Anda di halaman 1dari 53

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN


KABUPATEN SEMARANG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI SAMPAH
Berikut adalah beberapa pengertian sampah :
1.

Sampah merupakan produk samping dari aktivitas manusia seharihari (Darmasetiawan, 2004).

2.

Sampah adalah limbah yang berbentuk padat atau setengah padat


yang berasal dari kegiatan orang pribadi atau badan yang terdiri dari
bahan organic dan anorganik, logam dan nonlogam yang dapat
terbakar tetapi tidak termasuk buangan biologis/kotoran manusia dan
sampah berbahaya (Pemkot Salatiga, 2000 dalam Sugiarto, 2009).

3.

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik
dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi

4.

investasi pembangunan (SK SNI T-13-1990-F).


Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat (UU No. 18 Tahun 2008).

2.2

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI SAMPAH


Berdasarkan

asalnya,

sampah

padat

dapat

digolongkan

menjadi

(Hadiwiyoto,1983) :
1.

Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa

organik dan tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Sampah
organik memiliki sifat mudah didegradasi oleh mikroba contohnya : daun-daunan,
kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan, sayur, buah.
2.

Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang mengandung senyawa bukan

organik dan tidak dapat didegradasi oleh mikroba. Contoh sampah jenis ini adalah
kaleng, plastik, besi dan logam lainnya, gelas, mika, dan sebagainya
II-1
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Berdasarkan jenisnya sampah dikelompokkan menjadi (Bahar, 1986) :
1. Garbage yaitu sampah yang berasal dari sisa pengolahan, sisa pemasakan,
atau sisa makanan yang telah membusuk, tetapi masih dapat digunakan
sebagai bahan makanan oleh organisme lainnya, seperti insekta. Binatang
pengerat (rodentia) dan berbagai scavenger. Sampah jenis ini biasanya
bersumber dari domestic refuse atau industri pengolahan makanan.
2. Rubbish yaitu sampah sisa pengolahan yang tidak mudah membusuk dan
dapat pula dibagi atas dua golongan, yaitu :
a. Sampah yang tidak mudah membusuk, tetapi mudah terbakar, seperti kayu,
bahan plastik, kain, bahan sistetik.
b. Sampah yang tidak mudah membusuk dan tidak mudah terbakar, seperti
metal, kaca, keramik, dan tulang hewan.
3.

Ashes dan Cinder, yaitu berbagai jenis abu dan arang yang berasal
dari kegiatan pembakaran.

4. Dead Animal, yaitu sampah yang berasal dari bangkai hewan, dapat berupa
bangkai hewan peliharaan (domestic animal) maupun hewan liar (wild
animal).
5.

Street sweeping, yaitu sampah atau kotoran yang berserakan di


sepanjang jalan, seperti sisa-sisa pembungkus dan sisa makanan, kertas, daun,
kayu, dan sebagainya.

6.

Industrial waste merupakan sampah yang berasal dari kegiatan industri,


sampah jenis ini biasanya lebih homogen bila dibandingkan dengan sampah
jenis lainnya
Sedangkan komposisi sampah dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Komposisi Sampah Rumah Tangga (hasil survey GTZ, Mei-Juni 1999)
Komposisi

Makro
Organik

Komposisi Mikro
Organik dapat dikomposkan

Komponen
Sisa makanan, sampah dapur,
sampah daun
II-2

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Komposisi

Komposisi Mikro

Komponen

Makro
Organik non compostable
Plastik dapat didaur ulang

Plastik

Kertas
Logam
Kain
Gelas/kaca
Lain-lain

Potongan kayu
Bahan plastik : PE, PS, PP,

HDPE, LDPE, PVC


Plastik tak dapat didaur ulang
Plastik kemasan
Duplex
Kertas semi lusuh
Kaleng
Kemasan kaleng
Potongan kain
Kain perca
Gelas utuh
Botol gelas
Gelas pecah
Pecahan
B3
Batu batre, bohlam bekas
Karet
Sandal bekas
(Sumber : Tjahjo, 2001)

2.3

SUMBER DAN TIMBULAN SAMPAH

2.3.1

Sumber Sampah
Ada beberapa kategori sumber sampah yang dapat digunakan sebagai

acuan, yaitu (Darmasetiawan, 2004) :


1.

Sumber sampah dari daerah perumahan


Sumber sampah dari daerah perumahan dibagi atas :
a. Perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi (High income)
b. Perumahan masyarakat berpenghasilan menengah (Middle income)
c. Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (Low income)
Secara fisik perumahan dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah permanen (HI)
b. Rumah semi permanen (MI)
c. Rumah tidak permanen (LI)

Berdasarkan daerahnya, perumahan dibagi menjadi :


a. Daerah teratur (biasanya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
dan menengah)

II-3
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
b. Daerah tidak teratur (biasanya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan
rendah)
2.

Sumber sampah dari daerah komersil


Daerah komersiil biasanya terdiri dari daerah perniagaan/ perdagangan. Yang
termasuk daerah komersiil yaitu :

3.

a.

Pasar

b.

Pertokoan

c.

Hotel

d.

Restoran

e.

Bioskop

f.

Industri dan lain-lain


Sumber sampah dari fasilitas umum

Fasilitas umum yaitu sarana/ prasarana perkotaan yang dipergunakan untuk


kepentingan umum. Yang termasuk dalam kategori fasilitas umum yaitu :
a. Perkantoran
b. Sekolah
c. Rumah sakit
d. Apotek
e. Taman
f. Jalan
g. Saluran/ sungai dan lain-lain
4.

Sumber sampah dari fasilitas sosial


Fasilitas sosial yaitu sarana/ prasarana perkotaan yang digunakan untuk
kepentingan sosial. Fasilitas sosial meliputi :
a. Panti-panti sosial (panti asuhan dll)
b. Tempat-tempat ibadah (masjid, gereja dll)

5.

Sumber-sumber lain
Sumber-sumber lain merupakan pengembangan sumber sampah sesuai dengan
kondisi kotanya atau peruntukan tata guna lahannya. Contoh : Kota yang
II-4

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
mempunyai rumah pemotongan hewan maka RPH tersebut merupakan sumber
sampah.
2.3.2

Timbulan Sampah

2.3.2.1 Pengertian
Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat
dalam satuan volume maupun berat per kapita per hari, atau per luas bangunan,
atau per panjang jalan (Perda Jawa Tengah No.14 Tahun 2011)
Penentukan besaran timbulan sampah suatu kota harus berdasarkan
sampling (pengambilan contoh sampah) dengan metode yang memadai baik
jumlah sampel, lokasi pengambilan contoh, waktu dan lain-lain.
Apabila tidak memungkinkan dilakukan pengambilan contoh sampah
tersebut maka dilakukan pendekatan lain yaitu menggunakan data hasil penelitian
yang ada.
Tabel 2.2
Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Jenis Sumber Sampah
No
1.

Sumber sampah
Rumah permanen

Satuan
Per orang/hari

Volume(ltr) Berat (kg)


2,25-2,50
0,350-0,400

2.

Rumah semi permanen

Per orang/hari

2,00-2,25

0,300-0,350

3.

Rumah non permanen

Per orang/hari

1,75-2,00

0,250-0,300

4.

Kantor

Perpegawai/hari

0,50-0,75

0,025-0,100

5.

Toko/ruko

Per petugas/hari

2,50-3,00

0,150-0,350

6.

Sekolah

Per murid/hari

0,10-0,15

0,010-0,020

7.

Jalan arteri sekunder

Per meter/hari

0,10-0,15

0,020-0,100

8.

Jalan kolektor sekunder

Per meter/hari

0,10-0,15

0,010-0,050

9.

Jalan lokal

Per meter/hari

0,05-0,10

0,005-0,025

Per meter2/hari

0,20-0,60

0,100-0,300

10.
Pasar
(Sumber : DPU, 1990)

Tabel 2.3
II-5
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
Klasifikasi Kota
Kota besar
Kota sedang

Volume

(L/orang/hari)
2 - 2,5
dan 1,5 - 2

Berat
(kg/orang/hari)
0,4 - 0,5
0,3 - 0,4

kecil
(Sumber: SK SNI 19-3964-1994)
2.3.2.2 Besar timbulan
Sampah yang timbul pada umumnya lebih sedikit jumlahnya dari pada
jumlah sampah yang ada. Hal ini dikarenakan adanya pemulung dan lapak atau
masih adanya tanah terbuka yang masih dapat menyerap dan tertinggal di tempat
tersebut dengan keadaaan seimbang, kemudian mengurai secara alami.
2.3.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Timbulan Sampah
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah adalah (Dirjen Cipta
Karya, 1999) :
1. Jenis bangunan yang ada
Jenis bangunan yang ada akan menentukan macam jenis dan besar timbulan
sampah. Misalnya kantor sering menghasilkan sampah kering.
2.

Tingkat aktifitas
Jumlah sampah yang berhubungan langsung dengan tingkatan aktifitas orangorang yang mempergunakannya, misalnya semakin besar kapasitas produksi
pabrik tebu maka makin besar pula ampas tebunya.

3.

Iklim
Pada daerah penghujan mempunyai tumbuh-tumbuhan yang lebih lebat dari
pada daerah beriklim kering.

4.

Musim
Setiap pergantian musim, akan berganti pula jenis sampah yang timbul dan
berbeda pula volumenya, sehingga timbul fluktuasi sampah.
II-6

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
5.

Letak geografis
Buah-buahan daerah tropis biasanya lebih berair dari pada buah-buahan
subtropis.

6.

Letak topografis
Daerah berelevasi tinggi, mempunyai pohon dengan daun lebih kecil.

7.

Kepadatan penduduk dan jumlah penduduk


Di kota besar, makin padat penduduknya maka makin besar pula sampah yang
timbul. Sebaliknya lahan untuk TPA akan makin menyempit.

8.

Periode sosial ekonomi


Negara dengan tingkat ekonomi baik, negara subur makmur, produksi
meningkat, daya beli masyarakat bertambah, maka akan besar pula timbulan
sampahnya, dan diikuti dengan sistem pengelolaan yang baik.

9.

Tingkat teknologi
Industri dengan teknologi maju, akan mencapai efisiensi maksimal, terutama
penggunaan bahan baku. Bahkan sudah menerapkan sistem reuse dan recycle.

2.4

METODE PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

2.4.1

Metode Pembuangan Akhir Sampah di Lahan Urug


Berdasarkan tipe lahan urug, ada 3 sistem pembuangan akhir sampah,

yaitu :
A. Sistem Open Dumping
Merupakan suatu system pembuangan akhir yang paling sederhana,
dimana sampah hanya ditimbun di suatu tempat tanpa tindak lanjut
berikutnya. Timbunan sampah terbuka dapat menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan berupa bau, lalat, pencemaran air, estetika dan lain-lain. Metoda
ini tidak direkomendasikan untuk digunakan lagi (Sudirman, 2005).
Sampah

Muka
tanah

Gambar 2.1. Jenis Pengolahan Sampah Open Dumping


(Sumber: Damanhuri, 1995)
II-7
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

1.

Fasilitas yang diperlukan


Fasilitas yang diperlukan dalam pembuangan sampah dengan metoda open
dumping adalah sebagai berikut:
a. Jalan masuk ke lokasi TPA.
b. Jalan operasi di dalam TPA.
c. Pos jaga.
d. Memenuhi syarat sebagai lokasi TPA.
e. Saluran drainase.
f. Konstruksi kedap air (lempung).
g. Alat berat sewa/Institusi lain.

2.

Kelebihan Sistem Open Dumping :


a. Biaya penanganannya relatif murah.
b. Dapat menampung berbagai jenis sampah.
c. Memanfaatkan lahan yang tidak digunakan.
d. Dalam waktu lama dapat menyuburkan lahan tersebut.

3.

Kelemahan Sistem Open Dumping :


a.

Mudahnya berkembang hama tikus, insekta,


mikroorganisme.

b.

Pencemaran air karena lindi yang dihasilkan.

c.

Penurunan nilai estetika lingkungan, karena


sampah dibiarkan begitu saja
(Bahar, 1986)

B. Sistem Controlled Landfill


Merupakan perbaikan dari open dumping, dimana sampah secara bertahap
ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi kemungkinan gangguan
pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu perlu dilakukan usaha
proteksi pencemaran leachate dan gas dengan cara yang sederhana
II-8
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
seperti:Pengumpulan leachate didasar TPA, Pengumpulan dan penyaluran gas
methane, Pengolahan leachate di dalam kolam-kolam, Pemagaran lokasi dan
system drainase merupakan fasilitas tambahan. Pada akhir pengoperasiannya
TPA ini semua timbunan sampah akan tertutup oleh lapisan tanah (Sudirman,
2005).
Lapisan Tanah Penutup

Sampah

Muka
Tanah

Gambar 2.2. Pengolahan Sampah Controlled Landfill di TPA


(Sumber: Damanhuri, 1995)
1.

Fasilitas yang diperlukan.


a.

Jalan masuk lokasi TPA.

b.

Jalan operasi didalam TPA.

c.

Tempat penimbangan.

d.

Pos jaga.

e.

Memenuhi standart sebagai lokasi TPA.

f.

Saluran drainase.

g.

Tanah penutup berkala.

h.

Konstruksi kedap air (lempung).

i.

Pipa pengumpul lindi.

j.

Pipa ventilasi gas.

k.

Instalasi pengolahan lindi.

l.

Kendaraan pengangkut sampah.

m.

Peralatan berat

II-9
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Langkah yang dilaksanakan dalam pengelolaan akhir sampah sistem
controlled landfill adalah :
1.

2.

Penyiapan lahan Tempat Pembuangan Akhir.


1.

Pembuatan petak Tempat Pembuangan Akhir.

2.

Pekerjaan penggalian dan pengurugan tanah.

Pemusnahan Sampah
1. Pembuangan sampah yang diturunkan dari truk sampah ke lahan
yang telah disediakan.
2.

Penyebaran sampah dengan tenaga manusia atau alat

lainnya.
3.

Pemadatan sampah dengan alat-alat berat.

4.

Pekerjaan pelapisan akhir sampah dengan tanah

penutup.
2.

Kelebihan Sistem Controlled Landfill :


a.

Mudah

dilaksanakan

karena

menggunakan

metode yang sederhana


b.

Lahan

yang

tersedia

tidak

memerlukan

konstruksi.
c.

Murah dalam operasi dan pemeliharaan karena


sistem dan peralatan yang digunakan tidak terlalu kompleks.

d.

Tidak

menimbulkan

dampak

negatif

bagi

estetika kota karena sampah tidak tersebar sembarangan.


e.

Tidak mengakibatkan dampak negatif bagi


kesehatan lingkungan karena gangguan bau sampah dan penyebaran
vektor penyakit dapat dihindari dengan adanya tanah penutup.

3. Kelemahan Sistem Controlled Landfill :


a.

Memerlukan luas lahan yang cukup besar untuk


lokasi Tempat Pembuangan Akhir.

II-10
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
b.

Memerlukan anggaran biaya khusus untuk


pembayaran tenaga operasional serta operasi dan pemeliharaan
peralatan.

c.

Kurang

memperhatikan

segi

perlindungan

kualitas lingkungan karena air luruhan hasil dekomposisi sampah (lindi)


tidak mengalami pengolahan karena belum adanya penanganan khusus
untuk lindi dan gas hasil dekomposisi sampah
(Bahar,1986).
C. Sistem Sanitary Landfill
Pada metode ini penutupan dengan lapisan tanah dilakukan pada tahap
akhir hari operasi, sehingga setelah operasi berakhir tidak akan terlihat adanya
timbunan sampah. Selain itu upaya pengendalian leachate dan gas lebih
baik/aman dari sebelumnya. Kelemahan dari metode ini adalah biaya operasi
dan pemeliharaan yang mahal sehingga umumnya Pemerintah Daerah belum
mampu melaksanakannya (Sudirman, 2005)

Gambar 2.3. Pengolahan Sampah Sanitary landfill di TPA


(Sumber: Damanhuri, 1995)
1.

Fasilitas yang diperlukan


a.

Jalan masuk lokasi TPA.

b.

Jalan operasi didalam TPA.


II-11

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

2.

c.

Tempat penimbangan.

d.

Pos jaga.

e.

Saluran drainase.

f.

Konstruksi kedap air (lempung).

g.

Tanah penutup harian/rutin.

h.

Pipa pengumpul lindi.

i.

Pipa ventilasi gas

j.

Instalasi pengolah lindi.

k.

Kendaraan pengangkut sampah.

l.

Peralatan berat.

Kelebihan Sanitary Landfill :


a.

Sistem ini sangat fleksibel dalam penanganan


saat terjadi fluktuasi dalam jumlah timbulan sampah.

b.

Mampu menerima segala jenis sampah sehingga


mengurangi pekerjaan pemisahan awal sampah.

c.

Memberikan dampak positif bagi estetika kota,


yang mungkin timbul akibat adanya sampah dapat dieliminasi.

d.

Adanya penanganan khusus untuk lindi dan gas


hasil dekomposisi sampah agar tidak mencemari lingkungan.

e.

Luas lahan yang dibutuhkan untuk sistem


sanitary landfill lebih kecil dari pada sistem open dumping karena
pengurangan volume akibat pemadatan

3.

Kekurangan Sistem Sanitary Landfill :


a.

Metode

yang

diterapkan

cukup

komplek,

sehingga memerlukan peralatan dan konstruksi khusus.


b.

Biaya pembangunan awal cukup mahal


(Bahar, 1986).

Sanitary landfill dapat ditingkatkan lagi menjadi :


1.

Improved Sanitary Landfill


II-12

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem sanitary landfill, dimana
seluruh leachate yang dihasilkan akan dikumpulkan dan ditampung pada
instalasi pengolahan lindi agar dapat dibuang dengan aman. Sebelum
lokasi TPA digunakan, seluruh permukaannya dibuat kedap air dengan
memberi lapisan tanah liat setebal 60 cm atau ditutup dengan lembaran
karet atau plastik khusus. Pada bagian dasar dipasang sistem perpipaan
untuk menampung dan menyalurkan lindi ke bangunan pengolahan air
kotor atau lindi.
2. Semi Aerobic Sanitary Landfill
Sistem ini merupakan pengembangan dari teknik Improved Sanitary
Landfill, dimana dilakukan usaha untuk mempercepat proses dekomposisi
(penguraian) sampah dengan menambahkan oksigen (udara) ke dalam
timbunan sampah (Dinas Pekerjaan Umum, 1992).
3. Reusable Sanitary Landfill
Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan
sistem baru untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Sistem
ini disebut Reusable Sanitary Landfill. Sebenarnya, sistem ini merupakan
penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir
Bantar Gebang.
Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT, Dipl. Ing. Ir H. B. Henky Sutanto
menjelaskan Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem
pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan
metode Suplay Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini Henky
bisa mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai sehingga tidak
mencemari air tanah. Sistem ini mampu mengontrol emisi gas metan,
karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat proses pemadatan
sampah. RSL juga bisa mengontrol populasi lalat di sekitar TPA. Sehingga
mencegah penebaran bibit penyakit.
Cara kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat
sampah tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini
disebut ground liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi
II-13
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
dengan geo membran, lapisan mirip plastik berwarna yang dengan
ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah
satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan
air lindi (air kotor yang berbau yang berasal dari sampah), sehingga tidak
akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas lapisan geo
membran dilapisi lagi geo tekstil yang gunanya memfilter kotoran
sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini
dikeringkan. Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk diatas lapisan
geo tekstil ini kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo
membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses
pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen. Geo membran ini
juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan. Radiasinya
akan dipastikan dapat membunuh

lalat dan telur-telurnya di sekitar

sampah. Sementara hasil pembusukan samapah dalam bentuk kompos bisa


dijual.

Gambar 2.4 Skema Improved Sanitary Landfill dan Semi Aerobic Landfill
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, 1992)

II-14
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
2.4.2

Jenis Lahan Urug


Berdasarkan kondisi site yang ada, lahan urug saniter dibagi menjadi

(Damanhuri, 1995) :
1.

Metode Area
Metode ini digunakan untuk lahan dengan letak muka air tanah yang dekat
dengan permukaan tanah. Lapisan penutup harian dan lapisan penutup
akhir mengambil tanah dari lokasi lain di luar lahan urug saniter. Ciri-ciri
metode area yaitu :
a. Diterapkan pada site yang relatif datar.
b. Sel-sel sampah dibatasi oleh tanah penutup.
c. Setelah pengurugan akan membentuk slope.

Gambar 2.5 Sanitary Landfill Metode Area


(Sumber: www.bvsde.paho.org, 1994)
2.

Metode Slope/Ramp
Merupakan aplikasi dari metode area, hanya lapisan tanah penutup diambil
dari lahan urug tersebut. Ciri metode slope/ramp yaitu :
a. Sebagian tanah digali, sampah diurug pada tanah.
b. Tanah penutup diambil dari tanah galian.
c. Setelah lapisan pertama selesai, operasi berikutnya seperti metode area.

II-15
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
3.

Metode Parit/Trench
Metode ini digunakan untuk lahan dengan kedalaman yang cukup untuk
penutupan sampah dengan menggunakan tanah yang tersedia disana, serta
muka air tanah yang cukup jauh dengan permukaan tanah. Lapisan dasar
lahan urug saniter dilapisi dengan lapisan sintetik membran dengan
permeabilitas rendah, untuk meminimisasi mobilisasi air lindi dan gas
methan yang terbentuk. Ciri metode parit / trench yaitu :
a. Site yang ada digali, sampah ditebarkan dalam galian, dipadatkan dan
ditutup harian.
b. Digunakan bila air tanah cukup rendah sehingga zona non aerasi di
bawah landfill cukup tinggi ( 1,5 meter).
c. Dapat digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang.
d. Operasi selanjutnya seperti metode area.

Gambar 2.6 Sanitary Landfill Metode Parit/Trench


(Sumber: : www.bvsde.paho.org, 1994)
4.

Metode Pitt/Canyon/Quarry
Metode ini menggunakan lahan dengan jurang yang terbentuk secara
alami, metode ini sedikit menyulitkan pada upaya meminimisasi air hujan
yang akan masuk ke dalam lahan urug saniter

II-16
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Gambar 2.7 Sanitary Landfill Metode Pitt/Canyon/Quarry


(Sumber: Tchobanoglous, 1993)
2.5

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

2.5.1

Ketentuan-Ketentuan Umum
Ketentuan-ketentuan umum berkaitan dengan perencanaan tempat

pembuangan akhir antara lain :


1.

Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan


yang ada.

2.

Perencanaan TPA sampah perkotaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai


berikut :
a. Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana
pemanfaatan lahan bekas TPA.
b. Kemampuan ekonomi Pemerintah Daerah setempat dan masyarakat,
untuk menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak
secara ekonomis, teknis dan lingkungan.
c. Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kelulusan tanah,
kedalaman air tanah, kondisi badan air sekitarnya, pengaruh pasang
surut,

angin,

iklim,

curah

hujan, untuk

menentukan

metode

pembuangan akhir sampah.


d. Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan
rencana jalan masuk TPA.

II-17
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
e. Rencana TPA didaerah lereng agar memperhitungkan masalah
kemungkinan terjadinya longsor.
3.

Terjadinya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.

4.

Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume


sampah (program 3 R) sedekat mungkin dari sumbernya.

5.

Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan tidak
dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.

Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu melaksanakan


model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola kebersihan yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara memadai.
(SK SNI 03-3241-1994)
2.5.2

Tempat Pembuangan Akhir dengan Lahan Urug

A. Gambaran Umum Lahan Urug


Tempat Pembuangan Akhir dengan lahan urug sulit dihilangkan dari
pengelolaan limbah, karena :
1.

Teknologi pengelolaan limbah seperti reduksi sumber, daur ulang, daur


pakai atau minimisasi limbah tidak dapat menyingkirkan limbah secara
menyeluruh.

2.

Tidak semua limbah mempunyai nilai ekonomis untuk didaur ulang.

3.

Teknologi pengolah limbah tetap menghasilkan residu yang harus


ditangani lebih lanjut.

4.

Beberapa limbah sulit diurai secara biologis, sulit dibakar, atau diolah
secara kimia.

5.

Timbulan limbah tidak dapat direduksi sampai tidak ada sama sekali.
Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan atau

penimbunan yang dikenal sebagai landfilling diterapkan mula-mula pada


sampah kota, dan bila aplikasinya pada pengelolaan sampah kota melibatkan
rekayasa yang memperlihatkan aspek sanitasi lingkungan, maka cara ini
dikenal sebagai sanitary landfill (lahan urug saniter). Landfilling merupakan
cara yang sampai saat ini paling banyak digunakan, terutama untuk
II-18
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
menyingkirkan limbah padat, karena relatif murah, mudah dan luwes dalam
menerima limbah. Di negara industri, teknik ini juga diterapkan untuk
mengolah limbah B3.
Dapat dikatakan landfilling merupakan usaha terakhir, karena bukan cara
yang ideal. Guna mengurangi sebanyak mungkin dampak negatif yang
ditimbulkan, maka perlu dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara baik.
Upaya yang tidak kalah pentingnya adalah mencari sebuah lahan yang baik
sehingga dampak negatif yang mungkin timbul dapat diperkecil (Damanhuri,
1995).
B. Pengertian dan Susunan Sel Pada Lahan Urug
Pengertian awal berkenaan dengan landfill / lahan urug adalah sebagai
berikut :
1. Landfill
Yaitu fasilitas fisik yang digunakan untuk penimbunan sisa limbah padat
ke dalam permukaan tanah. Landfill merupakan penimbunan akhir sampah
yang akan diberikan tanah penutup setiap akhir pengoperasian, untuk
meminimasi dampak negatif kesehatan masyarakat dan lingkungan.
2. Sel/ Cell
Sel merupakan volume sampah pada lahan urug selama satu periode
operasi (satu hari operasi). Sel meliputi penyimpanan limbah padat dan
tanah penutup di sekitarnya. Tahap penutup harian biasanya berupa 6-12
inci tanah asal atau material alternatif seperti kompos. Tujuan tanah
penutup adalah untuk mengontrol sampah berterbangan, mencegah tikus,
lalat dan vektor penyakit pada lahan urug dan mengontrol masuknya air ke
dalam lahan urug.
3. Lift
Yaitu lapisan sel lengkap yang menyelimuti area aktif pada lahan urug.
Landfill terdiri dari beberapa lift. Terasering sering digunakan bila
ketinggian lahan urug mencapai 50-75 ft, hal ini untuk menjaga kestabilan
kemiringan lahan urug, penempatan saluran drainase, penempatan pipa
recovery gas. Final lift meliputi lapisan tanah penutup. Tanah penutup
II-19
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
akhir diaplikasikan pada seluruh permukaan setelah pengoperasian lahan
urug selesai. Umumnya terdiri dari multi lapisan tanah dan geomembran
yang dirancang untuk meningkatkan permukaan drainase, penerimaan
perkolasi air dan mendukung vegetasi permukaan.
4. Lindi
Lindi merupakan hasil perkolasi air hujan, run-off yang tak terkontrol dan
air irigasi yang terkontrol di lahan urug. Lindi sering terkumpul pada
pertengahan titik pada lahan urug. Lindi mengandung bermacam turunan
senyawa kimia dari pelarutan penyimpanan sampah pada lahan urug dan
hasil reaksi kimia dan biokimia yang terjadi di lahan urug.
5. Gas
Gas yang dihasilkan di lahan urug merupakan campuran gas-gas hasil
pementukan sampah organik, terdiri dari gas metana (CH4), karbon
dioksida (CO2), nitrogen, oksigen, amonia dan sisa senyawa organik,
produk utama dekomposisi anaerobik dari fraksi organik biodegradable
sampah rumah tangga di lahan urug.
6. Liners
Yaitu material (buatan atau alami) yang digunakan sebagai saluran pada
sisi dasar lahan urug. Terdiri dari lapisan padatan tanah liat dan
geomembran untuk mencegah perpindahan lindi dan gas. Fasilitas
penunjang lingkungan meliputi liners, pengumpul lindi, pengumpul gas,
dan tanah penutup harian.
Susunan sel pada lahan urug dijelaskan pada gambar 2.11 berikut.

II-20
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Gambar 2.8 Susunan Sel Suatu Lahan Urug


(Sumber : Damanhuri, 1995)

Gambar 2.9 Susunan Sel Suatu Lahan Urug


(Sumber : www.blueenvironmental.com, 2005)
Pemantauan lingkungan meliputi aktifitas pengumpulan dan
analisa air untuk mengetahui pergerakan lindi dan gas pada lahan urug.
Landfill closure merupakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
menutup dan mengamankan lahan urug saat operasi pengisian telah
selesai. Postclosure adalah aktifitas monitoring dan pemeliharaan lahan
urug yang telah selesai masa pakai (Tchobanoglous, 1993).

II-21
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
2.5.3

Perencanaan Kebutuhan Luas Lahan dan Kapasitas Tempat


Pemrosesan Akhir (TPA) Sanitary Landfill
Perhitungan lahan untuk lahan urug akan mencakup perhitungan
produksi sampah dan kapasitas TPA. Produksi sampah ditentukan antara
lain oleh jumlah penduduk, laju generasi sampah (generation rate).
Kapasitas lokasi TPA tergantung pada luas lokasi, kedalaman atau ketebalan
lapisan yang direncanakan, laju generasi sampah, densitas sampah sebelum
dipadatkan dan persentase pengurangan volume setelah dipadatkan.
Ditinjau dari daya tampung lokasi yang digunakan untuk TPA
sebaiknya dapat menampung pembuangan sampah minimum selama 5 tahun
beroperasi. Daya tampung tersebut dipengaruhi oleh metode lahan urug
yang digunakan, kedalaman dasar TPA, ketinggian timbunan, volume
sampah yang dibuang, kepadatan sampah dan kemampuan pengurangan
volume sampah di sumber.

1.

Perhitungan awal kebutuhan lahan TPA per tahun


Perhitungan kebutuhan lahan TPA dihitung dengan persamaan :
Kebutuhan lahan

= Vt / (h x 10.000)

(2.1)

Keterangan :
Vt = Volume sampah yang masuk per tahun (m3/ tahun)
h = Tinggi zona rencana (m)
(Thobanoglous, 1993)
2.

Kebutuhan luas lahan


H=LxIxJ

(2.2)

Keterangan :
H

= luas total lahan (m3)

= luas lahan setahun

= umur lahan (tahun)

= ratio luas lahan total dengan luas lahan efektif 1,2.

Untuk perhitungan kebutuhan lahan untuk sanitary landfill dapat digunakan


rumus sebagai berikut :
II-22
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

R
p
1
Cv
D
100

(2.3)

CN
d

(2.4)

Keterangan :
V = Volume sampah padat dan tanah penutup per orang per tahun
(m3/org/tahun)
R = Laju generasi sampah perorang pertahun (kg/org/tahun)
D = Densitas (kepadatan) sampah sebelum dipadatkan yang tiba di TPA
(kg/m3)
P = Persentase pengurangan volume karena pemadatan dengan alat berat 3-5
kali lintasan (50%-75%).
Cv = Volume tanah penutup (m3/org/tahun)
A = Luas TPA yang diperlukan pertahun (m2/ tahun)
N = Jumlah penduduk yang dilayani (orang)
d = Tinggi atau kedalaman sampah padat dan tanah penutup (m)
(Materi Training Penataran Bidang Persampahan, DPLP Dirjen Cipta Karya,
DPU dalam Hairunnisa, 2004)
Rasio pemadatan merupakan pengurangan volume sampah setelah
mengalami proses pemadatan atau kompaksi ditempat pembuangan karena
sengaja dipadatkan, maupun pemadatan karena berat sendiri.
3.

Penentuan Volume Nominal Lahan Urug


Kapasitas volume nominal dari lokasi usulan lahan urug ditentukan
melalui timbulan awal beberapa jenis lahan urug, dapat menentukan kriteria
desain. Langkah berikutnya menentukan area permukaan untuk tiap lift.
Volume nominal lahan urug ditentukan dengan mengalikan area rata-rata
antara dua kontur berdekatan dengan tinggi lift dan menjumlahkan
keseluruhan volume lift. Jika tanah penutup digali dari lokasi lahan urug,
maka perhitungan volume berhubungan dengan volume sampah yang
II-23

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
ditempatkan di lokasi. Jika tanah penutup dari tempat lain, perhitungan
kapasitas harus dikurangi oleh faktor untuk menghitung volume yang
terpakai oleh tanah penutup.
Kapasitas total aktual lahan urug bergantung pada berat spesifik sampah
yang masuk lahan urug, kompaksi sampah akibat tekanan berlebihan, dan
kehilangan massa karena dekomposisi biologi.
4.

Pengaruh Pemadatan Komponen Sampah


Densitas sampah bervariasi akibat mode operasi lahan urug,
pemadatan komponen sampah, persentase distribusi komponen. Jika limbah
disebar dengan lapisan tipis dan pemadatan melawan permukaan miring,
nilai pemadatan tinggi dapat tercapai. Dengan pemadatan minimal, berat
spesifik akan berkurang dari pemadatan di kendaraan pengumpul.
Tabel 2.4
Faktor-Faktor Pemadatan Berbagai Komponen Sampah Pada Lahan Urug
Pemadatan

Faktor-faktor pemadatan untuk berbagai komponen


Kisaran Pemadatan normal Pemadatan baik

Organik
Sampah makanan

0,2-0,5

0,35

0,33

Kertas

0,1-0,4

0,2

0,15

Karton

0,1-0,4

0,25

0,18

Plastik

0,1-0,2

0,15

0,10

Tekstil

0,1-0,4

0,18

0,15

Karet

0,2-0,4

0,3

0,3

Kulit

0,2-0,4

0,3

0,3

Sampah Taman

0,1-0,5

0,25

0,2

Kayu

0,2-0,4

0,3

0,3

Gelas atau kaca

0,3-0,9

0,6

0,4

Kaleng

0,1-0,3

0,18

0,15

Anorganik

II-24
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Pemadatan
Logam non besi

Faktor-faktor pemadatan untuk berbagai komponen


Kisaran Pemadatan normal Pemadatan baik
0,1-0,3
0,18
0,15

Logam besi

0,2-0,6

0,35

0,3

Debu, abu, batu, dll


0,6-1,0
(Sumber : Tchobanoglous, 1993)

0,85

0,75

2.5.4

Sistem Penutup Akhir


Aplikasi penutup akhir pada lahan-urug akan memegang peranan penting.

Rancangan penutup akhir hendaknya mempertimbangkan aspek kesehatan,


keselamatan, estetika, permeabilitas, kekuatan dan pemanfaatan lahan setelah
ditutup kelak. Penutup akhir ini diharapkan tetap berfungsi walaupun sarana ini
sudah tidak digunakan lagi, yang mungkin membutuhkan waktu sampai lebih dari
30 tahun. Fungsi yang diharapkan adalah :
1.

Pengontrol gerakan air ke sarana supaya timbulan lindi dibatasi.

2.

Pengontrol limpasan air agar ke luar sarana.

3.

Pengontrol binatang atau vektor-vektor penyakit yang dapat memasukkan


penyakit pada ekosistem.

4.

Pengaman terhadap adanya kontak langsung limbah dengan manusia.

5.

Pengontrol terhadap gas yang terbentuk sehingga tidak menurunkan


kualitas udara.

6.

Pengurangan kemungkinan kebakaran dengan mencegah emisi udara ke


dalam.

7.

Penjamin stabilitas lahan-urug akibat kemungkinan bergeraknya massa


limbah

8.

Pencegah kemungkinan erosi

9.

Pengontrol terbangnya debu

10. Pengatur tampilan lahan urug dari sudut estetika.


11. Penjamin agar tanaman atau tumbuhan dapat tumbuh secara baik setelah
sarana ditutup.
Drainase lateral dibawah media pendukung tanaman (top soil) terdiri dari
media berpori, seperti kerikil, geonet atau geokomposit. Sasarannya adalah
II-25
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
menyalurkan sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir
ke bawahnya. Dengan grading yang baik, maka air infiltrasi dapat dikumpulkan.
Lapisan pendukung tanaman dan drainase lateral tersebut berfungsi untuk
melindungi bagian bawahnya dari adanya variasi musim. Dalam beberapa kasus,
drainase lateral ini dilengkapi pula dengan sistem perpipaan. Lapisan filter dari
geotekstil dapat diletakkan dibawah top soil atau diatas lapisan drainase.
Geotekstil akan berperan untuk membatasi kedua media tersebut, serta
mengurangi migrasi cemaran. Tanpa adanya lapisan geotekstil, partikel halus dari
top soil akan dapat bergerak ke bagian lapisan drainase yang dapat menyumbat
lapisan drainase.
Dibawah lapisan drainase lateral, disusun satu atau lebih lapisan penahan
lainnya. Lapisan tersebut dapat tersusun dari materi yang sama seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, yaitu geomembran, tanah liat, atau bahan campuran.
Biasanya lahan urug yang menggunakan liner geomembran, menggunakan
geomembran pula untuk sistem penutupnya. Laju infiltrasi akibat presipitasi yang
berakibat pada timbulan lindi tidak boleh melebihi kemampuan sistem pengumpul
lindi tersebut. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi kenaikan tinggi hidrolis yang
dapat membawa cemaran ke bagian di bawahnya. Rancangan lapisan drainase
tersebut didasarkan atas kondisi yang terburuk dari curah hujan yang ada.
Dibawah lapisan penahan tersebut, dipasang sistem pengumpul gas,
terbuat dari media berpori seperti pasir/kerikil atau sistem perpipaan. Pada lahanurug sampah kota, sistem pengumpul gas ini merupakan keharusan karena limbah
yang berada disana adalah biodegradable. Dengan kondisi yang bersifat anaerob,
maka gas yang terbentuk sebagian besar adalah karbon dioksida dan methana;
oleh karenanya, kemungkinan pemanfaatan gas bio tersebut menjadi salah satu
pilihan. Bagian paling bawah dari sistem penutup ini adalah lapisan subgrade
untuk menanggulangi apabila permukaan lahan urug tidak stabil. Lapisan ini akan
membantu

pembentukan

kemiringan

(kontur)

yang

diinginkan

untuk

mempercepat drainase lateral dan mengurangi tinggi hidrolis.


Sistem penutup dapat pula menggunakan lapisan geogrid untuk menambah
kesatuan dari sistem itu. Karena terjadinya penurunan permukaan tidak dapat
II-26
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
dihindari dan besarannya tidak seragam disetiap titik, maka adanya geogrid akan
menambah kapasitas tegangan pada penutup dengan mendistribusikan tegangan
yang terjadi sehingga mengurangi settlement yang bersifat diferensial. Sistem
penutup ini dapat pula memasukkan lapisan penahan tambahan di bawah top soil,
yang berperan mencegah penetrasi akar ke dalam lapisan di bawahnya. Lapisan
ini biasanya terdiri dari materi semacam kerikil.
Disamping sistem penutup di atas, maka aliran limpasan dari luar dihindari
dengan

pengaturan

drainase

permukaan.

Sasarannya

adalah

bagaimana

menghindari sebanyak mungkin air masuk ke area penimbunan yang masih aktif.
Kontrol aliran ini dapat pula dilakukan dengan pengaturan kemiringan serta
penanaman tanaman.
Tanah penutup dapat diambil dari pengupasan dinding dan dasar lahan.
Namun hal ini membutuhkan pengawasan yang ketat khususnya terhadap muka
air tanah, struktur geologi dan kemampuan pengelola untuk menentukan seberapa
dalam sebuah TPA boleh untuk dikupas.
Jarak yang diijinkan untuk dasar TPA dengan air tanah sebesar 3,0 meter
atau lebih (SNI T-11-1991-03), sehingga memungkinkan adanya zone penyangga
dari tanah tersebut seandainya lindi dari atas menembus ke bawah.
Struktur geologi perlu mendapat perhatian. Pengupasan yang tidak disertai
data lapangan akan mengakibatkan masalah, misalnya terdapatnya lapisan yang
sulit untuk dikupas dan terdapat lapisan yang tidak diinginkan.
Keuntungan lain yang diperoleh dengan pengupasan dasar adalah
tersedianya alas TPA dengan besar dan arah kemiringan yang diinginkan,
sehingga mempermudah pengelolaan lindi. Konsekuensinya, pengupasan yang
kurang sistematis akan merubah rancangan dari dasar TPA sehingga dapat
menimbulkan masalah dalam mengalirkan lindi. Idealnya, pengupasan dasar TPA
dilaksanakan bersamaan sehingga sistem penyaluran lindi dapat dengan baik
diatur sesuai dengan yang direncanakan.
Ketinggian maksimum timbunan sampah akan menentukan landscape
akhir dari TPA tersebut kelak, agar menghasilkan sebuah TPA yang bila ditutup
akan menyatu dengan lingkungannya serta sesuai fungsinya. Ketinggian
II-27
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
maksimum hendaknya mempertimbangkan kemampuan operasi penimbunan
sampah serta kestabilan dari timbunan tersebut. Grading final dari sebuah TPA
tidak ditentukan secara sembarangan, namun hendaknya dirancang dari awal
disesuaikan dengan kondisi topografi sekitanya atau kegunaan lahan tersebut
setelah pasca operasi.
Di Indonesia pengukuran timbulan sampah menerapkan sistem satuan
volume (basah), maka pengukuran ini membutuhkan dibedakannya kepadatannya
(bulk density) sampah dalam berbagai keadaan. Kepadatan sampah pada bak
sampah dirumah adalah tidak sama dengan kepadatan sampah di gerobak (yang
kadangkala diperpadat dengan penginjakan oleh petugas). Selanjutnya, kepadatan
pada alat transportasi akan ditentukan oleh jenis truk dan mekanisme
pemadatannya. Demikian pula kepadatan di TPA akan ditentukan oleh aplikasi
pemadatannya dan ditentukan oleh aplikasi alat berat serta jenisnya.
Secara teoritis, kepadatan sampah di suatu tempat akan tergantung pada
ketinggian sampah tersebut. Dengan demikian estimasi kebutuhan TPA yang
langsung dihitung dari timbulan di sumber akan menghasilkan perkiraan yang
berlebihan bila TPA tersebut dioperasikan secara lapis perlapis dan dipadatkan
dengan alat berat. Secara praktis kepadatan di TPA dapat dihitung berdasarkan
angka 0,60-0,65 ton/m3. Sedang kepadatan sampah di truk pengangkut sekitar
0,30-0.35 ton/m3.
Ketersediaan tanah penutup memegang peranan sangat penting agar TPA
tersebut dapat beroperasi dengan baik. Sebuah TPA yang sebelumnya dirancang
secara baik akhirnya menjadi open dumping akibat masalah tanah penutup yang
tidak diterapkan karena berbagai alasan. Pendekatan yang bisa diturunkan dalam
menghitung kapasitas lahan sebuah lahan-urug dengan tanah penutup harian
dengan asumsi sebagai berikut :
1.

Timbulan sampah (dihitung terhadap densitas gerobak yang mendekati


angka densitas truk) sebesar 2,0-2,5 l/org/hari.

2.

Rasio tanah penutup sebesar 15%.

3.

Rasio kepadatan sampah di TPA dan di truk (sudah termasuk tanah


penutup harian) sebesar 0,50-0,60 ton/m3.
II-28

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Kepadatan di urugan atau timbunan sebesar 0,6-0,65 ton/m3.

4.

Penanganan yang baik diarea penimbunan akan meningkatkan masa layan


lahan. Pembagian lahan menjadi beberapa area kerja akan memudahkan dalam
pengelolaan lahan secara keseluruhan, disamping dapat mendata jumlah dan jenis
sampah yang masuk ke dalam area kerja tersebut.
Peranan pengurugan, penyebaran dan pemadatan sampah secara lapis
perlapis akan menambah kepadatan sampah dibanding bila dilakukan sekaligus
sampah ketinggian tertentu. Disamping itu, aplikasi timbunan sampah semacam
itu akan memungkinkan berlangsungnya fase aerobik yang lebih lama, sehingga
akan mempercepat stabilitas sampah. Penelitian pada timbunan sampah setinggi
2,0 m yang ditutup tanah penutup setebal 20 cm terungkap bahwa timbunan
tersebut akan tetap memungkinkan fase aerobik yang ditandai dengan panas
timbunan di sekitar 50oC. Konsep timbunan aerobik tersebut sebetulnya dapat
pula dikembangkan lebih jauh misalnya dengan mengatur agar suatu timbunan
sampah dibiarkan sampai sekitar 10-15 hari sebelum diatasnya ditimbun sampah
baru.
Adanya penurunan permukaan (settlement) timbunan sampah, baik secara
mekanis maupun biologis, akan menambah kapasitas lahan sehingga memperlama
masa layan. Namun sebaiknya asumsi settlement karena proses biologis tidak
diperhitungkan dalam perancangan, karena :
1.

Degradasi yang terjadi belum tentu diikuti oleh settlement.

2.

Apabila terjadi, akan membutuhkan waktu yang sulit diukur. Penelitian


skala pilot menunjukkan bahwa settlement mekanis maksimum adalah sebesar
15-25% dari tinggi awal, yang terjadi pada minggu pertama. Penurunan ini
terjadi akibat konsolidasi sampah. Setelah itu tinggi permukaan TPA relatif
stabil.
Pemadatan sampah di timbunan dengan mengandalkan alat berat bulldozer

atau loader yang biasa digunakan di TPA Indonesia akan mengahasilkan


kepadatan timbunan sampai 0,70 ton/m3. Penggunaan steel wheel compactor agak
II-29
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
kurang bermanfaat untuk menambah kepadatan sampah, karena sebagian sampah
kita adalah sisa makanan dan tanpa alat itupun kepadatan yang relatif baik sudah
dicapai.
Masalah ketersediaan liner dan tanah penutup merupakan kendala yang
berkaitan dengan biaya operasional dan pemeliharaan. Tanah penutup disarankan
untuk tidak terlalu kedap agar proses penguraian sampah secara aerobik masih
bisa berlangsung dengan baik pada sel timbunan teratas. Nilai kelulusan antara
10-4-10-6 cm/det cukup baik untuk itu. Disamping itu agar tanah penutup tidak
retak pada saat panas, maka Indeks Plastisitas tanah yang baik adalah lebih kecil
dari 40%. Bila tidak, maka sebaiknya tanah tersebut dicampur dengan tanah
tertentu (seperti pasir) agar memperkecil IP tersebut. Tanah penutup dapat
mencegah timbulnya lalat. Lalat akan turun dengan sendirinya di timbunan yang
telah berusia 7 hari. Aplikasi tanah penutup pada suatu timbunan dilaksanakan
maksimal sebelum 5 hari.
2.5.5

Pengontrol Lindi

A. Sistem Liner untuk Sampah Perkotaan


Berfungsi untuk meminimasi infiltrasi lindi menuju tanah subpermukaan
dibawah lahan urug sehingga mengeleminasi potensial kontaminasi air tanah.
Pasir atau kerikil berfungsi mengumpulkan dan menyalurkan lindi yang
mungkin bercampur dalam lahan urug. Lapisan geotekstil digunakan untuk
menimimasi pencampuran tanah dan lapisan pasir atau kerikil. Lapisan akhir
tanah digunakan untuk melindungi lapisan penghalang dan drainase.
Gabungan desain liner menggunakan geomembran dan lapisan tanah liat
untuk lebih melindungi dan secara hidrolik lebih efektif dari tipe individu.
Pelapis dasar yang dianjurkan, terutama untuk lahan-urug limbah B3
adalah dengan geosintesis atau dikenal sebagai flexible membran liner (FML).
Jenis geosintesis yang biasa digunakan sebagai pelapis dasar adalah :
1.

Geotekstil sebagai filter.

2.

Geonet sebagai sarana drainase

II-30
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
3.

Geomembrane

dan

geokomposit

sebagai

lapisan

penghalang.
Disamping itu dikenal pula lapisan geokomposit misalnya tanah liat yang
mengandung natrium montmorillonit yang dilapiskan pada geotekstil,
sehingga membentuk lapisan tanah yang tipis dengan permeabilitas yang
rendah. Untuk lahan-urug limbah industri, biasanya menggunakan sistem liner
ganda, dengan dua sistem pengumpul lindi. Sistem pengumpul lindi sekunder
berfungsi hampir serupa dengan sistem pengumpul primer. Dengan sistem
sekunder inilah dapat diukur kebocoran yang terjadi pada sistem primer.
Dengan adanya sistem sekunder, maka lindi yang masih lolos dari sistem
pertama diharapkan terkumpul sebanyak mungkin. Gambar 2.6. merupakan
skema sistem liner ganda, kombinasi FML dengan tanah dipadatkan. Tipikal
desain tersebut terdapat dalam gambar 2.7 (model Amerika Serikat) dan
gambar 2.8 (model Eropa). Sistem Eropa lebih menekankan pada penggunaan
liner alamiah dan sedikit mungkin menggunakan geosintesis. Di luar kedua
sistem tersebut, terdapat penyaring ketiga. Sistem ini tersusun dari media
alam, misalnya tanah liat dipadatkan, atau campuran liat dengan tanah asli
setempat. Liner ketiga ini berfungsi untuk menghambat perkolasi lindi yang
membawa cemaran yang lolos dari sistem di atasnya agar tidak terbawa ke air
tanah.
(Damanhuri, 1995)

Gambar 2.10 Penampang Sistem liner ganda


(Sumber : Damanhuri, 1995)

II-31
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Gambar 2.11 Penampang Sistem Liner Ganda Model Amerika.


(Sumber : Damanhuri, 1995)

Gambar 2.12 Penampang Sistem Liner Model Eropa


(Sumber : Damanhuri, 1995)
Penggunaan material yang mempunyai kemampuan adsorpi yang tinggi
untuk mengurangi pencemaran sebetulnya sudah lama diterapkan pada lahanurug sampah kota. Tanah liner yang dipilah mempunyai kemampuan adsorpsi,
biodegradasi, penukaran ion, pengendapan dan pengenceran. Contoh liner
komposit adalah :
1.

Natrium bentonit dan zeolit : bahan yang dapat menahan


trasport cemaran organik.

2.

Abu terbang (fly-ash) berkarbon tinggi : bahan yang dapat


menahan cemaran organik.
II-32

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
3.

Tanah liat dengan modifikasi kandungan organik : lebih


efektif untuk menahan cemaran organik dengan berat molekul lebih tinggi.
Bahan dengan daya adsorpsi dapat bercampur dengan lempung atau

dilapiskan pada geomembran. Lapisan adsorptif ini diletakkan di bagian bawah


dari geomembran, sebab geomembran berfungsi sebagai penahan hidrolis yang
pertama, sehingga beban adsopsi pada media komposit di bawahnya bisa lebih
ringan. Campuran tanah bentonit dengan tanah asli dapat mengurangi nilai
permeabilias sehingga dapat mengurangi transport cemaran secara diffusif.
Lahan untuk landfill sampah kota termasuk kategori kelas 2, yaitu lahan
semi-permeable dengan nilai kelulusan antara 10-5 sampai 10-7 cm/detik. Untuk
landfill sampah kota di Indonesia perlu dipertimbangkan hal-hal seperti :
1.

Lahan umumnya terletak diluar kota, dimana kadangkala


berdekatan dengan perumahan penduduk yang belum terjangkau oleh
sistem PDAM yang baik, sehingga masalah pencemaran lindi

perlu

dipertimbangkan.
2.

Intensitas hujan di Indonesia yang cukup tinggi.


Pada dasarnya tanah mempunyai kemampuan untuk mengadsopsi dan

mendegradasi pencemar, namun adanya lapisan liner tambahan akan lebih


menjamin hal tersebut diatas. Walaupun tanah dasar TPA relatif baik dilihat
dari sudut kelulusan, maka tetap dibutuhkan penyiapan dasar TPA yang baik.
Disarankan bahwa dasar TPA sampah di Indonesia dilapis 2x0,25 m tanah yang
relatif kedap dan dipadatkan sampai densitas Proctor 95%. Disarankan pula
bahwa kemiringan dasar TPA mengarah ke titik tertentu yaitu tempat lindi
terkumpul untuk ditangani lebih lanjut. Untuk memperlancar aliran serta
menjaga agar liner tersebut tidak rusak, maka diperlukan karpet kerikil
setebal 20-30 cm. Lindi akan terkumpul dengan lebih baik bila dasar TPA
tersebut dilengkapi dengan pipa pengumpul lindi. (Damanhuri, 1995)
B. Sistem Liner Untuk Monofill
Sistem ini biasanya terdiri dari dua geomembran, masing-masing
dilengkapi dengan lapisan drainase dan sistem pengumpul lindi. Pendeteksi
II-33
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
lindi berada antara liner pertama dan kedua. Pada beberapa instalasi, ketebalan
lapisan 3-5 ft digunakan dibawah geomembran untuk menambah perlindungan.
C. Konstruksi Liner Tanah Liat
Ketelitian sangat diperlukan dalam konstruksi lapisan tanah liat,
dikarenakan problem serius penggunaan tanah liat cenderung membentuk
keretakan karena desiccation. Tanah liat tidak boleh mengering, untuk
mencegahnya desain lapisan tanah liat harus sebesar

4-6 inci dengan

kecukupan kompaksi antara penempatan lapisan, selain itu juga lapisan tanah
liat hanya menggunakan satu jenis tanah liat saja. Lapisan tanah liat yang tipis
mencegah keretakan.
(Tchobanoglous, 1993)
D. Sistem Pengumpul Lindi
Rancangan Fasilitas Pengumpul Lindi:
1.

Teras Miring
Untuk menghindari akumulasi lindi pada dasar, dasar dibagi menjadi

beberapa teras dengan kemiringan (lihat gambar 2.9). Teras dimiringkan


sehingga lindi yang terkumpul pada permukaan akan dibuang ke saluran
pengumpul lindi. Pipa berlubang ditempatkan pada tiap saluran pengumpul
lindi untuk membawa lindi ke saluran utama, untuk diolah atau reaplikasi
pada permukaan lahan urug. Kemiringan umumnya berkisar antara 1-5%,
dan slope saluran drainase antara 0,5-1%. Perhitungan drainase
berdasarkan persamaan Manning. Desain tidak memperbolehkan lindi
ditampung pada dasar lahan urug karena akan menyebabkan tekanan
hidrolik. Kedalaman aliran pipa berlubang meningkat dari atas ke bawah,
dan ke saluran yang lebih besar.

II-34
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Gambar 2.13 Pengumpul Lindi dengan Sistem Teras Miring


(Sumber : Tchobanoglous, 1995)
2. Dasar Berpipa
Bagian dasar dibagi menjadi potongan persegipanjang oleh pembatas
tanah liat pada jarak tertentu (lihat gambar 2.10). Jarak pembatas
tergantung pada lebar sel lahan urug. Pipa pengumpul lindi ditempatkan
memanjang pada geomembran, kemudian ditutup oleh lapisan pasir lahan
urug dioperasikan sebagai penyaring lindi sebelum dikumpul dan diolah.

Gambar 2.14 Pengumpul Lindi dengan Sistem Pipa Pada Dasar


(Sumber : Tchobanoglous, 1995)
E.

Fasilitas Pengangkut, Pengumpul dan Penyimpanan Lindi


Penggunaan metode pengumpul lindi harus dilakukan secara hati-hati

untuk menjamin sambungan pipa aman. Alternatif pengumpul lindi cenderung


menempatkan pipa pada lahan urug, yang kemudian lindi diolah atau didaurulang. Pada beberapa lahan urug, lindi dikumpulkan dan dibawa ke tangki
II-35
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
penampung. Kapasitas tangki tergantung pada tipe fasilitas pengolah yang ada
dan nilai buangan maksimum diijinkan untuk fasilitas pengolahan. Umumnya
didesain dengan waktu 1-3 hari produksi lindi pada waktu puncak produksi
lindi. Tangki berdinding ganda lebih digunakan dari pada dinding tunggal
dengan alasan keamanan dengan bahan plastik lebih aman digunakan daripada
bahan logam.
(Tchobanoglous, 1995)
F.

Pengolahan Lindi
a. Daur Ulang Lindi
Metode efektif untuk pengolahan lindi adalah dengan mengumpulkan
dan resirkulasi lindi melalui lahan urug. Pada awalnya lindi mengandung
sejumlah penting TDS, BOD5, COD, nutrisi dan logam berat. Saat
diresirkulasikan, kandungan senyawa berkurang oleh aktifitas biologi dan
reaksi kimia-fisika yang terjadi dalam lahan urug. Namun, angka produksi
gas meningkat pada sistem resirkulasi lindi. Untuk menghindari pelepasan
gas yang tak terkontrol, lahan urug perlu dilengkapi dengan sistem
recovery gas, seperti pengumpulan, pengolahan dan pembuangan untuk
sisa lindi.
b. Evaporasi Lindi
Penggunaan kolam evaporasi lindi merupakan pengolahan yang
sederhana. Lindi yang tak dievaporasi disiram pada lahan urug yang telah
selesai. Pada lokasi dengan curah hujan tinggi, fasilitas penyimpanan lindi
ditutup dengan geomembran selama musim hujan dan dingin. Akumulasi
lindi dibuang melalui evaporasi lindi selama musim panas, dengan
membuka fasilitas penyimpanan, menyiram lindi pada permukaan lahan
urug pada akhir operasi. Bau mungkin terakumulasi dibawah permukaan
tanah penutup, diventilasi ke tanah atau kompos penyaring. Kedalaman
lapisan tanah umumnya 2-3 ft, dengan angka organik loading antara 0,1-

II-36
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
0,25 lb/ft3. Selama musim panas, saat kolam terbuka, aerasi permukaan
terjadi untuk mengontrol udara.
c. Alternatif Pengolahan
Metode efektif untuk pengolahan lindi adalah dengan mengumpulkan
dan resirkulasi lindi melalui lahan urug. Pada awalnya lindi mengandung
sejumlah penting TDS, BOD5, COD, nutrisi dan logam berat. Saat
diresirkulasikan, kandungan senyawa berkurang oleh aktifitas biologi dan
reaksi kimia-fisika yang terjadi dalam lahan urug. Namun, angka produksi
gas meningkat pada sistem resirkulasi lindi. Untuk menghindari pelepasan
gas yang tak terkontrol, lahan urug perlu dilengkapi dengan sistem
recovery gas, seperti pengumpulan, pengolahan dan pembuangan untuk
sisa lindi.
2.5.7

Pengontrol Gas di TPA


Ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi

akumulasi tekanan gas, gas-gas yang terjadi dalam sel di TPA tidak mencemari
lingkungan sekitarnya serta menyebabkan terjadinya kecelakaan dalam lokasi TPA
yang dapat menimpa para pekerja yang ada.
Secara mikro timbulnya gas tersebut dapat menimbulkan dampak negatif
bila tidak ditangani secara baik karena akan menimbulkan ledakan bila berada di
udara terbuka dengan konsentrasi sekitar 15%. Secara global, gas methana ini
mempunyai potensi yang lebih besar dalam masalah efek rumah kaca
dibandingkan produk akhir lain dari proses degradasi karbon, yaitu CO2. Sehingga
gas methana yang terbentuk harus dikonvensi menjadi CO2 dengan jalan
membakarnya.
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gas
Selama dekomposisi sampah dari bahan organik oleh aktifitas biologi akan
terbentuk berbagai gas dan uap air. Yang berbahaya khususnya yang dapat
menimbulkan kebakaran atau yang mudah meledak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain :
II-37
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
1. Kandungan air dalam sampah.
2. Oksigen dalam udara yang terperangkap.
3. pH, mikroorganisme pembentuk gas methana hanya dapat berkembang
biak pada pH 6,4-7,4.
4. Temperatur, proses dekomposisi secara anaerobik terjadi pada suhu
optimum 29oC-37oC.
5. Produksi gas hidrogen terjadi pada beberapa bulan pertama dengan
volume kira-kira 20% total volume gas.
6. Gas methana (CH4) akan mulai diproduksi setelah 6-12 bulan setelah
pembuangan sampah di lahan urug dan konsentrasinya akan meningkat
sampai kira-kira 65% gas yang ada di lahan urug.
7. Produksi gas methana (CH4) maksimum pada lahan urug yang luas dan
dalam akan terjadi pada lebih dari 10 tahun.
B. Permasalahan Terbentuknya Gas di Lahan Urug
Permasalahan gas di lahan urug yaitu (Damanhuri, 1005) :
1.

Bila gas tersebut terkonsentrasi pada suatu tempat seperti di


bawah lantai bangunan, gorong-gorong, saluran atau manhole yang ada
pada lahan urug atau didekatnya dapat terjadi kebakaran atau
peledakan.

2.

Keracunan karena masuk ke dalam gorong-gorong atau


manhole.

3.

Bila gas tersebut keluar ke permukaan dapat terjadi


kebakaran sampah.

4.

Pengaruh yang merugikan terhadap tanaman atau tumbuhtumbuhan pada lahan urug atau didekatnya.

5.

Kemungkinan membahayakan kesehatan manusia.

6.

Gangguan lainnya seperti bau.

C. Metode Pencegahan Migrasi Gas Keluar Lahan Urug

II-38
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
a. Kontrol Pasif Perpindahan Gas
Pada sistem kontrol gas pasif, tekanan gas yang dihasilkan dari lahan urug
berperan sebagai tenaga pengerak untuk perpindahan gas. Kontrol pasif dapat
dicapai saat gas utama terbentuk dengan tinggi. Saat gas utama terbatas,
kontrol pasif tidak efektif karena difusi molekul akan berperan tinggi dalam
mekanisme transport.
1. Ventilasi Pembebasan Tekanan dalam Penutup Lahan Urug
Perpindahan gas dapat dikurangi dengan membebaskan tekanan gas
dengan interior lahan urug, sepeti ventilasi yang dipasang kebawah dari
tanah penutup akhir hingga massa sampah. (lihat gambar 2.16). Jika gas
methana dalam ventilasi pada konsentrasi cukup, beberapa ventilasi dapat
dipasang paralel dan dilengkapi gas burner. Ketinggian pembakar sampah
bervariasi 3-6 m di atas tanah penutup akhir, gas burner dapat dipasang
otomatis atau manual.
2. Perimeter Parit Interseptor
Sistem parit perimeter, terdiri dari parit interserptor berisi kerikil berisi
pipa plastik berlubang horizontal (PVC, polyethylene, PE), dapat
digunakan untuk menangkap perpindahan lateral gas. Pipa berlubang
disambung vertikal sehingga gas yang terkumpul keluar ke atmosfer.
Membran liner dipasang pada dinding menghindari lahan urug.

Gambar 2.15 Penampang Pipa Ventilasi dalam Sanitary Landfill


(Sumber : Tchobanoglous, 1995)

II-39
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
b. Kontrol Aktif Perpindahan Gas dengan Fasilitas
Pada sistem kontrol aktif, energi dalam bentuk vakum digunakan untuk
mengontrol aliran gas. Perpindahan gas dapat dikontrol menggunakan sumur
dan parit ekstraksi gas perimeter dan melalui pembuatan vakum, yang
menyebabkan kenaikan tekanan menuju sumur ekstraksi. Ekstraksi gas
menyala untuk mengontrol emisi methana dan VOC atau menggunakan untuk
memproduksi energi.
2.6

FASILITAS TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

2.6.1

Fasilitas Umum

1. Jalan akses
Jalan akses dipergunakan untuk kelancaran angkutan sampah dari jalan
kota menuju lokasi TPA. Untuk itu harus dibuat jalan yang sesuai dengan berat
kendaraan serta frekuensi jumlah kendaraan yang ada. Jalan masuk TPA harus
memenuhi kriteria sebagai berikut (Departemen Pekerjaan Umum dalam
Hairunnisa, 2004) :

Dapat dilalui kendaraan truk sampah dari 2 arah.

Lebar jalan 8 m, kemiringan permukaan jalan 2-3% kearah saluran


drainase, tipe jalan kelas 3 dan mampu menahan beban perlintasan dengan
tekanan gandar 10 ton dan kecepatan kendaraan 30 km/jam (sesuai dengan
ketentuan Ditjen Bina Marga).

Perkerasan jalan berupa aspal atau adukan beton. Panjang jalan masuk
sekitar 2-3 km dari jalan besar atau jalan utama. Jalan dilengkapi dengan
rambu-rambu lalu lintas utnuk menjaga ketertiban lalu lintas kendaraan.

2. Jalan operasi
Jalan ini diperuntukkan pengangkutan sampah dari pintu masuk area
landfill menuju sel-sel sampah. Jalan operasi yang dibutuhkan dalam
pengoperasian TPA terdiri dari 2 jenis, yaitu (Departemen Pekerjaan Umum dalam
Hairunnisa, 2004) :

II-40
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Jalan operasi penimbunan sampah, jenis jalan bersifat temporer, setiap saat
dapat ditimbun dengan sampah.

Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor, pos jaga, bengkel, tempat
parkir, tempat cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat permanen.

Ruangan atau landasan manuver.

3. Bangunan Penunjang
Bangunan penunjang ini adalah sebagai pusat pengendalian kegiatan di
TPA baik teknis maupun administrasi, fasilitas menunjang keamanan pekerja
ataupun fasilitas yang ada di dalam TPA.
Luas bangunan kantor tergantung pada lahan yang tersedia dengan
mempertimbangkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain
pencatatan sampah, tampilan rencana tapak dan rencana pengoperasian TPA,
tempat cuci kendaraan, kamar mandi/WC, gudang, pos pemeriksaan atau pos jaga,
ruang kerja pengendali dan ruang istirahat (Departemen Pekerjaan Umum dalam
Hairunnisa, 2004).
4. Drainase
Drainase TPA berfungsi untuk mengurangi volume air hujan yang jatuh
pada area timbunan sampah sehingga juga mengurangi jumlah lindi yang
terbentuk serta mencegah penyebarannya keluar lokasi TPA. Ketentuan teknis
drainase TPA ini adalah sebagai berikut (Departemen Pekerjaan Umum dalam
Hairunnisa, 2004) :

Jenis drainase dapat berupa drainase permanen disekeliling TPA meliputi


jalan utama, disekeliling timbunan terakhir, daerah kantor, gudang,
bengkel, tempat cuci berfungsi mengalirkan air dari luar TPA agar tidak
melintasi TPA. Selain itu saluran ini juga mengalirkan limpasan air hujan
dari dari dalam TPA agar keluar dari TPA sebanyak mungkin sehingga
mencegah peresapan ke bawah yang akan menimbulkan terjadinya lindi.
Kapasitas saluran dihitung dengan persamaan manning.
II-41

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
2
1
Q 1 A R 3 S 2
n

(2-7)

Keterangan :
Q = debit aliran air hujan (m3/detik)
A = luas penampang basah saluran (m2)
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan
N = konstanta

Pengukuran besarnya debit dihitung dengan persamaan sebagai berikut


D = 0,2785 C . I . A (m3/det)

(2-8)

Keterangan :
Q = debit aliran air hujan (m3/detik)
C = angka pengaliran
I = intensitas hujan maksimum (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Gambar potongan melintang drainase dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.16 Potongan Melintang Drainase


(Sumber : Darmasetiawan, 2004)
5. Pagar
Pagar berfungsi untuk menjaga keamanan TPA dapat berupa pagar
tanaman sehingga sekaligus dapat juga berfungsi sebagai daerah penyangga
minimal setebal 5 m dan dapat pula dilengkapi dengan pagar kawat atau lainnya
untuk mengurangi atau mencegah dampak negatif yang terjadi dalam TPA seperti

II-42
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
keluarnya sampah dari TPA ataupun mencegah pemandangan yang kurang
menyenangkan.
(Departemen Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa, 2004).
6. Papan nama
Papan nama berisi nama TPA, pengelola, jenis sampah dan waktu kerja
yang dipasang di depan pintu masuk TPA.
(Departemen Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa, 2004).
2.6.2

Fasilitas Operasional

1. Alat berat
Pemilihan alat berat harus mempertimbangkan kegiatan pembuangan akhir
seperti pemindahan sampah, perataan, pemadatan sampah dan penggalian atau
pemindahan tanah. Pilihan jenis alat berat adalah :
1. Bulldozer, Merupakan peralatan yang sangat baik untuk operasi
perataan, pengurugan dan pemadatan dengan berkekuatan 120-140 HP.
2. Landfill compactor. Sangat baik digunakan untuk pemadatan timbunan
sampah pada lokasi datar.
3. Wheel atau track loader. Dapat digunakan untuk operasi penggalian,
perataan, pengurugan dan pemadatan (terutama tipe crawl)
4. Excavator. untuk mengambil tanah penutup. Dengan kekuatan 130 HP.
5. Scrapper. Baik untuk lapisan pengurugan dengan tanah dan perataan.
6. Dragline. Dapat digunakan untuk penggalian tanah dan pengurugan,
memperbesar kapasitas lahan urug dengan penggalian, membuat
saluran dan mengumpulkan tanah urugan. Peralatan ini efisien untuk
lahan urug yang luas.
Proses pembuangan atau penimbunan dan pemadatan sampah memerlukan
berbagai peralatan sebagai berikut (Departemen Pekerjaan Umum dalam
Hairunnisa, 2004) :
1. Peralatan pengangkutan dalam lokasi. Biasanya untuk keperluan ini
digunakan loader. Akan tetapi dapat juga dibuatkan peralatan khusus

II-43
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
seperti halnya lori yang digunakan khusus mengarahkan sampah dari
truk ke lokasi sel-sel sampah.
2. Peralatan

pemadatan.

Peralataan

pemadatan

dapat

digunakan

compactor ataupun crawler dari dozer atau loader.


3. Peralatan penyiapan tanah dan tanah penutup. Peralatan ini dapat
menggunakan loader, dozer, atau dragline.
Dengan demikian pemilihan jumlah dan jenis alat yang digunakan
mengikuti studi yang pernah ada seperti tertuang dalam tabel 2.5.
Tabel 2.5
Kebutuhan Peralatan Rata-Rata untuk Sanitary Landfill
Jumlah
Penduduk
0-15.000

Sampah harian
Ton Jumlah
0-40
1

Peralatan
Jenis
Ukuran,lb
Tractor,
10.000Crawler atau

30.000

Rubber-tired
Scraper,

Perlengkapan
Dozer blade front and
loader (1to2 yr) Trash
blade

dragline,
15.000-

40-

50.000

130

water truck
Tractor,

30.000-

Dozer blade front and

Crawler atau

60.000

loader (2to4 yr)

Rubber-tired

Bullclam Trash blade

Scraper,
dragline,
50.000-

130-

100.000

260

1-2

water truck
Tractor,

> 30.000

Dozer blade front and

Crawler atau

loader (2to5 yr)

Rubber-tired

Bullclam Trash blade

Scraper,
dragline,
>100.000

>260

>2

water truck
Tractor,

> 45.000

Dozer blade front and


II-44

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Jumlah

Sampah harian
Ton Jumlah

Penduduk

Peralatan
Jenis
Ukuran,lb
Crawler atau

Perlengkapan
loader. Bullclam Trash

Rubber-tired
Scraper,

blade

dragline,
water truck
(Sumber : Tchobanoglous, 1993)
Tabel 2.6
Rekomendasi dan Pilihan Aksesoris Peralatan
Perlengkapan
Dozer blade

Dozers
Loaders
Landfill
Crawler Wheel Track Wheel compactor
Oa
O
O

U-blade

Landfill blade

Rb

Hydraulic controls

Rippers

Engine screens

Radiator guards-hinged

Cab or helmet air conditioning

Ballast weights

Multipurpose fan

General-purpose bucket

Reversible fan

Steel-guarded tires

Lift-arm extentions

Cleaner bars

Roll bars

Backing warning system


R
R
R
(Sumber : Tchobanoglous, 1993)
Tabel 2.7

Karakteristik Penampilan dari Peralatan Sanitary Landfill


II-45
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Peralatan
Crawler

Sampah
Tanah Penutup
PenyebaranPemadatanPenggalianPenyebaranPemadatanPengangkutan
A
B
A
A
B
Ta

dozer
Crawler

Ta

Ta

Ta

Ta

Scraper

Ta

Ta

Ta

Dragline

Ta

Ta

Ta

loader
Rubbertired dozer
Rubbertired
loader
Landfill
compactor
Ta
A
C
(Sumber :.Tchobanoglous, 1993)

Keterangan:
A : Sempurna

Ta : Tidak bisa (Tidak ada)

B : Bagus
C : Cukup
D : Jelek
2.6.3

Fasilitas Perlindungan Lingkungan

1. Pembentukan dasar TPA


a) Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap
kedalam tanah dan tidak tercemari air tanah. Koefisien permeabilitas
lapisan dasar TPA harus lebih kecil dari 10-6 cm/detik.
b) Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar
TPA dengan tanah lempung yang dipadatkan (30 cm x 2) atau
geomembrane setebal 5 mm.
II-46
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
c) Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan
kemiringan minimal 2% ke arah saluran pengumpul maupun
penampung lindi.
d) Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai
dengan urutan zona atau blok dengan urutan pertama sedekat mungkin
ke kolam pengolah lindi.
2. Sel
Ketebalan timbunan sampah padat pada sistem lahan urug, setiap lapisnya
direkomendasikan ketebalannya 0,6 m. Ketebalan yang lebih kecil akan
menyebabkan kebutuhan tanah untuk lapisan penutup menjadi lebih besar.
Ketebalan lapisan yang lebih besar akan menyebabkan pemadatan dengan alat
berat (compactor atau buldozer) menjadi kurang efektif, kecuali residu dari
hasil pembakaran, tiap lapis dapat lebih tebal.
Ketebalan lapisan tanah penutup, ketebalan lapisan tanah penutup
timbulan sampah +20 cm, sedangkan ketebalan lapisan tanah penutup terakhir
pada bagian permukaan adalah +50 cm.
Timbulan sampah berlapis, lapisan pertama sebaiknya dibiarkan selama 3
bulan, baru ditimbun dengan lapisan sampah berikutnya.
(Departemen Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa, 2004).
3. Saluran pengumpul lindi
Fasilitas ini dimaksudkan agar lindi yang dihasilkan oleh sanitary landfill
tidak mencemari lingkungan disekitar TPA. Saluran pengumpul leachate
terdiri dari saluran pengumpul sekunder dan primer
a. Kriteria saluran pengumpul sekunder adalah sebagai berikut :

Dipasang memanjang ditengah blok/zona penimbun

Saluran pengumpul tersebut menerima aliran dari dasar lahan


dengan kemiringan minimal 2 %

Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa HDPE

II-47
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Dasar saluran dapat dilapisi dengan liner (lapisan kedap air)

b. Kriteria saluran pengumpul primer


Menggunakan pipa HDPE berlubang (untuk pipa ke bak
pengumpul leachate tidak berlubang), saluran primer dapat dihubungkan
dengan hilir saluran sekunder oleh bak kontrol, yang berfungsi pula
sebagai ventilasi yang dikombinasikan dengan pengumpul gas vertikal.
c. Syarat pengaliran leachate adalah:

Gravitasi

Kecepatan pengaliran 0,6-3 m/det

Kedalaman air dalam saluran/pipa (d/D) maksimal 80%, dimana d


= tinggi air dan D = diameter pipa minimum 30 cm.

d. Perhitungan desain debit leachate adalah menggunakan model atau


dengan perhitungan yang didasarkan atas asumsi-asumsi :

Hujan terpusat pada 4 jam sebanyak 90% (Van Breen), sehingga


faktor puncak = 5,4. Maksimum hujan yang jatuh 20-30%
diantaranya menjadi leachate.

Dalam 1 bulan, maksimum terjadi 20 hari hujan.

Data presipitasi diambil berdasarkan data harian atau tahunan


maksimum dalam 5 tahun terakhir.

e. Penampung leachate

Leachate yang mengalir dari saluran primer pengumpul leachate


dapat ditampung pada bak penampung leachate dengan kriteria
teknis sebagai berikut :

Bak penampung leachate harus kedap air dan tahan asam

Ukuran bak penampung disesuaikan dengan kebutuhan.

f. Pengolahan leachate

II-48
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
Netralisasi leachate dapat dilakukan dengan cara resirkulasi atau
pengolahan setidaknya secara biologis. Pengolahan secara biologis
dilakukan secara bertahap, dimulai dari kolam anaerob, fakultatif,
Sedimentasi penyaringan biologi (biofilter) dan penyaringan sendiri (land
treatment).
4. Ventilasi gas
Ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi
akumulasi tekanan gas mempunyai kriteria teknis :
a. Pipa ventilasi dipasang dari dasar TPA secara bertahap pada setiap
lapisan sampah dan dapat dihubungkan dengan pipa pengumpul
leachate.
b. Pipa ventilasi gas berupa pipa HDPE diameter 150 mm (diameter
lubang perforasi maksimum 1,5 cm) yang dikelilingi oleh saluran
bronjong berdiameter 400 mm dan diisi batu pecah diameter 50 100
mm
c. Ketinggian pipa ventilasi tergantung pada rencana tinggi timbunan
(setiap lapisan sampah ditambah 50 cm)
d. Pipa ventilasi pada akhir timbunan harus ditambah dengan pipa besi
diameter 150 mm
e. Gas yang keluar dari ujung pipa besi harus dibakar atau dimanfaatkan
sebagai energi alternatif
f. Jarak antara pipa ventilasi gas 50 70 m
g. Pada sistem sanitary landfill, gasbio harus dialirkan ke udara terbuka
melalui ventilasi sistem penangkap gas, lalu dibakar pada gas-flare.
Sangat dianjurkan menangkap gasbio tersebut untuk dimanfaatkan.
h. Metode untuk membatasi dan menangkap pergerakan gas adalah :

Menempatkan materi impermeabel pada atau di luar perbatasan


landfill untuk menghalangi aliran gas

Menempatkan materi granular pada atau di luar perbatasan landfill


(perimeter) untuk penyaluran dan atau pengumpulan gas
II-49

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG

Pembuatan sistem ventilasi penagkap gas di dalam lokasi ex-TPA.

i. Sistem penangkap gas dapat berupa :

Ventilasi horizontal: yang bertujuan untuk menangkap aliran gas


dalam dari satu sel atau lapisan sampah

Ventilasi vertikal: merupakan ventilasi yang mengarahkan dan


mengalirkan gas yang terbentuk ke atas

Ventilasi akhir: merupakan ventilasi yang dibangun pada saat


timbunan akhir sudah terbentuk, yang dapat dihubungkan pada
pembakar gas (gas-flare) atau dihubungkan dengan sarana
pengumpul gas untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Perlu difahami
bahwa potensi gas pada ex-TPA ini sudah mengecil sehingga
mungkin tidak mampu untuk digunakan dalam operasi rutin.

5. Tanah Penutup
Tanah penutup dibutuhkan untuk mencegah sampah berserakan, bahaya
kebakaran, timbulnya bau, berkembang biaknya lalat atau binatang pengerat
dan mengurangi timbulan lindi (Departemen Pekerjaan Umum dalam
Hairunnisa, 2004).
a)

Jenis tanah penutup adalah jenis


tanah yang tidak kedap air.

b)

Periode penutupan tanah harus


disesuaikan dengan metode pembuangannya, untuk lahan urug saniter
penutupan tanah dilakukan setiap hari.

c)

Tahapan penutupan tanah untuk


lahan urug saniter terdiri dari penutupan tanah harian (setebal 15-20
cm), penutupan antara (setebal 30-40 cm) dan penutupan tanah akhir
(setebal 50-100 cm, tergantung rencana peruntukan bekas TPA
nantinya)

d)

Kemiringan tanah penutup harian


harus cukup untuk dapat mengalirkan air hujan keluar dari atas lapisan
penutup tersebut.
II-50

NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
e)

Kemiringan tanah penutup akhir


hendaknya mempunyai grading dengan kemiringan tidak lebih dari 30
derajat (perbandingan 1:3) untuk menghindari terjadinya erosi.

f)

Diatas tanah penutup akhir harus


dilapisi dengan tanah media tanam (top soil/vegetable earth)

g)

Dalam kondisi sulit mendapatkan


tanah penutup, dapat digunakan reruntukan bangunan, sampah lama
atau kompos, debu sapuan jalan, hasil pembersihan saluran sebagai
pengganti tanah penutup.

Gambar 2.17 Penutupan Lapisan Tanah


(Sumber : Darmasetiawan, 2004)
6. Daerah penyangga/ Zone penyangga
Daerah penyangga dapat berfungsi untuk mengurangi dampah negatif
yang ditimbulkan oleh kegiatan pembuangan akhir sampah terhadap
lingkungan sekitar. Daerah penyangga ini dapat berupa jalur hijau atau pagar
tanaman disekeliling TPA, dengan ketentuan sebagai berikut (Departemen
Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa, 2004) :
1. Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman
perdu yang mudah tumbuh dari rimbun.
2. Kerapatan pohon adalah 2-5 m untuk tanaman keras.
3. Lebar jalur hijau minimal.

II-51
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
7. Sumur uji
Sumur uji ini berfungsi untuk memantau kemungkinan terjadinya
pencemaran lindi terhadap air tanah disekitar TPA dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Lokasi sumur uji harus terletak pada area pos jaga (sebelum lokasi
penimbunan sampah, dilokasi sekitar penimbunan dan pada lokasi
setelah penimbunan.
2. Penempatan lokasi harus tidak pada daerah yang akan tertimbun
sampah.
3. Kedalaman sumur 20-25 m dengan luas 1 m2.
2.6.4

Fasilitas Penunjang

1. Jembatan timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk menghitung berat sampah yang masuk
ke TPA dengan ketentuan sebagai berikut :

Lokasi jembatan timbang harus dekat dengan kantor/pos jaga dan


terletak pada jalan masuk TPA.

Jembatan timbang harus dapat menahan beban minimal 5 ton.

Lebar jembatan timbang minimal 3,5 m.

Dengan mengetahui berat sampah yang dibuang maka bisa ditentukan


dengan pasti berapa rupiah pembuang sampah harus membayar biaya ke
petugas TPA. Disamping itu jembatan timbang ini memiliki arti penting untuk
penelitian dan pengembangan. Dari jembatan timbang ini pula bisa diikuti
peningkatan volume timbulan sampah dari tahun ke tahun.
(Departemen Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa, 2004).
2. Air bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor,
pencucian kendaraan (truk dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya.
Penyediaan air bersih ini dapat dilakukan dengan sumur bor dan pompa.

II-52
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


KECAMATAN TENGARAN, SURUH & SUSUKAN
KABUPATEN SEMARANG
3. Hangar
Bengkel berfungsi untuk menyimpan dan atau memperbaiki kendaraan
atau alat berat yang rusak, luas bangunan yang akan direncanakan harus dapat
menampung 3 kendaraan. Peralatan bengkel minimal yang harus ada di TPA
adalah peralatan untuk pemeliharaan dan kerusakan ringan.
(Departemen Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa, 2004).
4. Fasilitas Pemadam Kebakaran
Fasilitas tersebut perlu disediakan untuk mengantisipasi terjadinya
kebakaran di TPA.
5. Fasilitas Daur Ulang dan Pengomposan
Fasilitas Daur Ulang berfungsi untuk mengolah sampah an-organik seperti
plastik, kaleng, dll yang masuk ke TPA agar menjadi sesuatu yang lebih
bernilai secara ekonomis, sedangkan fasilitas Pengomposan berfungsi untuk
mengolah sampah organik seperti sisa makanan dan sampah daun yang masuk
ke TPA agar menjadi kompos.

II-53
NOVARIDA HIDAYANTI
21080111130048

Anda mungkin juga menyukai