2.1 Sampah
1) Sampah basah (Garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan
organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam
keadaan basah. Yang termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran,
buah-buahan, dedaunan, dsb.
2) Sampah kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik
yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini
dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
a. Sampah kering logam, misalnya kaleng, pipa besi, mur, baud, seng, dan segala
jenis logam yang sudah usang.
b. Sampah kering non logam, yang terdiri atas :
4
8. Sampah pertanian berasal dari sisa-sisa pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan
lagi.
pembuangan sampah akhir yang bersih, rapi, tertib, indah dan kota yang bersih.
Sedangkan secara kuantitatif berupa pelayanan yang semakin memuaskan masyarakat
berdasarkan persentase pelayanan terhadap jumlah penduduk, luas kota, dan jumlah
sampah kota yang terangkut setiap harinya.
Bahan Terbuang
Penyimpanan/
pewadahan
Pengumpulan
Pengolahan
Pemusnahan
p
Gambar 1. Elemen-elemen dalam pengolahan limbah
Sumber : Damanhuri, 1994
2.2.1 Pewadahan sampah
Pewadahan adalah tahap awal proses pengelolaan sampah yang merupakan
usaha menempatkan sampah dalam satu wadah agar tidak berserakan, mencemari
lingkungan, mengganggu kesehatan masyarakat, serta untuk tujuan menjaga
kebersihan dan estetika. Pewadahan dapat bersifat individual dan komunal
(dipakai untuk umum). Pewadahan yang bersifat individual biasanya diterapkan di
daerah komersial, perkantoran dan pemukiman yang teratur. Wadah yang digunakan
bermacam-macam, misalnya ban, plastik, drum (tong), wadah dari kayu, kardus, dan
wadah dari batu bata. Sedangkan pewadahan komunal diterapkan didaerah
pemukiman yang tidak teratur (dari segi bangunan dan jalan) pemukiman yang masih
jarang penduduknya dan dipasar. Wadah yang digunakan yaitu bak sampah dari batu
bata atau kontainer plastik yang besar. Berbeda dari cara konvensional, pengelolaan
sampah terpadu menampung tumpukan sampah dengan membedakan antara sampah
organik dan anorganik.
9
Menurut Salfato (1972) Berdasarkan situasi dan kondisi serta fasilitas yang
tersedia, metode pengumpulan sampah dikategorikan menjadi enam macam yaitu :
4. Sistem pengumpulan dengan cara membuang sampah kesaluran air kotor yang
sebelumnya sampah tersebut dipotong kecil dengan alat pemotong.
5. Sistem pengumpulan sampah tanpa tenaga manusia dan biasanya dipakai
dikomplek pertokoan dan dipasar. Metode ini mengandalkan tekanan udara
sebagai tenaga penggerak sampah.
6. Sistem pengumpulan dengan menggunakan cerobong. Sampah dibuang dari
masing-masing kamar dan secara gravitasi sampah akan jatuh dilantai dasar
yang dilengkapi dengan bak pengumpul.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada tahap
pengumpulan diantaranya adalah :
1. Peletakkan sampah sebelum diambil
Untuk memudahkan truk dalam proses pengumpulan dan pengangkutan
sampah.
2. Waktu dan frekuensi pengumpulan
Pada umumnya pengumpulan dilakukan pada pagi dan siang hari untuk daerah
pemukiman atau malam hari untuk daerah perdagangan dan pasar. Frekuensi
pengumpulan yang terbaik minimum dilakukan setiap hari sekali berdasarkan
pertimbangan sanitasi, tetapi untuk pertimbangan ekonomi dapat dilakukan dua
hari sekali.
3. Tersedianya peralatan yang ada, dengan ditunjang oleh tenaga yang cukup dan
terampil, perlengkapan kerja yang ada serta pembagian tugas maupun jadwal
kerja yang baik.
4. Lokasi penampungan sampah yang memenuhi persyaratan baik dari segi
kapasitas maupun kuantitas.
pintu atau tutup, truk pembawa container,dan lain-lain. Truk bak kayu dan typper
bertugas mengangkut sampah dari lokasi penampungan sementara ke lokasi
penampungan akhir. Truk container bertugas mengangkut sampah di bak container
yang sudah penuh ke tempat pembuangan akhir. Pengangkutan sampah dari tempat
penampungan sementara ke tempat pembuangan akhir ini dilaksanakan oleh petugas
Dinas Kebersihan. Menurut Warsito (1990), syarat-syarat alat angkut sampah yaitu :
1. Terbuat dari logam ataupun melapisi bagian dalam dinding bak dan lantai dengan
logam.
2. Truk terbuka minimal harus tertutup untuk menghindari sampah berceceran dan
berterbangan.
3. Untuk petugas pengangkut harus disediakan pakaian dan perlengkapan kerja
seperti pakaian khusus kerja, topi, sarung tangan, masker, sepatu boat, cangkul,
sekup, garpu.
4. Sesudah membuang sampah ke TPA, truk selalu dalam keadaan bersih.
1. Fungsi ekosistem adalah pada proses dan siklus hara di tanah dan plasma
nutfah sangat erat pada kepentingan lokal spesifik.
2. Nilai ekspor produk kenekaragaman hayati, seperti tourisme, obat-obatan dan
kayu, keuntungannya kembali kepada produsen/ eksportir nasional.
3. Produk pasar nasional (air minum, kayu bakar, getah, minyak atsiri dan hasil
non kayu lainnya).
4. Produk pasar lokal (kayu bakar, hijauan ternak).
5. Produk rumah tangga (pangan, bahan pengrajin).
6. Nilai intangible global seperti penyerapan CO2, ilmu pengetahuan dan iklim .
18
(4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai
program zero waste pada masa mendatang,
(5) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan
lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Semakin baik atau tinggi suatu
variabel kelompok masyarakat maka peran serta masyarakat itu semakin tinggi.
Dinyatakan juga bahwa peran serta masyarakat di daerah dengan tingkat pendapatan
penduduk yang tinggi atau lebih besar daripada peran serta masyarakat di daerah
dengan tingkat pendapatan penduduk sedang. Peran serta dan partisipasi masyarakat
sangat diperlukan dalam menanggulangi keberadaan sampah yang semakin
menumpuk, adanya peran serta yang baik dari masyarakat akan sangat memudahkan
pelaksanaan operasional dilapangan. Peran serta masyarakat berarti masyarakat ikut
serta dan mengikuti serta menyertai pemerintah dalam memberikan bantuan guna
meningkatkan, memperlancar, mempercepat dan menjamin usaha keberhasilan
pembangunan (Santono & Iskandar 1991 dalam Solehati 2005).
Satu diantara bentuk implementasi konsep 3R yang mulai digalakan oleh
masyarakat dan sektor industri adalah mendaur ulang sampah dan berupaya
menghimpun kegiatan yang dapat memanfaatkan sampah untuk didaur ulang.
Pada dasarnya usaha daur ulang maupun pengomposan merupakan usaha
memanfaatkan kembali sampah melalui ekonososiotekno dan keterpaduan antara
pembinaan manusia, sumberdaya dan lingkungan. Pengelolaan terhadap sampah
secara terpadu diperlukan keterlibatan antar semua pelaku seperti pemulung,
masyarakat, industri pengomposan, LSM, Pemda dan berorientasi pada suatu
pemecahan yang menyeluruh mulai dari aspek teknologi, ekonomi, sosial dan politis.
Dengan adanya usaha pemanfaatan dan pengelolaan sampah terpadu berbasis
masyarakat diharapkan dapat mengubah citra sampah dari beban lingkungan dan
memberikan dampak negatif menjadi sumberdaya ekonomi yang memberikan
dampak positif bagi masyarakat serta dapat menunjang kebijakan pembangunan yang
berkelanjutan.
2.7 Peran Pemulung dan Lapak dalam Pengelolaan Sampah
Pemulung merupakan orang yang memungut barang-barang bekas atau
sampah tertentu untuk proses daur ulang. Peran pemulung dalam penanganan sampah
kota sangat penting. Hal ini dikarenakan kegiatan pemulung yang dapat mengatasi
penumpukan sampah di sumber dan tempat pembuangan akhir. Menurut Dinas
21
hanya terdiri dari organisasi yaitu hubungan keterkaitan berbagai pihak (stakeholder)
tetapi dapat juga berupa aturan dan kebijakan yang akan berpengaruh dalam
mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah baik dari segi ekonomi, sosial,
budaya, lingkungan maupun teknologi. Kebijakan dan strategi penanganan sampah
mengacu pada Undang-Undang Lingkungan Hidup yang tertuang dalam
UU No.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu upaya terpadu
dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan
dan pengembangan lingkungan hidup untuk kemudian masing-masing daerah
menjabarkannya dalam bentuk peraturan daerah. Sedangkan definisi dari lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup
termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya
(Hardjosoemantri 2000).
Menurut Djogo et al. (2003) mengatakan bahwa unsur-unsur dan aspek
kelembagaan antara lain meliputi :
1. Institusi yang merupakan landasan untuk membangun tingkah laku sosial
masyarakat
2. Norma tingkah laku yang mengakar dalam masyarakat dan diterima secara
luas untuk melayani tujuan bersama yang mengandung nilai tertentu dan
menghasilkan interaksi antar manusia yang terstruktur.
3. Peraturan dan penegakan aturan/hukum
4. Aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama
dengan dukungan tingkah laku hak dan kewajiban anggota
5. Kode etik
6. Organisasi
7. Insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diizinkan.