SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat
Argihta Marettia
0706272603
NPM : 0706272603
Tanda Tangan :
ii
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 12 Mei 2011
iii
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
KATA PENGANTAR & UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunianya, ditulis dalam rangka pemenuhan sistem kredit semester dan sebagai prasyarat
kelulusan program studi kesehatan dan keselamatan kerja, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di Lingkungan PT. X Indonesia tahun
2011” diharapkan dapat memberikan informasi dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi
para pembaca.
Dalam pembuatan laporan ini, penulis juga meminta maaf atas segala kesalahan
baik secara lisan atau tulisan. Skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis bersikap
terbuka terhadap masukan dan menerima kritik dan saran yang membangun untuk
meyempurnakan laporan magang ini. Selain itu, dalam pembuatan skripsi ini penulis
dibantu oleh banyak pihak yang tak dapat dituliskan satu per satu. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. My Saviour, Jesus Christ, terima kasih untuk kebaikan dan kasih-Mu selama
ini. Tak pernah berkesudahan kasih setia-Mu padaku. Biarlah ini menjadi
persembahan yang berkenan pada-Mu.
2. Orang tua yang terkasih dan adik tercinta, terima kasih atas dukungan dan
kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
baik.
3. Ibu Meily Kurniawidjaja selaku pembimbing akademik yang selalu
memberikan masukan, nasihat, dan dukungan. Terima kasih Ibu atas petunjuk
yang diberikan pada saya selama penyusunan skripsi ini.
4. Mbak Shinta selaku pembimbing lapangan di PT. X, terima kasih atas
bantuannya selama saya di PT. X dan mohon maaf atas segala kesalahan yang
saya buat.
5. Inangtua Vera, tak ada kata yang bisa terucapkan selain terima kasih banyak
atas kebaikannya selama ini, dari sebelum KP hingga saat ini, the best motivator
di saat tersulit.
6. Seluruh orang-orang E5, khususnya HSE, Mbak Erna, Mbak Mega, Kak
Yuni, Kak Mey, Kak Gina, Om Vit, Mbak Elsye, dll dan Kak Delta, terima
kasih untuk semuanya. I’m happy to know all of you.
iv
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
7. Seluruh responden yang telah membantu penyebaran kuesioner ini, para
driver (Mas Sandy, dan rekan-rekan), para security (Pak Suwandi, dan rekan),
para pantry (Mbak Pony, Mbak Yanti, Mbak Siti, Mbak Asih, dkk), para cleaner
(Bang Yono, Mbak Nisa, dll), para helper (Mas Turmin, dkk), para mail room,
para penduduk E3 (Mbak Gita, Mas Rijal, dkk), E5, E8 (Mbak Maria, Mbak
DinarShita), E9 (Mas Deva), D2 (Mbak Santi), D3 (Mbak Livi), D4 (Mbak
Ani), dan D5 (Mbak Nunik).
8. Leidiana L., teman satu perjuangan dalam suka dan duka, terima kasih telah
mendengarkan keluh kesah selama perjuangan skripsi ini.
9. Eldi Risania, Resty Tri Anissa, Ajeng Tantri, Indah Purnamasari, Febri
Himawan, kawan-kawan seperjuangan di PT. X. Thanks yaa guyss
10. Christiana S., Ka Aswin, Bang Sabam, Tika, Kiting, yang selalu gw recoki
dengan curhat-curhat gw selama ini.
11. Teman-teman tercinta, Dwi Astuti, Asti Rosiana, Fazariah Rachmawati,
Arry Rinaldy, Ary Rachmawan, Dimas R., Yusy Aprianty, dan Andi
Darma.
12. Geng Gabil, yang eksis kapanpun dan dimanapun, hedon terus, hehe. Buat
ketuanya terutama Elyana A. dan wakilnya Dwi Okta R. Dan juga untuk para
anggotanya, Cesie Nadia, Miranty Jasmine, Devani Ersa, Devi Partina, Putri W.,
dll, maju terus dan sukses bersama ya,
13. Teman-teman K3 2007, yang selama 3 tahun ini telah berjuang bersama-sama
untuk menuntaskan kuliah ini. Bersama kita bisa, sampai berjumpa pada
September ceria
14. Teman-teman POSA, yang selalu mendoakan kami setiap saat, khususnya
sang Koor tergeje, mari kita jalan-jalan *loh..
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih untuk semua orang yang telah
membantu penyusunan skripsi ini. Banyak pihak yang tidak tertuliskan, namuan
dari dalam hati terdalam, saya ucapkan terima kasih. Saya berharap skripsi ini bisa
menjadi manfaat untuk orang lain
Argihta Marettia
v
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 12 Mei 2011
Yang Menyatakan
( Argihta Marettia )
vi
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
ABSTRAK
vii
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
ABSTRACT
viii
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
x
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
2.5.1 Tiga Tingkatan Budaya........ ........................................................... 14
2.5.1.1 Artefak dan perilaku ........................................................... 14
2.5.1.2 Tata Nilai ............................................................................. 15
2.5.1.3 Asumsi dasar ..................................................................... 15
2.5.2 Karakteristik pada tingkat artefak dan/atau tata nilai...................... 16
2.5.3 Karakteristik pada Tingkatan Tata Nilai (IAEA, 2002).................. 17
2.5.4 Asumsi dasar (IAEA, 2002) ............................................................. 18
2.6 Definisi budaya keselamatan.......................................................................... 18
2.7 Model dan konsep budaya keselamatan ........................................................ 19
2.8 Safety culture maturity level .......................................................................... 23
2.9 Latar belakang program STOP....................................................................... 24
2.10 Safety Training Observation Program ........................................................... 27
xi
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 5 Gambaran Umum Perusahaan
5.1 Visi, Misi dan Tujuan PT. X Global ................................................................. 39
5.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................................ 41
5.3 PT. X Indonesia ................................................................................................. 42
5.4 Sejarah LNG Tangguh ...................................................................................... 43
5.5 Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................................... 45
5.6 Proses Kerja....................................................................................................... 45
5.7 Alat-Alat dan Mesin.......................................................................................... 47
5.8 Gambaran Umum HSE Department ................................................................ 48
5.9 Kebijakan dan Komitmen Perusahaan Terhadap HSE ................................... 49
5.10 Struktur Organisasi K3 (terlampir) .................................................................. 50
5.11 Program Kerja Departemen HSE ..................................................................... 50
BAB 6 HASIL
6.1 Karakteristik Informan ......................................................................................... 54
6.2 Pelaksanaan Program STO ................................................................................. 55
6.3 Perilaku terhadap program STOP ..................................................................... 63
6.4 Analisis Hubungan .............................................................................................. 64
6.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ....... 64
6.4.2 Hubungan Persepsi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ............. 65
6.4.3 Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ............ 66
6.4.4 Hubungan Sosialisasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP.......... 67
6.4.5 Hubungan Komunikasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP....... 67
6.4.6 Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP............. 68
6.4.7 Hubungan Reward/Punishment dengan Perilaku Pelaksanaan STOP...... 69
6.4.8 Hubungan Pengawasan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP....... 70
6.4.9 Hubungan Komitmen dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .........70
BAB 7 PEMBAHASAN
7.1 Analisis Pelaksanaan Program STOP ................................................................ 71
7.2 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pelaksanaan STOP........... 74
xii
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
7.3 Analisis Hubungan Persepsi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ........ 75
7.4 Analisis Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ....... 76
7.5 Analisis Hubungan Komunikasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP 77
7.6 Analisis Hubungan Sosialisasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ... 78
7.7 Analisis Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ...... 79
7.8 Analisis Hubungan Reward/Punishment dengan PerilakuPelaksanaanSTOP . 80
7.9 Analisis Hubungan Pengawasan dengan Perilaku Pelaksanaan STOP ........... 81
7.10 Analisis Hubungan Komitmen dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .. 82
BAB 8 PENUTUP
8.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 85
8.2 Saran .................................................................................................................. 87
Daftar Pustaka............................................................................................................. 91
Lampiran
xiii
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
DAFTAR TABEL
xiv
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
xv
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 1
PENDAHULUAN
bahwa tercatat sekitar 5.700 trauma akibat cidera kerja di Amerika terjadi setiap
tahunnya (Levvy, 2006).
Badan Pusat Statistik RI pada bulan Agustus 2009 mencatat bahwa
penduduk Indonesia berjumlah 231,83 juta jiwa, 113,89 (49,13%) diantaranya
adalah populasi usia produktif (15-64 tahun). Sebanyak 104.87 juta jiwa (92,08%)
adalah bagian dari angkatan kerja (Meily, 2010). Dengan jumlah angkatan kerja
yang besar ini, timbullah suatu masalah baru, yaitu pada tingkat keselamatan kerja
para pekerja. Data PT Jamsostek menyebutkan bahwa kecelakaan kerja pada
tahun 2007 mencapai 83.714 dengan kasus fatal sebanyak 1.883 kasus. Pada tahun
2008, kasus kecelakaan kerja meningkat menjadi 93.823 kasus dengan fatalitas
sebanyak 2.124 kasus. Pada tahun 2009, angka kecelakaan kerja justru mengalami
kenaikan kembali menjadi 96.697 dengan kasus fatal sebanyak 3.015 (Meily,
2010). Dari tahun 2007 hingga 2008, kasus kecelakaan dan kasus fatal terus
meningkat. Tingginya angka kecelakaan ini menunjukkan bahwa masalah
keselamatan dan kesehatan kerja masih terabaikan.
Industri minyak dan gas merupakan industri yang memberikan kontribusi
besar pada Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. Namun, industri ini
mempunyai tingkat risiko dan bahaya yang tinggi. Hal ini terkait pada jam kerja
yang lebih lama dan tingkat pekerjaan yang sulit. Pada tahun 2005, total jumlah
pekerja produksi dan non-produksi meningkat dari 34.822 menjadi 38.228 dalam
kurun waktu lima tahun (www.migas-indonesia.com). Pekerja di industri minyak
secara umum menerima upah yang tinggi terkait lamanya jam kerja. Jam kerja
untuk pekerja sektor ekstraksi minyak di Indonesia rata-rata 50-60 jam per
minggu atau lebih tinggi dari jam kerja sektor manufaktur yang hanya 38-40 jam
per minggu. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan risiko pada sektor minyak
dan gas ini cukup tinggi.
Dari data BP Migas tahun 2005 terdapat 328 kecelakaan. Kecelakaan ini
terdiri dari beberapa kategori, seperti kecelakaan ringan tanpa hilangnya hari kerja
sebanyak 262 kasus, kecelakaan sedang dengan kehilangan hari kerja sebanyak 48
kasus, kecelakaan berat sebanyak 14 kasus, dan kecelakaan fatal sebanyak 5
kasus. Sedangkan data Ditjen Migas pada 2007 menunjukkan terjadi 103
kecelakaan di hulu migas dan 27 kecelakaan di hilir migas. Pada tahun 2008, di
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
3
hulu migas terjadi 100 kecelakaan dan 23 kecelakaan di hilir migas. Pada tahun
2009, sampai Oktober 2009, data kecelakaan industri migas terus mengalami
penurunan menjadi 34 kasus kecelakaan operasi hulu migas dan 35 kasus
kecelakaan di hilir migas (bataviase.co.id). Hingga tahun 201, kasus kecelakaan
industri migas terus menurun, kecelakaan operasi di hulu migas terdiri dari 11
kecelakaan ringan, 14 kecelakaan sedang, enam kecelakaan berat, dan tiga
kecelakaan fatal. Sedangkan di hilir migas, tercatat terjadi 23 kecelakaan ringan,
enam kecelakaan sedang, satu kecelakaan berat dan empat kecelakaan fatal
(bataviase.co.id).
Pada dasarnya, kecelakaan dapat dikontrol dengan pendekatan budaya
keselamatan dan kesehatan kerja. Pendekatan ini tidak hanya menekankan pada
keselamatan dan kesehatan individu saja, tetapi juga untuk menjaga keselamatan
orang lain. Dengan ini, karyawan diharapkan saling menjaga dan mengawasi
orang lain sehingga terbentuk jaringan kerja yang saling mendukung. Budaya ini
sebaiknya diaplikasikan di dalam dan di luar organisasi (Groeneweg, 2005).
Pendekatan budaya keselamatan dan kesehatan kerja ini meliputi pendekatan
teknis, pendekatan manajemen, dan pendekatan perilaku. Professor E. Scott Geller
dalam buku The Psychology of Safety Handbook menyatakan bahwa terdapat tiga
faktor yang berkontribusi pada kecelakaan kerja, yaitu faktor lingkungan, faktor
manusia, dan faktor perilaku. Ketiga faktor ini yang disebut safety triads (Geller,
2001).
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
4
itu, pada tahun 1971, Oil insurance Association Report on Boiler Safety
memberikan persentase sebesar 73% untuk kesalahan manusia sebagai penyebab
kecelakaan (CCPS, 1995). Lebih jauh lagi Wagenar dan Groeneweg
menyimpulkan 96% dari kecelakaan diakibatkan setidaknya oleh satu kesalahan
manusia, sementara Salminen dan Tallberg meyakini bahwa kontribusi kesalahan
manusia dalam menyebabkan kecelakaan sebesar 84-94%.
(www.informaworld.com)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
5
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
6
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
7
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya analisis pengetahuan karyawan mengenai program STOP di
PT. X Indonesia tahun 2011
2 Diketahuinya analisis persepsi karyawan mengenai bahaya yang ada di
lingkungan kerja PT. X Indonesia tahun 2011
3 Diketahuinya analisis pengawasan team leader yang berjalan di PT. X
Indonesia tahun 2011
4 Diketahuinya analisis pelatihan yang berjalan dalam pelaksanaan program
STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
5 Diketahuinya analisis sanksi-penghargaan yang berjalan dalam
pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
6 Diketahuinya analisis komitmen team leader yang berjalan di PT. X
Indonesia tahun 2011
7 Diketahuinya analisis komunikasi yang yang berjalan dalam pelaksanaan
program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
8 Diketahuinya analisis sosialisasi yang yang berjalan dalam pelaksanaan
program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
9 Diketahuinya analisis prosedur keselamatan kerja yang ada di PT. X
Indonesia tahun 2011
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
8
1.5 Manfaat
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 2
Tinjauan Pustaka
Keselamatan diambil dari kata safety dalam bahasa Inggris, yang artinya
keadaan atau situasi yang aman. Dalam hal ini, keselamatan berhubungan dengan
pekerjaan, atau biasa disebut dengan keselamatan kerja. Keselamatan kerja adalah
suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan. Keselamatan kerja ini juga
mencakup pencegahan kecelakaan dan perlindungan terhadap tenaga kerja dari
kemungkinan kecelakaan atau kondisi kerja yang tidak aman/sehat. Menurut
LaDou, keselamantan kerja menekankan pada kesalahan sistem dan kesalahan
manusia.
Referensi Definisi
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
11
Pada teori domino ini, Heinrich memaparkan bahwa terdapat lima urutan
faktor kecelakaan yang pada akhirnya akan menyebabkan injury. Terjadinya
injury ini dapat dicegah dengan menghilangkan faktor sentral, yaitu, unsafe act
yang merupakan 98% faktor penyebab kecelakaan.
Konsep dasar dari teori ini adalah :
1. Accident merupakan salah satu hasil dari serangkaian kejadian yang
berurutan. Accident tidak terjadi dengan sendirinya.
2. Penyebab terjadinya accident adalah faktor manusia dan faktor fisik.
3. Accident tergantung kepada lingkungan fisik kerja dan lingkungan
sosial kerja.
4. Accident terjadi karena kesalahan manusia.
(Heinrich, 1980)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
12
Gambar diatas menunjukkan bahwa kontribusi tindakan yang tidak aman akan
menyebabkan cedera yang parah. Fenomena ini sering digambarkan dengan
fenomena gunung es, dimana kejadian nearmiss dan tindakan yang tidak aman
seringkali terabaikan. Untuk itu, sebaiknya dilakukan pencegahan pada tindakan
yang tidak aman agar tidak berpotensi menjadi cedera yang lebih parah. Dalam
practical loss control leadership menjelaskan bahwa satu kecelakaan terjadi
akibat akumulasi dari (piramida) near miss ini merupakan at risk behaviour atau
perilaku kerja yang tidak aman (Bird, 1986). Bila at risk behaviour ini dapat
dikendalikan maka puncak kecelakaan yang paling parah tidak akan terjadi
1. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis dapat dikendalikan melalui 3 titik, yaitu
pengendalian teknis pada sumber, pengendalian pada path way, dan
pengendalian pada penerima. Pada hirarki pengedalian, pendekatan teknis
dilakukan dengan cara engineering control. Pendekatan teknis ini dapat
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
13
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
14
menyesuaikan diri. Kedua, budaya terdiri dari unsur-unsur yang dimiliki bersama,
seperti bahasa dan kesempatan untuk berinteraksi. Ketiga, budaya diwariskan
lintas waktu dan lintas generasi dengan media komunikasi. Budaya adalah konsep
kompleks yang harus dianalisis pada setiap tingkatannya sebelum dapat
dimengerti (ansn.bapeten.go.id).
Artefak dan
Sesuatu yang tampak, misalnya arsitektur, salam
perilaku ritual, pakaian, bentuk-bentuk nasehat
Asumsi-asumsi
Sesuatu yang tidak tampak – secara tidak sadar
mendasar berlaku dan biasanya tersembunyi – seperti sifat-
sifat manusia, alasan seseorang dihormati (IAEA,
2002)
Tingkatan budaya yang paling mudah diamati adalah artefak, yaitu apa
yang kita lihat, dengar, dan rasakan. Ketika kita memasuki suatu organisasi,
artefak yang paling jelas adalah arsitektur atau desain bangunan. Aspek lainnya
adalah tata letak. Pada tingkat ini budaya sangat jelas dan mempunyai dampak
emosional yang tegas. Akan tetapi kita tidak tahu pasti mengapa setiap organisasi
berbentuk susunan seperti ini atau mengapa manusia berperilaku seperti itu, sulit
untuk dimengerti apa yang sedang terjadi. (IAEA, 2002)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
15
Tata nilai yang dianut adalah nilai-nilai yang diterapkan dan didukung
oleh seseorang atau organisasi. Informasi tentang hal ini dapat diperoleh melalui
tanya jawab tentang sesuatu yang kita amati dan kita rasakan. Tata nilai yang
dianut adalah nilai-nilai yang dikatakan oleh suatu kaum dan didukung oleh
mereka. Tata nilai adalah keadaan yang diinginkan tentang sesuatu yang
seharusnya. (IAEA, 2002)
Tingkatan ini terletak di tingkat paling dalam dari suatu budaya. Tingkat
ini terdiri dari sikap-sikap yang mendasar yang dimiliki oleh sebagian besar
anggota kelompok budaya, mengakar pada diri mereka tetapi tidak disadari.
(IAEA, 2002). Setiap kelompok budaya dapat dipelajari pada ketiga tingkatan ini,
yaitu tingkat artefak dan tingkah laku, tingkat tata nilai yang dianut dan tingkat
asumsi-asumsi mendasar. Esensi dari budaya terletak pada pola asumsi-asumsi
mendasar, dan sekali seseorang mengerti hal ini, maka ia dapat mengerti tingkatan
budaya yang berada di atasnya dan bertindak dan bersikap benar terhadap
tingkatan budaya tersebut. Untuk mengerti budaya keselamatan secara
menyeluruh, kita harus mengidentifikasi artefak, tata nilai yang dianut, dan
asumsi-asumsi mendasar yang membentuk konsep budaya sebagaimana dapat
diterapkan pada aspek keselamatan.
Tingkatan Contoh
Artefak:
- objek • Kebijakan keselamatan.
- bahasa • Nihil kecelakaan
- sejarah • Penghargaan keselamatan.
- ritual • Penggunaan alat keselamatan.
- perilaku
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
16
2.5.2 Karakteristik pada tingkat artefak dan/atau tata nilai (IAEA, 2002)
Karakteristik pada tingkat ini, dapat berupa :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
17
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
18
Referensi Definisi
UK Health and Safety ‘... the product of individual and group values,
Commission (1993) attitudes,competencies, and patterns of behaviour that
determine the commitment to, and the style and proficiency of,
an organisations Health & Safety programmes. Organisations
with a positive safety culture are characterised by
communications founded on mutual trust, by shared
perceptions of the importance of safety, and by confidence in
the efficacy of preventative measures'
The Confederation of ‘the ideas and beliefs that all members of the organisation
British share about risk, accidents and ill health’
Industry (CBI, 1991)
Uttal (1983) ‘Shared values and beliefs that interact with an organisations
structures and control systems to produce behavioural norms’
Turner, Pidgeon, ‘the set of beliefs, norms, attitudes, roles, and social and
Blockley & Toft technical practices that are concerned with minimising the
(1989) exposure of employees, managers, customers and members of
the public to conditions considered dangerous or injurious’.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
19
Model dan konsep budaya keselamatan terus dikembangkan oleh para ahli
dalam penerapannya di berbagai bidang, termasuk dunia industri. Dominic
Cooper, misalnya, seorang ahli psikologi organisasi yang mendalami masalah ini.
Cooper mencoba menguraikan budaya keselamatan dalam suatu batasan yang
mudah dipahami dan mudah diukur. Cooper melihat konsep budaya keselamatan
ini dari sisi : aspek psikologis, aspek perilaku, dan aspek situasi atau organisasi.
Aspek psikologis menekankan pada pribadi manusia sebagai individu. Aspek
pribadi ini misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, dan harapan. Aspek
perilaku berkaitan dengan perilaku sehari-hari, seperti kebiasaan dalam
melakukan pekerjaan. Aspek situasi lebih menekankan pada apa yang dimiliki
perusahaan untuk mengatur suatu pekerjaan berlangsung dengan aman, seperti
standar dan sistem keselamatan kerja, SOP, peralatan, dan juga lingkungan kerja.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
20
Ketiga aspek ini saling mempengaruhi. Dari tiga aspek tersebut dapat diukur
sejauh mana budaya keselamatan tercapai dalam sebuah perusahaan. Jadi,
perkembangan budaya keselamatan tidak lepas dari ketiga aspek tersebut.
Person Environment
(knowledge, skill, (SOP, Tools, Equipment,
abilities, Hosekeeping)
intelligence)
SAFETY
CULTURE
Behaviour
(complying, coaching,
recognizing)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
21
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
22
3. Keterlibatan karyawan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
23
Engineering
improvements
Safety emphasis • Reporting
• Assurance • Behaviour
Compliance
• Competence • Visible leadership / personal
• Risk accountability
Management • Shared purpose & belief
• Aligned performance
commitment & external view
1. Komitmen manajemen
2. Komunikasi
3. Produktivitas vs keselamatan
4. Pembelajaran organisasi
5. Sumber daya safety
6. Partisipasi
7. Persepsi tentang safety
8. Kepercayaan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
24
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
25
Dasar dari pengembangan kartu STOP ini adalah behaviour based safety
(BBS). Thomas Krause menegaskan kembali bahwa BBS adalah sebuah program
yang berkontribusi untuk meningkatkan efektivitas penerapan hierarchi of
control, dengan memasukkan unsur intervensi perilaku manusia. BBS melakukan
upaya pencegahan dengan mengandalkan perilaku manusia karena kecelakaan
disebabkan 88% unsafe act. Dalam hal ini, peran BBS dalam mengintervensi
perilaku manusia melalui stimulus (teori Pavlov) dan respons (teori Bandura).
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
26
Keterangan :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
27
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
28
Namun, kondisi yang tidak aman tetap bermula dari perilaku yang tidak
aman.Selain itu, program ini melatih tenaga kerja untuk mengamati, mencegah,
dan melaporkan tindakan yang tidak aman, melatih pekerja mengamati dan
menanamkan praktek kerja yang selamat. Dengan STOP dapat meningkatkan
safety performance, mengurangi kemunduran produksi dan biaya terkait cidera.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
29
Dalam melakukan program STOP ini, hal yang terpenting dilakukan adalah
melakukan pengamatan. Kategori pengamatan dalam kartu STOP adalah posisi
seseorang, reaksi seseorang, perkakas dan peralatan, kerapihan, prosedur, dan alat
pelindung diri. Selain melakukan observasi, tahap yang tidak kalah penting adalah
melakukan intervensi sesudah melakukan observasi. Intervensi ini digunakan
untuk melengkapi proses pengamatan STOP untuk menentukan penyebab dasar
dari tindakan seseorang. Untuk melakukan intervensi, dapat dilakukan beberapa
cara, seperti melakukan percakapan dengan orang yang diamati, mendiskusikan
hasil pengamatan mengenai tindakan tidak aman, dan bersepakat mengenai
tindakan perbaikan guna mencegah terjadinya pengulangan. Dalam pengamatan
STOP nama orang yang diamati tidak boleh dicantumkan dalam kartu.
Pengamatan ini tidak terkait dengan kebijakan disiplin karyawan. Rollout dari
program STOP ini adalah pembentukan stop team yang akan memberikan training
kepada VP/manager, manager kemudian melakukan training pada supervisor,
supervisor pada pekerja bawahnya.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
30
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB III
Safety
Culture
Person Behaviour
Kunci dari budaya keselamatan adalah dimulai dari aspek person. Oleh
karena itulah, faktor person menjadi fokus variabel utama. Selain itu, dalam faktor
Faktor Internal :
Pengetahuan
Persepsi Bahaya
Pelaksanaan
Program STOP
Faktor Eksternal :
Pelatihan
Pengawasan
Sanksi/Reward
Prosedur
Komitmen
Komunikasi
Sosialisasi
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
33
3.3 Definisi Operasional, Skala Ukur, Hasil Ukur, Alat Ukur, dan Skala Ukur
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala
Ukur
1 Pengetahuan Hasil tahu dari keadaan manusia Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
yang mencari informasi mengenai mean
suatu hal Tidak baik, jika nilai kurang
dari mean
2 Persepsi bahaya Suatu langkah awal untuk Observasi Baik, jika nilai lebih dari Lembar/Form Nominal
memandang adanya potensi bahaya mean identifikasi
yang ada di tempat kerja dengan Tidak baik, jika nilai kurang bahaya (checklist)
subjektivitas individu. dari mean
3 Pengawasan Upaya pendorong yang dilakukan Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
oleh seseorang yang mempunyai mean
kekuasaan dalam mengayomi orang Tidak baik, jika nilai kurang
lain dari mean
4 Pelatihan Proses pembelajaran pendek yang Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
sistematis untuk menambah mean
pengetahuan atau meningkatkan Tidak baik, jika nilai kurang
keterampilan dalam suatu hal. . dari mean
5 Sangksi/ Upaya pemberian hadiah dan Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
penghargaan hukuman sebagai risiko melakukan mean
pekerjaan yang benar/salah Tidak baik, jika nilai kurang
dari mean
6 Prosedur Suatu aturan yang dibuat untuk Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
menjamin suatu pekerjaan mean
dilakukan dengan benar Tidak baik, jika nilai kurang
dari mean
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
34
7 Komunikasi Cara penyampaian pesan dengan Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
media tertentu oleh sumber pada mean
penerima Tidak baik, jika nilai kurang
dari mean
8 Sosialisasi Cara komunikasi untuk Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
program menyampaikan pesan dari mean
komunikan kepada khayalak Tidak baik, jika nilai kurang
dari mean
9 Komitmen Sikap untuk terlibat dalam upaya- Kuesioner Baik, jika nilai lebih dari Lembar kuesioner Ordinal
upaya mencapai misi, nilai-nilai mean
dan tujuan organisasi dan bentuk Tidak baik, jika nilai kurang
loyalitas yang konkret dari mean
10 Pelaksanaan Proses yang berlangsung dalam Observasi Safe act Lembar kuesioner Ordinal
Program Stop menjalankan suatu program STOP Unsafe act
hingga mencapai tujuan tertentu
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 4
Metodologi Penelitian
z 2 1 / 2 * p * (1 p ) * N
s=
d2 (N-1) + z 2 1 / 2 * p * (1 p )
(Ariwan, 1998)
Keterangan :
p = perkiraan proporsi (0,5) nilai 0,5 ini didapatkan karena tidak ada angka
prevalens pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, diambil nilai proporsi
sebesar 50% dari populasi keseluruhan
d = presisi nilai presisi pada penelitian in sebesar 10% (0,1) diambil karena
penelitian ini baru pertama dilakukan
Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat yaitu validitas dan
reliabel. Untuk menguji keandalan kuesioner dilakukan uji validitas dan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
37
reliabilitas dengan SPSS. Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas ini dilakukan
dengan menggunakan SPSS. Bila nilai r hitung komputer lebih besar dari nilai r
tabel artinya pertanyaan valid, namun sebaliknya jika nilai r hitung lebih kecil dari
r tabel maka pertanyaan tidak valid. Untuk mencari r tabel, Df = n-2 dengan alfa =
5 % (0,05). Jika hasilnya tidak valid maka dilakukan uji kembali dengan
penghapusan/penghilangan item yang bernilai kurang dari R tabel. Uji validitas
akan dilampirkan pada lembar lampiran.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer didapatkan dengan observasi, wawancara terstuktur
pada responden yang mengisi kuesioner, dan kuesioner. Kuesioner merupakan
instrumen pengumpulan data atau informasi yang dioperasionalkan dalam bentuk
pertanyaan. Kuesioner dapat berbentuk pertanyaan terbuka atau pertanyaan
tertutup. Kuesioner ini diarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai
pengetahuan karyawan tentang program STOP, pelatihan, persepsi bahaya,
komitmen, sanksi dan reward, serta mengenai komunikasi-sosialisasi. Wawancara
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen perusahaan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
38
1. Coding Data, yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada
masing-masing data. Editing Data, yaitu penyuntingan data sebelum
proses pemasukan data.
2. Struktur Data dan File Data, yaitu pengembangan data dengan
menggunakan perangkat lunak yang ada.
3. Entry Data, yaitu pemasukan data pada perangkat yang digunakan.
4. Cleaning Data, yaitu pembersihan data dari kesalahan yang mungkin saja
terjadi pada tahap pemasukan data.
Data yang telah diperoleh dan diolah selanjutnya dianalisis sehingga dapat
dilakukan intepretasi terhadap data-data tersebut. Analisis data diolah dengan
menggunakan software SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Data
tersebut merupakan hasil dari lembar kuesioner yang telah disebar pada responden
karyawan PT. X Indonesia. Sebelumnya kuesioner akan diuji validitas dan
reliabilitas pada karyawan untuk mengetahui pertanyaan apa yang relevan untuk
ditulis di kuesioner.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 5
Gambaran Umum Perusahaan
a. Visi
Membantu dunia dalam memenuhi kebutuhan energi dengan memproduksi
energi yang terjangkau, aman , dan tidak merusak lingkungan.
b. Misi
Progresif
Menjalin hubungan baik dengan mitra kerja dan pelanggan yang saling
menguntungkan.
Bertanggung jawab
Berkomitmen terhadap keselamatan dan pengembangan sumber daya
manusia serta masyarakat dimana PT. X beroperasi. Bertujuan untuk
Inovatif
Mendorong batas dan menciptakan terobosan baru melalui kerjasama
antara manusia dan teknologi.
Kinerja Optimal
Perbaikan yang berkesinambungan dan aman serta operasi yang handal
menjadi bukti kinerja optimal PT. X dalam memenuhi janji.
c. Tujuan
Mendukung masyarakat, melestarikan lingkungan
PT. X memiliki komitmen jangka panjang terhadap komunitas
dimana PT. X bekerja. PT. X menyadari bahwa tidak hanya memiliki
tanggung jawab untuk menciptakan pendapatan yang cepat dari
investasi tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap komunitas
dimana PT. X bekerja. Apapun yang PT. X lakukan, dimanapun PT. X
melakukannya, PT. X selalu berusaha untuk melestarikan dan
memperbaiki lingkungan sekitar, memberikan dukungan terhadap
pengusaha dan membantu pendidikan yang berhubungan dengan energi.
Perbaikan organisasi
Perbaikan organisasi di PT. X dilakukan dengan mengukur
kemajuan yang ada di PT. X. Ukuran kemajuan tidak hanya bergantung
pada sudut pandang PT. X sendiri, tetapi juga melalui laporan tahunan
PT. X yang mencatat mengenai kemajuan terhadap lingkungan,
kesehatan, keamanan dan ukuran lainnya yang diverifikasi oleh Ernst &
Young. PT. X juga secara teratur mengundang pelanggan, pemegang
saham, pemasok dan lainnya untuk memberikan pendapat tentang PT.
X sebagai bahan perbaikan organisasi.
Mencari energi untuk bahan bakar masa depan
Beberapa tantangan yang begitu besar ada di dunia. Salah satu
contoh tantangan tersebut adalah ancaman perubahan iklim. Kebutuhan
untuk memanfaatkan energi dengan sebaik-baiknya untuk menopang
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
41
a. Tahun 1901-1908
b. Tahun 1909-1924
Sekitar tahun 1909, Anglo-Persian membangun kompleks kilang di
Naphtha untuk mengubah aliran minyak mentah kental menjadi produk
yang berguna. Pada tahun 1914 proyek Anglo-Persian hampir
mengalami kebangkrutan.
c. Tahun 1925-1945
Pada tahun 1920-1930 mobil-mobil membanjiri jalanan Eropa dan
Amerika Serikat. Pompa bensin berlabel PT. X muncul di sekitar
Inggris. Ada 69 pompa bensin pada tahun 1921 dan lebih dari 6.000
pompa bensin pada tahun 1925. Pada tahun 1935, Persia berubah nama
menjadi Iran sehingga Anglo-Persian berubah nama menjadi Anglo-
Iranian.
d. Tahun 1946-1970
Seperti perusahaan lainnya, Anglo-Iranian, yang kemudian menjadi
PT. X mengalami banyak kerugian dalam perang dunia II. Pada tahun
1954, Anglo-Iranian berubah nama menjadi The British Petroleum.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
42
e. Tahun 1971-1999
Pada tahun 1971 terjadi kudeta militer di Libya. Hal ini
menyebabkan British Petroleum mengalami kesulitan dalam distribusi
pengangkutan minyak di kawasan Timur Tengah. Pada akhir 1990-an
British Petroleum berubah nama menjadi PT. X dan dengan persaingan
yang ketat dalam industri energi maka terjadi serangkaian merger
terkemuka. PT. X dan Amoco bergabung dan membentuk PT. X
Amoco. Kemudian ARCO,Castrol dan Aral juga begabung dengan PT.
X
f. Tahun 2000
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
43
ditemukan oleh Arco. Ladang ini kemudian dieksplorasi menjadi ladang gas.
Hasil utama dari LNG Tangguh berupa Liqufied Natural Gas (LNG). Proyek
LNG Tangguh ini melibatkan pengambilan gas bersih sekitar 14,4 trilliun kubik
feet dari perut bumi.
LNG tangguh memiliki area kerja sebesar 3.380 hektar per property area.
Area kerja ini merupakan area hutan hujan tropis. Proyek ini berada dalam remote
area di daerah Papua Barat. LNG ini merupakan komoditi yang menghasilkan
devisa yang cukup besar untuk Indonesia. PT. X merupakan perusahaan yang
dipegang oleh Arco. Selanjutnya terjadi merger antara PT. X dengan Arco, Vico,
dan Amoco. Pada tahun 2002, mulai dilakukan pencarian lokasi untuk
menemukan lahan yang berpotensi menghasilkan minyak atau gas. Tahun 2005,
LNG Tangguh mulai melakukan konstruksi untuk membangun sarana prasarana
operasi. Sebagian dari wilayah yang digunakan oleh PT. X merupakan daerah
pemukiman penduduk di daerah Wiriagar dan Tanah Merah Lama pada rentang
tahun 2004-2005. Awalnya, tahun 2002 mulai dilakukan pencarian awal lokasi
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
44
yang berpotensi menghasilkan minyak dan gas. Sejak tahun 2009, LNG tangguh
sudah mulai beroperasi.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
45
Proses kerja produksi LNG Tangguh akan dijabarkan sebagai berikut : dua
platform produksi mengumpulkan gas bersih dari reservoir, kemudian dikirim
melalaui pipa bawah laut. Dua platform ini biasa dinamai dengan VRA dan VRB.
Dalam VRA, terdapat 6 sumur minyak yang dialirkan ke bawah laut. Sedangkan,
dalam VRB terdapat 9 sumur minyak yang digunakan untuk mengambil minyak
dan gas dari bawah laut. Pada sumur minyak tersebut dilakukan proses drilling
untuk mencapai dasar laut. Minyak dan gas yang sudah diambil kemudian
dialirkan melalui pipa dengan panjang 42 km dan diameter 26 inch. Namun,
kapasitas gas yang diambil lebih banyak daripada minyak, karena produk utama
dalam LNG Tangguh ini berupa gas. Dari VRA dan VRB dihasilkan gas sekitar
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
46
7,6 mtpa. Gas tersebut disimpan dalam ORF (Onshore Receiving Facilities). Di
ORF ini, terjadi pemisahan antara gas yang ingin diolah menjadi LNG dan
kondensat. Kondensat yang dihasilkan kemudian dialirkan ke tangki kondensat.
Sedangkan gas yang dihasilkan, diolah kembali dalam dua train. Gas yang ingin
dihasilkan untuk produksi LNG ini adalah gas metana. Namun, ada hasil
sampingan yang dihasilkan dari gas tersebut adalah ethana, propona, butana, dan
pentana. Untuk propana, butana, dan pentana digunakan untuk memproduksi
LPG. Dari ORF, gas dibawa ke train 1 dan train 2, tepatnya pada unit 21 dan 22.
Pada unit ini, dilakukan proses AGRU (Acid Gas Removal Unit) untuk
memisahkan asam dan karbondioksida. Dari unit 21 dan 22 ini dihasilkan sweet
gas dengan kadar karbondioksida yang diperbolehkan (CO2 on spec). Produk yang
sudah dihasilkan pada unit 21 dan 22 dibawa ke unit 31 dan 32 untuk dilakukan
proses mercury removal dan dehidration, untuk menghilangkan mercury dan H2O.
Hasil dari proses ini didapatkanlah dry gas dengan kadar mercuri dan H2O on
spec. Selain itu pada unit ini juga dilakukan proses pemisahan terhadap metana,
etana, propana, butana, dan propana. Untuk produk metana yang dihasilkan lalu
dijual, untuk produk etana digunakan sebagai freon untuk proses pendinginan.
Freon ini dilakukan untuk menurunkan suhu dari metana yang berkisar 5700C
hingga suhu metana yang diinginkan sekitar -1600C. Metana yang sudah sesuai
dengan spec akan dialirkan ke tanki LNG. Ada dua tangki LNG. Kapasitas tangki
LNG sebesar 170.000 m3. Dari tangki LNG, gas akan siap dijual. Sedangkan
propana, butana, dan pentana akan menjadi kondensat dan dibawa ke tangki
kondensat. Kapasitas tangki kondensat sebesar 20.000 m3.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
47
Alat yang digunakan untuk proses produksi adalah train gas, LNG @ 3,8
mtpa, 2 NUI @vorwata with dedicate pipeline. NUI (Normally Unattendent
Information) dikontrol secara terpusat dari pusat main control building (MCB),
dan 1 tank condesor, VRA dan VRB yang digunakan sebagai deck dan pipa.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
48
Our goals
Sasaran PT. X terhadap HSE, PT. X memiliki ciri khas dalam mengejar
dan mencapai prestasi di bidang kesehata, keselamatan kerja, dan lindungan
lingkungan tetapi di perusahaan PT. X disebut HSE. Komintmen PT. X terhadap
prestasi HSE merupakan salah satu dari lima kebijakan grup bisnis (etika,
karyawan, hubungan kerja, prestasi HSE, pengendalian dan manajemen
keuangan). Untuk mencapai sasaran tersebut PT. X memiliki HSE Management
Sytem Network yang terdiri dari 13 elemen sebagai sarana untuk mencapai
sasaran tersebut, yaitu :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
49
Kami akan :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
50
patuh dengan semua hukum dan peraturan yang berlaku dan setiap
persyaratan lainnya perusahaan perlu taati
seluruh jajaran manajemen di site operasional PT. X bertanggung jawab
atas performa HSE terus meningkatkan dan melaporkan secara terbuka
performa kami, baik dan buruk
mengenali mereka yang berkontribusi untuk meningkatkan performa kerja
HSE
Rencana bisnis kami meliputi pencapaian target HSE. Kami semua berkomitmen
untuk memenuhinya dan terus memperbaikii performa HSE melalui
melaksanakan sistem manajemen setempat dan peninjauan secara berkala.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
51
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
52
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
53
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 6
HASIL
50
40
30
Umur
20
10
0
< 25 26-30 31-35 >36
35
30
25
20
Lama Kerja
15
10
5
0
1-3 tahun 3-5 tahun 5-7 tahun 7-9 tahun
“Di team ku setiap orang diminta submit stopcard minimal 2 per bulan. Ini masuk di
performance contract (daftar kerjaan yang akan dikerjakan pertahun), dan ini
dijadikan nomor pertama di performance contract, buat nunjukin kalo kita sangat
perduli dengan safety. Tapi bukan berarti wajib, nanti nya bisa submit bisa engga,
tapi nanti akhir tahun di review, siapa yang submit terus dikasih penghargaan, dan
siapa yang ga pernah submit atau kurang performance nya di ajak diskusi biar lebih
rajin. Tapi ini beda2 tiap team ya, kalo team yang di office mungkin mirip, 2 stop
perbulan.” (Responden 1 dari team Eksplorasi)
Universitas Indonesia
“Kalo disini, setiap orang per bulannya submit 2 kartu per bulan. Gak wajib
juga sih, tapi nanti kalo paling banyak submit bisa dapet reward di akhir
tahunnya.” (Responden 2 dari team Tangguh Operation)
“Sepertinya bahaya dan risiko yang ada di kantor minim ya, jadi sulit
rasanya menemukan tindakan yang tidak aman dalam 1 bulan” (Responden 1
HR)
Universitas Indonesia
Dari hasil penelitian, frekuensi pengisian kartu STOP pada 50% karyawan
dilakukan 2x dalam satu bulan. Sebanyak 11 responden mengisi kartu STOP 1 bulan
sekali, sisanya 17 responden mengisi kartu STOP 1 bulan 3x, dan 8 responden
mengisi kartu STOP 1 bulan lebih dari 3x (tabel 6.1). Frekuensi pengisian kartu
STOP ini didasarkan pada kuantitas (target) masing-masing departemen. Ada
beberapa departemen yang mempunyai target pengisian kartu STOP 2 kali dalam
sebulan, seperti departemen operation, departemen finance, dan departemen
explorasi. Ada juga beberapa departemen yang mempunyai target pengisian kartu
STOP 3 kali dalam sebulan, seperti departemen drilling dan Ada pula beberapa
departemen yang tidak menjalankan program ini, karena less awarness mengenai
keselamatan.
Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi Pengisian kartu STOP di PT. X Indonesia tahun
2011
Universitas Indonesia
“Isi dari apa yang diamati di kartu STOP tidak dibaca team
leader.“(Responden 2 dari team FM)
Dalam pelaksanaan program STOP ini, dominasi perilaku aman dan tidak
aman masih menjadi isu utama. Program ini merupakan suatu program untuk
penanaman nilai keselamatan tahap awal dalam mengobservasi perilaku aman dan
tidak aman. Perilaku aman dan tidak aman ini tentunya dipengaruhi beberapa faktor,
seperti faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada di dalam
pribadi masing-masing, seperti tingkat pengetahuan dan persepsi bahaya. Faktor
eksternal yaitu faktor yang muncul dari pengaruh luar diri sendiri, seperti lingkungan.
Universitas Indonesia
Cut of point dari setiap variabel yang termasuk faktor eksternal dan internal
adalah nilai mean. Jika nilai dari item-item pertanyaan pada variabel kurang dari
mean, maka dikategorikan menjadi tidak baik. Sebaliknya jika nilai dari item-item
pertanyaan pada variabel lebih dari mean, maka dikategorikan menjadi baik.
Tabel 6.2 Distribusi Univariat Variabel-Variabel Penelitian terhadap Program STOP di PT. X
Indonesia tahun 2011
n % n % n %
Pengetahuan 28 37% 48 63% 76 100%
Persepsi 43 57% 33 43% 76 100%
Prosedur 70 92% 6 8% 76 100%
Komunikasi 67 88% 9 12% 76 100%
Sosialisasi 69 90% 7 10% 76 100%
Pelatihan 65 86% 11 14% 76 100%
Reward/Punishment 45 59% 31 41% 76 100%
Pengawasan 36 33% 40 47% 76 100%
Komitmen 43 57% 33 43% 76 100%
Persepsi karyawan terhadap bahaya tergolong baik (57%) (tabel 6.2). Lebih
lanjut, persepsi bahaya ini sebelum dilakukan pengkategorian, dilihat menurut
masing-masing bahaya yang ada, seperti :
Universitas Indonesia
Tabel 6.3 Distribusi Persepsi Bahaya yang Muncul di Lingkungan Kerja PT. X
Indonesia tahun 2011
Variabel Rendah Tinggi Total
Persepsi Bahaya N % N % n %
Ergonomi 30 39,5% 46 60,5% 76 100%
Bising 39 51,3 % 37 48,7 % 76 100%
Cahaya 48 63,2% 28 36,8 % 76 100%
Listrik 20 26,3 % 56 73,7 % 76 100%
Kebakaran 33 43,4 % 43 56,6 % 76 100%
IAQ 25 32,9 % 51 67,1 % 76 100%
Suhu 27 35,5% 49 64,5 % 76 100%
House keeping 19 25% 57 75 % 76 100%
Stress 17 22,4% 59 77,6 % 76 100%
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa, persepsi bahaya yang
muncul tergolong pada tingkat bahaya yang tinggi. Bahaya yang tergolong rendah
hanya bising, bahaya yang lain masih terbilang cukup tinggi.
n % n % n %
Ya 76 100 % 75 99 % 75 99%
Tidak 0 0% 1 1% 1 1%
Total 76 100% 76 100% 76 100%
Universitas Indonesia
“Menyampaikan dengan cara baik-baik, bukan menegur dgn keras jika ada
tindakan/keadaan kurang aman dan memberikan apresiasi kepada
seseorang jika ia bekerja secara aman atau membuat lingkungan kerja
menjadi aman” (Responden 2 eksplorasi)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
n %
Kuliah Umum 11 14 %
Role play/simulasi 17 23 %
Studi kasus 13 17 %
Diskusi Kelompok 13 17 %
Lain-lain 22 29 %
Total 76 100%
Sebesar 45 responden menilai bahwa reward dan punishment yang selama ini
dilakukan dalam menunjang program STOP ini berjalan dengan baik. Untuk
pengawasan, sebanyak 36 responden mengatakan pengawasan yang berjalan dalam
pelaksanaan program ini sudah baik. Komitmen manajemen yang ada juga sudah
baik, dilihat dari 57% karyawan menilai komitmen dari top manajemen sudah
memfasilitasi program ini dengan baik (lihat tabel 6.2).
Universitas Indonesia
Tabel 6.6 Distribusi perilaku safe dan unsafe act pada responden penelitian di
PT. X Indonesia tahun 2011
n %
Perilaku Unsafe Act 50 66 %
Perilaku Safe Act 16 44%
Total 76 100%
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
diperoleh juga nilai OR sebesar 1,4 yang artinya responden yang memiliki persepsi
bahaya yang baik mempunyai peluang 1,7 untuk berperilaku yang aman
dibandingkan responden dengan persepsi terhadap bahaya yang tidak baik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perilaku yang aman. Namun, hasil dari hubungan ini tidak signifikan, karena nihali p
value lebih dari alpha (0,05). Ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pemberian
reward dan punishment dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP.
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin baik komitmen dari
pihak manajemen, perilaku dalam pelaksanaan program STOP ini semakin ke arah
tindakan yang aman, begitu juga sebaliknya. Tabel diatas menunjukan bahwa
sebanyak 26 responden (79%) menilai komitmen yang tidak baik akan berpengaruh
pada tidak aman. Sedangkan, sebanyak 30 responden (70%) yang menilai komitmen
baik akan berpengaruh pada tindakan aman karyawan dalam pelaksanaan program
STOP. Nilai p value sebesar 0,00 menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara komitmen dan perilaku dalam pelaksaan program STOP. Selain itu nilai OR
sebesar 1,7 menunjukkan bahwa komitmen yang baik mempunyai peluang 1,7 kali
dalam mempengaruhi responden unstuk beperilaku aman.
Universitas Indonesia
PEMBAHASAN
Pelaksanaan program ini juga belum diikuti secara aktif oleh beberapa
departemen (lihat kutipan pada halaman 63). Hal ini terjadi karena karyawan
menganggap bahaya dan risiko yang ada di lingkungan perkantoran relatif rendah
sehingga susah menemukan kejadian yang tidak aman. Dari segi efektivitas,
program ini berjalan cukup efektif. Dari sisi karyawan yang mengikuti aktif
program ini, STOP ini efektif dalam menumbuhkan kesadaran akan keselamatan
di lingkungan kerja. Program ini juga sudah memberikan nilai bahwa keselamatan
adalah penting untuk diperhatikan. Hal ini bisa dilihat dari kutipan wawancara
dibawah ini.
Pelaksanaan program ini juga tidak lepas dari berbagai hambatan seperti
yang sudah dijelaskan pada kutipan halaman 65 Hambatan ini datang baik secara
teknis ataupun non-teknis. Hambatan secara teknis, seperti persediaan kartu STOP
yang kurang. Untuk itu perlu dilakukan penambahan stok pada setiap departemen.
Stok dapat diatur dengan melihat distribusi jumlah populasi karyawan terbesar.
Untuk departemen dengan populasi yang besar dan aktif menjalankan program
ini, disediakan kartu yang cukup banyak. Untuk departemen yang pasif dalam
program ini harus kembali digiatkan untuk mengisi kartu STOP dengan tetap
memberikan stok kartu. Selain itu, jika persediaan sudah habis, STOP
representatif juga dapat langsung meminta kartu pada departemen HSE.
Hambatan dari non-teknis, datang dari individu itu sendiri, seperti lupa
menuliskan kejadian atau budaya sukan dalam menegur perbuatan yang tidak
aman. Untuk menghindari hal tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah menuliskan kejadian di handphone terlebih dahulu sehingga tidak lupa
menulis. Selain itu, untuk menghilangkan budaya sungkan, karyawan dilatih
untuk berkomunikasi dengan sesama karyawan. Selain itu, hambatan lain adalah
mengenai isi dari kartu STOP kadang tidak dibaca oleh team leader. Ini dapat
menyebabkan lamanya tindakan perbaikan yang dilakukan. Team leader
sebaiknya memberikan contoh pada karyawan. Team leader sebaiknya membaca
isi dari kartu STOP, kemudian melakukan diskusi bersama karyawan lain untuk
membahas upaya perbaikan selanjutnya dari hasil temuan tersebut. Diskusi ini
dapat masuk dalam agenda safety meeting tiap departemen. Ini dilakukan supaya
terdapat feedback antara karyawan yang berpartisipasi dan team leader. Selain itu,
upaya ini juga dapat dilakukan untuk menemukan isu keselamatan apa yang
sedang menjadi isu hangat. Selain itu, untuk setiap STOP representatif masing-
masing departemen dapat melakukan diskusi untuk membahas isu keselamatan
per departemen.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
74
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
75
cenderung tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Rogers (1974) menyatakan
bahwa adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
76
ini akan berpengaruh langsung pada munculnya tindakan yang tidak aman.
Bahaya lainnya, stress, bahaya psikososial ini memang mayoritas dialami pekerja
kantor. Ini dikarenakan rutinas yang cenderung sama dan tuntutan pekerjaan/tugas
yang dijalani. Untuk mengendalikan bahaya tersebut dapat dilakukan hirarki
pengendalian sesuai dengan potensi bahaya masing-masing. Misal, pada bahaya
housekeeping, pengendalian yang dilakukan yaitu menerapkan 5R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, dan Rajin) dalam lingkup kantor.
Analisis hubungan antara persepsi bahaya dan perilaku dalam pelaksanaan
STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa terdapat hubungan antara
keduanya (tabel 6.8). Hal ini menunjukan persepsi berpengaruh pada perilaku.
Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang
menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi
untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam
Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti
atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran
obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran
terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku
dan pembentukan sikap.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
77
Prosedur kerja yang ada di PT. X Indonesia sudah mencakup semua aspek
tersebut. PT. X adalah salah satu perusahaan dengan kompleksitas prosedur kerja
yang tinggi. Selain itu, prosedur di PT. X Indonesia sudah memperhatikan aspek
tujuan, fasilitas, alat, material, biaya, waktu, dan sifat atau macam tugas. Prosedur
yang memadai juga harus mencakup penjelasan mengenai tujuan pokok organisasi
dan analisis tugas. Hal lain yang harus termuat sebagai prosedur yang memadai
adalah detail pekerjaan, tahapan pekerjaan, keterampilan yang dibutuhkan, dan
job desk. Namun, prosedur kerja juga harus disesuai dengan kemajuan jaman
(tidak kaku) dan bersifat stabilitas.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
78
sebaiknya tidak menghakimi, pesan disampaikan dengan sopan dan alasan masuk
akal, persuasif, tidak vulgar, dan tetap berada dalam koridor kesopanan.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
79
sebaiknya dirancang secara jelas, ringkas, dan memperhatikan intonasi saat bicara.
Metode non-verbal yang efektif sebaiknya dirancang secara menarik dan simple.
Metode yang efektif digunakan untuk sosialiasi program STOP adalah media non-
verbal, seperti media visual (STOP Training Package, 2009). Analisis hubungan
antara sosialisasi dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang
tidak signifikan, bahwa tidak terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.12).
“Saya jadi mengerti mengenai bekerja yang aman dan sesuai prosedur
keselamatan demi tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.”
(Responden 1 FM)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
80
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
81
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
82
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
83
Komitmen team leader yang baik adalah komitmen dimana team leader
tidak hanya membuat program, kebijakan, atau prosedur tetapi juga terlibat dalam
setiap aktivitasnya. Analisis hubungan antara komitmen dan perilaku dalam
pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa terdapat hubungan
antara keduanya (tabel 6.15). STOP berarti komitmen dari top manajemen dalam
bidang K3. Komitmen ini juga dilaksanakan oleh karyawan. Pengisian kartu
STOP bukan hanya untuk memenuhi kuantitas dan target pencapaian tetapi juga
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
84
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 8
Penutup
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran perilaku karyawan
terhadap program STOP, penulis menyimpulkan beberapa hal, yaitu :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
87
7.2 Saran
1. Pengetahuan
Untuk meningkatkan pengetahuan akan konsep dasar STOP, dapat
dilakukan brainstroming antara karyawan dan team leader. Dengan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
88
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
89
belah pihak. Selain itu, perlu juga diadakan pengawasan feedback, untuk
mendapatkan umpan balik dari karyawan mengenai pengawasan
pelaksanaan program ini.
7. Komitmen
Komitmen team leader sebaiknya tidak hanya membuat program,
kebijakan, atau prosedur tetapi juga terlibat dalam setiap aktivitasnya.
Team leader harus memastikan secara langsung sejauh mana aplikasi
komitmennya berjalan dilapangan. Dengan keterlibatan manajemen,
partisipasi dari karyawan akan meningkat.
8. Sanksi/reward
Pemberian reward dapat tetap dipertahankan. Hal ini dilakukan untuk
memotivasi karyawan untuk mengisi kartu STOP. Selain itu, pemberian
reward dapat diadakan untuk setiap divisi dan untuk individu dalam divisi.
Dalam hal ini maksudnya, diadakan perlombaan antar divisi dalam
pelaksanaan program ini. Dengan perlombaan antar divisi, diharapkan
dapat memacu kontribusi dari divisi yang kurang aktif menjadi aktif.
9. Masalah hambatan pelaksanaan STOP, seperti
Penambahan jumlah kartu STOP pada tiap departemen agar kartu
ini mudah didapatkan. Penyediaan kartu STOP ini disesuaikan
dengan kerajinan suatu divisi dalam mengisi kartu STOP. Untuk
itu, setiap divisi melalui STOP representatif perlu menetapkan
kuota kartu yang dibutuhkan setiap bulannya.
Kadangkala observasi tindakan yang tidak aman ditemukan secara
tidak sengaja, sehingga ada kecenderungan untuk lupa menuliskan
pada kartu STOP. Untuk mengatasi itu, sebaiknya observer
menuliskan terlebih dahulu pada sebuah kertas/handphone, baru
kemudian dituliskan pada kartu STOP.
Program STOP ini memiliki kecenderungan target-oriented,
dimana ada kecenderungan untuk merekayasa cerita. Untuk itu,
sebaiknya karyawan mengembangkan cara observasi yang variatif
agar tidak menemukan kejadian tidak aman yang sama untuk
diamati.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
90
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
91
DAFTAR PUSTAKA
Bird, Frank. 1986. Practical loss control leadership. International Loss Control Institute
Bureau of Labor Statistics. National Census of Fatal occupational injuries in 2008, US
Department of Labor, News Release (August 20, 2009). www.bls.gov
Bureau of Labor Statistics. October 2009. Workplace injuries and illnesses in 2008, US
Department of Labor, News Release. www.bls.gov
Burman, R. & Evans, A.J. 2008. Target Zero: A Culture of Safety. Defence Aviation Safety
Centre Journal 2008, 22-27
CBI. 1991. Developing a Safety Culture. London : Confederation of British Industry
Center for Chemical Process Safety. 1995. www.aiche.org (diunduh tanggal 11 April 2011
pukul 11.00)
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2008-2009. www.ccohs.ca
Cooper, Dominic. 2000. Toward a Model of Safety Culture. Safety Science 36, 111-136.
Pergamon
Cooper, Dominic. 2000. Improving Safety Culture: A Practical Guide. Applied Behavioral
Science
Cooper, Dominic. 2002. Culture, A Model for understanding and Quantifying Difficult
concept, Management. American Society for Safety Engineer, Professional Safety
Colling, David A. 1990. Industrial Safety Management & Technology. New Jersey : Prenctice
Hall
Cox, S. & Cox, T. 1991. The Structure of Employee Attitudes to Safety - A European
Example Work and Stress. 93 - 106.
Geller, Scott. 2001. The Psychology of Safety Hand Book. Lewis Publisher
Geller, Scott. 1994. Ten Principles for Achieving a Total Cafety culture. Professional Safety :
ABI/Inform Global page 18
Geller, E. Scott. 2004. Behavior-based safety: A Solution to Injury Prevention: Behavior-
based safety 'empowers' Employees and Addresses the Dynamics of Injury Prevention.
Risk & insurance. 15
Geller, E. Scott. 1998. Working Safe: How to Help People Actively Care for Health and
Safety. Lewis Publishers
Guldenmund, F. 2000. The Nature of Safety Culture : A Review of Theory and Research,
Safety Science 34, 215-257. Pergamon
Heinrich. 1980. Industrial accident prevention. New Jersey : McGraw-Hill
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
92
Health and Safety Executive. 2005. A review of safety culture and safety climate literature for
the development of the safety culture inspection toolkit.
Hopkins, Andrew. 2002. Safety Culture, Mindfulness and Safe Behaviour : Converging
ideas? Australian National University
IAEA. 2002. Safety culture in nuclear installations : Guidance for use in the enhancement of
safety culture.
International Safety Advisory Group (INSAG). 1991. Safety Culture, Safety Series No.75-
INSAG-4, IAEA
International Safety Advisory Group (INSAG). 2002. Key Practical Issues in Strengthening
Safety Culture, INSAG-15, IAEA
Krause, Thomas. 2005. Leading with Safety. Hoboken, NJ, Wiley Publishing Company
Kurniawidjaja, Meily. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : UI Press
Munandar, Ashar Sunyoto. 1990. Psikologi Industri. Jakarta : UI Press
Notoadmojo, Soekidjo. 2000. Promosi Pendidikan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Reason, J. 1998. Achieving a Safe Culture: Theory and Practice Work and Stress, 12, 293 -
306.
Roughton, James. 2002. Developing an Effective Safety Culture: A Leadership Approach (1st
edition ed.). Butterworth-heinemann
Rundmo, T. 1996. Associations Between Risk Perception and Safety. Safety Science 24, 107
- 209
Shappell, A. Scott dan Douglas A. Wiegmann. 2000. The Human Factors Analysis and
Classification System – HFACS, US Department of Transportation, Federal Aviation
Administration. Virginia : National Technical Information Service.
Soehatman Ramli. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, OHSAS
18001
Stranks, Jeremy. 2006. The A-Z of Health and Safety. London : Thorogood Publishing Ltd
Syaaf, Ridwan. 2001. Implementasi program pengembangan budaya K3 di tempat kerja.
Tarrants, William. 1980. The Measurement of Safety Performance. New York : Garland
STPM Press
United Steelworkers of America. 2005. Not Walking the Talk: DuPont’s Untold Safety
Failures. Allied-industrial, chemical and energy workers international union.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
93
Wiemann, D., Zhang, H., Von Thaden, T., Gibbons, A. and Sharma, G. 2004. Safety Culture:
An Integrative Review. International Journal of Aviation Psychology 14 (2): 117-134.
NJ: Lawrence Earlbaum Associates.
Zohar, D. 1980. Safety Climate in Industrial Organizations: Theoretical and Applied
Implications. Journal of Applied Psychology, 65, 96 - 102.
Zohar, D. 2002. The Effects of Leadership Dimensions, Safety Climate and Assigned
Priorities on Minor Injuries in Work Groups. Journal of Organizational Behaviour, 23,
75 - 92.
“Injury Prevention & Control: Data & Statistics.” www.cdc.gov
“Data statistik kecelakaan.” bataviase.co.id (diunduh tanggal 10 April 2011 pukul 15.00)
“Investigation Report” www.csb.gov (diunduh tanggal 10 April 2011 pukul 15.00)
“Human errors in fatal and serious occupational accidents in Finland”.
www.informaworld.com (diunduh tanggal 19 April 2011 pukul 10.00)
“Budaya keselamatan” ansn.bapeten.go.id (diunduh tanggal 11 April 2011 pukul 11.00)
“Safety culture maturity model.” 2000. www.hse.gov.uk (diunduh tanggal 20 April 2011
pukul 11.00)
“Safety Culture Maturity Model (SCMM).” www.iagc.org (diunduh tanggal 20 April 2011
pukul 11.10)
“STOP Cards” www.pdo.co.om (diunduh tanggal 11 April 2011 pukul 19.00)
“STOP Card” www.migas-indonesia.com (diunduh tanggal 19 April 2011 pukul 10.00)
“STOP Training Package.” 2009. Jakarta : BP Indonesia
www.bp.com
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
LAMPIRAN
1. Dalam setiap pekerjaan, tentu ada prosedur 3. Apa motivasi Anda mengisi kartu STOP?
kerja. Menurut Saudara, apakah prosedur yang a. memenuhi kuantitas target
berlaku sudah memadai untuk menjamin bekerja b. keinginan pribadi
secara aman? c. alasan keselamatan rekan kerja
a. memadai d. dorongan team leader
b. cukup memadai e. mendapat intensif
c. kurang memadai f. lain-lain
d. tidak memadai
4. Berapa kali dalam sebulan Saudara mengisi
2. Apakah prosedur kerja yang berlaku tersebut kartu STOP?
mencakup hal keselamatan kerja? a. 1 kali b. 2 kali
a. Ya c. 3 kali d. > 3 kali
b. Tidak
3. Bagaimana komitmen team leader ini 2. Jika Saudara sedang mengamati tindakan
ditunjukan? yang tidak aman, apakah Saudara memberikan
a. dengan adanya kebijakan solusi pada orang yang diamati bagaimana
b. dengan adanya prosedur seharusnya tindakan yang aman?
c. dengan adanya program kerja a. iya b. tidak
d. dengan adanya partisipasi dalam aktivitas
keselamatan, seperti safety meeting 3. Jika Saudara mengamati tindakan yang tidak
aman, apakah Saudara menyampaikan
4. Apakah Team leader mendorong pekerja bahaya dan risiko pada orang yang diamati jika
untuk melakukan observasii pada melakukan tindakan tersebut?
tindakan/kondisi yang tidak aman? a. iya b. tidak
a. Ya b. Tidak
Pelatihan
5. Apakah team leader menyediakan sumber
daya dan waktu untuk partisipasi karyawan 1. Apakah Saudara pernah mendapatkan
dalam mengerjakan budaya selamat? pelatihan mengenai STOP?
a. Ya b. Tidak a. Pernah b. Tidak pernah
6. Apakah team leader sering memantau 2. Jika pernah mendapatkan pelatihan mengenai
pekerjaan saudara? STOP, metode pelatihan apa yang digunakan?
a. selalu memantau b. Kadang-kadang a. kuliah umum
c. Jarang d. Tidak pernah b. simulasi/role play
c. diskusi kelompok
7. Apakah team leader pernah memberi tahu d. studi kasus
mengenai bahaya dan risiko yang ada di tempat e. Lain-lain : ____________
kerja?
a. pernah b. Tidak pernah 3. Jika Saudara tidak mendapatkan pelatihan
STOP, bagaimana cara Saudara tahu mengenai
8. Apakah Team leader pernah mengingatkan penggunaan kartu STOP?
Saudara jika dalam kondisi yang tidak aman? a. petunjuk dari team leader
a. pernah b. Tidak pernah b. belajar sendiri dari buku atau internet
c. diskusi kelompok
d. lain-lain : ____________
Tax