Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang-undang 18 tahun 2008 Pengelolaan sampah adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah (UU 18 Tahun 2008). Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan,
atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada
material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola
untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber
daya alam (Fitriansyah, 2013).
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya
hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan
keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat
terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya
usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah
yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan
pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan
teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat
mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman,
hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Apresiasi pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan
pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara
mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati penomena di atas maka sangat
diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya
mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau.

1
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengeloaan sampah.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang prinsip pengelolaan sampah.
3. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang sampah reruntuhan bangunan.
4. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang sampah medis.
5. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang sampah radiologi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengolahan Sampah
Menurut Undang-undang 18 tahun 2008 Pengelolaan sampah adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah (UU 18 Tahun 2008). Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan,
atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada
material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola
untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber
daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau
radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat
(Fitriansyah, 2013).
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda satu Negara ke Negara yang
lain (sesuai budaya yang berkembang) , dan hal ini berbeda juga antara
daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , serta rberbeda juga antara daerah
perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya
dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan
industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Pengelolaan sampah memiliki tujuan untuk mengubah sampah menjadi
material yang memiliki nilai ekonomis dan juga untuk mengolah sampah agar
menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup. Metode
pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe
zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah, dan ketersediaan area.

B. Prinsip Penanganan Sampah

3
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penangan sampah misalnya
dengan menerapkan prinsip 5-R.
1. Reduce atau pengurangan adalah kegiatan mengurangi pemakaian suatu
barang atau pola perilaku manusia yang dapat mengurangi produksi
sampah, serta tidak melakukan pola konsumsi yang berlebihan. Contohnya
adalah mengurangi penggunaan barang-barang yang tidak bisa didaur
ulang, dll. 
2. Reuse atau penggunaan kembali adalah kegiatan menggunakan kembali
material atau bahan yang masih layak pakai. Contohnya adalah
menggunakan kembali botol bekas yang masih layak untuk tempat minum,
dll. 
3. Recycle atau mendaur ulang adalah kegiatan mengolah kembali (mendaur
ulang). Pada prinsipnya, kegiatan ini memanfaatkan barang bekas dengan
cara mengolah materinya untuk dapat digunakan lebih lanjut. Contohnya
adalah memanfaatkan dan mengolah sampah organik untuk dijadikan
pupuk kompos, memanfaatkan barang bekas untuk dibuat kerajinan, dll.
4. Replace atau penggantian adalah kegiatan untuk mengganti pemakaian
suatu barang atau memakai barang alternatif yang sifatnya lebih ramah
lingkungan dan dapat digunakan kembali. Upaya ini dinilai dapat
mengubah kebiasaan seseorang yang mempercepat produksi sampah.
Contohnya adalah mengubah penggunaan kertas tisu dengan
menggunakan sapu tangan, dll. 
5. Replant atau penanaman kembali adalah kegiatan penanaman kembali,
sering juga disebut reboisasi. Contohnya adalah melakukan kegiatan
reboisasi hutan mangrove untuk mengurangi global warming.
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin pilihlah barang-
barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang
sekali pakai. Hal ini dapat memeperpanjang waktu pemakaian barang
sebelum ia menjadi sampah. Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:
1. Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi
lainnya.

4
2. Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang.
3. Gunakan baterai yang dapat diisi kembali.
4. Kembangkan manfaat lain dari sampah.
5. Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-ulang.
6. Gunakan peralatan penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis
kembali.
7. Gunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk produk
lain, seperti pakan ternak.
8. Berikan insentif bagi konsumen yang membawa wadah sendiri, atau
wadah belanjaan yang diproduksi oleh swalayan yang bersangkutan
sebagai bukti pelanggan setia.
9. Sediakan perlengkapan untuk pengisian kembali produk umum isi ulang.
10. Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang
C. Sampah Reruntuhan Bangunan
Secara umum pengelolaan sampah puing, terutama di negara-negara maju,
ada tiga yaitu (i) reuse, (ii) recovery dan recycling, dan (iii) landfilling. Reuse
yaitu memanfaatkan kembali material-material yang masih bisa diperbaiki
sesuai dengan fungsinya, misalnya barang-barang furniture. Recovery adalah
usaha untuk mendapatkan material-material yang berharga dari suatu barang
atau benda, misalnya rangka baja pada puing bangunan. Material yang
berhasil di-recovery merupakan bahan baku kegiatan daur ulang (recycling).
Sedangkan pengertian landfilling adalah pembuangan puing di tempat yang
telah ditentukan.
Peluang daur ulang sampah puing tergantung dari market masing-masing
komponen dan kemampuan teknis dalam memisahkan dan memproses
komponen tersebut. Sampah puing antara lain terdiri atas pasir, batu, beton,
perkakas kayu, batu-bata, pecahan kaca, material plastik, asbes, genteng, pipa
air, komponen elektrik, aspal, dan logam atau rangka baja. Bahan-bahan
utama yang di-recovery untuk didaurulang umumnya adalah beton, kayu,
aspal, dan logam. Dalam fasilitas recovery dan daur ulang puing seperti di
Australia, AS, dan Eropa, setelah puing berbahan dasar kayu dipisahkan,

5
sampah puing dibawa dengan front-end loader dimasukan ke pengayak getar
sistem dua tahap (two satges vibrating screen). Pengayak pertama digunakan
untuk memisahkan puing-puing berukuran besar seperti beton, akar dan
materi serupa lainnya. Pengayak kedua terletak dibawah pengayak pertama,
digunakan untuk memisahkan material yang lebih halus dari pecahan beton
dan kontaminan berukuran kecil lainnya. Material yang halus akan lolos
melewati kedua ayakan tersebut untuk kemudian dibawa dengan konveyor ke
pengayak getar kedua, di mana kontaminan dipisahkan. Produk akhirnya
relatif bebas dari debu, kemudian ditumpuk untuk dijual. Puing-puing beton
yang berasal dari reruntuhan jalan, jembatan, dan fondasi bangunan, dapat
dihancurkan untuk kemudian diayak sesuai dengan keperluan. Hasil ayakan
berupa material-material yang kecil dapat digunakan sebagai agregate
bangunan baru atau sebagai bantalan jalan. Sedangkan material yang agak
besar dapat digunakan sebagai koral di tepi jalan atau dam. Material yang
mengandung logam besi seperti bolt atau rangka beton dipisahkan tersendiri.
Sementara itu, puing-puing kayu dapat berupa triplek, particle board, papan
kayu, rangka kayu, dsb. Puing yang biasanya diolah adalah kayu yang
“bersih” karena produk olahannya umumnya digunakan untuk mulsa atau
untuk bahan bakar boiler. Di fasilitas daurulang, sampah puing dibawa ke
tempat terbuka, kemudian diratakan, dan material kayunya dipisahkan secara
manual. Sampah kayu tersebut kemudian dihancurkan dengan wood grinder
menjadi serpihan-serpihan kecil (wood chips), lantas diayak dengan trommel
screener. Logam-logam seperti paku kemudian dipisahkan dengan magnetic
separator. Serpihan kayu yang dihasilkan dari penghancuran tersebut dapat
digunakan untuk mulsa lanskap, bedding ternak, bahan kompos, bahan bakar
boiler, particle board, dan penutup landfill. Puing-puing berbahan baku aspal
dapat dihancurkan dengan hammermill untuk kemudian diayak. Umumnya
puing aspal berasal dari kegiatan renovasi jalan dan trotoar. Material bekas
bongkaran aspal tersbut dapat digunakan sebagai bantalan konstruksi jalan,
atau digunakan kembali untuk membangun trotoar baru (sebagai material
campuran 10-15 persen). Sementara itu, logam yang biasa digunakan untuk

6
penguat bangunan atau sebagai keperluan lainnya dapat dipisahkan sesuai
dengan jenisnya (besi, akumunium, tembaga, dsb.) secara manual atau dengan
magnetic separator. Hasilnya dapat dijual ke industri daurulang.
Contoh kegiatan recovery terhadap sampah puing yang fenomenal adalah
pemanfaatan sampah puing yang berasal dari reruntuhan Gedung World
Trade Center di New York City, korban pengeboman teroris pada tanggal 11
September 2001. Puing-puing beton, yang berjumlah sekitar 1,6 juta ton
sengaja dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil sebagai material yang
dapat dipergunakan lagi untuk berbagai keperluan seperti campuran cor
beton, bantalan jalan, dsb. Sementara itu rongsokan besi, baja dan logam
lainnya di ambil untuk dijual di pabrik pengecoran logam. Namun tidak
semua material puing sempat didaurulang dan tidak semua material dapat
didaurulang. Seperti halnya sampah yang lain, material-material puing yang
tidak termanfaatkan lagi ujung-ujungnya dibuang di TPA (landfilling). Bagi
negara industri, TPA untuk puing biasanya dibedakan dengan TPA sampah
kota. Hal itu sengaja dilakukan karena instalasi dan operasional TPA puing
lebih longgar spesifikasinya sehingga tipping fee-nya relatif murah dibanding
TPA sanitary landfill untuk sampah kota. Pada tahun 2002, di AS
diperkirakan 35-45 persen sampah puing dibuang di TPA yang khusus
diperuntukkan untuknya, sedangkan 20-40 persen yang lainnya dibuang di
TPA sanitary landfill bersama sampah kota.
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa pengelolaan sampah puing tidak
hanya kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan saja, tetapi
juga perlu diperhatikan kemungkinan kegiatan reuse, recovery, dan
daurulangnya. Kegiatan pengelolaan sampah puing, terutama yang diterapkan
oleh beberapa negara maju seperti AS, barangkali dapat diambil sebagai
pelajaran bagi seluruh stakeholder yang terkait dengan penanganan wilayah
pasca bencana. Tentu saja sistem yang hendak diadopsi harus disesuaikan
dahulu dengan situsai dan kondisi lokal sehingga pengelolaannya dapat
berjalan efektif dan aman terhadap lingkungan. Pada level dasar, sistem
pengelolaan sampah puing harus diintegrasikan dengan rencana

7
pembangunan di bidang pengelolaan sampah kota pada umumnya. Sedangkan
pada level di atasnya, pengelolaan sampah kota hendaknya menjadi bagian
yang setara dengan kegiatan rehabilitasi struktur dan infrastruktur lainnya
sehingga nantinya dapat dihindari petaka-petaka yang berasal dari
pengelolaan sampah itu sendiri, seperti petaka TPA longsor, pencemaran
lingkungan, dan sebagainya.

D. Sampah Medis
Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan
atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI
nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis
rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang.
1. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik
padat maupun cair. Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan
medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan,
perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan
beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika
dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam
dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,
pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui

8
sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radioaktif.
b. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut :
 Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif)
 Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit
menular.
c. Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan
cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
d. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan,
pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat
limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan
suhu diatas 1000oc
e. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-
obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi
atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh
pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi
diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang
dihasilkan selama produksi obat-obatan.
f. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan
bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses
sterilisasi, dan riset.
g. Limbah radioaktif

9
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan
radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio
nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan
kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat
berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah
sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
h. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik,
rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-
barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan
dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga
menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non
medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas,
unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien,
sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).
2. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis
adalah sebagai berikut :
a. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan
dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan
dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan
sebabagi berikut :
Golongan A :
 Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari
kamar bedah.
 Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.

10
 Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),
bangkai/jaringan  hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda
tajam lainnya.
Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang
termasuk dalam golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan
pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah
pendahuluan.
a. Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi
dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan
limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi
dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut
hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah
mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut
dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai
tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah.
Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis

11
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.
(Catatan: Autoclaving  adalah pemanasan dengan uap di bawah
tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).
2) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak
mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat
sumur dalam yang aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-
lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong
lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan
dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah
pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan
tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda
tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih
dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak
sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator.
b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa
ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan
yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang
disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong
berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak
rembes, dan disediakan sarana pencuci.

12
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang,
dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi
bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama
sampah lain sambil menunggu pengangkutan.
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal
dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan
awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-
site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara
berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan
pakaian kerja khusus.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah
klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampan tidak menempel pada alat angkut
5) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan
prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang
terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan
lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan
tidak bocor.
b. Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa

13
contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit
antara lain sebagai berikut:
1. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah
lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas;
maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota
(pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup.
Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah
3) Bak Klorinasi
4) Control room (ruang kontrol)
5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
2. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment
System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota,
karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat
bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada
kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara
(aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk
mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan
umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil
dan dikeringkan pada Sludge drying bed  (tempat pengeringan
Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak klorinasi)

14
5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2
petak)
6) Control Room (ruang kontrol)
3. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah
mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff
tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan
menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan
senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk
proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke
bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan
kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan
menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi
nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen
antara lain sebagai berikut :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Septic Tank (inhaff tank)
3) Anaerobic filter
4) Stabilization tank (bak stabilisasi)
5) Chlorination tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga
tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat
tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat
disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
1) Volume septic tank
2) Jumlah anaerobic filter
3) Volume  stabilization tank

15
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

E. Sampah Radiologi
Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik dengan menggunakan semua
modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik
pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif,
ultrasonografi, dan radiasi radio frekuwensi elektromagnetik. Ruang lingkup
pelayanan radiologi meliputi pelayanan radiologi dignostik, radioterapi dan
kedokteran nuklir.
Suatu limbah dikategorikan sebagai limbah berbahaya, jika limbah tersebu
mudah terbakar, secara langsung dapat menyebabkan luka bakar pada kulit,
bersifat tidak setabil atau dapat bereaksi dengan cepat secara kimiawi
membentuk senyawa yang berbahaya, dan dapat membentuk gas yang
berbahaya saat bercampur dengan air atau material lainnya, limbah yang
berupa logam, pestisida, herbisida, atau bahan organik dengan konsentrasi
yang cukup tinggi dapat membahayakan atau bersifat toksik jika dibuang
langsung kelingkungan. Karena itu, limbah-limbah berbahaya tidak dapat
dibuang langsung kelingkungan melainkan dikirim ke tempat pengolahan
limbah.
1. Limbah laboratorium radiologi dental yang termasuk kategori limbah
berbahaya adalah fixer, X-Ray film, lead foil, clener, dan developer.
a. X-Ray flim
sinar Rontgen adalah salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nanometer ke 100
pikometer (sama dengan frekuensi dalam rentang 30 petahertz - 30
exahertz) dan memiliki energi dalam rentang 100 eV - 100 Kev. pada
sistem medis, biasanya xray digunakan sebagai scanner atau pendeteksi
penyakit dan kerusakan pada anatomi tubuh.

16
 Digunakan untuk melihat kondisi tulang, gigi serta organ tubuh
manusia yang lainnya tanpa melakukun pembedahan langsung pada
tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai rontgen.
 Digunakan untuk memusnahkan sel-sel kanker. Hal ini dikenal
sebagai radioterapi.
 Digunakan sebagai alat untuk menyelidiki penyebab dan gejala pada
penyakit pasien / mendiagnosa suatu penyakit.
b. Developer
Developer berfungsi untuk mengubah gambar yang tidak terlihat
menjadi gambar yang terlihat dengan cara mengurangi kristal-kristal
silver bromide (AgBr) menjadi black metalic silver. Faktor yang
penting dalam proses development (pemunculan gambar) yakni waktu
(lamanya proses development), temperatur dari depelover, dan kekuatan
atau konsentrasi developer. Developer bersifat akali (Basa) dan terdiri
dari beberapa bahan kimia, antara lain hydroquinone dan elon/ mentol,
sodium sulfite (potassium sulfite), sodium carbonate (potassium
carbonate), potassium bromide.
c. Fixer
Larutan fixer berfungsi sebagai pembersih film dari kristal silver
bromide yang tidak larut dalam larutan developer atau tidak terexpose/
tertembus sinar x-ray dan juga berfungsi untuk memperkeras film.
Larutan fixer bersifat asam yang berguna untuk menetralisir residu atau
sisa dari larutan developer. Faktor yang dalam proses fixing yakni jenis
bahan fixing, konsentrasi bahan fixing, temperatur larutan fixer, jenis
bahan film, dan bahan pengeras. Larutan fixer terdiri atas bahan fixing/
bahan pengeras, asam asetat, natrium sulfite, kalium alum, air.
d. Clener
Clener berfungsi untuk membersihkan film dari bahan-bahan kimia.
Beberapa clener/ pembersih, khususnya yang sudah dipakai terdiri dari
bahan-bahan kimia seperti : chromium dan formaldehyde atau acetone.
e. Lead

17
Pada radiografi dnetal, lead dapat berasal dari foil. Lead dengan
konsentrasi lebih dari 5 ppm (mg/l) termasuk kedalam limbah
berbahaya. Lead berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Jika didalam tubuh manusia terdapat lead makaakan menimbulkan
kerusakan pada sistem saraf dan otak, perlambatan pertumbuhan, sakit
kepala, ganguan kehamilan, gangguan pencernaan, gangguan pada otot
dan sendi serta ganguan pada sistem reproduksi.
2. Limbah radiografi yang tidak berbahaya
Limbah radiografi tidak berbahaya dapat langsung dibuang kelingkungan
bersamaan dengan hujan ataupun dibuang kealiran sungai. Contoh limbah
radiografi yang tidak berbahaya yakni developer bekas atau telah terlart
air.
a. Developer bekas
Developer bekas atau yang telah terlarut dalam air dikategorikan
kedalam limbah tidak berbahaya karena sudah tidak lagi bersifat
korosif dan iritasi sehingga dapat langsung dibuang kedalam
penampungan limbah bersama dengan bakteri pembusuk karena
larutan developer tersebut dapat mengganggu keseimbangan jumlah
bakteri pembusuk pada tempat tersebut.
3. Penanggulangan limbah radiografi
Limbah yang paling banyak dihasilkan pada laboratorium radiografi
yang berkaitan dengan prosesing film adalah limbah cair yang
mengandung bahan kimia fotografi dan silver yang terlarut dari larutan
fixer atau daru x-ray film. Limbah lainya berupa x-ray film yang sudah
digunakan atau rusak.
Adapun cara menaggulangi limbah-limbah tersebut antara lain adalah
1. Menyimban bahan-bahan radigrafi tersebut dengan baik.
Bahan kimia yang digunakan untuk prosesing foto x-ray merupakan
meterial yang sensitif terhadap temperatur dan cahaya. X-ray film
sebaiknya disimpan pada tempat yang tidak terkena sinar matari
langsung. Bahan-bahan kimiayang ada disimpan sesuai dengan

18
petunjuk pabrik yang tertera. Penyimpanan yang baik dan benar akan
meningkatkan masa pakai bahan-bahan tersebut.
2. Mendaur ulang x-ray film yang telah terpakai
Sebaiknya x-ray film yang telah rusak ataupun sudah tidak digunakan
lagi dikirim pada unit pengolahan limbah untuk memanfaatkan
kembali silver yang terkandung pada x-ray film tersebut.
3. Mengji kembali bahan yang telah sampai masa kadaluarsanya
Bahan yang telah sampai waktu kadalursanya bukan berarti sudah
tidak dapat digunakan lagi dan harus dibuang, tetapi bahan ini dapat
dilakukan pengujian kembali efektivitasnya, bahan-bahan tersebut
mungkin saja masih dapat dipergunakan dan bahan yang sudah tidak
dapat digunakan lagi dapat dikembalikan pada penyedia bahan tersebut
sebagai bahan yang sudah tidak dapat digunakan lagi.
4. Mengoptimalkan prosesing pada bak prosesing
Limbah yang dihasilkan selama prosesing foto x-ray dapat dikurangi
dengan cara menambah amonium tiosulfat, yang akan meningkatkan
jumlah konsentrasi silver yang mengendap pada bak prosesing, dan
dapat juga dengan menambahkan asam asetat pada bak fixer untuk
menjaga agar pH-nya tetap rendah. Pemakaian bahan prosesing dalam
jumlah yang tepat akan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.
Bahan prosesing yang masih dipakai sebaiknya disimpan pada tempat
yang terlindungi dari kemungkinan oksidasi bahan dengan udara.
Bahan developer dalam jumlah sedikit dapat disimpan pada wadah
plastik yang tertutup. Pada tempat penyimpanan tersebut dapat
ditambahkan bola-bola kaca untuk mengaduk bahan prosesing yang
disimpan tersebut sehingga tidak ada bahan yang mengedap saat akan
digunakan. Penyimpanan yang baik akan memperpanjang masa pakai
bahan-bahan prosesing tersebut.
5. Memakai alat pembersih film
Alat pembersih ini biasanya digunakan pada prosesing manual yaitu
dengancara menyapu cairan yang ada pada foto yang sedang diproses.

19
Dengan cara ini akan mengurangi bahan kimia yang terbawa dari satu
bak ke bak yang lain sampai 50% . semakin minimal jumlah larutan
kimiayang tercampur maka akan semakin mudah bahan prosesing
tersebut didaur ulang, memperpanjang masa pakai bak prosesing, dan
mengurangi jumlah bahan-bahan kimia yang harus ditambahkan. Lebih
baik lagi jika menggunakan alat prosesing yang ototmatis. Alat
pembersih film tersebut dapat merusak film yang diprosesing jika
dipakai sebelum bayangan yang terbentuk dalam film tersebut
mengeras, jadi sebaiknya alat pembersih ini dipakai setelah bayangan
yang terbentuk telah mengeras.
6. Mendaur ulang silver dan bahan kimia yang tersisa
Bahan-bahan prosesing terdiri dari developer, fixer dan air. Sebaiknya
masing-masing bahan ini diusahakan tidak saling terkontaminasi . siver
merupakan limbah paling banyak dihasilkan pada prosesing x-ray.
Silver yang terdapat pada limbah radiografi dapat dipisahkan dengan
cara metalic replacement atau dengan alat pemisah elektrolitik.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Undang-undang 18 tahun 2008 Pengelolaan sampah adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah (UU 18 Tahun 2008). Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan,
atau pembuangan dari material sampah. Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan
dalam penangan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 5-R.
Reduce atau pengurangan, Reuse atau penggunaan kembali, Recycle atau
mendaur ulang, Replace atau penggantian, Replant atau penanaman kembali.
Secara umum pengelolaan sampah puing, terutama di negara-negara maju,
ada tiga yaitu (i) reuse, (ii) recovery dan recycling, dan (iii) landfilling.
Sampah puing antara lain terdiri atas pasir, batu, beton, perkakas kayu, batu-
bata, pecahan kaca, material plastik, asbes, genteng, pipa air, komponen
elektrik, aspal, dan logam atau rangka baja. pengelolaan sampah puing tidak
hanya kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan saja, tetapi
juga perlu diperhatikan kemungkinan kegiatan reuse, recovery, dan
daurulangnya.
Limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor :
1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit,

21
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Bentuk limbah medis
bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut : Limbah benda tajam, Limbah
infeksius, Limbah jaringan tubuh, Limbah sitotoksik, Limbah farmasi,
Limbah kimia, Limbah radioaktif, Limbah Plastik. Pengelolaan Limbah
Rumah Sakit : Pemisahan, Penampungan, Pengangkutan
Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik dengan menggunakan semua
modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik
pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif,
ultrasonografi, dan radiasi radio frekuwensi elektromagnetik. Ruang lingkup
pelayanan radiologi meliputi pelayanan radiologi dignostik, radioterapi dan
kedokteran nuklir. Limbah laboratorium radiologi dental yang termasuk
kategori limbah berbahaya adalah fixer, X-Ray film, lead foil, clener, dan
developer. Penanggulangan limbah radiografi : Menyimban bahan-bahan
radigrafi tersebut dengan baik, Mendaur ulang x-ray film yang telah terpakai,
Mengji kembali bahan yang telah sampai masa kadaluarsanya,
Mengoptimalkan prosesing pada bak prosesing, Memakai alat pembersih
film, Mendaur ulang silver dan bahan kimia yang tersisa

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui tetntang
sampah reruntuhan bangunan, sampah medis dan radiologi dan dapat
menerepakan penanganan sampah dalam kehidupan sehari-hari.

22
DAFTAR PUSTAKA

Fitriansyah, Muhammad. 2013. Pengelolaan Sampah. http://muhammad


fitriansyah pengelolaansampah.co.id/. diakses 15 April 2017
Earth, Safe You. 2013. Prinsip Pengelolaan 5- R
http://safeyourearth.co.id/2013/11/pengertian-5r
reducereuserecyclereplace.html. Diakses 15 April 2017.
Caniago, Ansar. 2013 Pengelolaan Rumah Sampah Rumah Sakit dan
Permasalahannya.https://ansharcaniago.com/2013/02/24/pengelolaan-
sampahlimbah-rumah-sakit-dan-permasalahannya/ diakses 16 April 2017.
Wahyono, Sri. 2010. Mendaur Ulang Sampah Medis.
http://sriwahyono.blogspot.co.id/2010/07/merecovery-dan-mendaur-ulang-
sampah.html. Diakses 16 April 2017.
Susanti, Yollanda. 2007. Limbah Bahan-Bahan Prosesing di Laboratorium
Medan. USU e-Repository.

23

Anda mungkin juga menyukai