Anda di halaman 1dari 33

PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 6M

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengetahuan Lingkungan
yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati, M.S.

Oleh
Kelompok 6 :
Pearlindah

(100342400934)/GZ

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
April, 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masyarakat awam, membedakan secara mendasar atas pengertian sampah
dan limbah. Kedua istilah dimaksud pada dasarnya merupakan sisa (waste) bahan
buangan yang tidak digunakan lagi, walaupun masih dapat diproses untuk
kegunaan lain. Pengertian sampah terbatas pada sampah padat baik organik
maupun anorganik, sedangkan limbah merupakan bahan buangan (waste) yang
dalam prosesnya menggunakan air. Kedua bentuk buangan (waste) baik sampah
padat maupun limbah cair yang bersumber dari lingkungan masyarakat, dan
secara umum disebut dengan istilah limbah domestik. Pengertian limbah
domestik adalah bahan buangan (waste atau limbah), yang bersumber dari
lingkungan masyarakat, dimana bentuk dan komposisinya dapat dipengaruhi oleh
budaya dan lingkungannya. Berdasarkan sumbernya, limbah domestik bisa berasal
dari permukiman penduduk, lingkungan perkantoran, pertokoan dan pasar,
maupun home industri. Berdasarkan kandungan zat kimianya limbah domestik
dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) anorganik, seperti misalnya plastik, logamlogam, pecahan gelas dan abu, (b) organik, seperti sisa makanan, kertas,
dedaunan, sisa makanan buah dan sayur. Berdasarkan mudah tidaknya dibakar,
juga dibedakan menjadi dua, yaitu: mudah dibakar (kertas, karet, plastik, kain dan
kayu), dan berbeda dengan karakteristik berdasarkan mudah tidaknya membusuk.
Limbah yang sulit membusuk (plastik, pecahan gelas, dan karet), sedangkan yang
relatif mudah membusuk antara lain sisa makanan, dedaunan, sobekan kain dan
atau kertas (Waryono, 2008).
Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan
mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas
manusia, lebih lanjut menyebabkan bertambahnya sampah. Faktor yang
mempengaruhi jumlah sampah selain aktivitas penduduk antara lain adalah
jumlah atau kepadatan penduduk, sistem pengelolaan sampah, keadaan geografi,

musim dan waktu, kebiasaan penduduk, teknologi serta tingkat sosial ekonomi
(Depkes RI., 1987).
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan
menurut UU No. 18 Th. 2008 didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk
sampah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang biasa disebut Tindakan 6M,
dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai
yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (menggunakan kembali: bahan
daur ulang, produk lain, dan energi), mengganti, memisahkan, daur ulang, dan
mengomposkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 81 Th. 2012 Pasal 1
menyatakan bahwa 1) Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce,
reuse, recycle) yang selanjutnya disebut TPS. 2) TPS merupakan tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan
pendauran ulang skala kawasan, 3) Tempat pengolahan sampah terpadu yang
selanjutnya

disingkat

TPST

adalah

tempat

dilaksanakannya

kegiatan

pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan


pemrosesan akhir dan 4) Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat
TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan.
Penanganan sampah untuk merubah sampah menjadi bentuk yang lebih
stabil dan tidak mencemari lingkungan serta mengurangi jumlah sampah yang
harus ditimbun di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Pengelola dari proses
pengolahan ini sangat tergantung dari dimana proses pengolahan dilakukan.
Pengolahan skala sumber, sangat berperan dalam mengurangi jumlah sampah
yang harus dikelola. Adanya konsep Tindakan 6M serta pengelolaan sampah
berbasis masyarakat mulai merubah pradigma masyarakat tentang sampah.
Dengan ini Tindakan 6M sangat penting untuk dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat khususnya warga di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Sampah?

b. Sampah dapat dibedakan berdasarkan macam-macamya, Apa saja dan


Jelaskan!
c. Apa yang dimaksud dengan Timbulan Sampah?
d. Apa dimaksud dengan Tindakan 6M?
e. Apa saja manfaat dari Tindakan 6M?
f. Apa dan Jelaskan dari masing-masing Tindakan 6M?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari Sampah?
b. Untuk mengetahui macam-macam sampah
c. Untuk mengetahui pengertian dari Timbulan Sampah?
d. Untuk mengetahui pengertian dari Tindakan 6M?
e. Untuk mengetahui manfaat dari Tindakan 6M?
f. Untuk mengetahui penjelasan masing-masing Tindakan 6M?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sampah
Sampah secara umum dapat diartikan sebagai bahan buangan yang tidak
disenangi dan tidak diinginkan orang, dimana sebagian besar merupakan bahan
atau sisa yang sudah tidak dipergunakan lagi dan akan menimbulkan gangguan
terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Definisi sampah menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 pasal 1
ayat (1) adalah:
Sampah adalah sisa-sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat.
Definisi menurut Sidik Wasito, yaitu :
Sampah adalah zat padat atau semi padat yang terbuang atau sudah tidak
berguna lagi baik yang dapat membusuk maupun yang tidak dapat membussuk
kecuali zat padat buangan atau kotoran manusia.
Definisi sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah [68]
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat.
Dengan demikian, maka sampah dapat diartikan sebagai benda yang tidak
disenangi yang berbentuk padat sebagai hasil dari aktivitas manusia yang secara
ekonomi tidak mempunyai harga atau tidak mempunyai manfaat.
B. Macam-macam Sampah
Jenis- jenis sampah dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Sampah Basah (garbage), yaitu sejenis sampah yang terdiri dari barang-barang
yang mudah membusuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap, contohnya sayursayuran, sisa makanan, buah-buahan dan lain sebagainya yang berasal dari rumah
tangga, rumah makan, pasar, pertanian dan lain-lain.
2. Sampah Kering (rubbish), terdiri dari sampah yang dapat dibakar dan tidak
dapat dibakar. Sampah yang mudah terbakar umumnya zat-zat organik misalnya

kertas, kayu, kardus, karet dan sebagainya. Sampah yang tidak mudah terbakar
sebagian besar berupa zat anorganik misalnya logam, gelas, kaleng yang berasal
dari rumah tangga, perksntoran, pusat perdagangan dan lain-lain.
3. Abu (ashes), yang termasuk sampah ini adalah sisa-sisa dari pembakaran atau
bahan yang terbakar, bisa berasal dari rumah, kantor, pabrik, industri.
4. Sampah jalanan (street sweeting), seperti kertas, daun-daun, plastik.
5. Bangkai binatang (dead animal), yaitu bangkai-bangkai binatang akibat
penyakit, alam dan kecelakaan.
6. Sampah campuran, yaitu sampah yang berasal dari daerah pemukiman terdiri
dari garbage, ashes, rubbish.
7. Sampah industri, terdiri dari sampah padat dari industri, pengolahan hasil bumi
atau timbunan dan industri lainnya.
8. Sampah dari daerah pembangunan (construction wastes), yaitu sampah yang
berasal dari pembanguna gedung atu bangunan-bangunan lain, seperti batu-bata
beton, asbes, papan dan lain-lain.
9. Sampah hasil penghancuran gedung (demolition waste), adalah sampah yang
berasal dari penghancuran dan perombakan bangunan atau gedung.
10. Sampah khusus, yaitu sampah-sampah yang memerlukan penanganan khusus
misalnya sampah beracun dan berbahaya, sampah infeksius, misalnya sampah
radioaktif, kaleng cat, film bekas dan lain-lain.
C. Sumber-sumber Sampah
Sumber-sumber sampah diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
antara lain :
1. Pemukiman penduduk
Sampah ini terdiri dari sampah hasil kegiatan rumah tangga seperti hasil
pengolahan makanan, dari halaman, dan lain-lain
2. Daerah Perdagangan
Sampah dari pusat perdagangan atau pasar biasanya terdiri dari karduskardus yang besar, kertas dan lain-lain.

3. Industri
Sampah yang berasal dari daerah inustri termasuk smpah yang berasal dari
pembangunan industri tersebut dan dari segala proses yang terjadi di dalam
industri.
4. Pertanian
Sampah ini berupa sampah hasil perkebunan atau pertanian misalnya
jerami, sisa sayuran, dan lain-lain.
5. Tempat-tempat Umum
Contohnya sampah dari tempat hiburan, sekolah, tempat-tempat ibadah
dan lain-lain.
6. Jalan dan Taman
7. Pembangunan dan pemugaran gedung
8. Rumah sakit dan Laboratorium
D. Timbulan Sampah
Setiap hari kita tak dapat lepas dari sampah, karena kita membuangnya
baik di rumah atau di kantor dan dimanapun kita berada. Tidak heran ketika akan
menimbulkan pencemaran tanah, air dan udara. Berdasar perhitungan Bappenas
dalam buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbulan sampah
di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat
pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar produk sampah
perkapita berkisar antara 600-830 gram per hari. Berdasarkan data tersebut maka
kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675 ha dan meningkat menjadi 1610 ha di
tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan terbatasnya lahan
kosong di kota besar. Menurut data BPS pada tahun 2001 timbulan sampah yang
diangkut hanya mencapai 18,3 %, ditimbun 10,46 %, dibuat kompos 3,51 %,
dibakar 43,76 % dan lainnya dibuang di pekarangan pinggir sungai atau tanah
kosong sebesar 24,24 % .(Bappenas, 1995)
Rendahnya

penanganan

tersebut

selain

disebabkan

oleh

semakin

meningkatnya penduduk perkotaan, juga terbatasnya kendaraan pengangkut


sampah, serta sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah
lingkungan. Besarnya timbunan sampah yang belum tertangani, menyebabkan

berbagai fenomena permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi


penduduk perkotaan. Selain menimbulkan bahu dan sumber berbagai penyakit
menular, juga pudarnya nilai-nilai keindahan kota karena maraknya tumpukantumpukan sampah. (Waryono, 2008)
Jumlah rumah tangga akan menentukan jumlah sampah yang dihasilkan.
Pengelolaan dan pengangkutan sampah menjadi masalah tersendiri yang masih
sulit untuk diatasi. Bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan timbulan
sampah yang tidak dikehendaki dan pada akhirnya akan mencemari lingkungan.
Berdasarkan Pasal 19 UU RI No. 18 Th. 2008 mengatur bahwa Pengurangan
sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah. Dan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Th. 2012 Pasal 12 bahwa
Produsen wajib melakukan pembatasan timbulan sampah dengan: a. menyusun
rencana dan/atau program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha
dan/atau kegiatannya; dan/atau b. menghasilkan produk dengan menggunakan
kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan yang menimbulkan sampah
sesedikit mungkin.
Ditinjau dari kepentingan kelestarian lingkungan, sampah yang bersifat
organik tidak begitu bermasalah karena dengan mudah dapat dirombak oleh
mikrobia menjadi bahan yang mudah menyatu kembali dengan alam. Sebaliknya
sampah anorganik sukar terombak dan menjadi bahan pencemar. Pencemaran
lingkungan umumnya berasal dari sampah yang melonggok pada suatu tempat
penampungan atau pembuangan. Perombakan sampah organik dalam suasana
anaerob akan menimbulkan bau tak sedap. Makin tinggi kandungan protein dalam
sampah, makin tak sedap bau yang ditimbulkan. Dampak lain karena timbunan
sampah dalam jumlah besar adalah lingkungan yang kotor dan pemandangan yang
kumuh.
Timbunan sampah menjadi sarang bagi vektor dan penyakit. Tikus, lalat,
nyamuk akan berkembang biak dengan pesat. Ruang yang ada dicelah-celah
sampah dapat berupa ban, kaleng bekas, kardus, dan lain-lain merupakan hunian
yang ideal bagi tikus. Lalat pada umumnya berkembangbiak pada sampah
organik, terutama pada sampah yang banyak mengandung protein, seperti sisa
makanan. Suasana yang lembab dan hangat sangat cocok untuk habitat nyamuk.

Sampah organik menyediakan sumber makanan yang melimpah bagi mereka.


(Yuwono, 2010)
Bagi negara berkembang dan beriklim tropis seperti Indonesia, faktor
musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Dalam hal ini, musim
bisa terkait musim hujan dan kemarau, tetapi dapat juga berarti musim buahbuahan tertentu. Di samping itu, berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh faktor
sosial budaya lainnya. Oleh karenanya, sebaiknya evaluasi timbulan sampah
dilakukan beberapa kali dalam satu tahun. Timbulan sampah dapat diperoleh
dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar yang sudah tersedia. Timbulan
sampah ini dinyatakan sebagai: 1) Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari, kg/bed/hari
dsb dan 2) Satuan volume: L/o/hari, L/m2/hari, L/bed/hari dsb. Di Indonesia
umumnya menerapkan satuan volume. Penggunaan satuan volume dapat
menimbulkan kesalahan dalam interpretasi karena terdapat faktor kompaksi yang
harus diperhitungkan. Sebagai ilustrasi, 10 unit wadah yang berisi air masingmasing 100 liter, bila air tersebut disatukan dalam wadah yang besar, maka akan
tetap berisi 1000 liter air. Namun 10 unit wadah yang berisi sampah 100 liter, bila
sampah tersebut disatukan dalam sebuah wadah, maka volume sampah akan
berkurang karena mengalami kompaksi. Berat sampah akan tetap. Terdapat faktor
kompaksi yaitu densitas (Damanhuri, 2010).
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa
mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian
sistem pengelolaan persampahan. Prakiraan rerata timbulan sampah akan
merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan.
Satuan timbulan sampah ini biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas
per orang atau per unit bangunan dan sebagainya. Bagi kota-kota di negara
berkembang, dalam hal mengkaji besaran timbulan sampah, agaknya perlu
diperhitungkan adanya faktor pendaurulangan sampah mulai dari sumbernya
sampai di TPA. Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke
hari, antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan
negara lainnya. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain :1)
Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya 2) Tingkat hidup: makin tinggi
tingkat hidup masyarakat, makin besar timbulan sampahnya 3) Musim: di negara

Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum pada musim panas 4)
Cara hidup dan mobilitas penduduk 5) Iklim: di negara Barat, debu hasil
pembakaran alat pemanas akan bertambah pada musim dingin 6) Cara
penanganan makanannya (Damanhuri, 2010).
Contoh gambaran tentang timbulan sampah, beberapa angka tentang
timbulan sampah diberikan di bawah ini, yang merupakan rangkuman dari
beberapa laporan hasil penelitian.
Tabel 3.1 Timbulan Sampah di Beberapa Negara (Damanhuri, 2010)

Jumlah timbulan sampah biasanya akan berhubungan dengan elemen-elemen


pengelolaan sampah antara lain: 1) Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat
pengumpulan, dan pengangkutan 2) Perencanaan rute pengangkutan 3) Fasilitas
untuk daur ulang dan 4) Luas dan jenis TPA. (Damanhuri, 2010)
Menurut SNI 19-3964-1995, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka
untuk menghitung
besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai berikut:

Satuan timbulan sampah kota besar = 2 2,5 L/orang/hari, atau = 0,4 0,5

kg/orang/hari
Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 2 L/orang/hari, atau =
0,3 0,4 kg/orang/hari

Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari rumah
tangga, maka untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah tersebut
dapat dianggap sudah meliputi sampah yang ditimbulkan oleh setiap orang dalam
berbagai kegiatan dan berbagai lokasi, baik saat di rumah, jalan, pasar, hotel,
taman, kantor dsb. Namun tambah besar sebuah kota, maka tambah mengecil
porsi sampah dari permukiman, dan tambah membesar porsi sampah non-

permukiman, sehingga asumsi tersebut di atas perlu penyesuaian, seperti contoh di


bawah ini.
Contoh :
Jumlah penduduk sebuah kota = 1 juta orang. Bila satuan timbulan sampah = 2,5
L/orang/hari atau 0,5 kg/orang/hari, maka jumlah sampah dari permukiman adalah
= 2,5x1.000.000 /1000 m3/hari = 2500 m3/hari atau setara dengan 500 ton/hari.
Bila jumlah sampah dari sektor non-permukiman diasumsi berkontribusi 35% dari
total sampah di kota tersebut, maka total sampah yang dihasilkan dari kota
tersebut = 2500/0,65 = 3846 m3/hari, atau = 769 ton/hari. Bila dikonversi
terhadap total penduduk, maka kota tersebut dapat dinyatakan menghasilkan
timbulan sampah sebesar 3846 m3/har/1 juta orang/hari, atau = 3,85 L/orang/hari,
yang merupakan satuan timbulan ekivalensi penduduk.
Tabel 3.2 Jumlah Sampah di Indonesia 2008 (Damanhuri, 2010)

E. Sistem Pengelolaan Sampah


Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang
meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu
dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan
Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis
operasional , aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek
bembiayaan, aspek peran serta masyarakat. Kelima aspek tersebut di atas
ditunjukkan pada gambar berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam
sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis operasional, organisasi, hukum,
pembiayaan dan peran serta masyarakat saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri.

Pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan


urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan,
pemindahan, peng-angkutan, pembuangan/pengolahan

1. Penampungan Sampah
Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber
sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara
penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang
ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga
tidak menggangu lingkungan. . Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas
tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat
bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002).
2. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari
tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola

pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola


individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
a. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian
diangkut ke tempat pembuangan sementara/TPS sebelum dibuang ke TPA.
b. Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat
penampungan sampah komunal yang telah disediakan/ke truk sampah yang
menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses
pemindahan.
3. Pemindahan Sampah
Proses

pemindahan

sampah

adalah

memindahkan

sampah

hasil

pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan


akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo
pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram
dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah
terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur
kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29).
4. Pengangkutan Sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah
dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah
ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga
tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah
yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres,
sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini
Moerdjoko, 2002:29).
Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ke
tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan
permukiman.
5. Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang
sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip

pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi


pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan
sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan
menjadi 3 metode yaitu:
a. Metode Open Dumping
Merupakan

sistem

membuang/menimbun
khusus/pengolahan

sampah

sehingga

pengolahan
disuatu
sistem

ini

sampah

tempat
sering

tanpa

dengan
ada

menimbulkan

hanya

perlakukan
gangguan

pencemaran lingkungan.
b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)
Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang
dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.
c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)
Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah
ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan
penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir
jam operasi.

F. Pengertian 6M
6M adalah suatu upaya pengelolaan sampah rumah tangga yang terdiri atas
beberapa langkah yaitu mengurangi, menggunakan kembali, mengganti,
memisahkan, mendaurulang, dan mengomposkan (Al Muhdhar, 2011).
G. Manfaat 6M
Tindakan 6M ini mampu memproses sampah padat, sludge, dan cair,
misalnya: sampah
domestik dan rumah tangga, hotel, pasar, rumah sakit maupun sampah dan limbah
industri.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Th. 2012 Pasal
2 Pengaturan pengelolaan sampah ini bertujuan untuk:
a. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat; dan
b. menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Keuntungan dan keistimewaan pengolahan sampah dengan Tindakan 6M:

Ekonomis: Pemrosesan sampah komposting menghasilkan pupuk organik dan


biogas yaitu gas metan yang dapat dipakai untuk bahan bakar pada incinerator

dan sebagian besar bisa dijual sebagai LNG.


Membantu melestarikan sumberdaya alam, terutama kompos yang dipakai

untuk pupuk tanaman.


Mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA sehingga dapat
memperpanjang umur tempat pembuangan akhir (TPA), meningkatkan
efisiensi biaya pengangkutan sampah, meningkatnya kondisi sanitasi di

sekitar TPA.
Mengurangi

lingkungan.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dan

meningkatkan pendapatan masyarakat.


Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses

pencemaran

lingkungan

dan

meningkatkan

kebersihan

pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh

buruk sampah tersebut terhadap ternak.


Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang

biak serangga dan binatang pengerat.


Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya
dengan sampah.

Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup

masyarakat.
Keadaan lingkungan

masyarakat.
Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan

yang

baik

mencerminkan

kemajuaan

budaya

suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain
(Chandra, 2007)
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif
bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, seperti berikut.
1. Pengaruh terhadap kesehatan

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai


tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga,

jamur.
Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan vektor
Aedes Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan
sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan

genangan air) (Dinas Kebersihan, 2009)


Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang
menyengat

yang

mengandung

Amonia

Hydrogen,

Solfide

dan

Metylmercaptan (Dinas Kebersihan, 2009).


Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan
banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan tempat

penumpukan sampah (Dinas Kebersihan, 2009)


Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya hidup
dan berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah
yang kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung

ataupun melalui udara.


Penyakit kecacingan
Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan

misalnya luka akibat benda tajam seperti kaca, besi, dan sebagainya
Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain (Mukono,
1995)

2. Pengaruh terhadap lingkungan

Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika lingkungan


menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya banyaknya tebarantebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran udara lingkungan

masyarakat (Dinas Kebersihan, 2009).


Pembuangan sampah ke dalam saluran

pembuangan

air

akan

menyebabkan aliran air akan terganggu dan saluran air akan menjadi

dangkal (Mukono, 2006).


Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-

gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.


Adanya asam organic dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir maka
akan cepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan masyarakat antara
lain jalan, jembatan, saluran air, fasilitas jaringan dan lain-lain (Dinas

Kebersihan, 2009).
Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya

kebakaran lebih luas.


Apabila musim hujan

datang,

sampah

yeng

menumpuk

dapat

menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air

permukaan atau sumur dangkal.


Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat,
seperti jalan, jembatan, dan saluran air (Chandra, 2007).

3. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-

budaya masyarakat setempat.


Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat
dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut

(Mukono, 2006)
Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan

pihak pengelola
Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga

produktifitas masyarakat menurun.


Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar

sehingga dana untuk sektor lain berkurang.


Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah
wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat
setempat.

Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun

dan tidak memiliki nilai ekonomis.


Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas
yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa (Chandra,
2007).

H. Teknik Mengurangi ALISA


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NO 81 TAHUN 2012 Pasal 11 Pengurangan sampah meliputi:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NO 81 TAHUN 2012 dilakukan dengan cara:
a. menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat didaur ulang,
dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam; dan/atau
b. mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk dan/atau
kemasan yang sudah digunakan.
Cara mengurangi antara lain: (1) berbelanja lebih berhati-hati; (2) membuat lebih
banyak makanan di rumah sebagai ganti membeli makanan jadi; (3) membuat
hadiah dan kartu-kartu ucapan sendiri di rumah dengan memanfaatkan bahanbahan sisa kegiatan kita sehari-hari, daripada membeli; (4) memperbaiki pakaian,
mainan, peralatan, dan alat-alat daripada membeli baru; dan (5) menyewa
daripada membeli jika memungkinkan. Jika berbelanja cobalah mengikuti
gagasan-gagasan berikut. (1) Bawalah tas, keranjang, atau kotak ketika
berbelanja; (2) Bawalah daftar belanjaan. Belilah barang yang betul-betul
diperlukan; (3) Hindari benda-benda dengan pembungkus yang berlebihan; (4)
Pilihlah produk-produk yang dapat diisi ulang (contohnya ballpoint); (5) Jika
membeli benda-benda berbungkus, pilihlah pembungkus yang terbuat dari bahan

yang dapat didaurulang atau dapat digunakan kembali; (6) Belilah produk-produk
yang terbuat dari bahan yang mudah didaurulang (contohnya kertas); (7) Jangan
terlalu banyak membeli produk-produk yang mudah dapat dibuang seperti kertas
tisu; (8) Jika ada berbagai ukuran yang tersedia, pilihlah ukuran yang paling besar
yang dapat digunakan; dan (9) Tolaklah tas-tas plastik untuk pembelian satu
barang saja.
I. Teknik Menggunakan Kembali

ALISA

Teknik menggunakan kembali suatu produk untuk tujuan yang sama), yaitu
memanfaatkan wadah-wadah bekas yang dapat dipakai seperti gallon, botol-botol
bekas atau kaleng-kaleng bekas, dan recycle (daur ulang) untuk menerapkan
prinsip mendaur ulang, diantaranya bisa dengan membuat kompos dari sampah
organik, pot-pot dari barang bekas plastik-plastik, ataupun kreatifitas yang lain
sehingga sampah-sampah bisa didaur ulang dan bisa dimanfaatkan kembali.
Pasal 14 Produsen wajib melakukan pemanfaatan kembali sampah dengan:
a. menyusun rencana dan/atau program pemanfaatan kembali sampah sebagai
bagian dari usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan kebijakan dan strategi
pengelolaan sampah;
b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang; dan/atau
c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk diguna ulang.
Menggunakan kembali dapat ditempuh dengan cara: (1) gunakan kembali
botolbotol plastik atau botol-botol gelas yang masih layak; (2) jika mempunyai
banyak barang yang sudah tidak digunakan lagi, berikan kepada orang lain untuk
menggunakan kembali; (4) gunakan kembali kertas-kertas yang telah digunakan
pada satu sisinya untuk: kertas gambar bagi anak, draf surat, lembar belajar bagi
anak, daftar belanjaan, pesan-pesan telepon, permainan anak, dan lain-lain; (5)
berhati-hatilah dalam membuka amplop dan gunakan kembali; dan (6) gunakan
kembali tas-tas plastik dan simpanlah untuk digunakan kembali pada lain waktu.
J. Teknik Mengganti
Mengganti berarti mengganti jenis bahan kebutuhan rumah tangga tertentu
dengan jenis bahan yang lain. Mengganti berarti mengganti dengan pembungkus

barang atau makanan dengan pembungkus yang dapat digunakan kembali, mudah
di daur ulang, atau dikomposkan, dan pisahkan pada saat memasukkan ke tempat
sampah.
Dapat dicontohkan pada kehidupan yang memanfaatkan dengan teknik
mengganti:
-

Penggunaan bahan berulang-ulang, seperti penggunaan kantong plastik yang


secara manja disediakan secara berlimpah bila kita berbelanja di toko.
Membawa kantong sendiri adalah salah satu upaya yang sangat dianjurkan

agar timbulan sampah dapat dikurangi.


Di Jepang, terdapat seni membuat kantong dari kain biasa untuk membawa
barang keperluan sehari-hari termasuk barang yang dibeli dari toko atau
pasar, yaitu Furoshiki (Gambar 5.1). Kain tersebut sebelum digunakan,
biasanya dilipat secara rapi, dan disimpan dalam tas tangan yang digunakan
sehari-hari. Jepang termasuk negara dengan kebijakan Pemerintahnya yang
sangat mendorong upaya 3R (reduce, reuse, recycle), termasuk upaya
pembatasan limbah, bukan saja terhadap penghasil sampah rumah tangga,
juga terhadap kegiatan industri dan pengusaha lainnya

Gambar 8.1. Seni Furoshiki dalam pembatasan sampah melalui


3R (reduce, reuse, recycle) di Jepang (Damanhuri, 2010)
K. Teknik Memisahkan
Memisahkan berarti memisahkan sampah rumah tangga antara sampah
basah dan sampah kering. Sampah basah adalah sampah yang mudah membusuk
seperti sisa makanan dan lainnya. Sampah kering adalah sampah yang tidak

mudah membusuk seperti kertas, plastik, logam, gelas, karet, kain, baterai, dan
sampah rumah tangga lain
Pemisahan komponen sampah: dilakukan secara manual atau mekanis,
Sampah yang bersifat heterogen dipisahkan menjadi komponen-komponennya,
sehingga bersifat lebih homogen. Langkah ini dilakukan untuk keperluan daur
ulang. Demikian pula sampah yang bersifat berbahaya dan beracun (misalnya
sampah laboratorium berupa sisa-sisa zat kimia) sedapat mungkin dipisahkan dari
jenis sampah lainnya, untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan khusus
Cara-cara praktis pemisahan sampah rumah tangga adalah: (1) menyediakan dua
tempat sampah, satu untuk sampah basah dan yang lain untuk sampah kering.
Sangat disarankan untuk merancang almari kabinet di dapur yang dirancang untuk
menunjang pemisahan sampah rumah tangga; (2) memisahkan antara sampah
basah dan sampah kering pada saat memasak serta pada kegiatan sehari-hari; dan
(3) sampah basah dimasukkan ke dalam tempat sampah basah dan sampah kering
dimasukkan ke dalam tempat sampah kering.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau Material Recovery
Facility (MRF) didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pemisahan
dan pengolahan sampah secara terpusat . Kegiatan pokok di MRF ini adalah:

1.

pengolahan lebih lanjut sampah yang telah dipilah di sumbernya


pemisahan & pengolahan langsung komponen sampah kota
peningkatan mutu produk recovery/recycling
Fasilitas pre-processing, merupakan tahap awal pemisahan sampah,
mengetahui jenis sampah yang masuk, meliputi proses-proses sebagai berikut:
Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk.
Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi

jika sampah yang terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi.
2. Fasilitas pemilahan, bisa secara manual maupun mekanis. Secara manual
akan membutuhkan area dan tenaga kerja untuk melakukan pemilahan dengan
cepat, sedangkan secara mekanis akan mempermudah proses pemilahan dan
menghemat waktu. Peralatan mekanis yang digunakan antara lain:
Alat untuk memisahkan berdasarkan ukuran: reciprocating screen,

trommel screen, disc screen.


Alat untuk memisahkan berdasarkan berat jenis: air classifier, pemisahan
inersi, dan flotation.

3.

Fasilitas pengolahan sampah secara fisik, setelah dipilah sampah akan


ditangani menurut jenis dan ukuran material tersebut. Peralatan yang
digunakan antara lain : hammer mill dan shear shredder.

Faktor-faktor yang menentukan fungsi dari MRF adalah :


1. Peranan MRF dalam pengelolaan sampah.
2. Jenis komponen yang diolah.
3. Bentuk sampah yang diserahkan ke MRF.
4. Pengemasan dan penyimpanan produk.
Tabel 9.1. Contoh Bahan, Operasi serta kebutuhan dalam MRF

Gambar. 9.1. Peralatan Pemisahan Sampah


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Th. 2012 Pasal 17
1) Pemilahan sampah dilakukan oleh:
a. setiap orang pada sumbernya;
b. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan
c. pemerintah kabupaten/kota.

2) Pemilahan dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling


sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan
berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mudah terurai;
c. sampah yang dapat digunakan kembali;
d. sampah yang dapat didaur ulang; dan
e. sampah lainnya.
3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dalam
melakukan pemilahan sampah wajib menyediakan sarana pemilahan sampah skala
kawasan.
4)

Pemerintah kabupaten/kota menyediakan sarana pemilahan sampah skala

kabupaten/kota.
Dalam Pasal 22 UU/2008 tersebut juga diatur mengenai mengenai
penanganan sampah, yang meliputi: pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
Pemilahan sampah plastik yang dilakukan saat ini masih dilakukan oleh
pelaku daur ulang yang pertama yaitu pemulung/perangkas. Pemulung/perangkas
biasanya mulai memilah sampah menurut jenisnya langsung di tempat sampah
atau di TPS. Salah satu hal yang menyulitkan pelaku daur ulang sampah adalah
masih tercampurnya berbagai jenis sampah sehingga tidak jarang terjadi
kontaminasi terhadap sampah plastik. Hal inilah yang menyebabkan adanya
aktivitas tambahan di tingkat lapak maupun bandar dalam melakukan daur ulang
terhadap sampah plastik. Aktivitas tambahan ini berupa aktivitas pencucian
sampah plastik dari bahan/kotoran yang melekat pada plastik. Kotoran ini apabila
tidak dibersihkan akan menyebabkan kontaminasi dalam proses daur ulang
plastik, yang pada akhirnya menyebabkan kualitas plastik daur ulang menjadi
rendah, dan bahkan tidak jarang pula sampah plastik menjadi tidak dapat diaur
ulang. Dalam upayanya memisahkan jenis sampah antara sampah basah dan
sampah kering, pemerintah telah memasang di banyak tempat, terutama di pinggir

jalan, tempat sampah yang langsung membagi menjadi dua (2) jenis sampah
(sampah basah dan kering).
Untuk jenis sampah plastik, pemulung, lapak maupun bandar membagi
menjadi 8 kategori yaitu: 1. Plastik putih/bening. 2. Plastik botol. 3. Plastik gelas
4. Plastik PE-putih. 5. Plastik bak. 6. Plastik atom. 7. Plastik campur. 8. Plastik tas
kresek.
Aktivitas selanjutnya setelah dipilah berdasarkan jenisnya adalah aktivitas
kompaksi. Proses yang dilakukan disini adalah memipihkan botol-botol plastik
menjadi tipis. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan menginjaknya. Tetapi cara
ini hanya dilakukan untuk jenis plastik seperti botol plastik bekas air mineral
(jenis LDPE) dan plastik gelas. Untuk jenis plastik bak dan plastik atom proses
kompaksi agak sulit dilakukan karena plastik jenis ini cenderung lebih keras dan
lebih tebal dibandingkan jenis plastik botol dan plastik gelas maupun plastik jenis
lainnya.
Aktivitas akhir yang dilakukan adalah fabrikasi, yaitu proses mengubah
sampah plastik menjadi bijih plastik recycle, dengan menggunakan metode
melting dan peletisasi. Aktivitas fabrikasi biasanya dilakukan pada tingkat industri
recycle, karena teknologi yang digunakan membutuhkan modal yang cukup besar.
Pada aktivitas fabrikasi terdiri dari tahap pemilahan tahap kedua, yaitu
membedakan sampah plastik berdasarkan tipe plastik. Pemilahan kedua ini
dilakukan karena setiap tipe plastik memiliki titik leleh sendiri-sendiri, sehingga
tidak dapat diperlakukan sama. Metode yang digunakan disini adalah dengan
memasukkan serpihan sampah plastik ke dalam cairan seperti air, minyak tanah,
maupun minyak goreng. Perbedaan masssa jenis dari masing-masing tipe plastik
akan menyebabkan serpihan plastik tenggelam dan terapung.
Serpihan plastik yang terapung dipisahkan dengan yang tenggelam.
Setelah dipisahkan, serpihan plastik dilelehkan (melting) dengan menggunakan
temperatur yang disesuaikan dengan tipe plastik. Pada proses ini akan dihasilkan
strand (lelehan plastik yang masih panjang seperti mie). Kemudian masuk pada
bagian penyaringan (filtering) untuk memisahkan antara strand dengan bahan
kontaminasi yang tidak tersaring saat inspeksi (pemilahan tahap I). Strand

selanjutnya masuk ke dalam mesin peletisasi, sehingga dihasilkan bijih plastik


recycle.
L. Teknik Mendaur-ulang ALISA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NO 81 TAHUN 2012 Pasal 13
(1) Produsen wajib melakukan pendauran ulang sampah dengan:
a. menyusun program pendauran ulang sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau
kegiatannya;
b. menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang; dan/atau
c. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang.
(2) Dalam melakukan pendauran ulang sampah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), produsen dapat menunjuk pihak lain.
(3) Pihak lain, dalam melakukan pendauran ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), wajib memiliki izin usaha dan/atau kegiatan.
(4) Dalam hal pendauran ulang sampah untuk menghasilkan kemasan pangan,
pelaksanaan pendauran ulang wajib mengikuti ketentuan peraturan perundanganundangan di bidang pengawasan obat dan makanan.
Sampah anorganik tidak dapat terdegradasi secara alami. Dengan
kreativitas, sampah ini bisa didaur ulang untuk beragam kebutuhan. Ada beberapa
sampah yang bisa dimanfaatkan:
a. Sampah kertas
Sampah kertas bisa dikumpulkan menjadi satu bagian yang dipisahkan
dari sampah lainnya. Selanjutnya bias dibuang ke tempat sampah atau dijual ke
tukang loak, minimal kita sudah memudahkan langkah para pengelola sampah
untuk melakukan pengolahan tingkat lanjut. Kumpulan sampah kertas bisa dibuat
berbagai macam jenis kerajinan tangan, seperti topeng, patung, dan kertas daur
ulang. Nilai jual sampah kertas daur ulang jauh lebih tinggi dari sekadar sampah
kertas biasa. Kertas daur ulang bisa dijual ke pengrajin sebagai bahan pembuat
kerajinan tangan.
b. Sampah kaleng

Banyak sekali kemasan kaleng yang digunakan untuk barang-barang


keperluan sehari-hari. Sementara sumber daya tambang tidak dapat diperbaharui,
jika bisa pun butuh waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membentuknya.
Suatu saat bahan tambang tersebut akan habis dieksplorasi. Oleh karena itu, akan
bijak jika kita ikut andil dalam gerakan menyukseskan daur ulang. Kaleng baja
100% dapat didaur ulang karena siklus hidupnya tidak akan pernah berakhir.
Perlakuan kaleng bekas tergantung jenis kegunaan wadahnya. Kaleng cat harus
dibersihkan dari sisa-sisa catnya dengan kertas koran dan biarkan kering,
kemudian bisa dimanfaatkan kembali sebagai pot bunga dan sebagainya. Kaleng
yang mengandung aerosol, seperti parfum dan cat semprot harus ditangani hatihati, jangan ditusuk atau digepengkan. Untuk kaleng drum bisa dimanfaatkan
sebagai tempat sampah atau pot.
c. Sampah botol
Botol beling memiliki nilai tinggi, apalagi masih utuh. Jika sudah tidak
utuh akan didaur ulang lagi bersama dengan berbagai jenis kaca lainnya untuk
dicetak menjadi botol baru. Harga sampah botol bekas minuman lebih rendah
karena bentuknya khusus sehingga pembelinya terbatas perusahaan minuman itu.
Botol kecap lebih mahal karena banyak produk yang bisa dikemas dengan botol
itu.
d. Sampah plastik
Saat ini sudah banyak kerajinan yang dibuat dengan bahan dasar sampah
plastik seperti tas, dompet, cover meja, tempat tisu dan lain-lain.
e. Sampah kain
Sampah kain bisa digunakan untuk cuci motor atau sebagai bahan baku
kerajinan. Pakaian yang sudah tidak terpakai, tapi masih layak pakai bisa
disumbangkan kepada yang membutuhkan, atau dijual dengan harga miring. Sisa
kain atau kain perca juga dimanfaatkan untuk banyak aplikasi bisa selimut, tutup
dispenser, magic jar, dan lainnya.

M. Teknik Mengomposkan

Composting merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik,


misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), sisa makanan dan lain-lain.
Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen,
fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk
tanaman. Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari
dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah
basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil misalnya di pekarangan
rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan
tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos.
Seperti pengomposan sampah yang dilakukan di TPST Bantargebang, Pada
TPST, sampah Perumahan Cipinang Elok dibuang ke dalam sebuah lubang
dengan kedalaman tertentu bersama sampah dari daerah lainnya. Sampah
kemudian dilapisi dengan tanah hingga mencapai ketinggian tertentu. Setelah itu
sampah yang telah terlapisi oleh tanah ditimbun lagi oleh sampah yang baru, dan
seterusnya. Setelah 40 hari, sampah yang ditimbun ini telah berubah menjadi
kompos dan dapat diambil dengan cara pengurugan. Selama masa pengomposan,
sampah yang ditimbun menghasilkan gas metan yang kemudian disalurkan ke
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA). Air lindi yang dihasilkan dari
proses pembusukan disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) untuk
dinetralkan dengan menggunakan teknologi activated sludge system sebelum
dikembalikan ke lingkungan. Teknologi pengelolaan sampah yang diterapkan di
TPST Bantargebang ini dinamakan sanitary landfill. Untuk lebih jelasnya
mengenai teknologi ini, dapat dilihat pada gambar.

N. Peraturan mengenai Sampah

Pasal 10 UU RI No. 18 Th. 2008

Setiap orang wajib melakukan

pengurangan sampah dan penanganan sampah.

Pasal 29 ayat (1) UU RI No. 18 Th. 2008 Setiap orang dilarang:


a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan;
f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir; dan/atau
g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Al Muhdhar, Mimien. 2011. Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar Pengelolaan
Sampah Terpadu Melalui Pendidikan Masyarakat Berbasis Pembudayaan
6M. Malang: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Universitas
Negeri Malang.
Anonim. 2008. Undang-undang RI No.18 Tahun 2008 tentang Pengolahan
Sampah. Jakarta.
Anonim. 2010. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang Persampahan
(Balai Teknik Air
Minum dan Sanitasi Wilayah 2. Surabaya: Wiyung
Anonim. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012
Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga. Jakarta.
Bappenas. 1995. National Urban Environmental Strategy. Jakarta: Bappenas
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.

Damanhuri, Enri. 2010. Diktat Kuliah TL-3104. Bandung: Program Studi Teknik
Lingkungan FTSL ITB 14
Depkes, RI. (1987). Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah. Jakarta :
Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APKTS).
DKP. 2009. Persebaran Lokasi TPU Baru. Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Surabaya. Surabaya.
Gelbert M, Prihanto D, dan Suprihatin A, 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan
Hidup dan Wall Chart . Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup,
PPPGT/VEDC, Malang
Mukono H.J. 1995. Prinsip Dasar Keshatan Lingkungan Airlangga University.
Surabaya.Press
Waryono, Tarsoen. 2008. Konsepsi Penanganan Sampah Perkotaan Secara
Terpadu Berkelanjutan. Jakarta: Bappenas.
Yuwono, Nasih Widya. 2010. Pengelolaan Sampah Yang Ramah Lingkungan Di
Sekolah Yogyakarta: LPPM UGM.

Jurnal bu mimin
6M, adalah suatu upaya pengelolaan sampah rumah tangga yang terdiri atas

beberapa langkah yaitu mengurangi, menggunakan kembali, mengganti,


memisahkan,
mendaurulang, dan mengomposkan. Mengurangi berarti suatu upaya mengurangi
jumlah
sampah yang kita timbulkan; Menggunakan kembali berarti memakai atau
memanfaatkan kembali sampah rumah tangga; Mengganti berarti mengganti jenis
bahan
kebutuhan rumah tangga tertentu dengan jenis bahan yang lain; Memisahkan
berarti
memisahkan sampah rumah tangga antara sampah basah dan sampah kering. yang
sejenis; Mendaurulang berarti memanfaatkan kembali sampah rumah tangga
dengan
mengolahnya terlebih dahulu; Mengomposkan berarti suatu upaya mengolah
sampah
rumah tangga menjadi kompos.
Cara-cara mensukseskan 6M saya contohkan sebagai berikut.
1. Mengurangi
Cara mengurangi antara lain: (1) berbelanja lebih berhati-hati; (2) membuat lebih
banyak makanan di rumah sebagai ganti membeli makanan jadi; (3) membuat
hadiah dan
kartu-kartu ucapan sendiri di rumah dengan memanfaatkan bahan-bahan sisa
kegiatan kita
sehari-hari, daripada membeli; (4) memperbaiki pakaian, mainan, peralatan, dan
alat-alat
daripada membeli baru; dan (5) menyewa daripada membeli jika memungkinkan.
Jika berbelanja cobalah mengikuti gagasan-gagasan berikut. (1) Bawalah tas,
keranjang, atau kotak ketika berbelanja; (2) Bawalah daftar belanjaan. Belilah
barang
yang betul-betul diperlukan; (3) Hindari benda-benda dengan pembungkus yang
berlebihan; (4) Pilihlah produk-produk yang dapat diisi ulang (contohnya
ballpoint); (5)

Jika membeli benda-benda berbungkus, pilihlah pembungkus yang terbuat dari


bahan
yang dapat didaurulang atau dapat digunakan kembali; (6) Belilah produk-produk
yang
terbuat dari bahan yang mudah didaurulang (contohnya kertas); (7) Jangan terlalu
banyak
membeli produk-produk yang mudah dapat dibuang seperti kertas tisu; (8) Jika
ada
berbagai ukuran yang tersedia, pilihlah ukuran yang paling besar yang dapat
digunakan;
dan (9) Tolaklah tas-tas plastik untuk pembelian satu barang saja.
2. Menggunakan kembali
Menggunakan kembali dapat ditempuh dengan cara: (1) gunakan kembali
botolbotol
plastik atau botol-botol gelas yang masih layak; (2) jika mempunyai banyak
barang
yang sudah tidak digunakan lagi, berikan kepada orang lain untuk menggunakan
kembali;
(4) gunakan kembali kertas-kertas yang telah digunakan pada satu sisinya untuk:
kertas
gambar bagi anak, draf surat, lembar belajar bagi anak, daftar belanjaan, pesanpesan
telepon, permainan anak, dan lain-lain; (5) berhati-hatilah dalam membuka
amplop dan
gunakan kembali; dan (6) gunakan kembali tas-tas plastik dan simpanlah untuk
digunakan
kembali pada lain waktu.
3. Mengganti
Gantilah pembungkus barang atau makanan dengan pembungkus yang dapat
digunakan kembali, mudah didaurulang, atau dikomposkan, dan pisahkan pada
saat
memasukkan ke tempat sampah.

4. Memisahkan
Memisahkan berarti memisahkan sampah rumah tangga antara sampah basah dan
sampah kering. Sampah basah adalah sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan dan lainnya. Sampah kering adalah sampah yang tidak mudah
membusuk
seperti kertas, plastik, logam, gelas, karet, kain, baterai, dan sampah rumah tangga
lain
Cara-cara praktis pemisahan sampah rumah tangga adalah: (1) menyediakan dua
tempat sampah, satu untuk sampah basah dan yang lain untuk sampah kering.
Sangat
disarankan untuk merancang almari kabinet di dapur yang dirancang untuk
menunjang
pemisahan sampah rumah tangga; (2) memisahkan antara sampah basah dan
sampah
kering pada saat memasak serta pada kegiatan sehari-hari; dan (3) sampah basah
dimasukkan ke dalam tempat sampah basah dan sampah kering dimasukkan ke
dalam
tempat sampah kering.
5. Mendaurulang
Kegiatan memisahkan antara sampah basah dan sampah kering akan berarti
memperlancar proses daurulang sampah kota, karena sampah yang akan
didaurulang tidak
tercampur aduk dengan sampah lainnya. Daurulang sampah merupakan kegiatan
pemanfaatan sampah dengan proses tertentu. Daurulang meliputi daurulang
sampah
kertas, plastik, kaleng, gelas, dan lain-lain.
6. Mengomposkan
Pengomposan sampah rumah tangga dapat dilakukan bersamaan dengan
pemendaman sampah basah. Sampah basah dimasukkan ke dalam lubang yang
telah
disediakan, dapat dicampur dengan sedikit tanah, dan diberi cacing tanah untuk

mempercepat proses penguraian. Cacing tanah dapat diperoleh dari kebun sendiri
atau
membeli. Pengomposan juga dapat dilakukan tanpa menggunakan cacing tanah.
Berbagai
starter dapat diberikan pada proses pengomposan agar mempercepat penguraian
sampah
menjadi kompos. Starter tersebut dapat dibeli ataupun diproduksi sendiri secara
teknik
sederhana sehingga memungkinkan kemudahan dalam penerapannya. Setelah
sampah
terurai dan menjadi pupuk kompos, maka siap untuk dijual atau digunakan untuk
memupuk tanaman di kebun sendiri.

Anda mungkin juga menyukai