dalam penanganan persampahan merupakan
faktor penyebab utama kepentingan tersebut. Penanganan sampah tingkat sumber
merupakan kegiatan penanganan secara individual yang dilakukan sendiri oleh
penghasil sampah di daerah mana penghasil sampah tersebut berada. Beberapa ciri
penanganan sampah di tingkat ini diantaranya, sangat tergantung pada karakter,
kebiasaan dan cara pandang penghasil sampah. Dapat berbentuk individu atau
kelompok individu atau dalam bentuk institusi misalnya kantor, hotel, dan sebagainya.
Dapat berkarakter homogen, seperti dari sebuah rumah tinggal, atau bersifat
heterogen, seperti pejalan kaki di keramaian, pedagang kaki lima di tempat-tempat
umum.
Keberhasilan upaya-upaya dalam penanganan sampah sangat tergatung pada
tingkat kesadaran masing-masing individu. Pada level ini peran serta masyakat
sebagai penghasil sampah sangatlah dominan, sehingga pendekatan penanganan
sampah yang berbasiskan masyarakat penghasil sampah merupakan dasar dalam
strategi pengelolaan sampah. Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat sumber
Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah. Penanganan sampah di tingkat
sumber diharapkan dapat menerapkan upaya minimasi yaitu dengan cara 3R.
Minimasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan
menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai kebutuhan, memilih
bahan yang mengandung sedikit sampah, dan sebagainya. Upaya memanfaatkan
sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah sesuai fungsinya seperti
halnya pada penggunaan botol minuman atau kemasan lainnya. Upaya mendaur ulang
sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah menurut jenisnya. Pengomposan
sampah, misalnya dengan composter, diharapkan dapat diterapkan di sumber (rumah
tangga, kantor, sekolah, dll) yang secara signifikan akan megurangi sampah pada
tingkat berikutnya.

2.5.1 Penanganan Sampah Tingkat Kawasan


Penanganan sampah tingkat kawasan merupakan kegiatan penanganan secara
komunal untuk melayani sebagian atau keseluruhan sampah yang ada dalam area
dimana pengelola kawasan berada. Beberapa ciri penanganan sampah tingkat kawasan
adalah bersifat heterogen, sampah berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Dalam
level ini akan bertemu dan saling berinteraksi stakeholders yang berasal dari tingkat
sumber dengan tingkat kota. Keberhasilan upaya dalam penanganan sampah skala ini
sangat tergatung pada level kesadaran kelompok pembentuk tingkat kawasan,
misalnya RT, RW, Kelurahan, atau lainnya. Oleh karena kelompok ini terdiri dari
individu-individu yang mungkin mempunyai pemahaman berbeda tentang
persampahan, maka peran organisasi pengelola serta dukungan inisiator dan atau
stakeholders penentu lainnya, seperti Ketua RT, Ketua RW, Lurah, atau LSM yang
mengorganisir pengelolaan sampah pada tingkat ini sangat penting. Peran serta
masyarakat seperti yang diharapkan terjadi pada tingkat sumber, pada tingkat kawasan
akan relatif lebih sulit dibangun. Peran aktif pengelola kota sangat menentukan, agar
sistem pengelolaan tingkat kawasan ini tetap. merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam sistem pengelolaan sampah kota secara. menyeluruh. Beberapa
kriteria penanganan sampah di tingkat kawasan yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:

1. Pengelolaan sampah tingkat kawasan harus mendorong peningkatan upaya


minimisasi sampah untuk mengurangi beban pada pengelolaan tingkat kota,
khususnya yang akan diangkut ke TPA.
2. Pengelolaan sampah kawasan harus mampu melayani masyarakat yang berada
dalam daerah pelayanan yang telah ditentukan.
3. Lokasi pengumpulan sementara (TPS) dapat difungsikan sebagai pusat
pengolahan sampah tingkat kawasan, atau sebaliknya, yang berfungsi untuk
pemindahan, daur ulang, atau penanganan sampah lainnya dari daerah yang
bersangkutan.
4. Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti:
sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai bahan baku kompos,
sampah kering, yang digunakan sebagai bahan daur ulang, sampah berbahaya
rumah tangga, yang selanjutnya akan dikelola sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Insinerator skala kecil tidak direkomendasi karena biasanya belum sesuai
dengan kondisi sampah yang memiliki kandungan organik tinggi (> 60 %),
kadar air tinggi (> 60 % ) dan nilai kalor rendah (< 1200 kkal/kg), karena
akan menyebabkan tinginya konsumsi bahan bakar tambaahan serta
menimbulkan pencemaran udara akibat tidak tersedianya fasilitas
penanggulangan pencemaran yang memadai.

2.5.2 Penanganan Sampah Tingkat Kota

Penanganan sampah tingkat kota merupakan penanganan sampah yang dilakukan


oleh pengelola kebersihan kota, baik dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, atau
dilaksanakan oleh institusi lain yang ditunjuk untuk itu, yang bertugas untuk melayani
sebagian atau seluruh wilayah yang ada dalam kota yang menjadi tanggung jawabnya.
Beberapa ciri penanganan sampah di tingkat ini diantaranya adalah, pengelolaan
sampah diposisikan sebagai bagian dari infrastruktur perkotaan bila dikelola langsung
oleh pemerintah daerah, maka bentuk pengelolaan dapat berupa perusahaan daerah,
dinas, Unit Pelayanan Teknis (UPTD) atau sebagai Seksi dari sebuah Dinas. Terdapat
kemungkinan bahwa pengelolaan tersebut dilaksanakan oleh fihak luar atau swasta,
baik keseluruhan pelayanan, maupun sebagian dari pelayanan, dengan kontrol kualitas
pelayanan tetap dibawah kendali Pemerinta Daerah. Ciri khas dari level ini adalah
bagaimana memperlihatkan agar kota itu terlihat bersih, sehingga area yang
merupakan wajah sebuah kota akan lebih diprioritaskan pelayanannya. Beberapa
kriteria penanganan sampah di tingkat kota yang harus diperhatikan sebagai berikut:

1. Sumber sampah dari kegiatan kota yang dianggap khusus, seperti jalan
protokol, taman kota, instansi penting, pusat perdagangan, dan sejenisnya
dapat dilayani dengan sistem langsung (door to door), dimana sampah
langsung dikumpulkan dan diangkut oleh truk sampah ke tempat pemrosesan
akhir.
2. Prinsip pengolahan dan daur-ulang sampah adalah mengedepankan
pemanfaatan sampah sebagai sumber daya sehingga sampah yang harus
dibuang ke TPA menjadi lebih sedikit.
3. Keberhasilan upaya pengolahan dan daur-ulang sangat tergantung pada adanya
pemilahan sampah mulai dari sumber, pada wadah komunal, pada sarana
pengumpul dan pengangkut, sehingga sampah yang akan diangkut ke lokasi
pengolahan telah terpilah sesuai jenis atau komposisinya.
4. Walaupun terdapat kemungkinan mendapatkan nilai tambah dari hasil
penjualan produk pengolahan atau daur-ulang, namun dasar pemikiran
pengolahan dan daur-ulang sampah hendaknya didasarkan atas pendekatan
non-profit-center. Upaya tersebut bertujuan untuk mengurangi sampah yang
akan diurug di landfill.
5. Sarana di tingkat kawasan atau TPS dapat berfungsi untuk pengumpulan
sampah berkatagori B3 dari kegiatan rumah tangga, untuk ditangani lebih
lanjut.
6. Sampah yang telah terpisah di sarana tersebut siap untuk diangkut ke TPA oleh
institusi yang diberikan wewenang untuk pengangkutan sampah.
7. Konsep penanganan sampah di TPA hendaknya bertumpu pada beberapa
prinsip, yaitu penanganan sampah di sarana ini hendaknya terpadu. Bahan
yang masih bernilai ekonomis hendaknya diupayakan untuk didaur-ulang
sebelum dilakukan upaya terakhir dengan pengurugan sampah ke dalam
tanah. Pada lokasi ini dapat dioperasikan beberapa jenis pengolahan sampah,
seperti pengomposan, biogasifikasi, ataupun insinerasi bila memenuhi syarat.
Sarana ini berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan sementara bahan
berbahaya yang terkumpul dari kegiatan kota, untuk diangkut ke lokasi
pemrosesan yang sesuai Sarana ini dioperasikan secara bertanggung jawab,
sehingga tidak mendatangkan pencemaran lingkungan, dan tidak
mendatangkan permasalahan terhadap kesehatan dan estetika bagi masyarakat
sekitarnya.

2.6 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)

TPST atau Material Recovery Facility (MRF) didefenisikan sebagai tempat


berlangsungnya kegiatn pemisahan dan pengolaham sampah secara terpusat. Secara
operasional menurut Permen PU No 03/PRT/M/2013 kegiatan pokok di TPST adalah
sebagai berikut:

1. Pemrosesan lebih lanjut untuk sampah yang telah dipilah di sumbernya


2. Pemisahan & Pemrosesan langsung komponen sampah kota.
3. Peningkatan mutu produk recovery/recycling.

Sehingga fungsi TPST adalah sebagai tempat berlangsungnya pemisahan,


penncucian/pembersihan, pengemasan, dan pengiriman produk daur ulang sampah
yang dapat dilihat model pengolahan sampah di TPST pada Gambar 2.1.
Keberadaan TPST harus berdasarkan Pertimbangan teknis diantaranya adalah:

1. Penetapan resolusi dan fungsi TPST


2. Penentuan komponen sampah yang akan diolah untuk saat ini dan mendatang.
3. Identifikasi spesifikasi produk
4. Pembuatan diagram alir proses pengolahan.
5. Penentuan laju beban pemrosesan.
6. Penentuan lay out dan disain.
7. Penentuan peralatan yang digunakan.
8. Penentuan upaya pengendalian kualitas Lingkungan.
9. Penentuan pertimbangan estetika.
10. Penentuan adaptasi peralatan terhadap perubahan yang mungkin terjadi.

Gambar 2.1 Model Pengolahan Sampah di TPST


(Kementrian Pekerjaan Umum, 2013)

2.7 Perancangan TPST

TPST sebagai tempat daur ulang sampah, memerlukan fasilitas berdasarkan


komponen sampah yang masuk dan yang akan dikelola. Secara umum dibedakan atas:

1. Fasilitas pre processing, merupakan tahap awal pemisahan sampah,


mengetahui jenis sampah yang masuk, meliputi proses sebagai berikut:
a. Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk.
b. Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi jika
sampah yang terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi.

2. Fasilitas pemilahan, bisa secara manual maupun mekanis. Secara manual akan
membutuhkan area dan tenaga kerja untuk melakukan pemilahan dengan
cepat, sedangkan secara mekanis akan mempermudah proses pemilahan dan
menghemat waktu, contoh alat pemilahan mekanis pada Gambar 2.2.
Peralatan mekanis yang digunakan antara lain:
a. Alat untuk memisahkan berdasarkan ukuran: reciprocating screen,
trommel screen, disc screen, conveyor, dan lain-lain.
b. Alat untuk memisahkan berdasarkan berat jenis: air classifier, pemisahan
inersi, dan flotation.

3. Fasilitas pengolahan sampah secara fisik, setelah dipilah sampah akan


ditangani menurut jenis dan ukuran material tersebut. Peralatan yang
digunakan antara lain : hammer mill dan shear shredder.

4. Fasilitas pengolahan yang lain seperti komposting, ataupun RDF.

Gambar 2.2 Contoh Mesin Pemilah Sampah Mekanis Conveyor

Keberadaan TPST juga memiliki faktor yang menentukan fungsi dari TPST
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Peranan TPST dalam pengelolaan sampah


2. Jenis komponen yang diolah
3. Bentuk sampah yang diserahkan ke TPST
4. Pengemasan dan penyimpanan produk.

2.8 Proses Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah ditujukan untuk mengurangi volume sampah dan/atau


mengurangi daya cemar sampah. Proses pengolahan sampah dapat diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut:

1. Proses pengolahan sampah secara fisik


Umumnya ditujukan sebagai proses pendahuluan dari sebuah rangkaian
proses pengolahan sampah. Berbagai jenis proses untuk pengolahan sampah
secar fisik adalah:
a. Proses pencacahan.
Proses ini ditujukan untuk memperkecil ukuran partikel sampah dan memperluas
bidang permukaan sentuh sampah. Proses pencacahan dapat mereduksi volume
hingga mencapai 3 kali lipat atau densitas sampah akan meningkat 3 kali lipat melalui
proses ini. Kebutuhan energy untuk proses ini mencapai 3 MJ/ton sampah. Proses ini
dapat dikatakan menjadi proses wajib sebelum sampah diolah lebih lanjut dengan
proses kimia termal atau biologi, karena reduksi ukuran partikel akan selalu
meningkatkan kinerja proses lanjut yang akan dipilih. Contoh Gambar mesin
pencacah organic pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Mesin Pencacah Organik


(Kementrian Pekerjaan Umum, 2013)
b. Proses pemilahan berrdasarkan nilai massa jenis/densitas (secara gravitasi)
Merupakan proses yang bertujuan untuk memilah berbagai jenis sampah berdasarkan
densitasnya, yang umumnya dilakukan untuk sampah plastik Proses ini dapat
dilakukan melalui proses peniupan (dengan menggunakan semburan udara pada laju
alir tertentu) atau menggunakan proses sentrifugasi (dengan mengalirkan sampah
plastik pada aliran berbentuk heliks, schingga sampah plastik dengan densitas tertentu
dapat terpisahkan).

2. Proses pengolahan sampah secara biologi


Proses ini banyak dipilih karena dianggap lebih berwawasan lingkungan dan
menimbulkan dampak lingkungan yang relatif lebih kecil. Salah satu contoh
proses pengolahan secara biologi adalah pengomposan, Gambar 2.4
menunjukan contoh metode pengomposan dengan sistem box. Pengolahan
sampah secara biologi Sebagai suatu proses yang memanfaatkan
mikroorganisme/bioproses, maka proses ini bercirikan kepada sistem kontrol
yang lebih rumit dan waktu detensi yang panjang. Proses pengolahan secara
biologis terdiri dari:
Gambar 2.4 Pengomposan dengan sistem box
(Damanhuri, 2010)
a. Proses anaerobik
Proses anaerobik merupakan suatu proses oksidasi parsial untuk mereduksi volume
dan daya cemar sampah dengan bantuan mikroorganisme anaerobik dalam kondisi
ketiadaan oksigen (Damanhuri, 2010). Pada pengolahan sampah dengan proses
anaerobik umumnya ditujukan untuk menghasilkan gas metana (CH4), karena gas
metana (CH4) banyak dihasilkan oleh mikroorganisme yang ketersediaannya
melimpah di alam yaitu Methanogens, mikroorganisme ini dapat bersimbiosis dengan
mikroorganisme lain (tidak membutuhkan kultur murni), dan relatif tahan terhadap
perubahan kondisi reactor pengolahan sampah. Pada pengolahan sampah dengan
proses anaerobik untuk menghasilkan gas metana (CH4). Proses ini banyak digunakan
untuk sampah yang mengahasilkan lindi dengan nilai Chemical Oxygen Demand
(COD) tinggi. Nilai COD yang sudah tereduksi dalam proses ini, masih dapat
direduksi dengan lebih cepat lagi dengan proses aerobik. 1 kg berat kering sampah
organik dapat menghasilkan hingga 130 liter gas metana atau sekitar 260 liter gas bio,
dengan kadar volume gas metana sebesar 50-60 % (Damanhuri, 2010).
Nilai kalor atau netto yang dapat dihasilkan dari gas bio adalah sekitar 1,25 kWh/m
gas bio (Damahuri, 2010). Proses dapat dilakukan dengan menggunakan reaktor yang
dioperasikan secara manual atau dengan menggunakan bantuan tenaga manusia
maupun secara mekanik atau dengan bantuan alat berat Selain menghasilkan gas bio,
proses ini juga akan menghasilkan kompos padat dan kompos cair, dengan waktu
detensi sekitar 3 sampai 10 minggu dan reduksi volume mencapai 30-50 %.
Modifikasi dari proses ini di antaranya adalah dengan proses tunggal yaitu proses
hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis terjadi dalam satu tangki. dan proses
ganda yaitu proses hidrolisis dan asidogenesis terjadi dalam satu tangki, sementara
proses metanogenesis terjadi pada tangki terpisah. Untuk meningkatkan kinerja
proses, kadar air sampah juga dapat dijaga dan ditingkatkan dengan meresirkulasi air
lindi yang terbentuk ke dalam sampah organik yang diolah.

b. Proses aerobik
Merupakan proses oksidasi parsial untuk mereduksi volume dan daya cemar
sampah dengan bantuan mikroorganisme aerobik dalam kondisi keberadaan
oksigen (Damanhuri,2010). Proses oksidasi parsial ini memiliki nilai oksidasi
yang lebih tinggi ketimbang proses anaerobik, meskipun masih akan
dihasilkan kompos padat dan kompos cair (tanpa produksi gas bio).
Rangkaian proses ini diawali dengan proses hidrolisis (konversi senyawa
polisakarida menjadi senyawa monosakarida) dan dilanjutkan dengan proses
konversi senyawa monosakarida menjadi gas karbon dioksida. Proses aerobik
ini akan mengubah sampah organik menjadi kompos padat, kompos cair, dan
gas karbon dioksida, dengan menggunakan oksigen sebagai oksidatornya,
serta waktu detensi 3-8 minggu. Reduksi volume yang dapat dihasilkan dalam
proses ini mencapai 40 hingga 60%. Proses dapat dilakukan dengan aerasi
alami (windrow composting) maupun aerasi dipaksakan (forced aeration).

3. Pengolahan Sampah Anorganik dengan Daur Ulang


Proses daur-ulang pada umumnya membutuhkan rekayasa dalam bentuk
bentuk diantaranya, pertama pemisahan dan pengelompokan yaitu untuk
mendapatkan limbah yang sejenis. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara
manual (dilakukan dengan tangan manusia secara langsung) maupun secara
mekanis (dilakukan oleh mesin). Kedua bentuk pemurnian: yaitu untuk
mendapatkan bahan/elemen semurni mungkin, baik melalui proses fisik,
kimia, biologi, atau termal. Ketiga bentuk pencampuran: yaitu untuk
mendapatkan bahan yang lebih bermanfaat, misalnya sejenis limbah
dicampur dengan limbah lain atau dengan bahan lain. Keempat pengolahan
atau perlakuan: yaitu untuk mengolah buangan menjadi bahan yang siap
pakai. Sasaran utama dari rekayasa tersebut adalah bagaimana mendapatkan
bahan yang sebaik mungkin sesuai fungsi dari bahan daur- ulang tersebut.
Upaya pertama daur-ulang adalah bagaimana memisahkan limbah di
sumbernya, yang sebetulnya merupakan kegiatan yang mudah dilaksanakan.
Pada proses daur ulang sampah di TPST, tidak harus mengolah sampah
anorganik secara langsung hingga menjadi bahan baku suatu produk,
melainkan dapat juga dengan hanya melakukan pengepakan sampah
anorganik, seperti kantong plastik, pencacahan sampah plastik bekas
peralatan rumah tangga, hingga siap dikirim ke pabrik material yang
berbahan baku daur ulang untuk selanjutnya dilakukan pengolahan menjadi
suatu produk. Komposisi sampah anorganik yang dapat didaur ulang dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Selain itu dalam perencanaan TPST ada beberaps hal yang harus diperhatik.an
diantaranya yaitu:
1. Emisi ke lingkungan
TPST yang akan dioperasikan harus melihat kemampuan lingkungan dalam
menerima dampak yang ditimbulkan dari adanya fasilitas TPST, misalnya
kebisingan, bau, pencemaran udara, estetika yang buruk dan lain-lain. Pendekatan
desain yang terbaik adalah merencanakan dengan baik penentuan lokasi TPST.
menerapkan sistem bersih lokasi dan pengoperasian yang ramah lingkungan.
2. Kesehatan dan kemanan masyarakat
Kesehatan dan keamanan masyarakat secara umum sangat terkait denganproses
yang ada di dalam TPST. Jika proses di TPST direncanakan dandilaksanakan
dengan baik, maka dampak negatif yang akan ditimbulkan pada masyarakat dapat
diminimalkan.
3. Keschatan dan keselamatan pekerja
Pengoperasian TPST juga menimbulkan resiko terhadap para pekerja, seperti
kemungkinan adanya paparan dari bahan toksik yang masuk ke lokasi TPST
sehingga pekerja harus dilengkapi peralatan safety pribadi.
Parameter yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebutuhan luas TPST,
antara lain adalah:
1. Kapasitas pengolahan, dihitung berdasarkan kebutuhan luas lahan yang
diperlukan untuk sorting dan kebutuhan luas penimbunan setiap 1 m
bahan terpilah dengan memperhitungkan maksimum waktu penyimpanan
2. Ruang Pengkomposan. Sampah organik yang diterima depo daur ulang
sampah kemudian mengalami proses pemilahan oleh petugas sebelum di
komposkan, dicacah kemudian ditumpuk untuk proses pengomposan.
Luasan untuk pengkomposan tergantung pada metode pengkomposan
yang digunakan, apakah dengan proses aerobik atau proses
anaerobik/fakultatif.
3. Bangunan Pelengkap. Untuk penyimpanan material daur ulang yang telah
Sedangka terpilah disediakan gudang penyimpanan dengan ukuran 3x3
m. rumah jaga untuk petugas pengoperasian TPST adalah 4x6 m.sampah.
Tabel 2.1 Komposisi sampah anorganik yang dapat didaur ulang
(Damanhuri, 2010)
Bahan yang diaur ulang Jenis Penggunaan
Alumunium Wadah soft-drink atau beer
Kertas
Kertas Koran
Corrugated cardboard Kardus packaging
Kertas kualitas tinggi Kertas komputer, kertas tulis HVS
Kertas Campuran Campuran kertas bersih, koran, majalah, putih/berwarna
Plastik dan nomor kelompoknya
PETE :Kode 1 Botol soft drink, film
HDPE: Kode 2 Botol air, botol susu
PVC : Kode 3 Pipa, ember, botol
LDPE: Kode 4 Bungkus tipis, lain-lain bahan film bungkus
PP : Kode 5 Label untuk kontainer/botol, casing battery
PS : Kode 6 Packaging komponen listrik/elektronik, tableware, plate
Multilayer dan lain-lain : Kode 7 Packaging multilayer, beberapa botol
Plastik campuran 4% Kombinasi di atas
Glass Botol dan wadah warna jernih, hijau, coklat
Logam ferrous Tin Cans
Metal non-ferrous Alumunium, tembaga, timah
Limbah bahan bangunan Tanah, aspal, beton, kayu, logam
Kayu Kotak kontainer, scrap, sisa proyek
Oli bekas Proses ulang oli bekas
Ban Daur ulang: macam-macam
Baterai accu (lead accid) Daur ulang : asam, plastik, Pb
Baterai rumah tangga Daur ulang Zn, Hg, Ag
2.9 Prosedur Perencanaan

Anda mungkin juga menyukai