Anda di halaman 1dari 29

Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persampahan
2.1.1 Definisi Sampah
Definisi sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sementara itu
definisi sampah berdasarkan SNI 19-2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan disebutkan defisini sampah adalah limbah yang bersifat padat
terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

2.1.2 Sumber Sampah


Berdasarkan diktat kuliah pengelolaan sampah yang disiapkan oleh Prof. Enri
Damanhuri dan Dr. Tri Padmi, 2010 menyatakan sumber sampah kedalam 2 poin berikut :
1. Sampah dari permukiman, atau sampah rumah tangga
2. Sampah dari non-permukiman yang sejenis sampah rumah tangga, seperti dari pasar,
daerah komersial dsb.
Sampah dari kedua jenis sumber ini (a dan b) dikenal sebagai sampah domestik.
Sedang sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang bukan sejenis sampah
rumah tangga, misalnya limba dari proses industri. Bila sampah domestik ini berasal dari
lingkungan perkotaan, dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai municipal solid waste (MSW).
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam pengelolaan sampah kota di Indonesia, sumber
sampah kota dibagi berdasarkan :
1. Permukiman atau rumah tangga dan sejenisnya
2. Pasar
3. Kegiatan komersial seperti pertokoan
4. Kegiatan perkantoran
5. Hotel dan restoran
6. Kegiatan dari institusi seperti industri, rumah sakit, untuk sampah yang sejenis sampah
permukiman
7. Penyapuan jalan
8. Taman-taman.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai atau drainase air hujan, yang cukup
banyak dijumpai. Sampah dari masing-masing sumber tersebut dapat dikatakan mempunyai
karakteristik yang khas sesuai dengan besaran dan variasi aktivitasnya.
Banyak cara untuk mengidentifikasi sumber limbah dengan tujuan utama untuk
mengevaluasi resiko yang mungkin ditimbulkan dan untuk mengevaluasi cara
penanganannya. Setidaknya ada 5 (lima) kelompok bagaimana limbah terbentuk :

Bahan Baku
Sekunder

Bahan baku Proses Produk Pemakaian


Primer Produksi Produk

Bahan
Terbuang

Gambar 2. 1 Proses Pembentukan Buangan


Sumber : Diklat kuliah pengelolaan sampah FTSL ITB, Damanhuri, 2010

Data lain menyebutkan jenis-jenis sambah berdasarkan sumbernya, khususnya sumber


sampah kota dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. 1 Jenis-Jenis Sampah
No Sumber Contoh
1 Permukiman Berupa rumah tangga dan apartemen.Jenis
sampah yang dihasilkan adalah sisa makanan,
kertas,kardus,plastic,sampah kebun,dll.
2 Daerah Komersial Meliputi pertokoan,rumah makan,pasar, dll.
Jenis sampah yang dihasilakan sejenis dengan
sampah yang dihasilkan oleh permukiman.
3 Institusi Seperti sekolah,rumah sakit,usat
pemerintahan. Jenis sampah yang ditimbulkan
sejenis dengan daerah komersil.
4 Puing bangunan Meliputi pembuatan konstruksi, perbaikan
jalan, dll. Jenis yang dihasilkan seperti kayu,
beton,besi.
5 Fasilitas umum Seperti sampah penyapuan jalan,taman,
pantai,tempat rekreasi.Jenis sampah yang
dihasilkan pada umumnya adalah sampah
kering (rubbish),daun serta ranting.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
6. Pengolahan limbah Seperti instalasi pengolahan air minum,
domestik instalasi pengolahan air buangan,dll. Jenis
limbah yang dihasilkan adalah lumpur dan
debu.
7. Kawasan industri Jenis sampah yang dihasilkan adalah sisa
proses produksi,buangan non-industri,dan
lainya.
8. Pertanian Jenis sampah yang dihasilkan adalah daun-
daun,sisa bagian tanaman yang tidak dipakai.
Sumber: Tchobanoglous dan Frank.,1993

2.1.3 Timbulan Sampah


Data-data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal
yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah.
Menurut Damanhuri (2010), timbulan sampah merupakan banyaknya sampah dalam :
1. Satuan berat: kilogram per orang perhari (Kg/o/h) atau kilogram per meter-persegi
bangunan perhari (Kg/m2/h) atau kilogram per tempat tidur perhari (Kg/bed/h), dsb
2. Satuan volume: liter/orang/hari (L/o/h), liter per meter-persegi bangunan per hari
(L/m2/h), liter per tempat tidur perhari (L/bed/h), dsb. Kota-kota di Indonesia umumnya
menggunakan satuan volume.
Timbulan sampah masing-masing sumber sesuai yang tercantum pada sub-bab 2.1.2,
yakni bervariasi antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum menetapkan kriteria besar timbulan sampah
berdasarkan sumber sampah dan karakteristik kota, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan
2.3 berikut :
Tabel 2. 2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen - komponen Sumber
Sampah
No Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (Liter) Berat (Kg)
1 Rumah Permanen Per orang/hari 2,25 - 2,5 0,35 - 0,4

2 Rumah Semi Permanen Per orang/hari 2 - 2,25 0,3 - 0,35

3 Rumah Non Permanen Per orang/hari 1,75 - 2 0,25 - 0,3

4 Kantor Per Pegawai/hari 0,5 - 0,75 0,025 - 0,1

5 Toko/Ruko Per Petugas/hari 2,5 - 3 0,15 - 0,35

6 Sekolah Per murid/hari 0,1 - 0,15 0,01 - 0,02


7 Jalan Arteri Sekunder Per meter/hari 0,1 - 0,15 0,02 - 0,1
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
No Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (Liter) Berat (Kg)
8 Jalan Konektor Sekunder Per meter/hari 0,1 - 0,15 0,01 - 0,05

9 Jalan Lokal Per meter/hari 0,05 - 0,1 0,005 - 0,025

10 Pasar Per meter2 /hari 0,2 - 0,6 0,1 - 0,3

Sumber : Standar Spesifikasi Timbulan sampah untuk kota kecil & sedang di Indonesia,
Dept. PU, LPMB, Bandung, 1993.

Tabel 2. 3 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota

Volume Berat
No Klasifikasi Kota Jumlah Jiwa
(L/Org/Hari) (Kg/Org/Hari)
1 Kota Besar 500.000 - 1.000.000 2,75 - 3,25 0,70 - 0,80
2 Kota Sedang 100.000 - 500.000 2,75 - 3,25 0,70 - 0,80
3 Kota Kecil 20.000 - 100.000 2,5 - 2,75 0,625 - 0,70
Sumber :Dirjen Cipta Karya, 2011

Menurut Tchobanoglous (2013), Tujuan diketahui timbulan sampah adalah sebagai


perkiraan timbulan sampah yang dihasilkan untuk masa sekarang maupun masa yang akan
datang yang berguna untuk :
1. Sebagai dasar dari perencanaan dan desain sistem pengelolaan sampah
2. Menentukan jumlah sampah yang akan dikelola
3. Perencanaan sistem pengumpulan (Penentuan macam dan jumlah kendaraan yang dipilih,
jumlah pekerja yang dibutuhkan, jumlah dan bentuk TPS yang diperlukan)
Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan dengan elemen-elemen
pengelolaan sampah antara lain (Diktat kuliah pengelolaan sampah yang disiapkan oleh Prof.
Enri Damanhuri dan Dr. Tri Padmi, 2010) :
1. Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan, dan pengangkutan
2. Perencanaan rute pengangkutan
3. Fasilitas untuk daur ulang
4. Luas dan jenis TPA.

2.1.4 Komposisi Sampah


Pengelompokan berikutnya yang juga sering dilakukan adalah berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau % volume
(basah). Menurut Tchobanoglous et al., 1993 Komponen limbah padat atau sampah terdiri
dari :
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
1. Limbah padat organik berupa; Sisa makanan, kertas, karbon, plastik, karet, kain, kulit,
kayu.
2. Limbah padat anorganik berupa; kaca, alumunium, kaleng, logam, abu dan debu.
Berdasarkan sumber yang dikutip dari diktat pengelolaan sampah, Damanhuri (2010)
tabel 2.4 Berikut menggambarkan tipikal komposisi sampah pemukiman di kota di negara
maju.
Tabel 2. 4 Komposisi Sampah Domestik
Kategori Sampah % Berat % Volume
Kertas dan bahan-bahan kertas 32,98 62,61
Kayu/produk dari kayu 0,38 0,15
Plastik, kulit, dan produk karet 6,84 9,06
Kain dan produk tekstil 6,36 5,1
Gelas 16,06 5,31
Logam 10,74 9,12
Bahan batu, pasir 0,26 0,007
Sampah organik 26,38 8,58
Sumber : Diklat kuliah pengelolaan sampah FTSL ITB, Damanhuri, 2010

Selanjutnya, Indonesia dalam pengelolaan persampahanya, mengelompokkan


komposisi sampah menjadi 9 jenis yang didasarkan pada SNI M-36-1991-03,yang telah di
perbarui menjadi SNI 19-3964-1995,yaitu :
1. sampah makanan;
2. kayu dan sampah tanaman;
3. kertas dan karton;
4. tekstil dan produk tekstil;
5. karet dan kulit;
6. plastic;
7. logam;
8. gelas;
9. lain-lain:bahan inert,abu,dan lain-lain;
Pada tabel 2.5 berikut, dapat dilihat komposisi sampah berdasarkan sumber sampah dan
komposisi sampah dari masing-masing sumbernya.
Tabel 2. 5 Beberapa Contoh Sumber dan Komposisi Sampah
No Sumber Sampah Komposisi Sampah
Kertas, karton, plastik, catridge printer bekas, dan sampah
1 Kantor
makanan
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Kertas, kapas bekas, plastik (pembungkus spuit, spuit bekas),
kaca (botol obat, pecahan kaca), logam (jarum spuit), perban
2 Rumah Sakit
bekas, potongan jaringan tubuh, sisa - sisa obat, dan sampah
makanan
Sampah organik mudah membusuk, plastik, kertas/karton,
3 Pasar
karet, kain, dan kayu pengemas
4 Rumah Makan Sampah makanan, kertas pembungkus, dan plastik pembungkus
5 Lapangan Olahraga Kertas, plastik, sampah makanan, dan potongan rumput
6 Lapangan Terbuka Ranting/daun kering, dan potongan rumput
7 Jalan dan Lapangan Kertas, plastik, dan daun kering
8 Rumah Tangga Sampah makanan. Kertas/karton, plastik, logam, kain, daun,
dan ranting
9 Pembangunan Gedung Pecahan bata, pecahan beton, pecahan genting, kayu, kertas,
dan plastik
Sumber : Dirjen Cipta Karya, 2011

Disamping itu Komposisi sampah suatu daeraah biasanya dibagi menurut kebijakan
daerah. Hal tersebut karena komposisi sampah suatu daerah berbeda-beda sesuai
perkembangan daerah tersebut. Menurut Tchobanoglous et al., 1993 komposisi sampah dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Sumber sampah
Komposisi sampah suatu sumber sampah akan berbeda dari sumber sampah yang
lainnya
b. Aktivitas penduduk
Profesi dari masing-masing penduduk akan membedakan jenis sampah yang dihasilkan
dari aktivitas sehari-harinya.
c. Sistem pengumpulan dan pembuangan yang dipakai
Sistem pengumpulan dan pembuangan yang berbeda masing-masing tempat akan
membedakan komposisi sampah yang perlu diketahui.
d. Geografi
Daerah yang satu dengan daerah yang lain berdasarkan letaknya akan membedakan
komposisi sampah yang dihasilkan, daerah pertanian dan perindustrian akan mempunyai
komposisi sampah yang berbeda.

e. Sosial ekonomi
Faktor ini sangat mempengaruhi jumlah timbulan sampah suatu daerah termasuk disini
adat istiadat, teraf hidup, perilaku serta mental masyarakatnya.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
f. Musim atau iklim
Faktor ini mempengaruhi jumlah timbulan sampah, contoh di Indonesia ketika musim
penghujan maka sampah akan meningkat karena adanya kandungan air dan sebagian
terbawa oleh air.
g. Teknologi
Dengan kemajuan teknologi maka jumlah timbulan sampah juga meningkat. Sebagai
contoh, dulu tidak dikenal dengan adanya sampah jenis plastik tetapi sekarang plastik
menjadi masalah dalam pembuangan sampah.
h. Waktu
Jumlah timbulan sampah dan komposisinya sangat dipengaruhi oleh faktor waktu
(harian, mingguan, bulanan dan tahunan). Jumlah timbulan sampah dalam satu hari
bervariasi menurut waktu. Ini erat hubungannya dengan kegiatan manusia sehari-hari.

Dengan mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan cara pengolahan yang tepat
dan yang paling efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya. Tentunya
komposisi sampah berbeda-beda berdasarkan sumber sampah, karakteristik perilaku
masyarakat serta kondisi ekonomi yang berbeda dan proses penanganan sampah di sumber
sampah.

2.1.5 Karakteristik Sampah


Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam penanganan
sampah adalah karakteritik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut sangat bervariasi,
tergantung pada komponen-komponen sampah. Kekhasan sampah dari berbagai
tempat/daerah serta jenisnya yang berbeda-beda memungkinkan sifat-sifat yang berbeda pula.
Sampah kota di negara-negara yang sedang berkembang akan berbeda susunannya dengan
sampah kota di negara-negara maju. Karakteristik sampah meliputi karakteristik fisik,
kimiawi, dan biologis. Untuk lebih lengkapnya tabel 2.6 berikut memaparkan karakteristik
sampah secara umum, antara lain :
Tabel 2. 6 Karakteristik Sampah Secara Umum
Karakteristik Parameter Penjelasan Sumber
Fisik Massa Jenis / Merupakan rasio antara berat dan Gaur, 2008
Density volume. Massa jenis sangat penting untuk
mendesain semua elemen sistem
manajemen persampahan seperti
pengumpulan, pengangkutan dan
pemrosesan
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Kadar air Merupakan banyaknya kandungan air Damanhuri,2015
yang terdapat di dalam sampah.
Karakteristik ini dipengaruhi oleh
komposisi sampah, iklim, cuaca, curah
hujan dan kelembapan.
Nilai kalor Nilai kalor dapat diartikan sebagai kalor Damanhuri,2015
yang terkandung dalam sebuah
bahan.Semakin tinggi nilai kalor,maka
bahan tersebut semakin mudah terbakar,
semakin tinggi suhunya, dan semakin
lama waktu terbakarnya. Untuk
mendapatkan besaran kalor tersebut
terdapat 3 cara, yaitu uji laboratorium,
proximate analysis, dan ultimate analysis.
Kadar Volatil Volatil sendiri adalah bahan yang mudah Damanhuri,2015
menguap. Dalam kaitanya dengan
sampah adalah materi yang hilang jika
dipanaskan pada temperature 550-600
derajat celcius.
Kadar Abu Kadar abu adalah bagian dari sampah Damanhuri,2015
yang tidak tervolatilisasikan, atau bagian
sampah yang tidak terbakar. Kadar abu
dapat dinyatakan sebagai prosentase berat
bagian sampah yang tersisa setelah
melalaui pemanasan sebesar 550-600
derajal celcius.
Karbon Tetap Karbon tetap dapat ditentukan dengan Damanhuri,2015
melanjutkan analisis volatile hingga
pemanasan pada temperature 950 derajat
celcius. Maka kehilangan beratnya adalah
karbon tetap.
Kimiawi C-Organik Merupakan kandungan karbon oraganik Damanhuri,2015
pada sampah. C-Organik dapat
ditentukan dengan oksidasi menggunakan
kalium bikarbonat secra berlebih.
N-Organik N-organik dibutuhkan untuk mengetahui Damanhuri,2015
rasio C/N yang nantinya digunakan
sebagai indicator pengomposan.
Biologis Biodegradability adalah kemampuan Dirjen Cipta
sampah untuk diuraikan dengan Karya, 2011
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme.
Produksi bau pada proses penguraian
sampah oleh mikroorganisme. Bau timbul
akibat pembentukan asam-asam organik
rantai pendek, dan H2S.

Informasi mengenai komposisi dan karakteristik sampah diperlukan untuk memilih dan
menentukan cara pengoperasian setiap peralatan dan fasilitas-fasilitas lainnya dan untuk
memperkirakan kelayakan pemanfaatan kembali sumberdaya dan energi dalam sampah, serta
untuk perencanaan fasilitas pembuangan akhir.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Berdasarkan data-data yang telah disampaikan diatas terkait data mengenai timbulan,
komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal yang sangat menunjang dalam menyusun
sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah. Data tersebut harus tersedia agar dapat
disusun suatu alternatif sistem pengelolaan sampah yang baik.

2.2 Pengelolaan dan Pengolahan Sampah


2.2.1 Pengelolaan Sampah
Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di Indonesia,
mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah
sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat
terangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), yang operasi utamanya adalah pengurugan
(landfilling). Banyaknya sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata
secara sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang
diperhitungkan sampah yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun sampah yang
tercecer dan secara sistematis dibuang ke badan air. Sampai saat ini paradigma pengelolaan
sampah yang digunakan adalah : KUMPUL – ANGKUT dan BUANG, dan andalan utama
sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling
pada sebuah TPA (Diklat kuliah pengelolaan sampah FTSL ITB, Damanhuri, 2010).
Terkait upaya pengelolaan sampah di Indonesia, telah diatur dalam UU No.18 tahun
2008 tentang Pengelolaan sampah. Disebutkan pada pasal 1 ayat 5 bahwa pengelolaan
sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Menurut UU No.18 tahun 2008 juga menyebutkan
bahwa terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu :
1. Pengurangan sampah (waste minimization)
UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua
pihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau
residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan
pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R
menurut UU-18/2008 meliputi :
a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin
b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan
limbah tersebut secara langsung
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara
langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan
baku maupun sebagai sumber enersi

Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah, yang
mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai upaya agar
limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melaui tahapan pengolahan maupun melalui
tahan pengurugan terlebih dahulu, akan menjadi sesedikit mungkin dan dengan tingkat
bahaya sesedikit mungkin.

2. Penanganan sampah (waste handling)


Berdasarkan UU No.18 tahun 2008 Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri
dari :
a. Pemilahan : dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah
b. Pengumpulan : dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu
c. Pengangkutan : dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir
d. Pengolahan : dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
e. Pemrosesan akhir sampah : dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
2.2.2 Pengolahan Sampah
Berdasarkan UU No.18 tahun 2008, pengolahan sampah didefinisikan sebagai proses
perubahan bentuk sampah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah
sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri
(bahan daur ulang, produk lain, dan energi).
Menurut Damanhuri (2008), Pemusnahan/pengolahan limbah padat dapat
dikelompokkan dalam tiga metode utama, yaitu :
1. Pengolahan limbah agar lebih memudahkan dalam pengelolaannya, atau agar mengurangi
dampak negatif bila diolah lebih lanjut, seperti:
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
a. Penghalusan (shredding)
b. Pemadatan timbunan
c. Solidifikasi/pengkapsulan
2. Pengolahan limbah agar dihasilkan sebuah produk yang bermanfaat, seperti :
a. Pengomposan (dihasilkan humus)
b. Insinerasi/pembakaran (dihasilkan enersi panas)
c. Metanisasi (dihasilkan gas bio)
3. Pembuangan limbah ke suatu tempat guna menghindari kontak dengan manusia, seperti
lahan-urug (landfill).

2.3 Tempat Pemrosesan Akhir


TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan. Pemrosesan sampah yang dimaksud adalah proses pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sampah sebelumnya ke media lingkungan secara aman
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PU No. 03/PRT/M/2013). Sementara menurut
Darmasetiawan (2004), TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar
tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan
penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan
baik.

2.3.1 Metode Tempat Pemrosesan Akhir


Terdapat tiga metode penimbunan sampah yang tercantum dalam peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.03/PRT/M/2013 antara lain : penimbunan terbuka (Open dumping),
Metode lahan urug terkendali (Controled Landfill) dan Metode lahan urug saniter (Sanitary
landfill).
a. Open Dumping
Definisi open dumping menurut Darmasetiawan (2004), yakni merupakan metode
pembuangan sederhana dimana sampah hanyadihamparkan pada suatu lokasi dibiarkan
terbuka dan tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.

b. Controlled Landfill
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Definisi controlled landfill menurut Darmasetiawan (2004), yakni merupakan
peningkatan dari open dumping dimana secara periodiksampah yang telah tertimbun
ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang
ditimbulkan. Periode penutupan sampah dengan lapisan tanah dalam hal ini sangat bervariasi.
Kota yang memiliki alat berat dan cadangan tanah penutup melakukan penutupan lebih
sering, sementara kota-kota kecil yang tidak memliki alat berat sendiri umumnya melakukan
pelapisan sekitar 2-3 kali setahun, sehingga di luar periode waktu penutupan maka metode
pembuangan yang dilakukan praktis berupa open dumping.

c. Sanitary Landfill
Definisi sanitary landfill menurut Darmasetiawan (2004), yakni merupakan metode
pembuangan akhir sampah dimana sampah dipadatkan dan ditutup dengan tanah pada setiap
akhir operasi sehingga potensi gangguan dapat diminimalkan. Namun demikian, diperlukan
penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga
dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan. Tabel 2.7 berikut menunjukan kelebihan dan
kekurangan sistem sanitary landfill.
Tabel 2. 7 Kelebihan dan Kekurangan Sistem SanitaryLlandfill.

Kelebihan Kelemahan
a. Sistem ini sangat fleksibel dalam penanganan saat a. Metode yang diterapkan
terjadi fluktuasi dalam jumlah timbulan sampah. cukup kompleks, sehingga
b. Mampu menerima segala jenis sampah sehingga memerlukan peralatan dan
mengurangi pekerjaan pemisahan awal sampah. konstruksi khusus.
c. Memberikan dampak positif bagi estetika kota, yang b. Biaya pembangunan awal
mungkin timbul akibat adanya sampah dapat cukup mahal.
dieliminasi.
d. Adanya penanganan khusus untuk lindi dan gas hasil
dekomposisi sampah agar tidak mencemari
lingkungan.
e. Luas lahan yang dibutuhkan untuk sistem sanitary
landfill lebih kecil dari pada sistem open dumping
karena pengurangan volume akibat pemadatan.
Sumber: Bahar,1986

Selanjutnya, perihal perbedaan antara metode contolled landfill dan sanitary landfill,
dapat ditinjau dari aspek fasilitas yang dimiliki. Tabel 2.8 berikut menunjukan perbandiangan
perbedaan fasilitas yang ada pada contolled landfill dan sanitary landfill.

Tabel 2. 8 Perbandingan Fasilitas Controlled Landfill dengan Sanitary Landfill


Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018

No Parameter Controlled Landfill Sanitary Landfill


A PROTEKSI TERHADAP LINGKUNGAN
1 Dasar lahan urug Tanah setempat dipadatkan, Tanah setempat dipadatkan, liner
menuju suatu titik liner dasar dengan tanah dasar dengan tanah permeabilitas
tertentu permeabilitas rendah rendah, bila diperlukan gunakan
geomembran
2 Liner dasar Tanah dengan permeabilitas Tanah dengan permeabilitas rendah
rendah dipadatkan 2 x 30 cm, dipadatkan 3 x 30 cm, bila perlu
bila perlu gunakan gunakan geomembran HDPE
geomembran HDPE
3 Karpet kerikil Dianjurkan Diharuskan
minimum 20 cm
4 Pasir pelindung Dianjurkan Diharuskan
minimum
5 Drainase / tanggul Diharuskan Diharuskan
keliling
6 Drainase lokal Diharuskan Diharuskan
7 Pengumpul lindi Minimal saluran kerikil Sistem saluran dan pipa perforasi
8 Kolam penampung Diharuskan Diharuskan
lindi
9 Resirkulasi lindi Dianjurkan Diharuskan
10 Pengolah lindi Kolam - kolam stabilisasi Pengolahan biologis, bila perlu
ditambah pengolahan kimia, dan
landtreatment
11 Sumur pantau Minimum 1 hulu dan 1 hilir Minimum 1 hulu, 2 hilir dan 1 unit
sesuai arah aliran air tanah di luar lokasi sesuai arah aliran air
tanah
12 Ventilasi gas Minimun dengan kerikil Sistem vertikal dengan beronjong
horizontal vertikal kerikil dan pipa, karpet kerikil
setiap 5 m lapisan, dihubungkan
dengan perpipaan recovery gas
13 Jalur hijau penyangga Diharuskan Diharuskan
14 Tanah penutup rutin Minimum setiap 7 hari Setiap hari
15 Sistem penutup antara Bila tidak digunakan lebih dari Bila tidak digunakan lebih dari 1
1 bulan bulan, dan setiap mencapai
ketinggian lapisan 5 m
16 Sistem penutup final Minimum tanah kedap 20 cm, Sistem terpadu dengan lapisan
ditambah subdrainase air kedap, subdrainase air permukaan,
permukaan, ditambah topsoil pelindung, karpet penangkap gas,
bila perlu dengan geosintetis
diakhiri dengan topsoil minimum
60 cm
17 Pengendali vektor dan Diharuskan Diharuskan
bau
B PENGOPERASIAN LANDFILL
1 Alat berat Dozer dan loader, dianjurkan Dozer, loader dan excavator
dilengkapi excavator
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018

No Parameter Controlled Landfill Sanitary Landfill


2 Transportasi lokal Dianjurkan Diharuskan
3 Cadangan bahan bakar Diharuskan Diharuskan
4 Cadangan insektisida Diharuskan Diharuskan
5 Plataran unloadingdan Diharuskan Diharuskan
manuver
6 Jalan operasi utama Diharuskan Diharuskan
7 Jalan operasi dalam Diharuskan Diharuskan
area
8 Jembatan timbang Diharuskan Diharuskan
9 Ruang registrasi Diharuskan, minimum manual Diharuskan digital
10 Laboratorium air Dianjurkan Diharuskan
C PRASARANA-SARANA
1 Papan nama Diharuskan Diharuskan
2 Pintu gerbang pagar Diharuskan Diharuskan
3 Kantor TPA Minimum digabung dengan Diharuskan
pos jaga
4 Garasi alat berat Diharuskan Diharuskan
5 Gudang Dianjurkan Diharuskan
6 Workshop dan Dianjurkan Diharuskan
peralatan
7 Pemadam kebakaran Diharuskan Diharuskan
8 Fasilitas toilet MCK Diharuskan
9 Cuci kendaraan Minimum ada faucet Diharuskan
10 Penyediaan air bersih Diharuskan Diharuskan
11 Listrik Diharuskan Diharuskan
12 Alat komunikasi Diharuskan Diharuskan
13 Ruang jaga Diharuskan Diharuskan
14 Area khusus daur ulang Diharuskan Diharuskan
15 Area transit limbah B3 Diharuskan Diharuskan
rumah tangga
16 P3K Diharuskan Diharuskan
17 Tempat ibadah Diharuskan Diharuskan
D PETUGAS TPA
1 Kepala TPA Diharuskan, pendidikan Diharuskan, pendidikan minimal
minimal D3 Teknik atau yang D3 Teknik atau yang
berpengalaman berpengalaman
2 Petugas registrasi Diharuskan Diharuskan
3 Pengawas operasi Diharuskan, minimal dirangkap Diharuskan
kepala TPA
4 Supir alat berat Diharuskan Diharuskan
5 Teknisi Diharuskan Diharuskan
6 Satpam Diharuskan Diharuskan
Sumber : Permen PU No 3 Tahun 2013
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
2.3.2 Gambaran Umum Lahan Urug
1. Landfill
Menurut Tchobagnoglous, 1993 yaitu fasilitas fisik yang digunakan untuk penimbunan
sisa limbah padat ke dalam permukaan tanah. Landfill merupakan penimbunan akhir sampah
yang akan diberikan tanah penutup setiap akhir pengoperasian, untuk meminimasi dampak
negatif kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sanitary landfill didefinisikan sebagai
manajemen limbah padat.
2. Zona
Ketentuan zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada
jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill, yakni 500 meter dan/atau
sesuai dengan kajian lingkungan yang dilaksanakan di TPA. Zona budi daya terbatas
ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari
pengaruh dampak TPA yang berupa:
a. Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya
b. yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari;
c. Bahaya ledakan gas metan;
d. Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat; dan
e. Lain-lain

Gambar 2. 2 Pembagian Zona di Sekitar TPA


Sumber: Putra, 2014
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Zona penyangga berfungsi untuk menunjang fungsi perlindungan bagi penduduk yang
melakukan kegiatan sehari-hari di sekitar TPA dan berfungsi:
a. Mencegah dampak lindi terhadap kesehatan masyarakat, yang melakukan kegiatan
sehari-hari di kawasan sekitar TPA;
b. Mencegah binatang-binatang vektor, seperti lalat dan tikus, merambah kawasan
permukiman;
c. Menyerap debu yang beterbangan karena tiupan angin dan pengolahan sampah;
d. Mencegah dampak kebisingan dan pencemaran udara oleh pembakaran dalam
pengolahan sampah.
3. Lift
Menurut Tchobagnoglous, 1993 lift merupakan lapisan sel lengkap yang menyelimuti
area aktif pada lahan urug. Landfill terdiri dari beberapa lift. Terasering sering digunakan bila
ketinggian lahan urug mencapai 50-75 ft, hal ini untuk menjaga kestabilan kemiringan lahan
urug, penempatan saluran drainase, penempatan pipa recovery gas. Final lift meliputi lapisan
tanah penutup. Tanah penutup akhir diaplikasikan pada seluruh permukaan setelah
pengoperasian lahan urug selesai. Umumnya terdiri dari multi lapisan tanah dan geomembran
yang dirancang untuk meningkatkan permukaan drainase, penerimaan perkolasi air dan
mendukung vegetasi permukaan
4. Sel/Cell
Menurut Tchobagnoglous, 1993 sel merupakan volume sampah pada lahan urug selama
satu periode operasi (satu hari operasi). Sel meliputi penyimpanan limbah padat dan tanah
penutup di sekitarnya. Tahap penutup harian biasanya berupa 6-12 inci tanah asal atau
material alternatif seperti kompos. Tujuan tanah penutup adalah untuk mengontrol sampah
berterbangan, mencegah tikus, lalat dan vektor penyakit pada lahan urug dan mengontrol
masuknya air ke dalam lahan urug.

Gambar 2. 3 Sel Pada Sanitary Landfill


Sumber : US ARMY, 1994
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
2.3.3 Jenis Lahan Urug Sanitary Landfill
Menurut Darmasetiawan (2004), berdasarkan kondisi site yang ada, lahan urug sanitary
landfill dibagi menjadi :

a. Metode parit (Trench)


Metode pembuangan sampah dimana lahan yang akan digunakan digali terlebih
dahulu membentuk suatu parit/lubang dengan ukuran tertentu baru kemudian sampah
dimasukkan ke dalamnya dan diratakan serta dipadatkan, dan pada akhirnya ditutup
dengan tanah.

Gambar 2.4 Landfill Metode Parit/Trench


Sumber: Tchobanoglous, 1993

b. Metode Area
Metode pemrosesan sampah dimana sampah diratakan dan dipadatkan di atas
permukaan tanah sebelum kemudian ditutup dengan tanah. Penimbunan sampah dilakukan
di atas permukaan tanah rata-rata membentuk laposan sampah yang membukit. Metode ini
diterapkan bila kondisi permukaan air tanah relatif dangkal sehingga dikhawatirkan dapat
terjadi pencemaran lingkungan bila dilakukan penggalian. Dalam pelaksanaannya, metode
parit dapat digabungkan dengan metode area yaitu bila penimbunan parit telah mencapai
permukaan tanah, maka dapat dilanjutkan dengan penimbunan area. Keuntungan dari
penggabungan metode ini adalah semakin besarnya kapasitas tampung yang dimiliki.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Gambar 2.5 Landfill Metode Area
Sumber: Tchobanoglous, 1993
c. Metode Slope/Canyon
Metode pembuangan sampah yang dilakukan di daerah berkemiringan tertentu
dimana sampah diratakan dan dipadatkan di atas permukaan tanah sebelum kemudian
ditutup dengan tanah dengan membentuk terasering mengikuti topografi lahan sekitarnya.

Gambar 2.6 Landfill Metode Slope/Canyon


Sumber: Tchobanoglous, 1993
d. Metode Sel
Metode sel merupakan metode penimbunan sampah dimana sampah yang
dibuangdiratakan pada suatu area, dipadatkan dan ditutup pada setiap akhir hari operasi
membentuk sel. Metode ini umumnya diterapkan pada sanitary landfill.

e. Metode Sandwich
Metode ini memberikan gambaran berupa lapisan yang bergantian antara sampah
dan lapisan tanah seperti halnya roti sandwich yang terdiri atas lapisan roti, daging, keju
dan sebagainya.

2.4 Penanganan Lindi


2.4.1 Sistem Pengumpul Lindi
A. Pemilihan Sistem Linier
Menurut Darmasetiawan(2004), emilihan sistem tergantung pada geologi lokal dan
persyaratan lingkungan dari lokasi lahan urug. Untuk pengontrolan gas dan lindi, maka
kombinasi liner antara tanah liat dan geomembran dengan drainase sesuai dan lapisan
perlindungan tanah sangat diperlukan.

B. Rancangan Fasilitas Pengumpul Lindi


Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Rancangan Fasilitas Pengumpul Lindi adalah :
a) Teras Miring
Berdasarkan data yang dikutip dari Tchobanoglous (2004), teras miring berfungsi untuk
menghindari akumulasi lindi pada dasar, dasar dibagi menjadi beberapa teras dengan
kemiringan (lihat gambar 2.7). Pipa berlubang ditempatkan pada tiap saluran pengumpul lindi
untuk membawa lindi ke saluran utama, untuk diolah atau reaplikasi pada permukaan lahan
urug. Kemiringan umumnya berkisar antara 1-5%, dan slope saluran drainase antara 0,5-1%.
Perhitungan drainase berdasarkan persamaan Manning. Desain tidak memperbolehkan lindi
ditampung pada dasar lahan urug karena akan menyebabkan tekanan hidrolik. Kedalaman
aliran pipa berlubang meningkat dari atas ke bawah, dan ke saluran yang lebih besar.

Gambar 2. 7 Pengumpul Lindi Dengan Sistem Teras Miring


Sumber : Darmasetiawan, 2004
b) Dasar Berpipa
Bagian dasar dibagi menjadi potongan persegipanjang oleh pembatas tanah liat pada
jarak tertentu (lihat gambar 2.8). Jarak pembatas tergantung pada lebar sel lahan urug. Pipa
pengumpul lindi ditempatkan memanjang pada geomembran, kemudian ditutup oleh lapisan
pasir lahan urug dioperasikan sebagai penyaring lindi sebelum dikumpul dan diolah.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018

Gambar 2. 8 Pengumpul Lindi Dengan Sistem Pipa Pada Dasar


Sumber : Darmasetiawan, 2004
C. Fasilitas Pengangkut dan Penyimpan Lindi
Berdasarkan data yang dikutip dari Tchobanoglous (2004), Alternatif pengumpul lindi
cenderung menempatkan pipa pada lahan urug, yang kemudian lindi diolah atau didaur-
ulang. Pada beberapa lahan urug, lindi dikumpulkan dan dibawa ke tangki penampung.
Kapasitas tangki tergantung pada tipe fasilitas pengolah yang ada dan nilai buangan
maksimum diijinkan untuk fasilitas pengolahan. Umumnya didesain dengan waktu 1-3 hari
produksi lindi pada waktu puncak produksi lindi. Tangki berdinding ganda lebih digunakan
dari pada dinding tunggal dengan alasan keamanan. Dengan bahan plastik lebih aman
digunakan dari pada bahan logam.

2.4.2 Pengolahan Lindi


A. Daur Ulang Lindi
Pada awalnya lindi mengandung sejumlah penting TDS, BOD5, COD, nutrisi dan
logam berat. Saat diresirkulasikan, kandungan senyawa berkurang oleh aktifitas biologi dan
reaksi kimia-fisika yang terjadi dalam lahan urug. Namun, angka produksi gas meningkat
pada sistem resirkulasi lindi. Untuk menghindari pelepasan gas yang tak terkontrol, lahan
urug perlu dilengkapi dengan sistem recovery gas, seperti pengumpulan, pengolahan dan
pembuangan untuk sisa lindi.

B. Evaporasi Lindi
Penggunaan kolam evaporasi lindi merupakan pengolahan yang sederhana. Lindi yang
tak dievaporasi disiram pada lahan urug yang telah selesai. Pada lokasi dengan curah hujan
tinggi, fasilitas penyimpanan lindi ditutup dengan geomembran selama musim hujan dan
dingin. Akumulasi lindi dibuang melalui evaporasi lindi selama musim panas, dengan
membuka fasilitas penyimpanan, menyiram lindi pada permukaan lahan urug pada akhir
operasi. Bau mungkin terakumulasi dibawah permukaan tanah penutup, diventilasi ke tanah
atau kompos penyaring. Kedalaman lapisan tanah umumnya 2-3 ft, dengan angka organik
loading antara 0,1-0,25 lb/ft3. Selama musim panas, saat kolam terbuka, aerasi permukaan
terjadi untuk mengontrol udara.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018

C. Pengolahan Lindi
Penggunaan kolam evaporasi lindi merupakan pengolahan yang sederhana. Lindi yang
tak dievaporasi disiram pada lahan urug yang telah selesai. Pada lokasi dengan curah hujan
tinggi, fasilitas penyimpanan lindi ditutup dengan geomembran selama musim hujan dan
dingin. Akumulasi lindi dibuang melalui evaporasi lindi selama musim panas, dengan
membuka fasilitas penyimpanan, menyiram lindi pada permukaan lahan urug pada akhir
operasi.
Bau mungkin terakumulasi dibawah permukaan tanah penutup, diventilasi ke tanah atau
kompos penyaring. Kedalaman lapisan tanah umumnya 2-3 ft, dengan angka organik loading
antara 0,1-0,25 lb/ft3. Selama musim panas, saat kolam terbuka, aerasi permukaan terjadi
untuk mengontrol udara.

2.5 Penanganan Gas Pada Lokasi Sanitary Landfill


Menurut Darmasetiawan (2004), Ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan
mengurangi akumulasi tekanan gas, gas-gas yang terjadi dalam sel di TPA. Secara mikro
timbulnya gas tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bila tidak ditangani secara baik
karena akan menimbulkan ledakan bila berada di udara terbuka dengan konsentrasi sekitar
15%. Secara global, gas methana ini mempunyai potensi yang lebih besar dalam masalah
efek rumah kaca dibandingkan produk akhir lain dari proses degradasi karbon, yaitu CO2.
Sehingga gas methana yang terbentuk harus dikonvensi menjadi CO2 dengan jalan
membakarnya

2.5.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gas


Berdasarkan data dari Darmasetiawan (2004), Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan gas antara lain :
a) Kandungan air dalam sampah.
b) Oksigen dalam udara yang terperangkap.
c) pH, mikroorganisme pembentuk gas methana hanya dapat berkembang biak pada pH 6,4-
7,4.
d) Temperatur, proses dekomposisi secara anaerobik terjadi pada suhu optimum 29o C - 37o
C.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
e) Produksi gas hidrogen terjadi pada beberapa bulan pertama dengan volume kira-kira 20%
total volume gas.
f) Gas methana (CH4) akan mulai diproduksi setelah 6-12 bulan setelah pembuangan sampah
di lahan urug dan konsentrasinya akan meningkat sampai kira-kira 65% gas yang ada di
lahan urug.
g) Produksi gas methana (CH4) maksimum pada lahan urug yang luas dan dalam akan terjadi
pada lebih dari 10 tahun.

2.5.2 Kriteria Teknik Pemasangan Ventilasi Gas


Ventilasi gas mempunyai ktiteria teknis, sebagai berikut :
a) Pipa ventilasi gas dipasang dari dasar TPA secara bertahap pada setiap lapisan sampah dan
dapat dihubungkan dengan pipa pengumpul lindi.
b) Pipa ventilasi gas berupa pipa PVC diameter 150 mm (diameter lubang maksimum 1,5
cm) dan berlubang yang dikelilingi oleh saluran bronjong berdiameter 400 mm dan diisi
batu pecah diameter 50-100 mm.
c) Ketinggian pipa ventilasi tergantung pada rencana tinggi timbunan (setiap lapisan sampah
ditambah 50 cm).
d) Pipa ventilasi pada akhir timbunan harus ditambah dengan pipa besi diameter 150 mm dan
jarak antara pipa ventilasi gas 50-100 m.
e) Gas yang keluar dari ujung pipa besi harus dibakar atau dimanfaatkan sebagai energi
alternatif.

2.6 Perencanaan Prasarana dan Sarana TPA


2.6.1 Fasilitas Umum
Menurut Departemen Pekerjaan Umum dalam Hairunnisa (2004), disebutkan bahwa
fasilitas umum yang harus ada di lingkungan TPA adalah sebagai berikut :
1. Jalan masuk
Jalan masuk TPA harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Dapat dilalui kendaraan truk sampah dari 2 arah.
b. Lebar jalan 8 m, kemiringan permukaan jalan 2-3% kearah saluran drainase, tipe jalan
kelas III dan mampu menahan beban perlintasan dengan tekanan gandar 10 ton dan
kecepatan kendaraan 30 km/jam.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
c. Perkerasan jalan berupa aspal atau adukan beton. Panjang jalan masuk sekitar 2-3 km
dari jalan besar atau jalan utama. Jalan dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas untuk
menjaga ketertiban lalu lintas kendaraan.
2. Jalan operasi
Jalan ini digunakan sebagai sarana pengangkutan sampah dari pintu masuk area landfill
menuju sel-sel sampah. Jalan ini sifatnya sementara dan sesudah selesai pembentukan suatu
jalan ini akan menjadi sel baru berikutnya.
Jalan operasi yang dibutuhkan dalam pengoperasian TPA terdiri dari 2 jenis, yaitu:
a. Jalan operasi penimbunan sampah, jenis jalan bersifat temporer, setiap saat dapat
ditimbun dengan sampah.
b. Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor, pos jaga, bengkel, tempat parkir, tempat
cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat permanen.
3. Bangunan Penunjang
Bangunan penunjang ini adalah sebagai pusat pengendalian kegiatan di TPA baik teknis
maupun administrasi, fasilitas menunjang keamanan pekerja ataupun fasilitas yang ada di
dalam TPA.
4. Drainase
Drainase TPA berfungsi untuk mengurangi volume air hujan yang jatuh pada area
timbunan sampah sehingga dapat mengurangi jumlah lindi yang terbentuk serta mencegah
penyebarannya keluar lokasi TPA. Ketentuan teknis drainase TPA ini adalah sebagai berikut:
Jenis drainase dapat berupa drainase permanen disekeliling TPA yaitu meliputi jalan
utama, disekeliling timbunan terakhir, daerah kantor, gudang, bengkel, dan tempat cuci yang
berfungsi mengalirkan air dari luar TPA agar tidak melintasi TPA. Selain itu saluran ini juga
mengalirkan limpasan air hujan dari dari dalam TPA agar keluar dari TPA sebanyak mungkin
sehingga mencegah peresapan ke bawah yang akanmenambah produksi lindi. Drainase
sementara dibuat secara lokal pada zona yang akan dioperasikan yaitu saluran disekitar
pembentukan sel-sel menuju ke arah saluran drainase tetap.

Kapasitas saluran dihitung dengan persamaan manning :

Q  1  A  R 3 S 2
2 1

n
Keterangan :
Q = debit aliran air hujan (m3/detik)
A = luas penampang basah saluran (m2)
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan
N = konstanta

Pengukuran besarnya debit dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


D = 0,2785 C . I . A (m3/det)

Keterangan :
Q = debit aliran air hujan (m3/detik)
C = angka pengaliran
I = intensitas hujan maksimum (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Gambar potongan melintang drainase dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2. 9 Potongan Melintang Drainase


Sumber : Darmasetiawan, 2004
5. Pagar
Pagar berfungsi untuk menjaga keamanan TPA dapat berupa pagar tanaman sehingga
sekaligus dapat juga berfungsi sebagai daerah penyangga setebal 5 m untuk mengurangi atau
mencegah dampak negatif yang terjadi dalam TPA seperti keluarnya sampah dari TPA
ataupun mencegah pemandangan yang kurang menyenangkan.
6. Pagar Kerja
Pagar kerja merupakan pagar portabel yang dipasang disekitar pembuatan sel untuk
mencegah atau mengurangi kecepatan angin yang dapat menyebarkan sampah ringan dalam
lokasi atau bahkan keluar lokasi.
7. Papan nama
Papan nama berisi nama TPA, pengelola, jenis sampah dan waktu kerja.
2.6.2 Fasilitas Perlindungan Lingkungan
1. Pembentukan dasar TPA
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
a. Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam tanah
dan tidak tercemari air tanah. Koefisien permeabilitas lapisan dasar TPA harus lebih
kecil dari 10-6 cm/detik.
b. Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA dengan
tanah lempung yang dipadatkan (30 cm x 2) atau geomembrane setebal 5 mm.
c. Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan minimal
2% ke arah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
d. Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan zona
atau blok dengan urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolah lindi.

2. Sel
Ketebalan timbunan sampah padat pada sistem lahan urug, setiap lapisnya
direkomendasikan ketebalannya 0,6 m. Ketebalan yang lebih kecil akan menyebabkan
kebutuhan tanah untuk lapisan penutup menjadi lebih besar. Ketebalan lapisan yang lebih
besar akan menyebabkan pemadatan dengan alat berat (compactor atau buldozer) menjadi
kurang efektif, kecuali residu dari hasil pembakaran, tiap lapis dapat lebih tebal.
Ketebalan lapisan tanah penutup, ketebalan lapisan tanah penutup timbulan sampah
+20 cm, sedangkan ketebalan lapisan tanah penutup terakhir pada bagian permukaan adalah
+50 cm.

3. Saluran Pengumpul Lindi


Fasilitas ini dimaksudkan agar lindi yang dihasilkan oleh sanitary landfill tidak
mencemari lingkungan disekitar TPA.

4. Ventilasi gas
Ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi akumulasi tekanan
gas.

5. Tanah Penutup
a. Jenis tanah penutup adalah jenis tanah yang tidak kedap air.
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
b. Periode penutupan tanah harus disesuaikan dengan metode pembuangannya, untuk
lahan urug saniter penutupan tanah dilakukan setiap hari.
c. Tahapan penutupan tanah untuk lahan urug saniter terdiri dari penutupan tanah
harian (setebal 15-20 cm), penutupan antara (setebal 30-40 cm) dan penutupan tanah
akhir (setebal 50-100 cm, tergantung rencana peruntukan bekas TPA nantinya)
d. Kemiringan tanah penutup harian harus cukup untuk dapat mengalirkan air hujan
keluar dari atas lapisan penutup tersebut.
e. Kemiringan tanah penutup akhir hendaknya mempunyai grading dengan kemiringan
tidak lebih dari 30 derajat (perbandingan 1:3) untuk menghindari terjadinya erosi.
f. Diatas tanah penutup akhir harus dilapisi dengan tanah media tanam (top
soil/vegetable earth)
Dalam kondisi sulit mendapatkan tanah penutup, dapat digunakan reruntuhan
bangunan, sampah lama atau kompos, debu sapuan jalan, hasil pembersihan saluran sebagai
pengganti tanah penutup.

Gambar 2. 10 Penutupan Lapisan Tanah


Sumber : Darmasetiawan, 2004

6. Daerah penyangga/ Zone penyangga


Daerah penyangga dapat berfungsi untuk mengurangi dampah negatif yang ditimbulkan
oleh kegiatan pembuangan akhir sampah terhadap lingkungan sekitar. Daerah penyangga ini
dapat berupa jalur hijau atau pagar tanaman disekeliling TPA.
7. Sumur uji
Sumur uji ini berfungsi untuk memantau kemungkinan terjadinya pencemaran lindi
terhadap air tanah disekitar TPA dengan ketentuan sebagai berikut :
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
a. Lokasi sumur uji harus terletak pada area pos jaga (sebelum lokasi penimbunan sampah,
dilokasi sekitar penimbunan dan pada lokasi setelah penimbunan.
b. Penempatan lokasi harus tidak pada daerah yang akan tertimbun sampah.
c. Kedalaman sumur 20-25 m dengan luas 1 m2

8. Sumur uji
Pilihan jenis alat berat :
a. Bulldozer
b. Landfill compactor..
c. Wheel atau track loader.
d. Excavator..
e. Scrapper.
f. Dragline.

Proses pembuangan atau penimbunan dan pemadatan sampah memerlukan berbagai


peralatan sebagai berikut:
a. Peralatan pengangkutan dalam lokasi
b. Peralatan pemadatan
c. Peralatan penyiapan tanah penutup.

Tabel 2. 9 Kebutuhan Peralatan Rata-Rata untuk Sanitary Landfill


Jumlah Sampah harian Peralatan
Perlengkapan
Penduduk Ton Jumlah Jenis Ukuran lb
0-15.000 0-40 1 Tractor, Crawler 10.000- Dozer blade front and
atau Rubber- 30.000 loader (1to2 yr) Trash
tired blade
Scraper,
dragline, water
truck
15.000- 40-130 1 Tractor, Crawler 30.000- Dozer blade front and
50.000 atau Rubber- 60.000 loader (2to4 yr) Bullclam
tired Trash blade

Scraper,
dragline, water
truck
50.000- 130- 1-2 Tractor, Crawler > 30.000 Dozer blade front and
100.000 260 atau Rubber- loader (2to5 yr) Bullclam
tired Trash blade
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018

Jumlah Sampah harian Peralatan


Perlengkapan
Penduduk Ton Jumlah Jenis Ukuran lb
50.000- 130- 1-2 Scraper, > 30.000 Dozer blade front and
100.000 260 dragline, water loader (2to5 yr) Bullclam
truck Trash blade
>100.000 >260 >2 Tractor, Crawler > 45.000 Dozer blade front and
atau Rubber- loader. Bullclam Trash
tired blade
Sumber : Tchobanoglous, 1993

Tabel 2. 10 Rekomendasi dan Pilihan Accesories Peralatan


Dozers Loaders Landfill
Perlengkapan
Crawler Wheel Track Wheel compactor
Dozer blade Oa O - - O
U-blade O O - - O
Landfill blade Rb R O O R
Hydraulic controls R R R R R
Rippers O - O - -
Engine screens R R R R R
Radiator guards-hinged R R R R R
Cab or helmet air conditioning O O O O O
Ballast weights O O R R R
Multipurpose fan - - R R -
General-purpose bucket - - O O -
Reversible fan R R R R R
Steel-guarded tires - R - R -
Lift-arm extentions - - O O -
Cleaner bars - - - - R
Roll bars R R R R R
Backing warning system R R R R R
Sumber : Tchobanoglous, 1993

Keterangan :
O = option
R = Recommended

Tabel 2. 11 Karakteristik Penampilan dari Peralatan Sanitary Landfill


Sampah Tanah Penutup
Peralatan Penyebar Pemada Penggalia Penyebar Pemada Pengangkut
an tan n an tan an
Crawler dozer A B A A B Ta
Crawler loader B B A B B Ta
Rubber-tired dozer A B C B B Ta
Rubber-tired loader B B C B B Ta
Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah 2018
Sampah Tanah Penutup
Peralatan Penyebar Pemada Penggalia Penyebar Pemada Pengangkut
an tan n an tan an
Landfill compactor A A D B A Ta
Scraper Ta Ta B A Ta A
Dragline Ta Ta A C Ta Ta
Sumber :.Tchobanoglous, 1993

Keterangan :
A = Sempurna
B = Bagus
C = Cukup
D = Jelek
Ta = Tidak bisa (Tidak ada)

2.6.3 Fasilitas Penunjang


1. Jembatan timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk menghitung berat sampah yang masuk ke TPA
dengan ketentuan sebagai berikut :
- Lokasi jembatan timbang harus dekat dengan kantor/pos jaga dan terletak pada jalan
masuk TPA.
- Jembatan timbang harus dapat menahan beban minimal 5 ton.
- Lebar jembatan timbang minimal 3,5 m.
2. Air bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor, pencucian
kendaraan (truk dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya. Penyediaan air bersih ini dapat
dilakukan dengan sumur bor dan pompa.
3. Tempat cuci kendaraan
Tempat cuci ini terdiri dari penyediaan air pencuci, lantai kerja yang keras dan kedap
dilengkapi dengan saluran pembuang.
4. Bengkel
Bengkel berfungsi untuk menyimpan dan atau memperbaiki kendaraan atau alat berat
yang rusak, luas bangunan yang akan direncanakan harus dapat menampung 3 kendaraan.

Anda mungkin juga menyukai