Anda di halaman 1dari 17

TEKNIK LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SAMPAH PADAT

Anggota

Decky Cipta Indrashwara


I Gede Andre Suputra
I Putu Gede Wiryawan Ari Putra
Andre Tanjaya

Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Udayana
2014

(1204105001)
(1204105010)
(1204105022)
(1204105038)

I.

Pengertian Sampah

Menurut Kamus Istilah Lingkungan sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai
atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian
barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau
ditolak atau buangan. Sedangkan Dr. Tandjung, M.Sc. mengatakan bahwa sampah
adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula.
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah
cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal,
gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah
organik dan sampah anorganik.
Secara umum sampah didapat dari pemukiman penduduk, tempat umum dan tempat
perdagangan, sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan serta
pertanian.

II.

Jenis Sampah Padat dan Faktor yang Mempengaruhi Jumlahnya

Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada yang berasal dari rumah
tangga, sampah industri, sampah dari pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian,
perkebunan dan peternakan serta sampah dari institusi/kantor/sekolah dll.
Berdasarkan komposisi/ asalnya sampah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang
dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari
dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain ketas, karet dan plastik), tepung,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting.

2. Sampah Anorganik (non-organik)


Sampah anorganik yakni sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati,
baik sebagai produk sintetik maupun hasil pengolahan teknologi bahan tambang,
hasil olahan baan hayati dan sebagainya.
Sampah anorganik dibedakan menjadi :

sampah logam dan produk-produk olahanya,

sampah plastik,

sampah kertas,

sampah kaca dan keramik,

sampah deterjen,

dll.

Sebagian

zat

anorganik

secara

keseluruhan

tidak

dapat

diurai

oleh

alam/mikroorganisme (unbiodegradable). Sedang sebagian lainnya hanya dapat


diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga
misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik dan kaleng.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi
menjadi:
1. Biodegradable
yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik
aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan
perkebunan.
2. Non-biodegradable
yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi
menjadi:

a) Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena


memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
b) Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat
diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan
lain-lain.
Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar dikelompokkan menjadi mudah terbakar, dan
tidak mudah terbakar. Sedangkan berdasarkan ada atau tidaknya membusuk dibagi
menjadi mudah membusuk seperti sisa makanan dan sulit membusuk seperti plastik atau
karet.
Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah maka dikelompokkan menjadi:
1. Sampah Basah (Garbage).
Terdiri dari bahan-bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk (sisa
makanan, buah atau sayuran). Sifat utama dari sampah basah ini banyak
mengandung air dan cepat membusuk terutama pada daerah tropis seperti
Indonesia.
2. Sampah Kering (Rubbish).
Tersusun dari bahan organik maupun anorganik yang sifatnya lambat atau tidak
mudah membusuk. Sampah kering ini terdiri atas dua golongan: Metalic Rubbish
- misalnya pipa besi tua, kaleng-kaleng bekas. Non Metalic Rubbish - misalnya
kertas, kayu, sisa-sisa kain, kaca, mika, keramik, dan batu-batuan
3. Sampah Lembut.
Terdiri dari partikel-partikel kecil, ringan dan mempunyai sifat mudah
beterbangan, yang dapat membahayakan dan mengganggu pernafasan serta mata.
Debu, berasal dari penyapuan lantai rumah atau gedung, debu pengrajin kayu,
debu pabrik kapur,pabrik semen, pabrik tenun, dan lain-lain. Abu berasal dari sisa
pembakaran kayu, abu rokok, abu sekam, sampah yang terbakar, dan lain-lain.
4. Sampah Besar (Bulky Waste).
Merupakan sampah yang berukuran besar, misal : bekas furnitur (kursi,
meja), peralatan rumah tangga (kulkas, TV), dan lain-lain.

5. Sampah Berbahaya dan Beracun (Hazardous Waste).


Merupakan sampah yang berbahaya baik terhadap manusia, hewan maupun
tanaman, yang terdiri dari:
a) Sampah patogen, berupa sampah yang berasal dari rumah sakit dan klinik.
ampah beracun, berupa sisa-sisa pestisida, insektisida, kertas bekas
pembungkus bahan beracun, baterei bekas, dan lain-lain.
b) Sampah radioaktif, berupa sampah bahan-bahan nuklir. Sampah ledakan,
berupa petasan, mesiu dari sampah perang, dan sebagainya.
Kota-kota di dunia pada hakekatnya berkembang dengan karakteristik yang berbedabeda, karena perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis dan
sejarah/kebudayaan. Keadaan geografis kota lebih mempengaruhi fungsi dan bentuk
kota, sedangkan sejarah dan kebudayaan akan mempengaruhi karakteristik dan sifat
kemasyarakatan Kota (Branch, 1995: 37-38).
Menurut Azwar (1993:18) kota adalah suatu wilayah geografis tempat bermukim
sejumlah penduduk dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi, kegiatan
utamanya di sektor non agraris serta mempunyai kelengkapan prasarana dan sarana yang
relatif lebik baik dibandingkan dengan kawasan sekitarnya. Kota dengan daya tarik yang
dimilikinya, agar mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya harus memiliki
penghuni yang aktif, kreatif, bertanggungjawab, juga memiliki sumber modal (Bintarto,
1997:51).
Perkembangan kota yang cepat membawa dampak pada masalah lingkungan. Perilaku
manusia terhadap lingkungan akan menentukan wajah kota, sebaliknya lingkungan juga
akan mempengaruhi perilaku manusia. Lingkungan yang bersih akan meningkatkan
kualitas hidup (Alkadri et al, 1999:159). Perkembangan kota akan diikuti pertambahan
jumlah penduduk, yang juga akan di ikuti oleh masalah masalah sosial dan lingkungan.
Salah satu masalah lingkungan yang muncul adalah masalah persampahan. Permasalahan
lingkungan yang terjadi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Alkadri et al,
1999:163).
Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya
(Hadi, 2000:40). Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah berakibat

terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk


hidup, sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.

III.

Pengelolaan dan Manajemen Sampah

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia
pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah sampah sebanding dengan tingkat
konsumsi kita terhadap barang (material) yang kita gunakan sehari-hari. Jenis sampah
pun sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Persoalan lingkungan yang
selalu menjadi isu besar di hampir seluruh wilayah perkotaan adalah masalah sampah
(Febrianie dalam Kompas 10 Januari 2004).
Arif Rahmanullah dalam Kompas, 13 Agustus 2003 mengatakan bahwa laju
pertumbuhan ekonomi di kota dimungkinkan menjadi daya tarik luar biasa bagi
penduduk untuk hijrah ke kota (urbanisasi). Akibatnya jumlah penduduk semakin
membengkak, konsumsi masyarakat perkotaan melonjak, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan jumlah sampah juga meningkat. Pertambahan jumlah sampah yang tidak
diimbangi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan akan menyebabkan terjadinya
perusakan dan pencemaran lingkungan (Tuti Kustiah, 2005:1). Lebih jauh lagi,
penanganan sampah yang tidak komprehensif akan memicu terjadinya masalah sosial,
seperti amuk massa, bentrok antar warga, pemblokiran fasilitas TPA (Hadi, 2004).
Secara teoritik, untuk mengatasi persoalan sampah mengharuskan dilakukannya
pergeseran pendekatan dari pendekatan ujung-pipa (end-pipe of solution) ke pendekatan
sumber. Dengan pendekatan sumber, maka sampah ditangani pada hulu sebelum sampah
itu sampai ke tempat pengolahan akhir (Syafrudin, 2004:1).
Pada prinsipnya, pendekatan sumber menghendaki dikuranginya produk sampah yang
akan dikirim ke tempat pengolahan akhir. Cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi
sampah antara lain pemilahan sampah dan penerapan prinsip 3R(Reduce, Reuse,
Recycle) atau pengurangan, penggunaan kembali dan mendaur ulang sampah
(Syafruddin, 2004:1).

Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima)
aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima
aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan manajemen,
aspek hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat.
Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek
persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan sistem persampahan memerlukan
suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang jelas. Spesifikasi yang digunakan
adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2454-2002 tentang Tata Cara
Pengelolaan Sampah di Permukiman. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat
integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu:
penampungan/pewadahan,

pengumpulan,

pemindahan,

pengangkutan,

pembuangan/pengolahan.
Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan
sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan,
ekonomi,

teknik,

konservasi,

estetika

dan

pertimbangan

lingkungan

(Tchobanoglous,1997:363).
Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah
penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum
dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah
menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak menggangu lingkungan.
Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas tingkat pelayanan adalah kapasitas
peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat bahan dan lokasi penempatan (SNI 192454-2002).
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari tempat
penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan
sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola individual dan pola
komunal (SNI 19-2454-2002).
Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam
alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan

untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan
container pengangkut dan atau ram dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002).
Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai
sampah tersebut bercampur kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29).
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat
penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir.
Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan yang
diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu
yang dilengkapi alat pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat
(Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Tujuan pengangkutan sampah adalah
menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari
kawasan perkotaan dan permukiman.
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari
semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir
sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi
tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 192454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, secara umum
teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu
a. Metode Open Dumping
Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu
sampah dihamparkan disuatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah
lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan.
Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk,
menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus,
lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering
juga menimbulkan masalah pencemaran air.

b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)

Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan
sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan
sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau
setelah mencapai periode tertentu.

c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)


Landfill adalah penimbunan sampah pada suatu lubang tanah, dan ini bukanlah
metode yang berdiri sendiri. Karena dapat juga sistem campuran, yang
disebabkan oleh air mengalir, menembus tempat ini, ketika air hujan berinfiltrasi
ke permukaan landfill, dan ketika air ini mengalir keluar dari landfill akan
membawa berbagai mineral dan zat organik dalam bentuk suspensi yang tak dapat
dipisahkan.
Jumlah dari hasil saringan berhubungan dengan suhu dan sifat geologi tanah,
maka aliran air akan cenderung berbentuk vertikal dan tak mempengaruhi sumber
air tanah dan tidak akan menyebabkan polusi yang berasal dari landfill.
Leaching secara horizontal sampai pada titik celah kedap air dan menyebabkan
terkontaminasinya air permukaan, sanitary landfill sebagai suatu tempat untuk
pembuangan sampah padat tanah tanpa menimbulkan bahaya atau gangguan
kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Prosedur

Ada dua metode yaitu area method dan trench method. Metode trench
disebut sebagai metode pemotongan dan pengisian.
Sebuah trench (Parit) digali di bawah permukaan tanah dan sampah ditempatkan
dalam parit dan ditutup. Cara lain yaitu dua buah parit digali sekaligus, sampah
diisikan pada salah satu parit dan lumpur dari salah satu lubang galian digunakan
sebagai material penutup.
Jika lokasi landfill yang direncanakan terletak di bawah tanjakan seperti lembah
atau ngarai, metode area digunakan. Lokasi landfill lebih tinggi dari tempat lain
yang ada disekitarnya, maka metode pengisian area landfill digunakan.

Gambar Area Method

Gambar Trench Method

Pemilihan letak dan struktur geologi

Suatu hal yang perlu dipertimbangkan suatu sanitary landfill adalah struktur
geologi dan topografi serta permeabilitas dari tanah. Pertimbangan lain adalah
kedalaman air tanah, lapisan tanah sampai lapisan batuan. Lokasi landfill akan
menimbulkan efek yang merugikan bagi air permukaan dan air tanah yang
terletak di bawah dasar landfill. Dalam keadaan demikian, maka tanah dapat
diberikan beberapa renovasi untuk menghadapi leachate. Dengan cara demikian
dapat ditingkatkan kualitasnya sebelum dipisahkan dengan air permukaan atau air
tanah, aliran dari tanah ini dapat membentuk suatu materiil penutup. Sehingga
dapat menciptakan suatu renovasi yang optimum menghadapi leachate.
Lokasi landfill harus dipilih secara teliti dari lokasi yang tersedia yaitu basah dan
berlumpur dapat digunakan sebagai tempat yang baik dan cukup luas bagi santary
landfill.

Ketika sebuah sanitary landfill ditempatkan pada area yang tersebar dekat dengan
suplay air bersih, hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman dari tempat
bebatuan dan air tanah.
Mekanisme dari formasi leachate tak diketahui secara pasti, penelitian terakhir
yang dilakukan oleh Fungaroli dan Stuiner (1969). Bahwa leachate sebagian besar
merupakan akibat dari sanitary landfill. Metode hidrologi menunjukkan dengan
sedikit air hujan maka leachate akan terbentuk, maka sanitary landfill dipikirkan
keberadaannya sebagai sumber polusi.

Peralatan untuk penimbunan limbah dan pengoperasiannya

Culham (1969), Stone dan Courad (1969) menyelidiki suatu jenis landfill yang
lebih besar diperoleh suatu peralatan tambah untuk mengerjakan hal-hal tertentu,
alat pengikis yang cepat untuk mengangkut dan menyingkirkan material yang
menutupinya, sebuah alat penyiram pengontrol/debu, jenis peralatan tanah yang
langsung dioperasikan, traktor, bulldozer.
Sanitary landfill mempunyai potensi untuk dimanfaatkan tanah-tanah yang
sebelumnya tidak dapat dipakai. Sehingga besar dimanfaatkan kembali, sehingga
menambah nilai ekonomis.

Aktifitas biologi

Dari sisi kehidupan sebuah sanitary landfill akan mengalami, proses dekomposisi,
secara aerob maupun anaerob ketika pertama kali material diletakkan dalam
pengisian, maka proses dekomposisi mengarah pada peristiwa aerob, ketika
komponen oksigen dikonsumsi, maka landfill dianggap mengalami kondisi
anaerob, lamanya tergantung pada suhu dan oksigen yang tersedia. Periode
dekomposisi aerob lebih cepat dibanding dengan periode anaerob dalam proses
ini.

Hasil yang diperoleh dari dekomposisi aerob adalah asam dan alkohol, yang
dikonsumsi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan methana dan karbon
dioksida. Gas methana menyebabkan kondisi gas masuk ke rumah. Fist (1967)

melaporkan konsentrasi ledakan dalam penelitiannya gas lain yang diproduksi


secara anaerob adalah hidrogen sulfida yang berbau busuk dan mudah meledak.
Untuk itu pada system Sanitary Landfill terdapat pipa-pipa yang akan
menyalurkan Gas Metana yang terbentuk ke udara bebas agar menghindari
menumpuknya Gas Metana di dalam timbunan yang akan menyebabkan
terjadinya ledakan sewaktu-waktu.
Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan sampah yang
dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan sampah perkotaan
memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian diharapkan sistem pengelolaan sampah
ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari retribusi (Dit.Jend. Tata Perkotaan dan
Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).
Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa peraturan-peraturan daerah
yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan yang meliputi (Hartoyo,
1998:8):
a) Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan.
b) Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan.
c) Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan
kebersihan
Peraturanperaturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab pengelola
kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pembayaran
retribusi.
Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah suatu wilayah.
Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana orang sebagai
konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi
kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat
penting karena peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, masyarakat lebih mempercayai
proyek/program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaan (LP3B Buleleng-Clean Up Bali, 2003).

Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah antara lain:
pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas pembayaran retribusi sampah, adanya
iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan kerja bakti, penyediaan tempat sampah.
M Gempur Adnan, Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, mengatakan sebagai pengganti sistem penumpukan sampah di tempat
pembuangan akhir yang banyak diprotes masyarakat, pemerintah kini mendorong
penerapan pengelolaan sampah dengan sistem 3R (reuse, reduce, dan recycle) pada skala
kota.
Program pengelolaan sampah terpadu dengan prinsip pengunaan kembali, daur ulang dan
pengurangan (reuse, recycle, reduce/3R) ini bermanfaat untuk menjaga kelestarian
lingkungan. Dengan prinsip tersebut, jumlah sampah yang dibuang ke TPA tinggal 35
persen sehingga meringankan beban TPA sekaligus memperpanjang masa pemakaiannya.
Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menegaskan
bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif sejak hulu sampai hilir.
Pada tingkat perumahan atau kelurahan, dilakukan kegiatan pengurangan sampah melalui
program 3R.
Dalam pengelolaan menuju zero waste, proses pemilahan dan pengolahan harus
dilaksanakan di sumber sampah, baik bersamaan maupun secara berurutan dengan
pewadahan sampah. Pengelolaan sampah diawali dari lokasi timbulan sampah atau
produsen sampah. Sampah dipisah antara sampah organik dan sampah anorganik, dan
ditempatkan pada wadah sampah yang berbeda.
Sampah organik untuk diproses menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik biasanya
dimanfaatkan untuk didaur ulang maupun dimanfaatkan kembali. Proses selanjutnya baik
pengumpulan, pemindahan maupun pengangkutan sampah yang telah terpilah diusahakan
jangan tercampur kembali. Upaya ini untuk meningkatkan efisiensi pengolahan sampah.
Pengolahan-pengolahan sampah padat lainnya antara lain :
a. Insinerasi
Pembakaran sampah dengan menggunakan incenerator adalah salah satu cara
pengolahan sampah padat. Didalam incenerator, sampah dibakar secara terkendali
dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuangan sampah, cara ini

bukan merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih memerlukan
penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat pencemar yang terbawa,
sehingga cara ini masih merupakan intermediate treatment (Sidik et al.,1985).
Salah satu kelebihan incenerator menurut Salvato (1982) adalah dapat
mencegah pencemaran udara dengan syarat incenerator harus beroperasi secara
berkesinambungan selama enam atau tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi
temperatur yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara
hingga mencapai tingkat efisiensi, serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan
bau.
Kelebihan incenerator sebagai alat pengolah sampah juga dikemukakan oleh
Sidik et al. (1985), yaitu meskipun incenerator masih belum sempurna sebagai
sarana pembuangan sampah, akan tetapi terdapat beberapa keuntungan sebagai
berikut :
Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup besar, sekitar 75% hingga 80%

dari sampah awal yang datang tanpa proses pemisahan.


Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering dan bebas dari pembusukan
Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih besar dari 300 ton/hari)
dapat dilengkap dengan peralatan pembangkit listrik
Kelemahan dari pengolahan limbah padat menggunakan metode incinerator

ialah :
Membutuhkan biaya oprasi yang tinggi, selain itu menghasilkan asap
buangan yang dapat mencemari udara serta abu yang dihasilkan memungkinkan
mengandung senyawa kimia yang berbahaya.
b. Pembuatan kompos
Kelebihan dari pembuatan kompos merupakan salah satu cara terbaik untuk
mengurangi timbunan sampah organik. Cara ini sangat cocok diterapkan di
indonesia, karena cara pembuatannya relatif mudah dan tidak membutuhkan biaya
yang besar. Selain itu, kompos dapat dijual sehingga dapat memberikan pemasukan
tambahan atau bahkan menjadi alternatif mata pencaharian.
Kelemahan dari teknik pengolahan limbah dengan metode pembuatan
kompos ialah terbatasnya limbah padat yang digunakan berupa limbah organik saja,
padahal limbah anorganik seperti plastic juga memerlukan pengolahan yang lebih
baik.
c. Daur ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk
digunakan kembali disebut sebagai Daur-ulang. Ada beberapa cara daur ulang yaitu

pengambilan bahan sampah untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan
yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik.

d. Pemulihan energi (Energy recovery)


membuat sampah menjadi bahan bakar langsung boiler untuk menghasilkan uap
panas dan energi listrik melalui turbin.
Proses ini juga dapat dilakukan dengan membuat sampah menjadi bahan bakar tidak
langsung dalam bentuk lain.
Proses ini terdapat 2 (dua) macam yaitu pyrolysis dan gasifikasi. Keduanya
merupakan bentuk proses yang saling berkaitan dengan memberikan perlakuan panas
terhadap sampah dengan suhu yang sangat tinggi dengan batasan ketersediaan
oksigen. Kedua proses tersebut secara umum menggunakan tangki tertutup
bertekanan tinggi.
Pyrolysis pada sampah padat mengubah sampah padat menjadi padatan, cairan dan
gas. Hasil cairan dan gas pyrolysis dapat dijadikan bahan bakar pembangkit listrik
ataupun diolah kembali menjadi produk kimia lain, sedangkan hasil padatan dapat
diolah kembali menjadi produk karbon aktif.
Gasifikasi digunakan untuk mengubah sampah organik menjadi gas sintesis yang
terbentuk dari karbon dioksida (CO2) dan hidrogen (H2). Gas sintesis dijadikan
bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap.

IV.

Dampak Negatif Sampah Dalam Berbagai Bidang

Dampak terhadap Kesehatan


1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit
demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di
daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

3. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya
yang berupa sisa makanan/sampah.

4. Sampah beracun. Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang


meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg).
Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
Dampak terhadap Lingkungan
Pencemaran darat yang dapat ditimbulkan oleh sampah misalnya ditinjau dari segi
kesehatan sebagai tempat bersarang dan menyebarnya bibit penyakit, sedangkan ditinjau
dari segi keindahan, tentu saja menurunnya estetika (tidak sedap dipandang mata).

Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air.
Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal
ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang
dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti
metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
Macam pencemarann perairan yang ditimbulkan oleh sampah misalnya terjadinya
perubahan warna dan bau pada air sungai, penyebaran bahan kimia dan mikroorganisme
yang terbawa air hujan dan meresapnya bahan-bahan berbahaya sehingga mencemari
sumur dan sumber air. Bahan-bahan pencemar yang masuk kedalam air tanah dapat
muncul

ke

permukaan

tanah

melalui

air

sumur

penduduk

dan

mata

air.

Jika bahan pencemar itu berupa B3 (bahan berbahaya dan beracun) misalnya air raksa
(merkuri), chrom, timbale, cadmium, maka akan berbahaya bagi manusia, karena dapat
menyebabkan gangguan pada syaraf, cacat pada bayi, kerusakan sel-sel hati atau ginjal.
Baterai bekas (untuk senter, kamera, sepatu menyala, jam tangan) mengandung merkuri

atau cadmium, jangan di buang disembarang tempat karena B3 didalamnya dapat


meresap ke sumur penduduk.
Macam pencemaran udara yang ditimbulkannya misalnya mengeluarkan bau yang tidak
sedap, debu gas-gas beracun. Pembakaran sampah dapat meningkatkan karbonmonoksida
(CO), karbondioksida (CO2) nitrogen-monoksida (NO), gas belerang, amoniak dan asap
di udara. Asap di udara, asap yang ditimbulkan dari bahan plastik ada yang bersifat
karsinogen, artinya dapat menimbulkan kanker, berhati-hatilah dalam membakar sampah.
Dampak terhadap keadaan Sosial dan Ekonomi
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
2. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
3. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan
secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak
langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
4. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,
drainase, dan lain-lain.
5. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika
sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung
membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering
dibersihkan dan diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai