Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sampah

II.1.1 Pengertian sampah

Menurut Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang

berbentuk padat dan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat,

konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sampah ialah

suatu benda padat yang tidak dipakai lagi oleh yang empunya atau sudah tidak

dimanfaatkan lagi (Sukandarrumidi, 2009).

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk

maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau

bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau

buangan. Sampah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil

aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Dari

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sampah sesuatu yang tidak berguna

lagi, dibuang oleh pemiliknya dari pemakai semula, atau sampah adalah

sumberdaya yang tidak siap pakai (Damanhuri, 1999).

II.1.2. Jenis-jenis sampah


Menurut Sejati (2009), ada beberapa macam penggolongan sampah.

Penggolongan ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: asal, komposisi,

7
8

bentuk, lokasi, proses, terjadinya, sifat, dan jenisnya. Secara garis besar, jenis

sampah yang dikenal oleh masyarakat hanya ada tiga jenis saja, yaitu:

1. Sampah organik/basah

Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti

daun-daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, sisa buah, dan

lain sebagainya. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur)

secara alami.

2. Sampah anorganik/ kering

Sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terdegradasi secara alami.

Contohnya: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol.

3. Sampah berbahaya

Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia, binatang, ataupun tumbuhan,

dapat terdiri dari:

a. Sampah pantogen, yaitu sampah yang berasal dari rumah sakit dan

klinik.

b. Sampah beracun, yaitu sisa pestisida, insektisida, kertas bungkus

bahan beracun.

c. Sampah radioaktif, yaitu sampah bahan-bahan radioaktif, sisa

pengolahan nuklir.

d. Sampah ledakan, yang berasal dari ledakan petasan, mesiu sampah

perang. Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus.


9

II.1.3 Sumber sampah

Sumber sampah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sampah yang

berasal dari:

1. Sampah hasil kegiatan rumah tangga (domestic refuse), merupakan

sampah sisa-sisa makanan, bahan dan peralatan rumah tangga yang sudah

tidak dipakai, sisa pengolahan makanan, bahan pembungkus, kertas,

kaleng makanan, plastik, dan gelas.

2. Sampah hasil kegiatan perdagangan (commercial refuse), merupakan

sampah yang berasal dari kegiatan perdagangan seperti supermarket,

pusat pertokoan, pasar, berupa sayur atau buah yang busuk, kertas,

plastik, daun pembungkus makanan, dan lain-lain.

3. Sampah yang berasal dari industri (industrial refuse), merupakan sampah

yang berasal dari kegiatan industri, jumlah dan jenisnya bermacam-

macam tergantung dari jenis industrinya. Misalnya, pabrik gula kelapa

menghasilkan sabut, tempurung kelapa, dan air kelapa.

4. Sampah yang berasal dari jalanan (street sweeping), merupakan sampah

yang berasal dari jalan, ragamnya sangat bervariasi, misal daun tanaman

perindang, kertas, plastik, puntung rokok, dan lain-lain.

5. Sampah yang berasal dari binatang mati (dead animal), sampah ini lebih

dikenal sebagai bangkai, misal bangkai tikus, ular, burung, kucing.

Sampah dalam bentuk dead animal apabila dibiarkan dapat membusuk

dan menimbulkan bau yang tidak sedap (Sukandarrumidi, 2009)


10

Menurut Damanhuri (2008), sampah di Indonesia bila dilihat dari sumbernya,

sampah perkotaan yang dikelola oleh pemerintah kota di Indonesia sering

dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Sampah dari pemukiman

Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah

tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok

sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik,

kertas, karton/dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang

sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat

sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas,

kasur dan lainnya. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang

ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada

dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang

berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah

golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterai,

lampu, sisa obat-obatan, oli bekas, dan lainnya.

2. Sampah dari daerah komersial

Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat

perdagangan, pasar, hotel, perkantoran dan lain-lain. Dari sumber ini

umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam,

dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan

sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah
11

dari sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi dengan

komposisi yang berbeda.

3. Sampah dari perkantoran/institusi

Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah

sakit, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Dari sumber ini potensial

dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.

4. Sampah dari jalan/taman dan tempat umum

Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman, tempat

parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota dan lain-lain. Dari daerah ini

umumnya dihasilkan sampah berupa daun/dahan pohon, pasir/lumpur,

sampah umum seperti plastik, kertas dan lainnya. Sampah yang dikelola di

perkotaan adalah semua sampah yang timbul di kota baik sampah

domestik maupun non domestik dan tidak termasuk sampah bahan

berbahaya dan beracun (B3). Sampah bahan berbahaya dan beracun seperti

sampah medis dan sampah industri, harus dilakukan penanganan khusus

agar tidak membahayakan kualitas lingkungan. Berikut adalah besaran

timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen sumber sampah.

Tabel 2.1. Standar besaran timbulan sampah

No. Sumber sampah Satuan Volume (L) Berat (kg)


1. Rumah permanen Orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2. Rumah semi permanen Orang/hari 2,00-2,25 0,300,0,350
3. Rumah non permanen Orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4. Kantor Pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,100
5. Rumah toko (ruko) Petugas/hari 0,50-0,75 0,025-0,035
6. Sekolah Murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7. Jalan arteri sekunder Meter/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8. Jalan kolektor sekunder Meter/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9. Jalan lokal Meter/hari 0,05-0,01 0,005-0,025
10. Pasar Meter2/hari 0,20-0,60 0,100-0,300
12

(Sumber: SNI S-04-1991, Departemen Pekerjaan Umum)

II.1.4 Pengelolaan sampah


Secara garis besar, kegiatan pengelolaan sampah meliputi pengendalian

timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan, dan

pembuangan akhir (Sejati, 2009). Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang

sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan

penanganan sampah (UU Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008). Kegiatan

pengelolaan sampah meliputi:

1. Pengurangan sampah

Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah,

pendaur ulang sampah (recycle), dan/atau pemanfaatan kembali sampah

(reuse).

2. Penanganan sampah

a. Pemilahan sampah, dilakukan dengan cara pengelompokan dan pemisahan

sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.

b. Pengumpulan sampah (collecting), berupa kegiatan pengambilan dan

pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan

sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.

c. Pengangkutan sampah (transfer/transport), yaitu kegiatan membawa

sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara

atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat

pemrosesan akhir.
13

d. Pengolahan sampah, berupa kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,

dan jumlah sampah.

e. Pemrosesan akhir sampah, dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau

residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara umum.

II.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

II.2.1 Pengertian tempat pembuangan akhir

Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah yang biasa dijumpai di

Indonesia adalah dilaksanakan di tempat pemerosesan akhir (Damanhuri, 2010).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan sampah, tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan

mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan

lingkungan. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan

mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan

lingkungan (SNI 19-3241:1994).

II.2.2 Jenis-jenis TPA

Menurut Damanhuri (2010), berdasarkan tipe lahan urug terdapat 3 sistem

pembuangan akhir sampah, yaitu:

1. Open dumping

Sistem open dumping merupakan sistem tertua yang dikenal manusia

dalam pembuangan sampah, dimana sampah hanya dibuang/ditimbun di

suatu tempat tanpa dilakukan penutupan dengan tanah.


14

Gambar 2.1. Sistem open dumping (Sumber: Damanhuri, 2010)

2. Controlled landfill

Pada sistem ini prinsip penimbunan sampah dilakukan dengan menutup

timbulan sampah dengan tanah pada periode tertentu atau setelah timbulan

sampah dianggap penuh.

Gambar 2.2. Sistem controlled landfill (Sumber: Damanhuri, 2010)

3. Sanitary landfill

Pada sistem ini sampah ditutup dengan lapisan tanah pada setiap akhir hari

operasi. Sistem ini merupakan yang paling dianjurkan untuk pengelolaan

sampah akhir.

Gambar 2.3. Sistem sanitary landfill (Sumber: Damanhuri, 2010)

II.2.3 Ketentuan dan kriteria penentuan lokasi TPA


15

Pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum,

ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis

mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota dan lingkungan,

peraturan daerah pengelolaan sampah dan perencanaan tata ruang kota serta

peraturan-peraturan pelaksananya (SNI 19-3241:1994). Maka pemilihan lokasi

TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut

2. Disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu:

a. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang

berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi

beberapa zona kelayakan.

b. Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau

dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona

kelayakan pada tahap regional

c. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh

pemerintah daerah (PEMDA).

Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona

layak atau zona tidak layak yang terdiri dari:

a. Keadaan geologis

Keadaan geologis adalah gambaran tentang bumi secara keseluruhan,

asal kejadian, struktur, komposisi dan sejarahnya (termasuk

perkembangan kehidupan) dan proses alamiah yang membuat


16

perkembangannya hingga sampai kepada keadaannya sekarang.

Variabel penelitian berupa letak holocent fault dan daerah rawan

bencana geologis (bencana gunung berapi, gempa bumi, longsor).

b. Keadaan hidrogeologis

Keadaan hidrogeologis adalah gambaran keadaan air di bawah

permukaan tanah. Variabel penelitian berupa kedalaman air tanah,

lokasi mata air, kelulusan tanah di daerah penelitian yang diperoleh

dari dinas terkait.

c. Keadaan topografis

Topografi atau kemiringan tanah merupakan besar kecilnya sudut

yang dibentuk oleh permukaan lereng terhadap bidang horisontal dan

vertikal dan dinyatakan dalam derajat (°) atau persen (%). Kemiringan

lereng 100% sama dengan besarnya kemiringan 45°. Variabel

penelitian yang diteliti adalah kecuraman atau kemiringan lahan di

wilayah penelitian dari dinas terkait.

d. Faktor jarak TPA dengan lapangan terbang

Jarak bandara dengan lokasi TPA adalah jarak antara lokasi TPA

dengan Bandara di Kabupaten Sleman dinyatakan dalam satuan meter.

Jarak ini berfungsi untuk mengetahui lokasi yang sekiranya tidak

mengganggu kegiatan penerbangan. Variabel dalam penelitian ini

berupa data titik lapangan terbang di Kabupaten Sleman dari dinas

terkait.
17

e. Daerah bencana banjir tahunan/cagar alam

Daerah lindung atau cagar alam adalah suatu daerah yang mempunyai

fungsi tertentu, misalnya daerah resapan air, cagar budaya, cagar

alam, dan lain sebagainya. Daerah rawan bencana banjir adalah daerah

yang mempunyai potensi banjir dengan skala tertentu dalam periode

tertentu. Variabel dalam penelitian ini berupa lokasi daerah

lindung/cagar alam dan banjir daerah penelitian dari dinas terkait.

2. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi

terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:

a. Iklim

Iklim dalam hal ini adalah jumlah curah hujan atau volume air yang

jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat

dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti

per hari, per bulan, per musim, dan per tahun (Arsyad, 2010). Variabel

penelitian berupa besarnya curah hujan di daerah penelitian yang

berasal dari data dinas terkait.

b. Utilitas

Variabel dalam penelitian ini berupa data utilitas di daerah penelitian

dalam penanganan sampah dari dinas terkait.

c. Lingkungan biologis

Lingkungan biologis adalah gambaran lingkungan tempat hidup suatu

makluk hidup di daerah penelitian, dimana habitat kurang bervariasi

dinilai lebih tinggi, dan kurang mendukung kehidupan flora dan fauna
18

dinilai makin baik pula. Variabel dalam penilitian ini berupa data

fungsi suatu kawasan di daerah penelitian dari dinas terkait.

d. Kondisi tanah

Kondisi tanah dalam penentuan TPA dapat dilihat dari produktifitas

tanah, kapasitas dan umur tanah untuk TPA, ketersedian tanah

penutup untuk TPA, serta status tanah di daerah penelitian.

e. Demografi

Demografi atau kepadatan penduduk adalah perbandingan antara

jumlah penduduk pada suatu wilayah dengan luas wilayah tiap 1 km².

Untuk penentuan lokasi TPA kepadatan penduduk lebih rendah,

dinilai makin baik.

f. Bau, estetika, dan kebisingan

Dalam penentuan lokasi TPA aspek ini dapat dinilai dari banyaknya

zona penyangga di daerah penelitian. Semakin banyak zona

penyangga dinilai semakin baik, karena zona penyangga berfungsi

untuk menunjang fungsi perlindungan bagi penduduk yang melakukan

kegiatan sehari-hari di sekitar TPA.

g. Ekonomi

Dalam penentuan lokasi TPA parameter ekonomi lebih difokuskan

pada biaya operasional calon TPA, dimana semakin kecil biaya satuan
19

pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik. Variabel dalam

penelitian ini berupa data titik centroid sampah di daerah penelitian.

3. Kriteria penetapan yaitu kriteria yang digunakan oleh pemerintah daerah

(PEMDA) untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan

kebijakan PEMDA setempat dan ketentuan yang berlaku (SNI 19-3241,

1994)

II.3 Sistem Informasi Geografi (SIG)

II.3.1 Pengertian SIG

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, banyak sekali riset-riset

yang dilakukan untuk mendorong timbulnya penemuan baru dalam dunia

teknologi. Adapun salah satu penemuan tersebut adalah Sistem Informasi

geografis atau Geographic information system (GIS). Sistem Informasi Geografis

(SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi

berbasiskan komputer untuk menyimpan, mengelola dan menganalisis, serta

memanggil data bereferensi geografis yang berkembang pesat pada lima tahun

terakhir ini. Manfaat dari SIG adalah memberikan kemudahan kepada para

pengguna atau para pengambil keputusan untuk menentukan kebijaksanaan yang

akan diambil, khususnya yang berkaitan dengan aspek keruangan( spasial).

Dengan adanya teknologi ini maka akan memudahkan dalam hal pemetaan

lahan,salah satunya lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah (Wibowo,

2015)

Menurut Irwansyah (2013), Akronim GIS terkadang dipakai sebagai istilah

untuk geographical information science atau geospatial information studies yang


20

merupakan ilmu studi atau pekerjaan yang berhubungan dengan Geographic

Information System. Dalam artian sederhana sistem informasi geografis dapat

disimpulkan sebagai gabungan kartografi, analisis statistik dan teknologi sistem

basis data (database).

Berdasarkan pengertian sistem informasi geografis diatas, maka dapat

dirangkum konsep sebuah sistem informasi geografis adalah sebagai berikut:

1. Informasi geografis adalah informasi mengenai tempat dipermukaan bumi.

2. Teknologi informasi geografis meliputi Global Positioning System (GPS),

remote sensing dan sistem informasi geografis.

3. Sistem informasi geografis adalah sistem komputer dan piranti lunak

(software).

4. Sistem informasi geografis digunakan untuk berbagai macam variasi

aplikasi.

5. Sains informasi geografis merupakan ilmu sains yang melatarbelakangi

teknologi sistem informasi geografis.

SIG tidak lepas dari data spasial, yang merupakan sebuah data yang mengacu

pada posisi, obyek dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial

merupakan salah satu item dari informasi dimana di dalamnya terdapat informasi

mengenai bumi termasuk permukaan bumi, di bawah permukaan bumi, perairan,

kelautan dan bawah atmosfer.

II.3.2. Subsistem SIG

Untuk membuat suatu perencanaan pembangunan atau pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan spasial diperlukan analisis data yang bereferensi
21

geografis. Analisis ini harus didukung oleh sejumlah konsep-konsep ilmiah dan

sejumlah data yang handal. Data atau informasi yang berkaitan dengan

permasalahan akan dipecahkan harus dipilih dan diolah melalui pemrosesan yang

akurat. Untuk keperluan tersebut SIG menyediakan sejumlah subsistem data

input, data output, data management, dan data manipulation dan analysis

(Irwansyah, 2013).

1. Data input

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan

menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-

sistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversikan atau

mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang

dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan.

2. Data output

Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan

keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki)

seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy

maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, peta, dan lain

sebagainya.

3. Data management

Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel

atribut terkait ke dalam sebuah siistem basis data sedemikian rupa

hingga mudah dipanggil kembali atau diretrieve, di-update, dan diedit.

4. Data manipulation & analysis


22

Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan

oleh SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan manipulasi

(evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis dan

logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang

diharapkan.

II.3.3. Komponen SIG


Komponen-komponen yang membangun sebuah sistem informasi
geografis adalah:
1. Computer System and Software
Merupakan sistem komputer dan kumpulan piranti lunak yang
digunakan untuk mengolah data
2. Spatial Data
Merupakan data spasial (bereferensi keruangan dan kebumian) yang
akan diolah.
3. Data Management and Analysis Procedure
Manajemen data dan analisa prosedur oleh Database Management
System.
4. People
Entitas sumber data manusia yang akan mengoperasikan sistem
informasi geografis
II.3.4. Data SIG
1. Pengertian dan perkembangan data spasial

Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada

posisi, obyek, dan hubungan di antaranya dalam ruang bumi. Data spasial

merupakan salah satu item dari informasi, di mana di dalamnya terdapat

informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi,

perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Sustanugraha, 2013). Data spasial dan
23

informasi turunannya digunakan untuk menentukan posisi dari identifikasi suatu

elemen di permukaan bumi.

Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana mengumpulkannya

dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu juga ditujukan

sebagai salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan pembangunan sosial

ekonomi secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan

perkiraan hampir lebih dari 80% informasi mengenai bumi berhubungan dengan

informasi spasial. Perkembangan teknologi yang cepat dalam pengambilan data

spasial telah membuat perekaman terhadap data berubah menjadi bentuk digital,

selain itu relatif cepat dalam melakukan prosesnya. Salah satu perkembangan

teknologi yang berpengaruh terhadap perekaman data pada saat ini adalah

teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan Global Positioning System

(GPS). Terdapat empat prinsip yang dapat mengidentifikasikan perubahan

teknologi perekaman data spasial selama tiga dasawarsa ini yaitu,

a. Perkembangan teknologi,

b. Kepedulian terhadap lingkungan hidup,

c. Konflik politik atau perang,

d. Kepentingan ekonomi.

Data lokasi yang spesifik dibutuhkan untuk melakukan pemantauan terhadap

dampak dalam suatu lingkungan, untuk mendukung program restorasi lingkungan

dan untuk mengatur pembangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan melalui

kegiatan pemetaan dengan menggunakan komputer dan pengamatan terhadap

bumi dengan menggunakan satelit penginderaan jauh. Ada dua pendorong utama
24

dalam pembangunan data spasial. Pertama adalah pertumbuhan kebutuhan suatu

pemerintahan dan dunia bisnis dalam memperbaiki keputusan yang berhubungan

dengan keruangan dan meningkatkan efisiensi dengan bantuan data spasial. Faktor

pendorong kedua adalah mengoptimalkan anggaran yang ada dengan

meningkatkan informasi dan sistem komunikasi secara nyata dengan membangun

teknologi informasi spasial. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka banyak

negara, pemerintahan dan organisasi memandang pentingnya data spasial,

terutama dalam pengembangan informasi spasial atau yang lebih dikenal dengan

Sistem Informasi Geografis (SIG). Tujuannya adalah membantu pengambilan

keputusan berdasarkan kepentingan dan tujuannya masing-masing, terutama yang

berkaitan dengan aspek keruangan. Oleh karena itu, data spasial yang telah

dibangun, sedang dibangun dan yang akan dibangun perlu diketahui keberadaanya

(Irwansyah, 2013).

2. Pengertian peta dan hubungannya dengan data spasial

Secara umum peta dapat dibagi menjadi dua, yaitu peta topograpi dan peta

tematik. Peran peta dalam SIG pun dianggap penting, selain menjadi salah satu

sumber data peta pun dapat menjadi salah satu media untuk membantu orang-

orang memahami wilayah yang akan dikerjakan. Setiap peta pasti memiliki

skala, skala dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak yang ada di

dalam peta dengan jarak yang ada di lapangan. Dengan adanya skala, maka

dapat diketahui kondisi lapangan sebenarnya. Skala dapat dituliskan dalam 3

cara yaitu: rasio, verbal dan graphical seperti pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Perbandingan jenis skala


Ratio 1:5000 1:1.000.000
25

Verbal [nominal] 1 cm represents 50 m 1 cm represents 10 km


Graphical
0 100 200 0 10 20 30 40
Km Km
3. Sumber data spasial

Sumber dari data spasial secara umum dapat dibagi, yaitu data spasial

primer dan data spasial sekunder. Data spasial primer dapat diartikan sebagai

data spasial yang didapatkan secara langsung misalnya penelitian tentang

pembuatan sistem informasi geografis untuk menentukan luas wilayah hutan

yang ada di gunung Bromo maka untuk data spasial primer peneliti dapat

langsung meninjau ke tempat penelitian.

Selain data spasial primer dalam SIG mengenal data spasial sekunder, data

spasial sekunder dapat diartikan sebagai data spasial yang didapat dari pihak

kedua atau dengan kata lain peneliti tidak mendapatkannya secara langsung.

Contoh dari data spasial sekunder antara lain: peta topografi, peta meteorologi,

peta piste, peta geodemographic.

Semua data spasial, baik itu data primer maupun sekunder memiliki dimensi

atau mode dari data itu sendiri yang dapat dikategorikan menjadi tiga bagian:

a. Temporal, data bertipe temporal memiliki tambahan yaitu dimensi

waktu, jadi biasanya ada tambahan keterangan waktu dalam data

spasial (primer/sekunder). Contohnya peta kejadian longsor salju pada

15 Februari 2013.

b. Tematik, data bertipe tematik memiliki dimensi tambahan yaitu

dimensi topik, yang dimaksud topik adalah peta tersebut mewakili


26

sebuah topik, contoh dari tematik yaitu peta tanah (topik tentang

tanah), peta populasi (tema tentang kependudukan).

c. Spasial, data bertipe tematik memiliki dimensi tambahan yaitu

dimensi ruang, jadi peta bertipe spasial ada tambahan dimensi ruang.

Contoh dari peta spasial yaitu peta lembah pinus, peta lokasi slope.

4. Entitas spasial

Dalam data spasial terdapat entitas-entitas yang membangun data tersebut.

Data spasial yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian yaitu berupa titik

(point), garis (line), dan area (polygon).

a. Titik (point)

Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu

obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam

bentuk simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh: lokasi

fasilitasi kesehatan, lokasi fasilitas kesehatan dan lainya.

b. Garis (line)

Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik

dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh: jalan, sungai

dan lainya.

c. Area (poligon)

Poligon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi.Contoh : danau,

persil tanah.
27

II.4 Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Tahun Hasil Pene;itian

1 Penentuan Lokasi Nadya 2012 Dari hasil pengolahan data didapatkan lokasi
Tempat Pembuangan Albidari TPA sampah di kabupataen klaten seluas
Akhir Sampah di 258 ha yang tersebardibeberapatempat di
Kabupataen Klaten Kecamatan Bayat dengan lokasi yang paling
Menggunakan Teknik sesuai seluas 98,05 ha dan 36,57ha. Lokasi
Penginderaan Jauh tersebut sudah disesuaikan dengan
dan Sistem Informasi penggunaan lahan,RTRW dan dilengkapi
Geografis dengan status kepemilikan lahan

2 Analisis Penentuan Nina Rainda 2017 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan


Tempat Lokasi bahwa lahan yang sesuai sebagai lokasi TPA
Tempat Pebuangan sampah di kabupaten Temanggung terletak
Akhir (TPA) di disebagian Kecamatan
Kabupaten Ngadirejo,Kranggan,Kaloran,kesesuaian
Temanggung alternative lokasi TPA pada kelas sesuai
menggunakan Sistem sebanyak 56,7% dan pada kelas tidak sesuai
Informasi Geografis sebanyak 13,3%
(SIG)

3 Studi Pemilihan Fulgensius 2018 Berdasarkan analisis sistem informasi


Lokasi Tempat Aloysius geografis, karakteristik lahan di Kabupaten
Pembuangan Akhir Jong Uli Malaka adalah daerah datar berbukit dan
(TPA) dengan Metode Keban aliran sunga mengalir mengikuti bentuk
Sistem Informasi topografinya ke arah utara menuju laut
Geografis (SIG) di Timor. Lokasi rekomendasi TPA Kabupaten
Kabupaten Malaka Malaka yaitu di Desa Fatuariun Kecamatan
Nusa Tenggara Timur Sasitemean
(NTT)

II.5 Hipotesis

1. Dapat diketahui dan di tentukan lokasi yang berpotensi sebagai TPA


sampah di Kabupaten Sleman dengan menggunakan sistem informasi
Geografis.
28

2. Dapat diketahui luas lahan untuk TPA sampah di Kabupaten Sleman


berdasarkan volume sampah yang di hasilkan setiap hari.
29

Anda mungkin juga menyukai