Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH PENGELOLAAN SAMPAH DAN IPST

A. PENDAHULUAN
Indonesia termasuk ke dalam 10 besar Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
dunia. Jumlah penduduk yang banyak tersebut berpengaruh pada jumlah sampah yang
dihasilkan. Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin banyak jumlah sampah yang dihasilkan.
Perkembangan industri dan teknologi juga dapat membawa dampak negatif salah satunya
menambah volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Hal ini tidak
menutup kemungkinan menimbulkan sejumlah persoalan lanjutan, diantaranya adalah produksi
sampah dan pembuangannya. Pada tahun 2020 jumlah timbulan sampah nasional sebanyak 67,8
ton. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan jumlah sampah per tahunnya yang mencapai 64 juta
ton. Jenis sampah yang dihasilkan didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60
persen dan sampah plastik yang mencapai 15 persen. Sebelumnya, berdasarkan data The World
Bank tahun 2019, 87 kota pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan
sekitar 1,27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan
sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik.
Permasalahan mengenai sampah adalah masalah nasional sehingga dalam pengelolaannya
harus dilakukan secara komprehensif.. Pola pengelolaan sampah di Indoneisa diantaranya dengan
pembentukan Bank Sampah, peningkatan daur ulang, pembuatan kompos dari sampah organik,
merupakan bentuk penerapan manajemen ekosentris, dimana bentuk tersebut tidak hanya
memusatkan perhatian pada dampak pencemaran pada manusia, tetapi juga pada kehidupan
secara keseluruhan. Beberapa penelitian di Indonesia telah membuktikan tingginya dampak
positif yang dihasilkan dari pengelolaan sampah yang fokus pada pengolahan dan pengurangan
pencemaran serta melibatkan masyarakat atau berbasis komunitas.
B. PEMBAHASAN
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistemmatis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Undang – Undang
Nomor 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan), selain itu pengelolaan sampah
diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas
keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai
ekonomi. Pengelolaan sampah juga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
meningkatkan kualitas lingkungan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Terdapat beberapa cara untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah, yaitu pemadatan
sampah dengan mengurangi volume mekanis, untuk secara kimiawi dengan pembakaran.
Kemudian penghancuran dengan memotong/mengiris, pemisahan dengan upaya mendaur ulang
material atau bahan-bahan untuk ditingkatkan manfaatnya atau diubah menjadi produk lain atau
energi, serta pengeringan merupakan pengurangan kadar air dengan mengurangi volume dan
berat sampah. Selain itu untuk pengelolaan sampah terdapat konsep zero waste, merupakan
konsep pengelolaan sampah yang mengintegrasikan prinsip 3R yaitu reduce, dengan mengurangi
timbunan sampah pada sumbernya. Reuse upaya pemanfaatan kembali sampaj atau barang yang
tidak berguna lagi, dan recycle adalah pendaurulangan sampah yang menjadi barang lebih
bernilai ekonomis. Konsep zero waste memilki tiga manfaat, yaitu mengurangi ketergantungan
terhadap TPA sampah yang semakin sulit didapatkan, meningkatkan efisiensi pengolahan
sampah perkotaan, dan terciptanya peluang usaha bagi masyarakat.
Pengelolaan sampah secara terpadu yang melibatkan proses pengomposan,
pendaurulangan, dan pembakaran (incinerator) dapat mereduksi sampah sampai 96%. Sisa
pembakaran berupa residu hanya tinggal 4% dan residu yang berbentuk abu ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Keberhasilan pengelolaan sampah secara terpadu
tergantung dari partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat
dapat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan,
atau melalui pembuatan kompos dalam skala rumah tangga dan mengurangi penggunaan barang
yang tidak mudah terurai.

Pengolahan sampah juga memiliki skala pengolahan yaitu skala individu, pengolahan
dilakukan oleh penghasil sampah secara langsung di sumbernya (rumah tangga/kantor).
Kemudian skala kawasan, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu
lingkungan/kawasan (perumahan, perkantoran, pasar), untuk lokasi pengolahan skala kawasan
dilakukan di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) prosesnya berupa pemilahan,
pengomposan, penyaringan kompos, pegepakan kompos, dan pencacahan plastik untuk daur
ulang. Dan yang terakhir skala kota, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian
atau seluruh wilayah kota dan dikelola oleh IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu)
Kendala pengelolaan sampah yaitu, meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak
disertai dengan pengetahuan tentang sampah. Kemudian kegagalan dalam daur ulang ataupun
pemanfatatan kembali barang bekas dan juga ketidak-mampuan orang memelihara barangnya
sehingga cepat rusak. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir
sampah, tanah dan formasi yang tidak cocok bagi pembuangan sampah juga mengakibatkan
sulitnya pengelolaan sampah di lahan tempat pembuangan sampah.

C. STUDI KASUS
Pada tahun 2020 terdapat  67,8 juta ton timbunan sampah yang ada di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya
Bakar pada pertengahan tahun tepatnya bulan Juni 2020 kepada wartawan. Sebagian besar
timbunan sampah ini merupakan sampah rumah tangga atau sampah industry kecil yang berupa
sampah plastik. Dapat diamati, sampah plastik sangat banyak ditemui karena kebutuhan akan
jenis plastik sekali pakai seperti kantong belanja, kantong kresek, sedotan plastik, dan wadah
Styrofoam yang sangat banyak. Hal ini tentu saja membuat penumpukan sampah yang luar biasa
yang seharusnya dapat diolah secara IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu) sehingga
jumlah timbunan sampah yang dibuang ke lingkungan dapat dikurangi jumlahnya.
IPST pada sampah plastik ini dapat dilakukan dengan melakukan proses daur ulang
sehingga pembuangan sampah pada lokasi sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat
menghemat penggunaan lahan TPA. Hal yang bisa dilakukan adalah menerapkan 3R (Reduce,
Reuse, Recycle) Treatment and Disposal. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan dan
mengelompokkan sampah plastik berdasarkan kriterianya sehingga sistem pengelolaan yang
dimulai dari perencanaan strategi dan kebijakan serta pelaksanaan penanganan sampah dapat
dilakukan secara benar. Selain itu, perlu dilakukan pembentukan kelembagaan sebagai wadah
yang berwenang dan bertanggung jawab dalam kebersihan sampah rumah tangga dan industry
kecil ini. Kelembagaan ini bisa dilakukan dengan membentuk badan swasta yang dapat
terhubung dengan Dinas Kebersihan wilayah setempat untuk menyusun dan merancang segala
hal yang berkaitan dengan pengelolaan sampah di lingkungan setempat. Maka dari itu,
diperlukan Kerjasama antara masyarakat dan Lembaga yang sudah diberi amanah dengan cara
melakukan retribusi jasa pelayanan kepada Lembaga swasta yang sudah ditunjuk agar Lembaga
itu sendiri dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Dalam pelaksanaan Langkah nyata di lapangan, hal pertama yang dapat dilakukan oleh
Lembaga kebersihan swasta maupun Lembaga kebersihan pemerintahan adalah menetapkan
peraturan atau UU setempat yang dapat mengatur lingkungannya sehingga dapat menjamin
tercapainya sampah yang terorganisir dan terpadu. Peraturan ini dapat berupa jumlah timbunan
sampah yang dikumpulkan, tempat timbunan sampah dapat dikumpulkan dan diambil,
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, serta upaya pendaur ulangan sampah plastik. Secara
proses, timbunan sampah harus melalui proses-proses seperti pembakaran, pengeringan,
pemadatan, penghancuran, pemisahan sehingga timbunan sampah dapat ditingkatkan efisiensi
operasionalnya dan lebih mudah untuk di daur ulang. Selain itu dapat juga dilakukan prinsip 4R.
Yang pertama yaitu Replace (mengganti), contohnya adalah mengganti kebutuhan plastic sekali
pakai dengan produk lain yang lebih efektif serta tidak menimbulkan sampah berlebih. Contoh
nyatanya adalah penggantian penggunaan sedotan plastic dengan sedotan bamboo atau sedotan
stainless steel yang dapat digunakan berulang kali sehingga tidak menimbulkan sampah berlebih.
Yang kedua yaitu Reduce (mengurangi), contohnya dengan mengurangi kebutuhan akan produk
tersebut apabila memang tidak terlalu diperlukan. Contoh nyatanya, apabila kita tidak benar-
benar memerlukan sedotan untuk minum, kita bisa mengurangi penggunaannya dengan minum
langsung melalui gelas tanpa menggunakan sedotan. Yang ketiga adalah Reuse (menggunakan
Kembali). Contohnya untuk bahan-bahan plastic tertentu yang dapat digunakan untuk 2-3x dapat
digunakan sesuai anjuran yang diberikan. Sehingga tidak harus sekali buang. Yang keempat
adalah Recycle (mendaur ulang). Hal ini dapat dilakukan dengan mengolah sampah plastic
menadi bahan tepat guna. Contohnya saja sedotan, kresek plastik dsb dapat diolah menjadi
hiasan atau barang berguna lainnya.
Selain dari kebijakan diatas, hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah
system TPS dan TPA. Dalam membangun TPA sampah, diperlukan beberapa hal yang harus
diperhatikan seperti penentuan jarak dan tempat TPA yang harus tepat. Selain itu diperlukan juga
pentuan system pengumpulan sampah secara Sistim container diangkut (HCS) atau Sistim
container tetap (SCS). Tipe stasiun pemindah juga harus diperhatikan untuk memudahkan dalam
system pengangkutan sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar atau menimbulkan
dampak buruk lainnya. Hal terakhir yang perlu diperhatikan dalam IPST adalah menentukan
metode pengolahan sampah. Pengolahan sampah dilaksanakan sebagai tahap akhir pengelolaan
sampah sebelum dibuang ke alam ataupun supaya dapat dimanfaatkan kembali. Ada beberapa
metode pengolahan sampah yaitu daur ulang, open dumping, sanitary landfill,
insenerasi/pembakaran, serta pengomposan. Untuk sampah plastik sendiri, pengolahan sampah
yang dapat dilakukan dengan sistem pirolisis maupun daur ulang menjadi barang yang lebih
berguna.

Anda mungkin juga menyukai