Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Buangan padat atau sampah adalah segala sesuatu yang tidak diinginkan keberadaannya oleh
manusia pada waktu tertentu. Pada awalnya sampah tidaklah menjadi masalah bagi manusia
dan lingkungan karena sampah yang dibuang ke tanah masih dapat diolah sendiri oleh alam,
sebab jumlah manusia yang membuang sampah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dari
luas area tanah penerimanya. Selain itu sampah yang dihasilkan pun masih banyak yang
bersifat dapat membusuk (Tchobanoglous, 1993).

Dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan per kapita dan teknologi maka
bertambah pula jenis dan kualitas sampah sehingga masalah sampah dirasakan mulai
mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan dengan tercemarnya tanah, air dan udara.
Berdasarkan alasan tersebutlah maka masalah sampah mulai menjadi perhatian dan
diusahakan mencari solusi untuk pengelolaannya (Soemirat, 1994).

Pengelolaan persampahan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan pengelolaan
timbulan sampah yang dihasilkan mulai dari pewadahan, pengumpulan, transfer dan transpor
serta pembuangan sampah dengan memperhatikan faktor kesehatan masyarakat, ekonomi,
teknik, konservasi lingkungan, estetika dan pertimbangan lingkungan lainnya
(Tchobanoglous, 1993).

2.2 Sistem Pengelolaan Persampahan


Sistem pengelolaan persampahan terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Pengelolaan individu
Pengelolaan individu adalah cara-cara pengelolaan yang dilakukan oleh tiap-tiap rumah
tangga, yang dilakukan dengan sederhana, dan biasanya dengan cara
pembuangan/pengelolaan sampah yang mudah dilakukan oleh lingkungan kompleks
perumahan, industri yang mengelola secara tersendiri lepas dari sistem pengelolaan
perkotaan.
2. Pengelolaan perkotaan
Pengelolaan sampah untuk seluruh kota merupakan suatu sistem yang menyangkut
beberapa aspek yang saling berpengaruh dan merupakan sub sistem dari pengelolaan
keseluruhannya. Sistem pengelolaan persampahan ini mempunyai 5 komponen aspek,
yaitu:
a. aspek teknis operasional
b. aspek pengaturan (legal)
c. aspek pembiayaan
d. aspek institusi
e. aspek peran serta masyarakat

2.2.1 Aspek Teknis Operasional


Aspek teknis operasional ini meliputi perhitungan produksi sampah (generation rate),
menentukan daerah pelayanan, penentuan jenis pewadahan yang digunakan, penentuan cara
pengumpulan dan pengangkutan sampah serta cara penentuan lokasi dan luas pembuangan
akhir, termasuk di dalamnya penentuan peralatan yang dibutuhkan.

Elemen-elemen yang terdapat pada pengelolaan sampah dan hubungan antar elemen tersebut
dapat dilihat pada diagram berikut:
Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)

Sumber Sampah

Pewadahan

Pengumpulan
Transfer dan
Pengolahan
Transport
Pembuangan

Gambar 2.1 Hubungan antara elemen-elemen pengelolaan sampah


Sumber: Tchobanoglous, 1993

2.2.1.1 Sumber dan Timbulan Sampah


Berdasarkan kandungan bahan organik dan anorganik sampah dapat digolongkan atas
(Tchobanoglous, 1993):
1. Garbage (sampah basah)
Mengandung bahan organik, mudah membusuk dan terdekomposisi, dan menghasilkan air
lindi (leachate).
Contoh: sampah makanan.
2. Rubbish (sampah kering)
Dominan mengandung bahan anorganik, tidak mudah membusuk dan terdekomposisi,
serta tidak mengandung air.
Contoh: Metal; sampah yang mengandung logam berat seperti Be, Cd, Cr, dan Hg.
Non metal; yang terdiri dari: combustable (mudah dibakar) dan non combustable
(sukar dibakar).
3. Dust/Ashes (sampah halus)
Terdiri dari bahan organik, berukuran sangat kecil dan mudah berterbangan. Dust terjadi
dari proses fisika atau mekanis, contohnya: serbuk gergaji asbes. Sedangkan ashes terjadi
dari proses kimia, contohnya: pembakaran.

Jenis-jenis sampah yang dihasilkan oleh beberapa sumber sampah adalah:


1. Perumahan dan komersil
Biasanya sampah yang dihasilkan tidak termasuk sampah berbahaya dan sampah khusus.
Terdiri dari:
 sampah organik, seperti kertas, plastik, tekstil, karet,kulit, kayu dan gerbage.
 sampah anorganik, seperti kaca dan kaleng.
2. Sampah khusus
Bersumber dari rumah tangga, komersil dan industri, seperti sampah besar, alat-alat
elektronik, white goods, baterai, oli dan karet.
3. Sampah berbahaya
Sifat dari sampah ini nonbiodegradable, bertambah secara biologis, mematikan atau efek
komulatif merusak, seperti baterai.
4. Sampah institusi
Merupakan sampah yang berasal dari institusi-institusi seperti kantor, sekolah, rumah
sakit, penjara.

5. Sampah konstruksi dan pemugaran

Lindawati (02174029) II-2


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
Merupakan sampah yang berasal dari pembuatan konstruksi dan pemugaran bangunan.
Biasanya berupa kayu, beton, plesteran dan puing-puing bangunan.
6. Sampah pelayanan kota
Adalah sampah yang berasal dari fasilitas pelayanan kota seperti sampah taman kota,
ceceran dan sampah kontainer.
7. Sampah instalasi pengolahan air limbah
Biasanya berupa buangan padat atau setengah padat dari instalasi pengolahan air, instalasi
pengolahan air buangan,dan industri. Pengumpulannya bukan tanggung jawab manajemen
persampahan kota.
8. Sampah industri
Jenis sampah yang dihasilkan tergantung dari jenis industri, jika industri makanan maka
sampah yang dihasilkan tidak jauh beda dengan sampah domestik.
9. Sampah pertanian
Sampah yang berasal dari aktivitas pertanian dan peternakan, banyak mengandung bahan
organik.

Karakteristik sampah penting diketahui untuk perencanaan sistem pengelolaan sampah.


Karakteristik sampah terdiri dari:
a. Karakteristik fisik
Informasi dan data dari karakteristik fisik diperlukan untuk pemilihan jenis operasi,
perlengkapan dan fasilitas yang akan digunakan. Karakterisrik fisik yang perlu ditentukan:

individual komponen; jumlahnya sangat tergantung pada lokasi sampah tersebut, musim
dan kondisi ekonomi masyarakatnya

kelembaban; nilainya bervariasi (15%-40%) yang dipengaruhi oleh komposisi sampah,
musim, kelembaban dan kondisi cuaca

berat jenis; ditentukan oleh kondisi geografi, musim dan lamanya penyimpanan, nilainya
berkisar antara 300-700 lb/yd3

ukuran partikel dan distribusi ukuran

permeabilitas sampah yang dipadatkan
b. Karakteristik kimia
Karakterisik ini diperlukan untuk menentukan alternatif proses dan recovery.
 Analisa perkiraan; terdiri dari:
 Kelembaban
 Volatile Combutible Matter
 Fixed Carbon
 Titik lebur abu
 Analisa komponen sampah (C, H, N, O, S dan abu)
 Kandungan energi
c. Karakteristik biologi
Karakteristik biologi yang biasanya digunakan adalah biodegradabilitas komponen
organik sampah, produksi bau dan pertumbuhan lalat.

Kuantitas sampah adalah jumlah sampah yang dihasilkan oleh manusia pada suatu daerah.
Kuantitas sampah sangat diperlukan untuk merencanakan sistem pengelolaan dan mendesain
peralatan. Besarnya kuantitas sampah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Reduksi pada sumber dan recycling yang dilakukan
Cara-cara yang bisa dilakukan antara lain: pengepakan tidak perlu berlebihan, produk
dengan masa pakai lebih lama dapat diperbaiki kembali, bahan baku diminimalisir.

2. Peran serta masyarakat

Lindawati (02174029) II-3


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
Untuk mengurangi kuantitas sampah, masyarakat dapat merubah kebiasaan dan gaya
hidup yang banyak menghasilkan sampah. Hukum dan peraturan yang tegas perlu
ditegakkan.
3. Faktor geografis dan faktor fisik lainnya, yaitu: lokasi geografi, musim, food waste
grinder, frekuensi pengumpulan, karakteristik service area.

Kuantitas sampah biasanya dinyatakan dalam volume dan berat. Pengukuran dengan volume
biasanya kurang akurat karena bisa saja sampah yang sudah dikompaksi dengan yang belum
memiliki volume yang sama. Tetapi apabila kuantitas sampah dinyatakan dalam volume,
maka harus ditentukan angka kompaksi dan berat jenis dari sampah tersebut.

Kuantitas sampah sebaiknya dinyatakan dalam ukuran berat, karena berat dapat diukur
dengan segera dan tidak dipengaruhi oleh angka kompaksi. Selain itu berat sampah sangat
diperlukan dalam transportasi sampah karena biasanya batasan pengangkutan sampah di jalan
raya dibatasi berdasarkan berat dan bukan volume. Tetapi volume dan berat sampah sama-
sama diperlukan dalam dalam penentuan kapasitas sampah.

Kuantitas sampah satu hari dinyatakan sebagai debit timbulan sampah (Q). Debit timbulan
sampah ini dapat dihitung dengan cara:

qe = (Ak / P) qk
qt = (qd + qe) lkh …………………………………………………………(2.1)

dimana: qe = debit satuan ekivalen (Lkh)


Ak = luas daerah komersil (Ha)
P = populasi kota (jiwa)
qk = debit timbulan sampah daerah komersil (L/Ha/h)
qt = debit satuan sampah seluruh kota (Lkh)
qd = debit satuan sampah daerah domestik (Lkh)

Pertambahan jumlah timbulan sampah dari tahun ke tahun bersifat kuadratis. Proyeksi
timbulan sampah dapat dihitung dengan persamaan berikut:
n
 q 
qn = qo 1   ………………………………………………………(2.2)
 100 

dimana: qn = proyeksi timbulan sampah pada tahun ke-n


qo = proyeksi timbulan awal tahun perencanaan
n = waktu perencanaan TPA (20 – 25 tahun)
∆q = dipengaruhi oleh pertumbuhan pertanian, industri, pertambahan penduduk
dan income

1  m  i  g 
∆q = 1+   …………………………………………….(2.3)
3  1  p 

dimana: ∆m = pertambahan produksi makanan/pertanian, %


∆i = pertambahan industri, %
∆g = pertambahan gross national income, %
∆p = pertambahan penduduk

2.2.2.2 Sistem Pewadahan

Lindawati (02174029) II-4


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
Pewadahan merupakan langkah awal dalam sistem pengelolaan sampah. Pewadahan sangat
dibutuhkan karena sampah yang dihasilkan bila dibiarkan akan berdampak pada kesehatan
masyarakat dan estetika. Setiap sampah yang ditimbulkan dari sumber akan ditampung dalam
suatu wadah, baik itu permanen ataupun tidak.

Dalam penentuan jenis dan sistem pewadahan yang akan digunakan perlu diperhatikan faktor-
faktor berikut:
1. Pengaruh pewadahan terhadap komponen sampah yang disimpan didalamnya terdiri dari:
 Dekomposisi biologi
 Adsorbsi fluida
 Kontaminasi komponen sampah.
2. Tipe wadah atau kontainer yang akan digunakan tergantung pada:
 Karakteristik dan jenis sampah
 Sistem pengumpulan yang digunakan
 Frekuensi pengumpulan
 Lahan yang tersedia untuk perletakan kontainer.
3. Lokasi kontainer
Penempatan kontainer tergantung pada tipe tempat tinggal, lahan yang tersedia dan akses
ke lokasi pengumpulan untuk daerah institusi, komersil dan industri, penempatan
tergantung pada lokasi yang tersedia dan kondisi jalan masuk.
4. Kesehatan masyarakat dan segi estetika.

Jenis-jenis pewadahan yang biasanya digunakan adalah:


a. Pemukiman; biasanya digunakan kantong plastik ( 30 liter), bin/tong plastik ( 40 liter)
dan bak sampah.
b. Pasar; biasanya digunakan bin/tong (70 liter, 120 liter, 240 liter), bak sampah dan
gerobak sampah (1 m3).
c. Pertokoan; biasanya digunakan kantong plastik (30 liter) dan bin/tong (40 liter, 70 liter,
120 liter, 240 liter).
d. Bangunan industri; biasanya digunakan kontainer (1 m3, 8 m3) dan bak sampah
e. Tempat umum dan jalan taman; biasanya digunakan bin/tong (120 liter, 240 liter), tong
(70 liter) dan bak sampah.

2.2.2.3 Sistem Pengumpulan


Pengumpulan sampah merupakan kegiatan operasi yang dimulai dari sumber sampah ke
tempat pembuangan sementara (transfer station), sebelum dibuang ke tempat pembuangan
akhir. Dalam pengelolaan sampah, diperkirakan 50% – 70% biaya yang digunakan untuk
proses pengumpulan ini. Agar biaya tersebut dapat ditekan, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
 Pelayanan dari sistem pengumpulan
 Jenis sistem pengumpulan dan perlengkapan yang digunakan
 Analisa sistem pengumpulan
 Metode umum untuk rute pengumpulan.

Sistem pengumpulan dapat dibedakan berdasarkan model operasi, perlengkapan yang


digunakan dan jenis sampah yang dikumpulkan. Berdasarkan model operasi, sistem
pengumpulan dapat dibagi atas:
1. Hauled Container System (HCS)
Kontainer dibawa ke tempat pengumpulan, dikosongkan dan dikembalikan ke lokasi
semula.

2. Stationary Container System (SCS)

Lindawati (02174029) II-5


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
Kontainer tetap di tempat semula, sampah dipindahkan ke kontainer kosong yang dibawa
sebelumnya.
Peralatan yang biasa digunakan antara lain; kantong plastik, tempat penyimpanan yang bisa
dipindahkan seperti: bin plastik, kontainer bersama, gerobak, truk.

Berdasarkan pelayanan, ada dua metode yang biasa dipakai dalam mengumpulkan sampah,
yaitu:
1. Pelayanan Individu
 Pengumpulan menggunakan operasi pengumpul manual sampah untuk dibawa ke
transfer station.
 Pengumpulan menggunakan truk, dari rumah ke rumah dibawa ke lokasi
pembuangan akhir.
2. Pelayanan Komunal
 Sampah dibawa ke tempat khusus pengumpulan sampah oleh individu penanggung
jawab.
 Sampah dibawa ke tempat pengumpulan bergerak oleh individu penanggung jawab,
mobil pengumpul berhenti di tempat yang telah ditentukan sebelumnya.

Untuk keefektifan sistem yang digunakan, ada beberapa analisa yang perlu diperhatikan:
Sistem HCS
 waktu yang diperlukan per trip

Thcs = (Phcs + s + h)
Thcs = (Phcs + s + a + bx) ……………………………………………….(2.4)
Phcs = Pc + Uc + dbc

dimana: Thcs = waktu total per trip ke tempat pengolahan(jam/trip)


Phcs = waktu pengambilan per trip (jam/trip)
s = waktu pembongkaran per trip (jam/trip)
h = waktu angkut per trip (jam/trip)
a = konstanta empiris
x = jarak tempuh (mil)
Pc = waktu untuk memuat kontainer ke kendaraan (jam/trip)
Uc = waktu untuk menurunkan kontainer kosong (jam/trip)
dbc = waktu perjalanan ke kontainer lain (jam/trip)

 jumlah trip yang dilakukan per hari

Nd = [ H (1-w) – (t2+ t1) ] / Thcs


Nd = Vd/cf ……………………………………….. (2.5)

dimana: Nd = jumlah trip per hari (trip/hari)


H = waktu kerja (jam/hari)
w = waktu hambatan
t1 = waktu dari stasiun keberangkatan ke lokasi kontainer pertama (jam)
t2 = waktu dari lokasi kontainer terakhir ke garasi (jam)
Vd = kuantitas sampah yang dikumpulkan rata-rata per hari (yd3/trip)
c = rata-rata ukuran kontainer (yd3/trip)
f = faktor utilisasi kontainer rata-rata

Sistem SCS

Lindawati (02174029) II-6


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
 sistem mekanis
 waktu yang dibutuhkan per trip

Tscs = (Pscs + s + a + bx)


Pscs = Ct. Uc + (np-1) dbc …………………………………………….(2.6)
Ct = Vr/cf

dimana: Tscs = waktu total per trip ke tempat pengolahan (jam/trip)


Pscs = waktu pengambilan per trip (jam/trip)
s = waktu pembongkaran per trip (jam/trip)
x = jarak tempuh (mil)
Ct = jumlah kontainer yang dikosongkan per trip (kont/trip)
Uc = rata-rata waktu pengosongan kontainer (jam/trip)
np = jumlah lokasi kontainer per trip (lokasi/trip)
dbc = waktu pindah dari satu lokasi kontainer ke yang lain (jam/lokasi)
V = volume kendaraan pengumpul (yd3/trip)
c = rata-rata ukuran kontainer (yd3/trip)
f = faktor utilisasi kontainer rata-rata

 jumlah trip yang dilakukan per hari

Nd = Vd/Vr …………………………………………………………….(2.7)

dimana: Nd = jumlah trip per hari (trip/hari)


Vd = kuantitas sampah yang dikumpulkan rata-rata per hari (yd3/hari)
V = volume kendaraan pengumpul (yd3/hari)
r = angka kompaksi

 waktu kerja per hari

[(t1  t2 )  Nd (Tscs )]
H  ………………………………………………
1 w
(2.8)

dimana: H = waktu kerja (jam/hari)


t1 = waktu dari stasiun keberangkatan ke lokasi pertama (jam)
t2 = waktu dari lokasi ke kontainer terakhir (jam)
Nd = jumlah trip per hari (trip/hari)
w = waktu hambatan

 sistem manual
 jumlah lokasi yang diambil per trip

Np = (60.Pscs.n) / tp
Tp = dbc + k1.Cn + k2 (PRH) …………………………………………..(2.9)

dimana: Np = jumlah lokasi kontainer per trip


60 = konversi menit per jam
n = jumlah petugas
tp = waktu pengambilan per lokasi (menit/lokasi)
k1 = konstanta waktu pengambilan per kontainer (menit/kontainer)
Cn = jumlah rata-rata kontainer pada tiap lokasi pengambilan

Lindawati (02174029) II-7


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
k2 = konstanta waktu untuk mengumpulkan sampah (menit/PRH)
PRH = persentase rumah yang sampahnya di pekarangan (%)
dbc = waktu pindah dari satu lokasi ke yang lain (jam/trip)

Pedoman umum dalam menentukan jalur pengumpulan (Tchobanoglous, 1993):


1. Kebijaksanaan dan peraturan yang berhubungan dengan titik pengumpulan dan efek
pengumpul.
2. Karakteristik sistem –existing; seperti jumlah petugas dan jenis kendaraan yang harus
dikoordinir.
3. Jika mungkin buat jalur sehingga mulai sampai dengan akhir dekat jalan arteri sebagai
batasan jalur, gunakan batasan topografis dan fisis.
4. Di area berbukit, rute mulai di tempat tertinggi terus ke bawah karena kendaraan mulai
dibebani.
5. Kontainer terakhir pada jalur yang dilayani berada di lokasi dekat tempat pengolahan.
6. Daerah lalulintas macet, lakukan sepagi mungkin.
7. Jika kuantitas sampah besar, lakukan seawal mungkin hari kerja.
8. Untuk tempat tersebar dengan kuantitas kecil, frekuensinya sama dilakukan 1 trip atau
hari yang sama.

2.2.2.4 Transfer dan Transport


Transfer dan transport merupakan fasilitasyang digunakan untuk memindahkan sampah dari
satu lokasi ke lokasi lain. Hal ini dilakukan jika jarak angkut ke tempat pembuangan akhir
(TPA) cukup jauh. Operasi transfer harus cocok untuk semua jenis kendaraan pengumpul dan
sistem konveyor. Adapun faktor yang menyebabkan kecendrungan pemakaian operasi ini:
a. Menghindari terjadinya pembuangan sampah ilegal
b. Lokasi TPA yang jauh dari tempat pengumpulan, lebih dari 10 mil
c. Kapasitas pengumpulan kendaraan yang kecil
d. Daerah pelayanan kecil
e. Menggunakan sistem HCS dengan kontainer kecil
f. Menggunakan sistem pengumpula secara hidrolis.

Jenis-jenis transfer station:


 Direct Load
Pada jenis ini sampah langsung dimasukkan ke trailer atau kendaraan angkut, dipadatkan
dan dibawa ke TPA.
 Storage Load
Sampah dimasukkan ke wadah penampungan dengan kapasitas penyimpanan 1 sampai 3
hari, baru dibawa ke TPA.
 Kombinasi Direct Load dan Storage Load
Transfer station ini biasanya digunakan pada fasilitas multipurpose.

Kendaraan yang digunakan harus memiliki kriteria sebagai berikut:


 sampah diangkut dengan biaya kecil
 selama operasi sampah ditutup
 desain kendaraan disesuaikan dengan lalulintas jalan raya
 kapasitas kendaraan tidak melebihi batas yang diizinkan
 metodenya sederhana
Adapun kendaraan yang biasa digunakan dalam sistem ini; truk terbuka, dump truk dan arm
roll truk atau truk kontainer pengangkut muatan.

Desain stasiun transfer tergantung pada:


Lindawati (02174029) II-8
Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
 jenis operasi transfer yang digunakan
 penyimpanan dan kapasitas yang diperlukan
 perlengkapan yang dibutuhkan
 pertimbangan sanitasi lingkungan.

Lokasi stasiun transfer harus memenuhi kriteria berikut:


 sedekat mungkin dengan daerah yang akan dilayani
 mudah dicapai dari jalan raya
 tidak ada efek lingkungan yang ditimbulkan
 konstruksi dan operasi ekonomis.

Sistem pengangkutan (transport) sampah yang dapat dilakukan adalah dengan cara-cara
sebagai berikut:
1. Non kontainer
Untuk pengumpulan sampah yang dilakukan dengan menggunakan TPS non kontainer,
sistem yang dapat diterapkan sebagai berikut:
a. Kendaraan pengangkut yang keluar dari pool lokasi kendaraan langsung menuju ke
TPS untuk mengangkut sampah menuju TPA.
b. Setelah sampah dibuang, kendaraan kembali menuju TPS yang sama atau yang lain
untuk kembali mengangkut sampah pada trip berikutnya.

TPS TPA

Pool Kendaraan

Gambar 2.2 Pengangkutan Sampah Non kontainer

2. Sistem kontainer
Ada dua jenis sistem pengangkutan sampah dengan menggunakan kontainer yaitu HCS
(Hauled Container System) yaitu kontainer yang berfungsi sebagai pengumpul sampah
diangkut menuju LPA dan SCS (Stationary Container System) yaitu dengan
kondisikontainer tetap berada di tempatnya. Keduanya memiliki cara persamaan tersendiri
dalam menentukan jumlah sampah terangkut dan ritasi yang dapat diperoleh.

2.2.2.5 Pengolahan Sampah


Pengolahan sampah adalah segala bentuk usaha untuk mengurangi volume atau jumlah
sampah sebelum sampah dibuang ke TPA. Usaha ini meliputi pemisahan dan pengolahan,
pemanfaatan kembali dan transformasi sampah. Tujuan dari pengolahan ini adalah:
 Memperbaiki efisiensi sistem pengelolaan sampah.
 Memanfaatkan kembali benda-benda yang memiliki nilai ekonomis
 Memanfaatkan energi yang terdapat dalam sampah.

Pengolahan sampah ini biasanya terdapat pada suatu lokasi khusus yang dilengkapi oleh
fasilitas-fasilitas untuk memisahkan, mereduksi ukuran dan pemadatan serta transformasi
sampah. Tempat ini disebut dengan Material Recovery Facilities (MRFs). Prinsip dasar dalam
pengolahan sampah:
1. Pemanfaatan kembali (reuse/recovery/recycling)
Pengolahan ini didasarkan pada evaluasi ekonomi dan kondisi pasar. Material-material
yang dapat dimanfaatkan kembali pada sampah dipisahkan sehingga mudah untuk
dimanfaatkan kembali. Misalnya; plastik, kertas, kaleng soft drink. Untuk memudahkan

Lindawati (02174029) II-9


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
pemanfaatan kembali perlu dilakukan pemisahan sampah di sumber dan adanya tempat
pembuangan khusus.
2. Pemisahan dan pengolahan sampah
Terdapat beberapa cara dalam pemisahan dan pengolahan sampah, yaitu:
 Handsorting/Manual/Separation
Adalah pemisahan material sampah dengan tenaga manusia. Pemisahan ini dapat
dilakukan pada sumber, kontainer, MRFs atau TPA.
 Size reduction
Pengolahan dengan cara pengurangan ukuran material sampah dengan cara shredding,
grinding dan miling. Alat yang digunakan adalah shedder, tube grinder dan hammer
mill.
 Size Separation/ Screening
Merupakan pengolahan untuk menjadikan ukuran sampah yang bermacam-macam
menjadi satu atau lebih ukuran seragam dengan menggunakan screen atau saringan.
Alat-alat yang digunakan: vibrating screen, rotary drum screen dan disc screen.
 Mechanical Separation
Pemisahan mekanis yang dilakukan untuk memisahkan material fraksi berat dengan
yang ringan. Untuk pemisahan ini digunakan beberapa metode diantaranya: digunakan
perbedaan kerapatan material dan kecepatan udara pada alat density separation/ air
clarification, getaran dan kekuatan dorong angin pada stoner, daya apung material
pada floatation, kekuatan magnet dan listrik material pada magnetik dan electric
separation.
 Densification/ Compaction
Adalah pengolahan dengan memanfaatkan kepadatan material. Dengan pemadatan
maka volume sampah akan berkurang, sehingga mudah untuk pengolahan selanjutnya.
Alat-alat yang digunakan: compactor, baling, cubing dan pelleting.

Pengolahan sampah yang biasa dilakukan adalah:


1. Open Dumping
Metode dimana sampah dibuang, ditimbun di suatu tempat tanpa dilakukan peutupan
dengan tanah.
2. Composting
Penanganan sampah di lokasi pembuangan akhir yang nantinya akan dihasilkan sebagai
pupuk untuk menyuburkan tanah.
3. Incenerate
Penghancuran limbah dengan menggunakan pembakaran nyala api pada kondisi terkendali
dan limbah diuraikan dari senyawa organik yang komplek menjadi senyawa sederhana
seperti CO2 dan H2O.

2.2.2.6 Pembuangan Akhir


Setelah sampah diproses dan diolah, sisanya harus di buang ke TPA. Pengolahan dengan
urugan tanah (landfill) merupakan cara yang paling sederhana dan dapat dijadikan untuk
reklamasi tanah. Beberapa metode pembuangan akhir sebagai berikut:
1. Open Dumping
Open dumping ini tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan pencemaran air tanah,
sarang vektor penyakit, bahaya kebakaran dan mengganggu estetika.
2. Controlled Landfill
Merupakan lahan urug terkendali. Sementara dibiarkan terbuka kemudian pada periode
tertentu diurug.

3. Sanitary Landfill

Lindawati (02174029) II-10


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
Penimbunan sampah dengan dipadatkan dan diurug setiap hari. Ada 3 metode sanitary
landfill:
a. Metode parit; sampah disebar dan dipadatkan dalam galian lubang yang
sudah disiapkan. Tanah penutup yang berasal dari galian tanah tersebut disebarkan dan
dipadatkan di atas susunan sampah untuk membentuk susunan sel.
b. Metode lapangan; sampah disebarkan dan dipadatkan di atas tanah yang akan
ditimbun, di sini tidak diperlukan penggalian tanah, sedang penutup diambil dari
tempat lain. Cara ini dimaksudkan agar tanahnya lebih tinggi dari semula.
c. Metode jurang; metode ini banyak dipakai untuk menimbun daerah yang memiliki
cekungan dalam seperti jurang atau lembah.

Lahan TPA dipilih berdasarkan:


 Jalan atau akses ke TPA memadai
 Jarak angkut minimum
 Berada pada lokasi terbuka, terbaik jika tidak berpenduduk padat
 Terdapat bukit-bukit atau pepohonan yang berguna sebagai sceening atau penghalang
pemandangan.
 Jauh dari bandara
 Jauh dari danau, sungai atau area banjir
 Tersedia tanah untuk penutup.

Mencari luas lahan TPA digunakan persamaan berikut:

365.107.Lk .Kp.Rd . p.q.n.( s  t / Rd )


A ……………………………………….
H .s
(2.10)

dimana: A = luas area landfill (Ha)


Lk = faktor perkalian lahan kosong
Rd = faktor reduksi dekomposisi
Kp = kapasitas pengelolaan
p = jumlah populasi (jiwa)
q = jumlah timbulan sampah (l/o/h)
s = perbandingan sampah
t = perbandingan tanah penutup
n = tahun desain
H = tinggi akhir timbulan (m)

Pnd  ( r.Pd )
Rd = …………………………………………………………….(2.11)
100

dimana: Pnd = % sampah rata-rata non dekomposisi


Pd = % sampah rata-rata dekomposisi
r = Kecepatan produksi

Untuk h  3 m, r ditentukan dengan persamaan:

n
r = [ (1/100 . n) ] . [(60 / i)  20]
i
…………………………………………….(2.12)

Untuk 3  h  10, r ditentukan dengan persamaan:

Lindawati (02174029) II-11


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)

r = (1/100) . (d + 21,25)
d = 60 – 1,25 n …………………………………………………………(2.13)

Untuk h 10, r ditentukan dengan persamaan:

r = (1/100) . (d + 30)
d = 70 – 1,75 n …………………………………………………………...(2.14)

Dari rumus di atas dapat dicari luas lahan TPA sesuai dengan tahun desain yang diinginkan.

2.2.2 Aspek Pengaturan (legal)


Operasi suatu sistem pengelolaan persampahan sangat ditentukan oleh peraturan-peraturan
yang mendukungnya. Peraturan-peraturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab
badan pengelola serta partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kebersihan dan pembayaran
retribusi.

Aspek pengaturan merupakan komponen yang berguna untuk menjaga pola atau dinamika
sistem agar dapat mencapai sasaran secara efektif, yang pada dasarnya terbagi atas tiga
kelompok, yaitu:
 Sebagai landasan pendirian instansi pengelolaan persampahan
 Sebagai landasan pemberlakuan tarif
 Sebagai landasan keterlibatan umum.

2.2.3 Aspek Pembiayaan


Struktur pembiayaan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Biaya investasi
Merupakan biaya yang diperlukan untuk pengadaan perangkat keras (peralatan dan
sarana) dan perangkat lunak seperti studi atau perencanaan induk program persampahan,
penyusunan sistem prosedur, pendidikan dan latihan awal serta start up, biaya insidentil
penerapan sistem baru.
2. Biaya operasional, seperti:
 Gaji dan upah
 Transportasi, seperti bahan bakar dan lain-lain
 Perawatan dan perbaikan
 Pendidikan dan latihan
 Administrasi kantor dan lapangan
 Utilitas-utilitas lainnya.

2.2.4 Aspek Institusi


Aspek ini memegang peranan penting, karena menyangkut masalah manajemen yang meliputi
kejelasan tentang status unit pengelolaan, struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan
wewenang serta koordinasi vertikal maupun horizontal yang tegas dari suatu badan
pengelola. Selain itu merupakan komponen pokok pergerakan, mengaktifkan dan
mengarahkan sistem pengelolaan persampahan.

Ada beberapa cara yang ditempuh dari organisasi pengelolaan persampahan kota, yaitu:
1. Sebagai program dinas perkotaan

Lindawati (02174029) II-12


Tugas Besar Pengelolaan Buangan Padat(TLI 252)
 Pelaksanaan pengumpulan sampah sebagai realisasi dari program dinas perkotaan.
 Cara ini biasanya paling baik untuk segi-segi sanitasi.
2. Kerja berdasarkan kontrak
 Operasi pengumpulan sampah diusahakan atau diberikan kepada suatu badan usaha
swasta berdasarkan kontrak.
 Keuntungan dari sistem ini adalah tidak terpengaruh oleh kondisi politis kota dsan
cenderung untuk melaksanakan opersi dengan metode-metode yang berlaku dalam
bisnis. Selain itu sistem ini memugkinkan terhindarnya operasi kerja yang bersifat
insidentil dan kedinasan.
 Kerugian dari sistem ini adalah tujuan utamanya mencari keuntungan sehingga sanitary
control sulit terpenuhi.
3. Perorangan yang diberi izin untuk mengumpulkan sampah
Bentuk organisasi kerja ini sangat cocok untuk kota-kota besar di mana banyak
perusahaan atau perorangan diberikan kesempatan untuk ikut serta, tetapi harus dikontrol
dengan cermat oleh petugas-petugas dinas kota.

2.2.5 Aspek Peran Serta Masyarakat


Aspek peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam sistem pengelolaan persampahan
terutama dalam hal:
 Masyarakat turut serta memelihara kebersihan di lingkungannya
 Masyarakat membayar retribusi secara teratur
 Masyarakat turut aktif dalam pelaksanaan sub sistem pengumpulan, dll.

Yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam bidang


pengelolaan persampahan adalah:
 Sikap mental dan pertambahan penduduk yang sangat pesat
 Terbatasnya anggaran (dana) dan sarana
 Belum terpadunya dengan sektor lain dalam menangani persampahan.

Lindawati (02174029) II-13

Anda mungkin juga menyukai