Anda di halaman 1dari 5

Kendala Penerapan Prinsip Zero Waste untuk Pengelolaan Sampah Daerah Perkotaan

Topik: Masalah lingkungan: tinjauan dalam skala spasial

Soraya Rizka Keumala 15410051

Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Program Studi Perencanaan Wilayah Kota Institut Teknologi Bandung, Indonesia

Abstrak

Sampah merupakan salah satu faktor pencemar lingkungan, baik pencemar air, tanah, maupun udara. Timbulan sampah yang ada tidak terkendali sehingga pada tempat pembuangan akhir (TPA) dibiarkan begitu saja dan mencemari komponen-komponen lingkungan di sekitarnya. Untuk mencegah pencemaran lingkungan, jumlah timbulan sampah yang dikirim ke TPA perlu direduksi, atau bahkan ditiadakan sama sekali. Salah satu caranya yaitu melakukan metode pengelolaan sampah dengan prinsip zero waste. Kata kunci: sampah, zero waste, reduksi timbulan sampah

1.

Pendahuluan

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996). Secara garis besar, sampah terbagi dua: sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat terurai dengan proses alami, sementara sampah anorganik tidak dapat terurai atau terurai dalam jangka waktu yang cukup lama. Sistem pengelolaan sampah di sebagian besar kota di Indonesia masih bersifat konvensional. Sampah-sampah dari rumah tangga maupun fasilitas publik dikumpulkan di suatu tempat, kemudian diangkut ke tempat penampungan berikutnya, dan dikumpulkan lagi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah-sampah yang berada di TPA dinamakan Simbunan sampah. Sebagian besar TPA di Indonesia masih berupa open dumping dengan tingkat kebersihan yang memprihatinkan. Sampah yang dibuang ke TPA dibiarkan membusuk begitu saja. Air lindi yang ditimbulkan oleh sampah merembes ke tanah dan merusak aliran air tanah. Bau busuk dari sampah juga tersebar ke wilayah sekitarnya. Tak jarang sampah-sampah yang menumpuk berserakan di jalanan sekitar karena kapasitas TPA yang sudah tidak dapat menampung timbunan sampah yang ada.

Bangkitan Sampah

Pewadahan

Pengumpulan

Transfer dan Transport

Pemrosesan dan Pemulihan

Pembuangan Akhir

Gambar 1: Diagram elemen pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah yang buruk juga menimbulkan timbulnya penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung. Air tanah dan air permukaan yang tercemar oleh sampah akan menyebarkan bakteri dan jamur yang menyebabkan gangguan saluran pencernaan dan gatal-gatal di kulit. Hewan ternak yang mendapat makanannya dari pakan yang tercemar sampah akan menjadi inang perkembangan cacing Taenia sp. yang merugikan manusia. Selain penyakit, bau busuk dari timbunan sampah juga dapat mengganggu pernafasan. Yang lebih ekstrimnya, gas metana yang terperangkap dalam timbunan sampah suatu waktu dapat meledak jika terkena percikan api akibat gesekan dari pergerakan sampah yang licin akibat air hujan. Ledakan tersebut akan menimbulkan longsoran sampah yang bercampur dengan air hujan dan lumpur, seperti yang terjadi di TPA Leuwigajah pada Februari 2005. Sebuah kota dengan penduduk yang banyak dan padat memerlukan perhatian lebih dalam hal pengelolaan sampah. Mulai dari penempatan dan jumlah TPS yang ada, proses pengangkutan sampah dari perumahan maupun fasilitas publik, hingga pengangkutan sampah menuju lokasi TPA. Menurut data BPS tahun 2000, 384 kota di Indonesia menimbulkan sampah sebesar 8.235,87 ton perhari. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah timbulan sampah perharinya meningkat pula. Timbulan sampah yang banyak memerlukan lahan yang luas untuk menampungnya, sedangkan lahan yang ada untuk sangat terbatas. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, jumlah timbulan sampah harus direduksi bahkan disarankan untuk tidak menimbulkan sampah sehingga jumlah sampah yang dikirim ke TPA sama dengan nol. Prinsip ini dikenal dengan nama zero waste.

2.

Zero Waste dan Prosedurnya

Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

Zero waste adalah suatu prinsip pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada usaha peniadaan jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Prinsip Zero Waste timbul karena semakin langkanya lahan untuk tempat penampungan sampah dan biaya pengelolaan sampah yang semakin tinggi tiap harinya. Oleh karena itu, tercetuslah sebuah gagasan untuk membuat jumlah timbulalan sampah yang dihasilkan menjadi nihil. Proses pengelolaan sampah zero waste sangat sederhana sehingga dapat dimulai dari usaha masing-masing individu. Empat prosedur utama zero waste yakni reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan replace (mengganti). Reduce yang dimaksud adalah mengurangi barang-barang yang digunakan Barangbarang tersebut dapat berupa bahan makanan, kertas, plastik, styrofoam, bungkus kemasan suatu produk, barang elektronik, onderdil kendaraan, maupun material lainnya. Selain mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan setelah nilai guna barang tersebut habis, reduce juga menghemat biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang tersebut. Reuse berarti menggunakan kembali barang-barang bekas namun masih layak untuk dipakai. Dalam memilih barang belanjaan, hindari membeli barang yang cepat rusak Sering kali sampah yang dihasilkan berasal dari barang disposable (sekali pakai), contoh umum yang dapat dilihat di sekitar kita adalah botol pet dan kantong plastik. Kedua barang trsebut tersusun dari material-material yang sangat sulit terurai dan apabila ditimbun di tanah akan mencemari tanah. Recycle atau mendaur ulang adalah suatu proses penggunaan kembali materialmaterial barang yang sudah digunakan. Proses daur ulang ada yang dapat dilakukan dalam skala rumah tangga, ada pula yang harus dilakukan di instalasi tertentu. Daur ulang skala rumah tangga contohnya menggunakan kertas reuse dan kardus bekas, serta composting rumah tangga Proses daur ulang yang dilakukan di instalasi tertentu umumnya dikumpulkan terlebih dahulu dari masyarakat, kemudian dikirim di suatu instalasi daur ulang. Di instalasi tersebut, material yang ada dilelehkan sehingga ikatan-ikatan kimia yang membentuknya terputus dan dirangkai kembali menjadi ikatan-ikatan kimia baru untuk membentuk kemasan yang baru. Barang-barang yang diolah dengan cara tersebut contohnya adalah botol air minum kemasan dan kaca. Yang terakhir, Replace, yaitu mengganti penggunaan barang-barang sekali pakai dengan barang yang dapat digunakan berkali-kali dan ramah lingkungan. Penggunaan botol air mineral dalam kemasan dapat diganti dengan botol refill. Penggunaan kantong plastik dapat diganti dengan tas belanja. Penggantian barang-barang ini ditujukan agar jumlah tibulan sampah yang ada menurun. Pengelolaan sampah dengan prinsip zero waste mewajibakan setiap individu memilah sampah sesuai dengan jenisnya, kemudian mengolah atau mendaur ulang sampah tersebut. Komposting rumah tangga merupakan salah satu usaha pengurangan jumlah timbulan sampah skala kecil. Komposting mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Pupuk hasil komposting mengandung senyawa amonia, fosfat, dan sulfat yang berguna bagi kesuburan tanah. Komposting rumah tangga dapat dilakukan di setiap rumah atau secara komunal di sebuah tempat pengolahan yang dapat mencakup proses komposting untuk sampah-sampah organik dari suatu kawasan. Daur ulang sampah dan barang-barang bekas juga merupakan bagian dari pengelolaan sampah dengan prinsip zero waste. Berbeda dengan komposting, daur ulang biasanya dilakukan untuk sampah-sampah non-organik. Dewasa ini kegiatan mendaur ulang sudah banyak dilakukan baik dalam skala rumah tangga maupun skala besar, seperti yang telah djelaskan sebelumnya. Beberapa usaha rumah tangga sudah memanfaatkan barangbarang bekas untuk dimodifikasi menjadi barang baru yang tidak kalah bagusnya. Barang-

barang daur ulang biasanya tergolong unik serta memikat para konsumen, terutama dari golongan enviromentalis, untuk membelinya.

3.

Kendala dalam Menerapkan Zero Waste

Sampai saat ini belum ada pihak yang benar-benar berhasil menerapkan pengelolaan sampah berpirinsip Zero Waste sampai benar-benar zero. Namun beberapa kota di dunia telah mencanangkan prinsip zero waste dalam pengelolaan sampah. Kota Surabaya menyisihkan sedikitnya Rp 553.000 perharinya untuk membiayai kegiatan pengelolaan sampah (Dinas Kebersihan Kota Surabaya, 1996) dan angka tersebut akan meningkat pertahunnya seiring dengan pertumbuhan penduduk di ibukota Provinsi Jawa Timur tersebut. Untuk meminimalisir dana pengelolaan dan jumlah timbulan sampah, Pemda Kota Surabaya kemudian menerapkan Program 3-R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan berfokus pada pendaurulangan sampah. Pemda Kota Surabaya memanfaatkan jasa-jasa 1.238 pasukan kuning swasta yang memilah-milah sampah rumah tangga dalam skala rumah tangga, TPS, dan TPA. Program yang dilaksanakan dari tahun 1995 hingga 2000 ini berhasil menurunkan jumlah timbulan sampah Kota Surabaya sekitar 11%. Pada dasarnya, pengelolaan sampah berprinsip zero waste sangat mudah untuk dilaksanakan. Pengelolaan sampah sistem konvensional yang selama ini dipakai di Indonesia menghabiskan ratusan juta pertahunnya untuk biaya pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan. Di samping itu, pengelolaan sampah zero waste jauh lebih menguntungkan dan menghemat biaya. Pendaurulangan sampah yang ada bahkan dapat menjadi salah satu lapangan usaha, contohnya kerajinan tas dari sampah kemasan detergen. Meskipun terlihat sederhana, mewujudkan pengelolaan sampah perkotaan yang berprinsip zero waste di Indonesia pada kenyataannya adalah hal yang cukup susah karena masyarakat sudah terbiasa dengan kebiasaan lama, yaitu pengelolaan sampah secara konvensional. Masyarakat menganggap bahwa sampah bukanlah urusan pribadi, melainkan tanggung jawab Dinas Kebersihan. Sehingga masyarakat mempercayakan pengelolaan sampah seratus persen ke Dinas Kebersihan. Selain itu juga sangat sulit untuk merubah paradigma masyarakat tentang pengelolaan sampah. Gaya hidup masyarakat sudah bergeser ke arah disposable society dimana barang-barang bersifat sekali pakai-buang (Hillary Clinton, 2002) dan timbulan sampah semakin meningkat seiring dengan tingkat konsumsi masyarakat. Masyarakat lebih menyukai barang-barang disposable karena dianggap lebih praktis ketimbang barangbarang refillable, tetapi dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan sangat fatal.

4.

Kesimpulan dan Saran

Pengelolaan sampah perkotaan dengan prinsip zero waste bertujuan untuk mereduksi jumlah timbulan sampah yang dikirim ke TPA. Pengelolaan sampah dengan prinsip zero waste dapat dilakukan mulai dari masing-masing individu dengan prosedur 4-R: reduce, reuse, recycle, dan replace. Akan tetapi, untuk mewujudkan program pengelolaan sampah perkotaan berprinsip zero waste adalah hal yang sulit karena dihalangi oleh rendahnya rasa kepedulian masyarakat tentang timbulan sampah yang dapat mencemari

lingkungan dan masyarakat yang sudah biasa dengan sistem pengelolaan sampah secara konvensional. Jika memang benar-benar ingin menerapkan pengelolaan sampah zero waste, banyak hal yang perlu dibenahi terlebih dahulu. Masyarakat harus dibekali pengetahuan yang mendalam tentang sampah, jenis-jenisnya, mudah tidaknya sampah itu terurai, cara pengelolaannya, dan bahayanya bagi lingkungan. Masyarakat perlu mengetahui banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk mengelola sampah tiap harinya, serta kelangkaan lahan untuk TPA, serta keuntungan apa saja yang didapatkan apabila mengikuti prosedur reduce, reuse, recycle, dan replace di atas. Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya mereduksi jumlah sampah yang ada akan tumbuh dan kepedulian terhadap penggunaan kembali barang-barang bekas akan meningkat. Barulah program pengelolaan sampah berprinsip zero waste dapat dicanangkan.

Daftar Acuan
Lombardi, Eric. (2002). Why Your City Should Consider Zero Waste Policies. CRRA Conference Presentation, Oakland, CA. Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Soma, Soekmana. 2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan, Seri: Pengelolaan Sampah Perkotaan. Bogor: IPB Press Undang-undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Waryono, Tarsoen. Kumpulan Makalah Tahun 1987-2008: Konsepsi Penanganan Sampah Perkotaan Secara Terpadu Berkelanjutan. Jakarta: Universitas Indonesia http://elkace.files.wordpress.com/2008/02/penanganan-sampah-perkotaan-terpadu.pdf http://fatahilla.blogspot.com/2009/01/pengelolaan-sampah-perkotaan.html http://www.greenradio.fm/green-living/waste/recycle/1771-zero-waste-say-no-to-waste-selesai http://www.grrn.org/page/zero-waste http://www.zerowaste.org/index.htm

Anda mungkin juga menyukai