Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling

Pratikum Timbulan, Berat Jenis, Komposisi Sampah, Potensi Daur Ulang, dan
Populasi Lalat menggunakan sampel sampah yang diambil dari Kos salah satu
praktikan cowok, Cupak Tangah, Limau Manis, Kecamatan Pauh, Kota Padang
pada hari Senin tanggal 06 Maret 2023 pukul 07.45 WIB. Lokasi pengambilan
sampel berada pada 0°55’45” Lintang Selatan dan 100°25’44” Bujur Timur,
ketinggian pada saat pengambilan sampel adalah 77 meter di atas permukaan laut
dan keadaan cuaca berawan dengan suhu 23ºC serta sekitar tempat sampling
cukup bersih.

2.2 Teori

2.2.1 Pengertian Sampah

Sampah didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat yang terdiri atas zat
organik dan zat anorganik yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
mengganggu lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah, meliputi (SNI 19-2454-2002):
a. Kepadatan dan penyebaran penduduk;
b. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi;
c. Timbulan dan karakteristik sampah;
d. Budaya sikap dan perilaku masyarakat;
e. Jarak dari sumber ke tempat pembuangan akhir sampah;
f. Rencana tata ruang dan pengembangan kota;
g. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir
sampah.
LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu
(Tchobanoglous, 1993):
1. Sampah organik
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang
diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang
lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun.
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral
dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak
terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara
keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya
dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat
rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik dan kaleng.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi penyebab gangguan dan
ketidakseimbangan lingkungan. Sampah padat yang menumpuk ataupun yang
berserakan menimbulkan kesan kotor dan kumuh. sehingga nilai estetika
pemukiman dan kawasan di sekitar sampah terlihat sangat rendah. Bila di musim
hujan, sampah padat dapat memicu banjir; maka di saat kemarau sampah akan
mudah terbakar. Kebakaran sampah, selain menyebabkan pencemaran udara juga
menjadi ancaman bagi pemukiman. Lokasi dan pengelolaan sampah yang tidak
memadai (untreated waste management) merupakan lokasi yang cocok untuk
beberapa organisme dan menarik bagi berbagai hewan seperti lalat dan anjing
yang dapat menyebarkan penyakit. (Damanhuri, 2016).

Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisik, kimia,
dan biologi. Karakteristik sampah sangat penting dalam pengembangan dan
desain sistem manajemen persampahan. Karakteristik sampah dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya yaitu pendapatan masyarakat (low, medium, dan high
income), pertumbuhan penduduk, produksi pertanian, pertumbuhan industri dan
konsumsi serta perubahan musim (Tchobanoglous, 1993).

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
Parameter-parameter di atas bertujuan untuk menentukan (Tchobanoglous, 1993):
1. Biodegrabilitas komponen organik
Fraksi biodegrabilitas dapat ditentukan dari kandungan lignin dari sampah.
Pengukuran biodegrabilitas dipengaruhi oleh pembakaran volatile solid pada
suhu 550ºC, jika nilai volatile solid besar maka biodegrabilitas sampah tersebut
kecil.
2. Bau
Bau dapat timbul jika sampah disimpan dalam jangka waktu lama di tempat
pengumpulan, transfer station dan di landfill. Bau dipengaruhi oleh iklim
panas. Bau terbentuk sebagai hasil dari proses dekomposisi senyawa organik
yang terdapat pada sampah kota secara anaerob.
3. Perkembangan lalat
Pada musim panas, perkembangbiakan lalat perlu mendapat perhatian yang
khusus. Lalat dapat berkembang biak pada tempat pengumpulan sampah dalam
waktu kurang dari dua minggu.

2.2.2 Timbulan Sampah

Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang dihasilkan dari
sumber sampah di wilayah tertentu per satuan waktu. Timbulan sampah dapat
dinyatakan sebagai (Alvin, 2014):
1. Satuan berat yaitu kg/org/hari dan kg/m/hari.
2. Satuan volume yaitu L/org/hari atau L/m3/hari.

Jenis-jenis timbulan yaitu (Alvin, 2014):


1. Perhitungan timbulan
Timbulan sampah merupakan jumlah sampah yang dihasilkan dari suatu rumah
setiap harinya dibagi dengan jumlah orang yang ada dalam rumah tersebut.
Timbulan sampah dapat dinyatakan dalam satuan berat (kg/orang/hari) dan
satuan volume (liter/orang/hari).
2. Faktor pemadatan
Volume timbulan perlu dihitung sebelum pemadatan timbulan dan setelah
pemadatan untuk memperoleh faktor pemadatan. Selanjutnya volume timbulan
yang digunakan adalah timbulan setelah pemadatan.

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
a. Timbulan sebelum pemadatan adalah volume sampah dari tiap rumah dibagi
dengan jumlah penghuni dalam rumah yang langsung diukur tanpa
perlakuan apa-apa.
b. Timbulan setelah pemadatan adalah volume sampah dari tiap rumah dibagi
dengan jumlah penghuni dalam rumah setelah dipadatkan.
c. Faktor kompaksi (pemadatan sampah) adalah perbandingan antara volume
sampah sebelum dan setelah kompaksi.
3. Faktor koreksi
Faktor koreksi digunakan untuk menghitung timbulan rata-rata setiap harinya,
dengan mengalikan data timbulan 7 hari sampling dengan faktor koreksi.
Selain untuk timbulan, faktor koreksi juga digunakan untuk perhitungan berat
jenis sampah.

Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal


yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di
suatu wilayah. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan dengan
elemen-elemen pengelolaan seperti (Damanhuri, 2016):
1. Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan, dan
pengangkutan;
2. Perencanaan rute pengangkutan;
3. Fasilitas untuk daur ulang;
4. Luas dan jenis TPA.

Faktor musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah, terutama untuk
negara berkembang dan beriklim tropis seperti Indonesia. Musim yang dimaksud
adalah musim hujan dan kemarau, tetapi dapat juga berarti musim buah-buahan
tertentu. Berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya lainnya,
sebaiknya evaluasi timbulan sampah dilakukan beberapa kali dalam satu tahun.
Timbulan sampah dapat diperoleh dengan sampling (estimasi) berdasarkan
standar yang sudah tersedia. Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan
volume atau satuan berat. Satuan volume jika digunakan, derajat pewadahan
(densitas sampah) harus dicantumkan. Oleh karena itu, lebih baik digunakan
satuan berat karena ketelitiannya lebih tinggi dan tidak perlu memperhatikan
derajat pemadatan Timbulan sampah ini dinyatakan sebagai (Damanhuri, 2016):

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
1. Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari,kg/bed/hari, dan sebagainya;
2. Satuan volume: L/o/hari, L/m2/hari, L/bed/hari, dan sebagainya.

Penggunaan satuan volume dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi


karena terdapat faktor kompaksi yang harus diperhitungkan. Prakiraan timbulan
sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang merupakan dasar
dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian sistem pengelolaan persampahan.
Prakiraan timbulan sampah merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam
pengelolaan persampahan bagi kota-kota di negara berkembang, dalam hal
mengkaji besaran timbulan sampah, perlu diperhitungkan adanya faktor pendaur
ulangan sampah mulai dari sumbernya sampai di TPA (Damanhuri, 2016).

2.2.3 Berat Jenis Sampah

Berat jenis merupakan berat material per unit volume dengan satuan lb/ft3, lb/yd3,
atau kg/m3. Data ini diperlukan untuk menghitung beban massa dan volume total
sampah yang harus dikelola. Berat jenis ini dapat dipengaruhi oleh komposisi,
geografi, musim dan lamanya penyimpanan (Hayat, 2018).

Berat jenis sampah adalah berat sampah yang dihasilkan dari sumber sampah per
volume sampah tersebut. Satuan berat adalah kilogram per orang per hari (kg/o/h),
kilogram per meter perscegi bangunan per hari (kg/m2/h), kilogram per tempat
tidur per hari (kg/bed/h). Sedangkan satuan volume adalah liter per orang per hari
(l/o/h), liter per meter persegi bangunan per hari (l/m2/h), atau liter per tempat
tidur per hari (l/bed/h). Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang
dihasilkan oleh masyarakat penghasil sampah yang dapat dinyatakan dalam satuan
berat (kg/o/h atau kg/m2/h) ataupun dapat juga dinyatakan dalam satuan volume
(L/o/h atau L/m2/h) (Hayat, 2018).

2.2.4 Komposisi sampah

Komposisi sampah merupakan komponen fisik sampah yang dipilah sesuai


dengan jenis dan karakteristiknya masing-masing. Komposisi dan sifat-sifat
sampah dapat menggambarkan aktivitas manusia yang beranekaragam. Komposisi
sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas, karbon,
kayu, kain tekstil, karet kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lain-lain
(misalnya tanah, pasir, batu dan keramik) (Hayat, 2018).

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
Komponen sampah-sampah terdiri dari (Tchobanoglous, 1993):
1. Organik, seperti sisa makanan, kertas, karbon, plastik, karet, kain, dan kulit,
kayu, tekstil, sampah halaman, dan lain-lain;
2. Anorganik, seperti kaca, alumunium, kaleng, logam, abu, debu, dan lain-lain.

Berdasarkan kandungan bahan organik dan anorganik, sampah dapat digolongkan


atas (Tchobanoglous, 1993):
1. Garbage (sampah basah)
Mengandung bahan organik, mudah membusuk dan terdekomposisi, serta
menghasilkan air lindi (leachate). Misalnya sampah makanan.
2. Rubbish (sampah kering)
Dominan mengandung bahan anorganik, tidak mudah membusuk dan
terdekomposisi, serta tidak mengandung air. Misalnya:
a. Metal adalah sampah yang mengandung logam berat seperti Be, Cd, Cr, dan
Hg;
b. Nonmetal yang terdiri dari combustable (mudah dibakar) dan non
combustable (sukar dibakar).
3. Dust/ashes (sampah halus)
Terdiri dari bahan organik, berukuran sangat kecil dan mudah beterbangan.
Dust terjadi dari proses fisika atau mekanis, contohnya serbuk gergaji asbes.
Sedangkan ashes terjadi dari proses kimia, contohnya pembakaran.

2.2.5 Potensi Daur Ulang Sampah

Komponen sampah terbagi dua yakni sampah organik dan sampah anorganik.
Komposisi sampah organik lebih besar dibandingkan dengn komposisi sampah
anorganik. Komponen sampah organik yang ditemukan berupa sampah makanan,
kertas, plastik, karet, sampah halaman, kayu, dan kulit. Komponen sampah yang
dapat didaur ulang adalah sampah makanan, sampah halaman, kayu, kertas,
plastik, kaca kaleng, tembaga dan seng. Jenis kertas yang berpotensi untuk didaur
ulang paling besar adalah kertas berkualitas tinggi seperti kertas HVS, kertas
koran, kardus, dan karton. Jenis kertas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
untuk proses daur ulang kertas serta produk kerajinan tangan lainnya. Potensi daur
ulang sampah kaca cukup bervariasi. Jenis kaca yang paling besar berpotensi
didaur ulang adalah kaca warna coklat dan kaca warna bening. Sampah kaca yang

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
tidak berpotensi didaur ulang antara lain pecahan cermin, bohlam, dan pecahan
piring (Ruslinda, 2014).

Sampah kaleng merupakan komponen sampah yang dapat didaur ulang, kecuali
sampah kaleng yang dihasilkan di industri, merupakan sampah kaleng aluminium
tercampur. Sampah kaleng yang paling berpotensi untuk didaur ulang adalah
kaleng aluminium yang masih bersih. Potensi daur ulang sampah kayu cukup
besar. Sampah kayu yang berpotensi didaur ulang merupakan sampah kayu bersih.
Untuk sampah kayu yang telah terkontaminasi seperti cat, oli, dan lain lainnya
yang berpotensi untuk didaur ulang. Potensi daur ulang sampah makanan dapat
didaur ulang. Sampah makanan yang dapat didaur ulang ini merupakan sampah
yang layak kompos, yaitu sampah organik yang mudah terurai (biodegradable)
seperti buah-buahan dan sayuran, serta sampah sisa makanan di luar tulang, kulit
durian, kulit telur dan jenis makanan lain yang sulit terurai (Taufiqurrahman.
2016).

Beberapa jenis limbah atau material yang dapat dimanfaatkan melalui daur ulang
(Muara, 2016):
1. Semua jenis kertas dapat didaur ulang, seperti kertas koran dan kardus.
2. Botol kecap, botol sirup, dan gelas/piring pecah dapat digunakan untuk
membuat botol, gelas, atau piring yang baru.
3. Kaleng bekas makanan dan minuman dapat dimanfaatkan kembali sebagai
kaleng pengemas.
4. Baja sisa kontruksi bangunan akan berguna sebagai bahan baku pembuatan
baja baru.
5. Limbah plastik dapat dilarutkan dan diproses lagi menjadi bahan pembungkus
(pengepakan) untuk berbagai keperluan. Misalnya, dijadikan tas, botol minyak
pelumas, botol minuman, dan botol sampo.

2.2.6 Populasi Lalat

Lalat sangat suka tinggal di tempat yang kotor, basah, bertemperatur dingin, dan
tempat sampah adalah tempat yang paling disukai lalat untuk bersarang dan
berkembang biak. Pengelolaan sampah yang baik sangat diperlukan karena hal
tersebut sangat mempengaruhi siklus hidup lalat yang merupakan vector pembawa

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
berbagai macam jenis penyakit yang berdampak terhadap manusia. Tingginya
kepadatan lalat ditentukan juga oleh tersedianya makanan bagi lalat, serta tempat
perkembangbiakan yang sesuai dengan dengan daur hidup lalat yaitu lembap,
basah, dan kotor. Beberapa cara untuk mengurangi perkembangbiakan lalat dan
tempat perindukan lalat (Ali, 2014):
1. Pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah yang dikelola dengan
baik dapat menghilangkan media perindukan lalat;
2. Mengurangi sumber yang menarik lalat seperti memisahkan sampah antara
sampah organik dan nonorganik, serta;
3. Menutup tempat sampah agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan lalat.

Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang)
yang berbentuk membran. Hanya sekali bergerak menggunakan kakinya. Pada
saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000-100.000 spesies. Lalat yang
banyak merugikan manusia adalah lalat rumah dan lalat hijau. Lalat ini menyebar
secara cosmopolitan dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan manusia
karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat seperti glukosa dan sedikit protein
untuk pertumbuhannya sebagian besar ada pada manusia (Nida, 2014).

Lalat rumah termasuk ordo Diptera dan famili Muscidae. Penyebarannya sangat
luas, yaitu di semua tempat. Lalat rumah yang menyebarkan penyakit dengan
berjalan di atas kotoran berisi kuman dan kemudian memindahkan kuman tersebut
ke makanan manusia. Lalat rumah yang terkenal yaitu Musca Domestica Vicina
mempunyai panjang badan 5,0-8,0 mm, berbentuk padat dan berwarna hitam
kelabu. Pada bagian kepala memiliki banyak reseptor yang berguna sebagai indra
perasa yang paling sensitif terhadap bau daging busuk yang berjarak jauh dan
terbang dengan cepat (Nida, 2014).

Lalat adalah salah satu insekta ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap
berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000 sampai
100.000 species lalat. Namun tidak semua species ini perlu diawasi karena
beberapa di antaranya tidak berbahaya bagi manusia ditinjau dari segi kesehatan
(Depkes RI, 1991).

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
Pola hidup lalat terbagi menjadi beberapa bagian. Adapun pola hidup lalat adalah
sebagai berikut (Depkes RI, 1991):
1. Tempat perindukan, tempat yang disenangi lalat adalah tempat yang basah
seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan yang busuk,
kotoran yang menumpuk secara kumulatif;
2. Jarak terbang, jarak terbang sangat tergantung pada adanya makanan yang
tersedia, rata-rata 6-9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19-20 km dari
tempat berbiak atau 7-12 mil dari tempat perkembangbiakannya. Selain itu ia
mampu terbang 4 mil/jam;
3. Kebiasaan makan, lalat memakan makanan yang dimakan oleh manusia sehari-
hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.
4. Tempat istirahat, tempat istirahat tersebut biasanya dekat dengan tempat
makannya dan tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan tanah;
5. Lama hidup, pada musim panas, usia lalat berkisar antara 2-4 minggu, sedang
pada musim dingin bisa mencapai 70 hari;
6. Temperatur dan kelembaban, lalat mulai terbang pada temperatur 15ºC dan
aktifitas optimumnya pada temperatur 21ºC. Pada temperatur di bawah 7,5ºC
tidak aktif dan di atas 45ºC terjadi kematian pada lalat;
7. Sinar, lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu menyukai sinar.
Malam hari lalat tidak aktif, namun bisa aktif dengan adanya sinar buatan. Efek
sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.

Lokasi pengukuran populasi lalat adalah lokasi yang berdekatan dengan


kehidupan atau kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia,
lokasi tersebut antara lain (Depkes RI, 1992):
1. Pemukiman penduduk;
2. Tempat-tempat umum seperti pasar, rumah makan, terminal, rumah sakit, dan
sebagainya;
3. Lokasi di sekitar TPS (Tempat Pembuangan Sementara);
4. Lokasi di sekitar TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
2.2.7 Peraturan Terkait

Peraturan mengenai besar timbulan sampah terdapat dalam SNI 19-3983-1995


tentang Spesifikasi Timbulan Sampah Kota Sedang dan Kota Kecil. Besar
timbulan sampah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan klasifikasi kota
dan komponen-komponen sumber sampah standar besar timbulan dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota


Satuan Volume Berat
No.
Klasifikasi Kota (L/orang/hari) (kg/orang/hari)
1. Kota sedang 2,75–3,25 0,70–0,80
2. Kota kecil 2,5–2,75 0,625–0,70
Sumber: SNI 19-3983, 1995

Tabel 2.2 Besar Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah


Komponen Sumber
No. Satuan Volume (L) Berat (kg)
Sampah
1. Rumah permanen Per orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2. Rumah semi permanen Per orang/hari 2,00-2,25 0,300-0,350
3. Rumah non permanen Per orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4. Kantor Per pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,100
5. Toko/ruko Per petugas/hari 2,50-3,00 0,150-0,350
6. Sekolah Per murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7. Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8. Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9. Jalan lokal Per meter/hari 0,05-0,10 0,005-0,025

10. Pasar Per meter/hari 0,20-0,60 0,10-0,30

Sumber: SNI 19-3983, 1995

Peraturan mengenai indeks populasi lalat diatur dalam Depkes RI Tahun 1991
tentang Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Indeks populasi lalat
merupakan interpretasi hasil pengukuran indek populasi lalat yang berguna untuk
menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Indeks populasi lalat
terbagi menjadi:
1. 0-2 ekor: rendah atau tidak menjadi masalah.
2. 3-5 ekor: sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap perkembangbiakan
lalat.

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
3. 6-20 ekor: tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap
tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendalian.
4. ≥ 21 ekor: sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap
tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat.

Peraturan mengenai besar timbulan sampah terdapat dalam Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelengggaraan Prasaana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dimana timbulan sampah
diproyeksikan setiap interval 5 tahun dan asumsi yang digunakan dalam
perhitungan proyeksi timbulan sampah sesuai dengan rencana induk penanganan
sampah.

2.2.8 Teknologi Pengolahan dan Pengendalian Sampah

Sampah memang menjadi masalah di kota - besar di seluruh dunia. Khususnya di


indonesia seperti menumpuknya sampah dijalan - jalan protokol. Belum lagi
konflik antara pemerintah dengan warga masyarakat yang lokasinya menjadi
tempat pembuangan akhir (TPA).Di negara negara maju seperti Denmark, Swiss,
Amerika dan Prancis,mereka telah memaksimalkan proses pengolahan sampah.
Tidak hanya mengatasi bau busuk saja tapi sudah merobah sampah - sampah ini
menjadi energi listrik. Khusus di Denmark 54 % sampah di robah menjadi energi
listrik. Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada
prinsipnya sangat sederhana sekali yaitu (Ali, 2014):
1. Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal);
2. Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap
dengan bantuan boiler;
3. Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin;
4. Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros;
5. Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah-rumah atau ke
pabrik.
Teknologi TPS3R adalah sistem pengolahan sampah dengan inovasi teknologi
mesin pencacah sampah dan pengayak kompos yang lebih efektif dan efesien.

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


LABORATORIUM BUANGAN PADAT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
Hasil pengolahan sampah organik berupa kompos digunakan untuk pupuk
tanaman hias dan herbal yang ditanam di lahan sekitar TPS untuk dijual. Selain itu
untuk meningkatkan kualitas hasil pengomposan akan diterapkan teknologi
kompos cacing (kascing). Hasil pengolahan tanki biodigester berupa gas akan
digunakan untuk supply energi di warga sekitar TPS 3R. Tempat Pengelolaan
Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) di kawasan wisata merupakan sistem
pengelolaan dan teknologi pengolahan sampah yang dimaksudkan sebagai solusi
dalam mengatasi persoalan sampah dan dampak yang ditimbulkannya, khususnya
di kawasan wisata. Melalui TPS3R ini, tidak hanya persoalan pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh sampah yang dapat dikurangi, namun juga
dihasilkan produk-produk yang bernilai ekonomis dari sampah yang diolah
tersebut (Alvin, 2014).

DICKY WAHYUDI SIMBOLON 2110941006


DAFTAR PUSTAKA

Ali,Haidina. 2014. Analisiis Pengelolaan Ssmpah dan Kepadatan Lalat di Pasar


Tradisional Modern Kota Bengkulu.Bengkulu: Poltekkes Bengkulu.

Alvin, Ardhana. 2014. Analisis timbulan dan Komposisi Sampah Rumah Tipe
Sedang Contoh Kasus Perumahan Taman Losari 2000 Makasar.
Universitas Hasanuddin: Makasar.

Damanhuri, E dan Padmi, T. 2016. Teknologi Pengelolaan Sampah. Bandung:ITB

Depkes RI Tahun 1991 tentang Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat


Hayat, dkk. 2018. Model Inovasi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.
Jurnal JU, Vol. 2 (2). Universitas Islam Malang.

Nida, Kotrun. 2014. Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga terhadap


Daya Tarik Vektor Lalat Rumah dengan Risiko Diare pada Baduta di
Kelurahan Ciputat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah: Jakarta

Ruslinda, Yenni., et, al. 2014 Komposisi Sampah dan Potensi Daur Ulang
Sampah dari Berbagai Sumber di Kota Padang. Jurusan Teknik
Lingkungan. Unand:Padang.

SNI 19-2454-2002. Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan


Komposisi Sampah Perkotaan.

Taufiqurrahman. 2016. Optimasi Pengelolaan Sampah berdasarkan Timbulan


dan Karakteristik Sampah di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.
Malang: Institut Teknologi Nasional.

Tchobanoglous, G. 1993. Integrated Solid Waste Management. New York: Mc


Graw Hill, Inc.

Anda mungkin juga menyukai