Anda di halaman 1dari 8

REDESAIN PEDESTRIAN

JALAN BANDARA NGURAH RAI


I Wayan Gede Mega Pranata1), Hermawan Listya Pratama2)
E-mail: gedemegapranata99@gmail.com1), iwanpratama477@gmail.com2)

Program Studi Arsitektur Universitas Ngurah Rai

ABSTRAK
Sampah merupakan masalah yang intens dilirik masyarakat saat ini. Pengelolaan sampah di Kota
Denpasar menghadirkan kesulitan yang cukup signifikan. Setiap orang di Kota Denpasar rata-rata
menghasilkan 3,5 hingga 4 liter sampah. Padahal, kota lain memiliki batas sampah 2,5 hingga 3 liter
per orang.TPS (Tempat Pengolahan Sampah) di wilayah Monang Maning merupakan salah satu TPS
yang menghasilkan sampah cukup banyak. Ini adalah TPS terbesar dan dapat menampung sampah
paling banyak dari TPS lain di wilayah tersebut. Namun, TPS ini masih belum dapat menjalankan
prosedur pengelolaan secara optimal, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kinerja TPS di Monang
Maning melalui konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Kata Kunci: Reduce, Reuse, Recycle

ABSTRACT
Garbage is a problem that is currently being looked at by society. Waste management in Denpasar
City presents significant difficulties. Each person in Denpasar City produces an average of 3.5 to 4
liters of waste. In fact, other cities have a waste limit of 2.5 to 3 liters per person. The TPS (Waste
Treatment Site) in the Monang Maning area is one of the TPS that produces quite a lot of waste. This
is the biggest TPS and can accommodate the most waste from other TPS in the area. However, this
TPS is still unable to carry out management procedures optimally, efforts are needed to improve TPS
performance in Monang Maning through the 3R concept (Reduce, Reuse, Recycle).

Keywords: Reduce, Reuse, Recycle

1. PENDAHULUAN
Setelah melihat seberapa besar kerusakan yang dilakukan terhadap lingkungan, orang mulai lebih
peduli terhadap lingkungan. Orang di seluruh dunia sangat peduli terhadap masalah lingkungan
(Ekawati et al. 2016). Orang prihatin melihat dunia rusak oleh limbah yang semakin mencemari
lingkungan. Tidak menutup kemungkinan meningkatnya taraf hidup dan aktivitas manusia di berbagai
bidang akan berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Kuantitas limbah yang terus meningkat
merupakan salah satu yang paling signifikan faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas
lingkungan. (Tobing et al. 2005), sampah adalah suatu hal yang tidak boleh diabaikan dalam
kehidupan sehari-hari karena selalu dihasilkan dalam segala aspek kehidupan dan akan terus
bertambah jumlahnya seiring dengan tingkat aktivitas manusia yang semakin banyak dan
pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Sisa atau limbah yang tidak berguna dianggap sebagai sampah. Menggali dan menutup, banyak
orang yang menangani sampah dengan cara membuang, membakar, atau menimbunnya. Namun, jika
dilakukan sembarangan dan tanpa perencanaan yang baik, dapat mengakibatkan tercemarnya
lingkungan. lingkungan sekitar serta pelumpuran sungai yang menghambat aliran air yang pada
akhirnya menyebabkan banjir (Hakim et al. 2006). Pemerintah telah mengeluarkan UU RI No. 18
Tahun 2008 sebagai pengakuan atas pentingnya pengelolaan sampah. Menurut undang-undang,
masalah sampah menyangkut berbagai aspek, sehingga pengelolaannya harus menyeluruh dan terpadu
dengan mencermati segala aspek, baik aspek sosial, ekonomi, dan teknis, guna memberikan manfaat
ekonomi, perbaikan lingkungan kesehatan, dan mempengaruhi perilaku. Akibatnya, penanganan
masalah sampah memerlukan peran serta masyarakat secara keseluruhan sebagai penghasil sampah
(Yuni dan Mardwi, 2012).
Indonesia akan menghasilkan 21,88 juta ton sampah pada tahun 2021, menurut data
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setiap satu orang masyarakat Indonesia
rata-rata mampu menghasilkan 0,7 kilogram sampah per hari. Indonesia menghasilkan sampah
sebanyak 64 juta ton setiap tahunnya, menurut hingga perhitungan. Sepanjang tahun 2021, Provinsi
Bali menghasilkan 915,5 ribu ton sampah, dengan Kota Denpasar menyumbang 349,5 ribu ton—
sumber sampah terbesar.
Pengelolaan sampah di Kota Denpasar menghadirkan kesulitan yang cukup signifikan. Setiap
orang di Kota Denpasar rata-rata menghasilkan 3,5 hingga 4 liter sampah. Padahal, kota lain memiliki
batas sampah 2,5 hingga 3 liter per orang. yang semakin banyak menggunakan produk untuk
menunjang kehidupannya sehari-hari menghasilkan residu produk berupa sampah, termasuk sampah
rumah tangga, yang mengakibatkan sampah yang diangkut ke TPA dalam jumlah yang cukup
signifikan. masyarakat di kawasan Monang Maning mengelola sampahnya dengan strategi tradisional
yaitu dengan membakar sampah saat penampungan sampah sudah penuh, tanpa ada pengelolaan lebih
lanjut selama bertahun-tahun. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah dan tidak
adanya fasilitas untuk pengelolaan sampah dapat menyebabkan hal ini (Yonathan, 2017), hal ini
menegaskan bahwa perilaku warga dipengaruhi secara signifikan secara simultan oleh pengetahuan
dan sikap mereka tentang pengelolaan sampah. Jika terus mengikuti paradigma lama, hal ini akan
menimbulkan masalah yang lebih besar lagi, seperti pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan
barang tanpa memilahnya serta mengurangi konsumsi barang yang akan menjadi sampah (Tarigan,
2016).
Permasalahan seperti sampah tidak dapat terangkut, fasilitas yang tidak memadai dan
ketentuan teknis, serta semakin sedikitnya TPA akan muncul jika paradigma lama dimanfaatkan
dalam jangka waktu yang lama. Jika jumlah sampah terus meningkat dan tidak ditangani dengan
prosedur yang baik dan benar akan menimbulkan banyak masalah , seperti penyebaran penyakit,
tersumbatnya saluran air, pencemaran air dan tanah, serta hilangnya keindahan pantai dan ekosistem
laut, Mardiana (2019). Menggunakan konsep pengelolaan sampah 3R untuk mengurangi volume
sampah yang dikirim ke TPA, solusi untuk masalah ini adalah menangani dari hulu, atau sumbernya,
di lingkungan masing-masing.
Tempat Pengolahan Sampah (TPS) di kawasan Monang Maning merupakan salah satu TPS
yang banyak menghasilkan sampah. TPS ini juga merupakan TPS terbesar dan mampu menangani
sampah terbanyak dari TPS yang ada di kawasan tersebut. Desa Tegal Kertha, Desa Tegal Harum,
Desa Pemecutan, dan Desa Padangsambian semuanya memanfaatkan TPS ini. Mengingat ini adalah
pemukiman sampah rumah tangga merupakan mayoritas sampah di TPS ini. Jenis sampah ini
berpotensi untuk dimanfaatkan kembali dengan konsep 3R, namun kondisi TPS saat ini masih belum
memadai sehingga perlu dilakukan perancangan ulang. Reduce mengacu pada pengurangan sampah
baik organik maupun anorganik, reuse mengacu pada penggunaan kembali limbah yang telah dipilih
dan layak untuk digunakan Kembali, dan recycle mengacu pada daur ulang sampah anorganik.
Pendekatan pengelolaan sampah terpadu yang memasukkan upaya pengurangan, penggunaan
kembali, dan daur ulang sampah dikenal dengan pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce, Reuse, dan
Recycle). Karena dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, maka konsep 3R adalah suatu program
yang harus dilaksanakan oleh TPS Monang Maning. Penerapan sistem 3R adalah solusi pengelolaan
sampah yang lebih bernilai ekonomi, sederhana, dan murah. Oleh karena itu, akan dibuat rencana
gambar teknis TPS 3R di Monang Maning untuk menjawab permasalahan timbulan sampah saat ini.
Diharapkan rencana ini mampu mengurangi timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat sekitar,
menekan biaya operasional pengambilan atau pengangkutan sampah, dan memperpanjang usia
penggunaan TPA.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Sampah di Denpasar
Jumlah penduduk Kota Denpasar khususnya di Desa Tegal Kertha (Monang Maning) setiap hari
tumbuh dengan laju yang sama dengan produksi sampah. Hal ini diikuti dengan peningkatan volume
sampah. Menurut data BPS Provinsi Bali, terdapat 21.663 jiwa yang bermukim di Desa Tegal Kertha
pada tahun 2016, banyak diantaranya berasal dari desa sekitar dan membuang sampah di TPS Monang
Maning. Dengan itu jumlah penduduk yang banyak, niscaya produksi sampah akan meningkat pula,
memenuhi jalan dengan sampah dan menyebabkan kemacetan lalu lintas di lokasi TPS. Tiga R
(reduce, reuse, recycle) perlu diterapkan disini, mulai dari titik dari produksi.

2.2 Tinjauan Pengolahan Sampah Menggunakann Konsep 3R


Pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam pengolahan sampah, Yoga Pratama (2015)
menegaskan, paling efektif. Selain pengomposan dan pemanfaatan sampah sebagai sumber listrik,
salah satu pendekatan pengelolaan sampah adalah penerapan 3R Konsep 3R dalam pengelolaan
sampah sebenarnya dapat diterapkan oleh setiap orang dalam kegiatan sehari-harinya. Masyarakat
pada hakekatnya harus berperan aktif dalam pengelolaan sampah, terutama dalam mengurangi
sampah pada sumbernya. Masyarakat harus diberi kewenangan untuk memilah sampah di cara yang
baik bagi diri sendiri maupun lingkungan. Dalam rangka penerapan pendekatan 3R dalam pengelolaan
sampah, perlu adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap sampah sehingga tidak lagi
dipandang sebagai sampah yang tidak berguna melainkan sebagai sumber daya yang bernilai
ekonomis. nilai dan potensi untuk digunakan kembali. Berikut ilustrasi penggunaan tiga R dalam
pengelolaan sampah:
Mengurangi atau menghilangkan pemborosan:
Manfaatkan produk yang dapat diisi ulang dan pilih barang dengan kemasan yang dapat didaur ulang.
- Kurangi penggunaan bahan yang dapat dibuang
- Hindari membeli atau menggunakan produk yang menghasilkan banyak limbah
- Memakai tas belanja yang terbuat dari kain
- Memakai kembali wadah dan kemasan yang memiliki tujuan yang sama
- Menggunakan baterai yang dapat diisi ulang
- Gunakan produk barang dan kemasan atau pembungkusnya bisa didaur ulang dan biodegradable
- Daur ulang sampah kertas menjadi kertas atau karton
- Sampah kompos organic.
- Daur ulang sampah non organik menjadi barang yang berguna

2.3 Landasan Operasional 3R


Sesuai dengan surat edaran Dirjen Cipta Karya Nomor:03/SE/DC/2020TPS, aspek terpenting dari
pelaksanaan 3R TPS adalah sebagai berikut:
a. Menangani daerah rawan sampah sesuai dengan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Badan Pusat
Statistik (BPS);
b. Siap melayani sedikitnya 200 KK atau 1000 - 1600 individu yang setara dengan 3-6 m3 setiap
harinya;
c. Luas lahan yang dibutuhkan untuk TPS 3R minimal 200 meter persegi;
d. Sampah yang masuk sudah dipisahkan dari sumbernya. Hal ini untuk meningkatkan
pelaksanaan TPS 3R. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberdayaan warga untuk memilah
sampah;
e. Gerobak manual atau motor digunakan untuk pengumpulan sampah terpilah. Sekat pada
gerobak pengumpul sampah atau mekanisme penjadwalan pengangkutan sampah sesuai
jenisnya, seperti sampah organik setiap hari dan sampah anorganik setiap dua hingga tiga hari
sekali, dapat digunakan untuk melakukan pemilahan sampah.
f. Proses pengolahan sampah meliputi pemilahan (fisika), pengolahan sampah organik secara
biologis, pengumpulan sampah anorganik yang dapat didaur ulang, pemadatan dan pemadatan
(proses fisik) sampah anorganik daur ulang untuk memaksimalkan volume yang didistribusikan
ke pendaur ulang, dan pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir untuk diproses
secara fisik.
g. Limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) dikumpulkan dan dikelola sesuai
dengan ketentuan.
2.4Tahap Penyelenggaraan Konsep 3R
Menurut surat edaran Ditjen Cipta Karya Nomor: Konsep 3R dilaksanakan dalam beberapa tahapan
pada 03/SE/DC/2020TPS:
1.Tahap Pertama: Kegiatan persiapan meliputi hal-hal berikut:
a. menemukan lokasi TPS 3R.
b. Pemilihan kabupaten atau kota yang berminat mengikuti Program TPS 3R.
c. Surat minat Kabupaten atau Kota untuk mengikuti Program TPS 3R dilengkapi dengan: daftar
panjang lokasi yang memenuhi kriteria TPS 3R untuk setiap kabupaten atau kota. Lokasi
tersebut harus berada di kawasan rawan sampah (hasil kajian EHRA dalam dokumen Buku
Putih Sanitasi menunjukkan kawasan rawan sampah). kepada seluruh pemangku kepentingan
Pemerintah Kabupaten/Kota, dengan tujuan menyatukan persepsi masyarakat masalah limbah
dan menyajikan strategi jangka panjang untuk menanganinya;
d. surat keterangan alokasi biaya operasional dan pemeliharaan dari kepala daerah kepada Dirjen
Cipta Karya (DJCK);
e. Pilih persyaratan TFL untuk setiap lokasi.
f. Proposal untuk TFL diajukan, dan TFL dipilih di tingkat provinsi dan ditempatkan di lokasi
yang sesuai.
g. Komunikasi dengan pemangku kepentingan, seperti OPD, Unit Kerja IBM, dan
h. Konsultan Penasehat TPS 3R

2.Tahap Kedua: Merencanakan Kegiatan Tahapan ini meliputi:


1. Selotip
a. Hanya beberapa kota dan wilayah yang dipilih sebagai lokasi.
b. Mengumpulkan daftar singkat lokasi yang paling memenuhi kriteria TPS 3R merupakan
langkah awal dalam pemilihan lokasi.
c. Calon lokasi pada short list mengajukan proposal untuk menggunakan metode Masking
Tape. Tujuan dari metode Masking Tape adalah untuk mendapatkan informasi dan
evaluasi keadaan lingkungan saat ini, serta rencana penanganan masalah lingkungan yang
sesuai. untuk setiap lokasi potensial.
d. Masyarakat melakukan pendekatan Maskotif dengan pendampingan seorang fasilitator.
Selain itu, akan dipresentasikan hasil pelaksanaan fasilitasi dari masing-masing lokasi
potensial. Lokasi yang dipilih adalah calon lokasi dengan skor penilaian tertinggi.
2. Lokasi TPS 3R yang dibangun di atas tanah milik Pemerintah Kabupaten/Kota dan ditetapkan
dengan surat yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan PLP Unit
Pelaksana Prasarana Permukiman Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan tembusan
yang dikirimkan kepada Direktur PPLP. Surat ini juga memuat pernyataan dari Pemerintah
Daerah (Pemda) Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan biaya operasional dan pemeliharaan
(OP) TPS 3R.
3. Penyiapan masyarakat karena pengelolaan sampah pada skala komunal biasanya sangat
mendesak, penanganan sampah di daerah kumuh dan masyarakat berpenghasilan rendah juga
harus menjadi prioritas.
4. Investigasi lapangan untuk memastikan komposisi dan produksi sampah masyarakat, serta
kondisi sosialnya. Selain itu, tujuan survei ini adalah untuk mengumpulkan informasi
mendasar yang dapat digunakan untuk memilih teknologi, program penyuluhan, dan tolok
ukur kinerja yang dapat digunakan untuk membandingkan keberhasilan program yang akan
dilaksanakan.
5. KSM bertugas menyusun RKM dengan pendampingan fasilitator yang termasuk anggota
Dinas/OPD terkait).
6. KSM dibantu oleh fasilitator dan dinas/OPD terkait, bertanggung jawab atas penyusunan RTR
dan RAB OP, serta RAB OP.
7. Pejabat Pembuat Komitmen Unit Pengembangan PLP Pelaksana Prasarana Permukiman
Wilayah dan KSM menandatangani surat perjanjian kerjasama.
8. Pembukaan rekening bank atas nama KSM.

3. Tahap Ketiga
Tahapan ini meliputi Kegiatan Konstruksi:
a. Mendidik mandor dan tukang kayu;
b. Melaksanakan sarana dan prasarana TPS 3R
c. Pengendalian pembangunan TPS 3R, mulai dari tahap awal hingga penyelesaian proyek;
d. Pengukuran dan pengamatan berkala digunakan untuk memantau dan mengevaluasi
efektivitas pelaksanaan TPS 3R;
e. Pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan;
f. Pengalihan kepemilikan gedung dan pengelolaannya;
g. Pengenalan struktur.

4.Tahap Keempat
Kegiatan operasional dan pemeliharaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Strategi implementasi TPS 3R setelah pembangunan:
a. Membuat program pengelolaan, pembinaan, pendampingan, dan kemitraan antara pihak-pihak
yang terlibat dalam pengelolaan sampah (OPD terkait) dan pendaur ulang barang
(lapak/bandar, koperasi, dan organisasi sejenis lainnya) dengan KSM sebagai pengelola
sampah.
b. Menerima pelaksanaan TPS 3R dari Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Unit Kerja
PLP.

3. METODE PENELITIAN
Untuk memastikan bahwa pekerjaan pada tugas ini berjalan secara terencana dan sistematis,
metodologi disiapkan. Survei lapangan, identifikasi analisis data, pengumpulan data, dan perencanaan
Tempat Pengolahan Sampah Sementara (TPS 3R) di Monang Maning semuanya langkah-langkah
yang diperlukan dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan perencanaan teknis Tempat
Pengolahan Sampah Sementara (TPS 3R).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kebutuhan akan pelayanan pengelolaan sampah yang lebih banyak harus mengimbangi
bertambahnya jumlah penduduk di Monang Maning. TPS merupakan salah satu layanan pengolahan
sampah. Pengolahan sampah ini dilakukan agar mengurangi jumlah dan dampak yang ditimbulkan
oleh pemborosan sampah, untuk kesejahteraan umum, bekerja pada sifat iklim, dan menjadikan
pemborosan sebagai aset. Semua TPS di Monang Maning menggunakan lokasi sampling untuk
mengukur timbulan sampah, dan TPS yang berpotensi untuk proses pemilahan sampah menggunakan
lokasi sampling untuk mengukur komposisi dan kepadatan sampah. TPS Monang Maning berpotensi
melayani dua desa yaitu Desa Tegal Kertha dan Desa Tegal Harum, serta dua kecamatan yaitu
Kecamatan Pemecutan dan Kecamatan Padangsambian. pilihan.
Dari pengamatan diketahui bahwa jenis sampah di TPS menjadi dasar proses pemilahan. Sampah
plastic, basah, kain, kayu, kaca, kertas, diapers, dan logam adalah beberapa hasil dari pemilihan
sampah. Sampah basah, sisa makanan, dan daun-daunan merupakan jenis sampah yang paling banyak
ditemukan, seperti yang terlihat dari data komposisi sampah. Selain itu, diketahui bahwa tata cara
pemilahan yang kurang maksimal mengakibatkan tercampurnya sampah di TPS. Selain itu, terdapat
tidak ada ruas dalam kompartemen untuk mengenali sampah basah dan sampah kering. Jumlah
sampah yang dihasilkan dan dimasukkan ke dalam TPS menentukan kapan TPS dikosongkan. Arm
roll truck dan dump truck digunakan untuk pengangkutan. Sesuai dengan pola pengangkutan sampah,
TPS Monang Maning menggunakan sistem tidak langsung, mengangkut sampah ke TPA secara tidak
langsung. Kerangka bundaran ini membutuhkan TPS sebagai tempat penimbunan sampah tidak
permanen.

Di TPS Monang Maning, tiga R yakni pemilahan, mengubah sampah plastik menjadi pellet atau
biji plastik, dan pengomposan menjadi dasar strategi pengelolaan sampah yang akan diterapkan di
sana. Pemilahan dilakukan terhadap sampah yang diangkut ke TPS 3R untuk diproses ke tahap
selanjutnya. .Kompos akan dibuat dari sampah organik.Beberapa tahapan, meliputi pencacahan,
pengomposan, pematangan, dan pengayakan, akan diperlukan untuk mengubah sampah organik
menjadi kompos. Mesin peleburan akan digunakan untuk mengubah sampah plastik menjadi bijih
plastik, sementara sebagian dari sampah anorganik akan diolah dan dijual ke lapak penyalur. Kertas,
logam, dan sampah lainnya dijual ke pedagang lapak sebagai recovery. TPA tersebut kemudian akan
digunakan untuk membuang sisa sampah.
SOP TPS Monang Maning meliputi kegiatan isolasi limbah mulai dari pembuatan sumber,
pengangkutan, pemilihan, penataan, penanganan dan penyimpanan kepada pihak luar.
1. Timbunan sampah rumah tangga dan non rumah tangga dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
sampah basah atau organik dan sampah kering atau anorganik seperti plastik. Tindakan yang
dapat dilakukan adalah menisahkan sampah organik meliputi sisa makanan, buah-buahan
sayuran, , beras, dan tulang ikan. Sampah anorganik meliputi sampah kertas, plastik, kaca,
logam, dan kaleng) sampah B3 meliputi sampah aki, neon, dan obat nyamuk bakar bekas.
Pemilahan dilakukan pada sumber timbulan sampah, masing-masing kegiatan domestik dan
non domestik (penyemprot, jarum suntik, dll), sampah sisa, seperti sampah pembalut,
steroform, pampers, puntung rokok, dan karet, kemudian sampah dipisahkan menjadi tiga
kategori yaitu campuran sampah organik, plastik, dan anorganik dan tempatkan dalam berbagai
kantong plastik. Untuk sampah campuran anorganik dan organik hitam, plastik putih, dan
sampah merah.
2. Pengangkutan dan pengumpulan sampah yang diambil dari langsung dari rumah ke rumah
maupun di titik-titik bak sampah bersama, dan jalan menuju TPS 3R menjadi tujuan. Langkah-
langkah yang dapat dilakukan adalah menggunakan alat angkut berupa truck dan dikumpulkan
dan diolah di TPS 3R.
3. Setelah sampah dibawa ke TPS kemudian ditempatkan di penampungan, yang bertujuan untuk
menampung semua sampah anorganik yang tercampur dan diangkut oleh kendaraan
pengangkut sampah. Alat angkut yang digunakan adalah truk, dan dikumpulkan serta diproses
di TPS 3R. Dimana tindakan yang tepat adalah membongkar sampah yang diangkut di dalam
kendaraan dan menempatkannya, jenis demi jenis, di setiap unit pengumpulan sampah.
4. Pemilahan sampah berfungsi untuk memisahkan sampah berdasarkan komposisinya dan
jenisnya. Tindakan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sampah organik yang tersimpan di ruang penyimpanan dikeluarkan untuk dipilah
menggunakan sistem manual oleh petugas, sampah organik yang susah terurai seperti
bahan kayu atau ranting dipisahkan untuk mempercepat proses pengomposan, dan
sampah yang telah disortir kemudian dicacah menggunakan chopper.
b. Sampah anorganik, khususnya sampah yang disimpan di tempat penyimpanan dan
dipilah secara manual oleh petugas pemilah sebelum dimasukkan ke dalam kotak sesuai
jenisnya.
c. Sampah plastik kemudian dipilah menggunakan system manual oleh petugas TPS,
sampah dibersihkan dari zat-zat kontaminan, dan dimasukkan ke dalam mesin pencacah
.
5. Pembuatan kompos dari sampah organik melalui prosedur sebagai berikut : Menyaring sampah
cacahan ke dalam karung, mencampurkan cacahan sampah dengan bahan EM4 (Effective
Microorganisms 4) dengan perbandingan empat tutup EM4 (Effective Microorganisms 4)
berbanding empat liter air bersih kemudian siram campuran sampah dan bioaktivator ke dalam
bak pengomposan setiap hari untuk menjaga suhu kompos antara 40 dan 60 derajat Celcius dan
kelembaban 40 persen, mengukur suhu dengan termometer dan kelembaban dengan tongkat.
Jika kondisinya terlalu lembab, tumpukan kompos harus dibalik. Selama proses pengomposan,
kelembapan dan suhu tumpukan kompos harus selalu dipantau. Kompos yang telah matang
memiliki bentuk fisik menyerupai tanah, tidak berbau, tidak berbau, dan berwarna kehitaman.
Diperlukan waktu 15 hari untuk matang, tetapi pematangan bisa lebih lama atau lebih pendek
tergantung pada jenis bioaktivator yang digunakan. Langkah selanjutnya dalam pengomposan
6. Tujuan pengolahan sampah plastik menjadi pelet tidak hanya untuk mengubah sampah plastik
menjadi pelet tetapi juga untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang dihasilkan. Tindakan
yang dapat dilakukan sebagai berikut: bersihkan plastik dari kontaminan yang mungkin berasal
dari plastik jenis lain (berupa label pada plastik atau isi yang masih menempel). Anda dapat
membersihkannya dengan pemotong atau dengan mencucinya sampai semua kontaminan
hilang. Jika plastiknya berlubang seperti botol, ratakan dengan cara ditekan atau diinjak, lalu
masukkan ke dalam plastik chopper. Sortir potongan-potongan itu lagi untuk mengidentifikasi
setiap jenis plastik. Air atau minyak goreng sebagai medianya, dan plastik yang telah
dipisahkan untuk diolah menjadi bak cuci dan pelampung dan dibedakan menurut jenisnya.
Setelah flakes dimasukkan ke dalam mesin pelebur, flakes akan diproses untuk menghasilkan
untaian yang harus dipotong menggunakan mesin pellet dan mengubah biji plastik ke
dalamnya.
7. Tujuan pengemasan adalah agar kompos dan sampah anorganik dapat dijual lebih rapi, terlihat
lebih baik, dan dapat dijual. Tindakan ini diambil adalah sebagai berikut:
a. Sampah organik, seperti kompos yang telah ditimbang dan ditimbang hingga berat
tertentu, dikemas dalam plastik agar lebih rapi dan menarik, serta disimpan siap dijual di
lokasi yang aman.
b. Sampah anorganik seperti kertas, kaca, dan logam dikemas sesuai jenisnya.
c. Sampah anorganik, khususnya pellet atau biji plastik yang didapat dengan melakukan
proses penggilingan atau pencacahan sampah plastik, dikumpulkan dalam dan disimpan di
tempat penyimpanan sebelum dijual ke masyarakat. Proses ini dilakukan agar
mempermudah proses penjualan kepada masyarakat.

Hasil Re- Design


Sistem 3R diolah dalam insinerator mini ramah lingkungan yang tersebar di tiap desa.
Sampah yang dihasilkan dipilah terlebih dahulu, setelah itu sampah yang memungkinkan didaur ulang
dibakar di insinerator mini. Residu pembakaran dapat dijadikan kompos yang bermanfaat bagi
masyarakat desa. Insinerator yang cocok untuk mengcover kelurahan adalah insinerator mini yang
volumenya mampu menyerap sampah yang dihasilkan desa setiap harinya. Selain itu insinerator mini
didesain dengan konsep ekologis, sehingga asap yang dihasilkan tidak mencemari udara sekitar.

5. KESIMPULAN
1. Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah di TPS setiap
tempat atau daerah akan berbeda, hal ini ditentukan oleh volume sampah dan jenis sampah di
TPS tersebut. Dalam kasus TPS di wilayah Monang Maning , timbunan sampah terbanyak
adalah sampah organik rumah tangga sehingga penanganan yang sesuai adalah sistem yang
mampu mengurangi sekaligus memanfaatkan kembali sampah organik tersebut.
2. Sistem yang dipilih adalah 3R dengan menggunakan insinerator mini ramah lingkungan,
dengan alat ini sampah organik diolah menjadi kompos untuk dimanfaatkan kembali oleh
masyarakat sekitar.

REFERENCES
Ekawati, NW., Rahyuda, I.K., Kerti Yasa N.N dan Sukaatmadja, I.P.G. 2016. The Implementation of
Ecopreneurship and Green Innovation in Building Competitive Advantage to Generate Success of
New Spa Product in Bali. International Business Management. 10(14), pp. 2660-2669.
Hakim, M., Wijaya, J., Sudirja, R. Mencari Solusi Penanganan Masalah Sampah Kota.
Bandung :Direktorat Jenderal Hortikultura, DEPTAN RI ; 2006.
Mardiana, E. 2019. Perencanaan Dan Pengelolaan TPS 3R Di Kawasan Wisata Gerupuk (Desa
Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah). Artikel Ilmiah.
Permana, Sobar Ganda.2020. Evaluasi Kinerja Pengelolaan Sampah Di Tps 3r Randu Alas
Candikarang, Sleman, Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia. Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan. Yogyakarta.Skripsi
Tarigan, M. 2016. Perencanaan Tps 3R di Kelurahan Dayan Peken. Universitas Mataram. Mataram.
Skripsi
Yoga Pratama.(2015). 3R (Reuse Reduce Recycle) Sampah yang dikutip pada tanggal 30 oktober
2022dari https://environment-indonesia.com/3r-reuse-reduce-recycle-sampah/
Yonathan, S.P., Cicik, S. 2017. Analisis Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Pengelolaan
Sampah Terhadap Perilaku Warga Dalam Mengelola Sampah Rumah Tangga Di Kelurahan Sewu,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada: 101-108.

Anda mungkin juga menyukai