Disusun Oleh:
Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
Semarang
2021
A. Pendahaluan
Sampah sudah menjadi masalah yang mengakar dan juga dapat kita temui di
seluruh kota yang ada di Indonesia, bahkan dunia. Setiap hari manusia
menghasilkan sampah dari hasil kegiatan mereka. Sampah dari hari kehari menjadi
bertambah dan kemampuan mengelola sampah menjadi berkurang.
Makassar yang merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan yang
kedudukannya sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan serta
pelayanan jasa yang penduduknya dari tahun ketahun bertambah pesat.
Pertambahan jumlah penduduk di Kota Makassar mengakibatkan peningkatan
produksi sampah. Kondisi persampahan di Kota Makassar masih memprihatinkan.
Masih banyak sampah berserakan dalam wilayah kota dipinggir jalan, pasar, tanah
kosong, sungai, saluran got, utamanya disekitar pemukiman.
Karena semakin banyaknya sampah rumah tangga yang tertumpuk, terkadang
beberapa orang mengambil jalan pintas untuk mengatasi masalah sampah yang
bertumpuk ini dengan cara melakukan pembakaran sampah. Namun, perlu
diketahui, kegiatan pembakaran sampah ini justru menimbulkan permasalahan
lingkungan yang baru bagi masyarakat luas jika dilakukan dengan metode yang
salah. Dalam pelaksanaan pembakaran sampah yang sembarangan tanpa
menyeleksi sampah mana yang bisa dibakar dan yang tidak bisa dibakar inilah
yang menimbulkan masalah lingkungan berupa pencemarah udara yang membuat
polusi serta menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat.
D. Analisis Pembahasan
Penumpukan sampah menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti diare,
thipus, dan sebagainnya. Selain itu, sampah dapat pula menyebabkan perairan
menjadi tercemar, badan-badan air warnaya hitam dan berbau busuk serta dapat
menyebabkan banjir akibat pembuangan sampah yang tidak tepat sehingga
mengancam kelangsungan dan kelestarian lingkungan hidup. Sampah rumah
tangga di Kota Makassar yang jumlahnya sangat banyak, perlu dikelola agar tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap yang akhirnya menimbulkan penyakit dan
kerusakan lingkungan.
Tumpukan sampah yang ada di rumah sangatlah mengganggu pemandangan
dan juga mencemari lingkungan. Agar rumah bersih beberapa orang sering
mengambil jalan pintas untuk membersihkan tumpukan sampah tersebut dengan
membakarnya. Tapi, pilihan untuk membakar sampah merupakan pilihan yang
tidak tepat untuk dilakukan.
Menjaga rumah agar bersih dan sehat dengan cara membakar sampah adalah
salah besar, karena akan menyebabkan polusi udara karena menimbulkan debu dan
asap hitam yang mengganggu. Sampah yang dibakar juga melepaskan
karbondioksida (CO2) yang justru akan memperparah pemanasan global. Selain
itu gas chlor yang dihasilkan dari pembakaran sampah juga dapat merusak
atmosfer bumi.
Tak hanya lingkungan saja, ternyata membakar sampah juga akan
menimbulkan masalah baru bagi kesehatan. Selain melepaskan karbondioksida
(CO2), sampah yang dibakar juga menghasilkan karbonmonoksida (CO) yang
sangat berbahaya. Bila kita menghirup CO, hemoglobin di dalam darah yang
seharusnya berfungsi mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh justru akan
terganggu. Tubuh pun akan kekurangan oksigen, yang bisa berujung dengan
kematian.
Asap hitam yang dihasilkan dari pembakaran sampah akan menghasilkan
hidrokarbon benzopirena yang 350 kali lebih berbahaya dari asap rokok. Ada pula
zat-zat berbahaya lain seperti dioksin yang berasal dari sampah plastik yang
dibakar. Jika dihirup di tempat pembakaran, akan membuat tubuh menjadi sesak
napas, bahkan efek panjangnya dapat memicu penyebab kanker hati.
Polusi udara akibat pembakaran sampah juga sangat berbahaya bagi wanita
hamiil karena bisa menyebabkan bayi dalam kandungan terkena racun yang dapat
mempengaruhi otaknya, sehingga bayi memiliki kemungkinan mengalami
sindrom Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), atau lebih sering
dikenal dengan istilah hiperaktif. Menurut Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 4
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah, Pada Pasal 37 telah dimuat larangan
untuk membakar sampah ditempat terbuka yang dapat menimbulkan polusi dan
atau menggangu lingkungan.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah adalah, “sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat”. Sumber terbentuknya sampah adalah sebagai
berikut:
Sampah dari pemukiman penduduk
Sampah dari tempat umum dan perdagangan
Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah
Sampah dari industri
Sampah pertanian
Sarana dan prasarana yang belum memadai, pola pikir masyarakat yang
keliru dalam mengolah sampah, serta kesadaran diri masyarakat terhadap
kebersihan dan kesehatan lingkungan yang masih minim membuat persentase
penduduk yang membakar sampah cukup tinggi. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, upaya yang dapat diberikan yaitu:
Penanggulangan Emisi Melalui Pendekatan Edukatif
Bentuk penanggulangan ini dapat dilakukan melalui pemberian berbagai
macam pengetahuan mengenai lingkungan untuk memberi pengertian
maupun merubah perilaku. Beberapa bentuk pendekatan yang dapat
dilakukan contohnya dengan pemberian sosialisasi mengenai sampah dan
dampak membakar sampah terhadap lingkungan, serta edukasi mengenai
penerapan 3R dalam kehidupan sehari-hari kepada masyarakat. Bentuk
pendekatan ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak seperti pemerintah,
aktivis-aktivis lingkungan, peneliti atau lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang lingkungan.
Pemberlakuan Sanksi Kepada Masyarakat
Dalam Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Sampah, Pada Pasal 37 telah dimuat larangan untuk
membakar sampah ditempat terbuka yang dapat menimbulkan polusi dan
atau menggangu lingkungan. Hal ini berarti telah ada peraturan atau dasar
hukum yang mengikat bahwa masyarakat tidak boleh membakar sampah
secara terbuka. Namun, peraturan tersebut belum direalisasikan dengan
baik. Sehingga, perlunya pemberlakuan sanksi kepada masyarakat secara
tegas agar kegiatan-kegiatan terkait pengelolaan sampah dalam bentuk
yang keliru dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
Pengadaan Pelayanan Fasilitas Persampahan
Penyediaan fasilitas persampahan di suatu wilayah juga sangat diperlukan
untuk menunjang suatu perubahan. Fasilitas pertama adalah bak kontainer.
Penerapan 3R (Reuse, Reduce, Recycle)
Secara Sederhana Poin penting dalam upaya pengurangan emisi yang
berasal dari pembakaran sampah adalah mengurangi/menekan jumlah
timbulan sampah dari sumbernya. Upaya ini dilakukan melalui penerapan
3R (Reuse, Reduce, Recycle) secara sederhana dengan melibatkan
masyarakat. Apabila tidak ingin melakukan upaya reuse dan reduce secara
pribadi, strategi pengolahan dalam bentuk lain dapat diterapkan seperti
pada Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Kunjang Kota Samarinda dengan
membuat Bank Ramah Lingkungan (Jumar, 2013). Penerapan Recycle
(daur ulang) dapat dilakukan dengan cara pengomposan. Pengomposan
secara optimal diketahui dapat mengurangi volume sampah sebanyak 50-
70%. Berdasarkan penelitian Suprihatin,dkk (2002) dengan menghasilkan
kompos sebanyak 1 ton berpotensi mengurangi 0,21-0,29 ton metana setara
5-7 karbon dioksida. Pengomposan selain dapat bernilai ekonomi, juga
berpotensi terhadap pengurangan jumlah sampah rumah tangga,
mengurangi beban TPA, dan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca
baik dari penumpukan dan pembakaran sampah.
E. Penutup
Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah sampah.
Kondisi persampahan di Kota Makassar masih memprihatinkan, masih banyak
sampah yang dibakar secara sembarangan oleh penduduk yang bisa
mengakibatkan pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan.
Peran pemerintah sangat diperlukan dalam pengaturan sistematika pengurusan
sampah yang ada sehingga permasalahan sampah tidak menjadi masalah
pencemaran lingkungan. Perlunya sosialisasi terhadap masyarakat luas di Kota
Makassar dalam hal mengurus sampah yang baik dan benar sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam pengelolaan sampah yang nantinya bisa memicu pencemaran
lingkungan.
Kurangnya edukasi mengenai cara mengelola sampah juga membuat
masyarakat lebih banyak membakar sampah rumah tangga yang berbahaya bagi
kesehatan. Sampah yang dibakar akan menghasilkan bahan kimia, yang akan
memuai ke udara serta memicu polusi. Karbon monoksida dan formaldehida
(formalin) adalah dua zat utama hasil pembakaran yang paling banyak memicu
penyakit pernapasan.
Daftar Pustaka
Kota Makassar. Peraturan Walikota Nomor 36 tahun 2018 Tentang Kebijakan dan
Strategi dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga